The Other Side

Spellbound

"Pagi, Rusa Kecil."

Lu Han menjatuhkan buku pelajaran Alkimianya ketika matanya menangkap sosok sang pengendali naga yang kini duduk di kursi paling belakang—tidak jauh dari mejanya sendiri—dengan kaki yang terjulur ke atas meja. Seragamnya berantakan seperti biasa, hanya jas yang tidak terkancing, kemeja putih yang tidak dimasukkan ke dalam celananya dengan dua kancing teratas terbuka, dan tidak memakai dasi. Ia tidak perlu mendekat untuk mengetahui bahwa naga bernama Zero yang selalu mengikuti Yifan kini berada di bawah kursinya; ekornya yang panjang menyembul dari bawah meja tuannya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Lu Han nyaris berteriak, tapi untungnya bisikan orang-orang yang ingin melihat pasangan yang baru saja "jadian" tersebut membuatnya menahan suara kerasnya. Yifan hanya mengangkat bahunya santai, sebelah tangannya merogoh tas ranselnya dan mengeluarkan buku cetak yang sama dengan yang tergeletak di dekat kaki Lu Han.

"Mungkin selama ini kau tidak tahu, tapi kita sekelas di pelajaran ini dan dua pelajaran lainnya—Ramuan Sihir dan Sastra Kuno." Yifan tersenyum santai sambil menggeser kursi di sampingnya. "Bagaimana kalau kau duduk di sebelahku? Kebetulan, kursi ini kosong."

"Tidak, terima kasih." Lu Han berlutut untuk mengambil buku yang dijatuhkannya, tapi sebelum tangannya menyentuh buku tersebut, sebuah bayangan merah menyambar buku cetaknya dengan cepat dan hampir membuat Lu Han terjungkal ke belakang.

Lu Han sontak memalingkan wajahnya ke arah perginya bayangan merah tersebut, dan memelototi seekor naga kecil yang dengan santai menaruh buku tersebut di meja kosong di sebelah Yifan. Sang pengendali naga malah tertawa santai sambil mengelus sisik merah terang naga kecil tersebut.

"Kau lihat itu? Zero menyukaimu."

"Pasti kau yang memerintahkannya seperti itu, 'kan?" Lu Han mendesis kesal sambil mendekati meja Yifan, berusaha mengambil buku cetaknya. Usahanya terbuang sia-sia karena Zero malah menggigit lengan baju Lu Han dan menarik pemuda berambut merah muda itu sampai jatuh terduduk di kursi di sebelah Yifan.

Tangan Yifan dengan sigap memegang punggung Lu Han agar pemuda itu tidak jatuh, matanya menatap sang naga kecil kaget. Ia sendiri tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan hewan yang biasanya penurut.

"Zero!"

Teguran Yifan hanya dibalas dengan desisan malas sebelum naga itu menaruh buku Lu Han di meja tuannya dan memutuskan untuk tidur siang di bawah meja Yifan. Pemuda pirang itu menghela napas kesal, tidak menyadari bahwa tangannya di pinggang Lu Han membuat jantung pemuda itu berdebar keras.

"Maaf, ya. Naga muda memang sedikit susah diatur." Yifan perlahan melepaskan pegangannya dari Lu Han, dan pemuda di sampingnya itu hanya mengangguk perlahan sambil berusaha mengatur detak jantungnya. "Aku tidak pernah melihatnya bersikap semanja itu selain padaku atau ibuku."

Ibu? Lu Han mau tidak mau menjadi penasaran karena sebelumnya Yifan tidak pernah menceritakan apapun soal ibunya. Apa itu berarti ibu Yifan juga seorang pengendali naga?

Sayang, sebelum Lu Han sempat bertanya lebih jauh, Choi-seonsaengnim, guru Alkimia mereka masuk ke kelas dengan wajah santai seperti biasa. Alisnya sedikit terangkat melihat Yifan berinteraksi dengan orang lain di kelasnya untuk pertama kalinya, tapi ia mengabaikannya dan memulai pelajaran.

"Hari ini, seperti yang sudah dijanjikan minggu lalu, kita akan melaksanakan kuis secara berpasangan. Silahkan cari partner kalian masing-masing dan baca buku cetak kalian selama lima menit sebelum kita mulai."

Suara-suara bernada protes mulai memenuhi ruang kelas tersebut. Lu Han menghela napas pasrah. Ia belum belajar apapun karena semalam ia langsung tertidur setelah Yifan mengantarnya kembali ke kamarnya. Di tengah lamunannya, Yifan tiba-tiba mencolek lengannya.

"Mau berpasangan denganku, Rusa Kecil?"

Lu Han memicingkan kedua matanya karena biasanya ia selalu berpartner bersama Yixing, yang entah kenapa hari ini tidak masuk. Tapi, tatapan mata Yifan yang entah kenapa terlihat tulus membuat Lu Han lagi-lagi menganggukkan kepalanya tanpa sadar. Sang pengendali naga tersenyum tipis, lalu mulai membuka buku cetak Lu Han yang diletakkan Zero di mejanya.

"Materinya Alkimia Menurut Nicolas Flamel, 'kan?" Lu Han mengangguk pelan, dan Yifan dengan santai membuka buku itu dan membaca beberapa halaman sebelum menutupnya kembali beberapa detik kemudian, membuat pemuda berambut merah muda di sampingnya menatapnya tidak percaya. Kenapa Yifan santai sekali?

Seakan dirinya dapat mendengar pertanyaan yang terlukis di wajah Lu Han, Yifan mengangkat kedua bahunya santai. "Aku sudah paham. Jangan khawatir."

Lu Han memutar bola matanya dan mengambil buku tersebut dari tangan Yifan lalu membaca cepat halaman yang tadi dibaca pemuda pirang yang kini malah sibuk mengelus punggung naganya. Ia tidak mau Yifan malah merusak rekor nilainya yang terbilang cukup stabil dalam sebuah kuis biasa.

Parahnya, saat kertas ujian sudah dibagikan, Yifan bahkan tidak meminta bantuan Lu Han dan menulis jawaban dari soal-soal tersebut dengan cepat, sementara Lu Han hanya bisa menatap sang pengendali naga dengan tatapan pasrah, pulpennya tidak terpakai sampai jam pelajaran selesai.

Sepertinya, ia harus bersiap mendapatkan tugas tambahan untuk remedial.

 

~*~

 

Lu Han mengusap matanya dengan punggung tangannya berkali-kali, berharap matanya akan berhenti mempermainkannya saat ini juga. Kertas dalam genggamannya sedikit bergetar. Ia cukup yakin matanya sudah diperiksa dengan rutin enam bulan sekali, dan hasilnya selalu menyatakan bahwa ia tidak butuh kacamata. Sekalipun ia memang butuh, tidak mungkin mata atau otaknya berhalusinasi separah ini.

Di sebelahnya, Minseok memasang wajah terkejut yang sama. Ia yakin Lu Han tidak sempat belajar dan sahabatnya itu termasuk lemah dalam pelajaran Alkimia, dan ia berpartner dengan Yifan, yang notabene salah satu siswa dengan rekor absen paling buruk di angkatan mereka. Jadi, bagaimana mungkin nilai Lu Han bisa lebih bagus darinya?

Satu jam setelah kuis di kelas mereka selesai, hasilnya segera dikembalikan pada pemiliknya masing-masing, dan kedua mata Lu Han membulat sempurna ketika ia melihat angka seratus yang ditulis dengan tinta merah di samping namanya dan nama Yifan. Wajar saja mereka terkejut, sebab Yifan sama sekali tidak terlihat seperti tipe siswa rajin seperti Kyungsoo atau Junmyeon yang sekelas dengan Minseok.

"Entah kalian tahu atau tidak," Jongdae angkat bicara sambil mengunyah roti isinya, "tapi di kelas Sejarah Sihir, Sihir Pertarungan, dan Olahraga, dia juga salah satu yang terbaik, walaupun sering tidak masuk kelas."

Lu Han melirik ke arah Jongdae ragu. "Serius?"

"Yah, kalau tidak percaya, mungkin kau bisa hilangkan wujudmu dan menyusup ke kelasku untuk memata-matai—"

"Jongdae, kau ini!" Minseok menampar lengan teman sekamar Lu Han tersebut. "Kenapa kau malah mengajarinya membuntuti Yifan, sih?"

"'Kan, cuma jaga-jaga kalau dia mau melakukannya. Kalau saja kau lihat dia semalam tidur dengan menggenggam jaket Yifan, pasti—"

"Diamlah, Jongdae. Sudah kubilang, aku cuma lelah saja semalam."

Jongdae mengangkat bahunya santai, sementara Lu Han hanya bisa menggelengkan kepala sambil menyeruput susu kotaknya. Ia sama sekali tidak membantu Yifan mengerjakan kuis berisi lima puluh soal teori Alkimia—ditambah sepuluh nomor uraian—dan pemuda jangkung itu tidak protes sedikit pun ketika guru mereka justru malah memuji Lu Han karena ia mengira pemuda berambut merah muda itu yang mengerjakan sebagian besar soal tersebut.

Ia sama sekali tidak bisa merasa bangga karena nilai itu bukan hasil usahanya, melainkan usaha Yifan yang bahkan tidak mendapat pengakuan siapapun dan malah keluar kelas sebelum kertas ujian mereka yang sudah dinilai dikembalikan.

Bagaimana pun, ia harus berterima kasih. Mungkin, dengan mentraktirnya makan siang.

"Lu Han, kau mau ke mana?" Minseok mengalihkan perhatiannya dari Jongdae ketika pemuda berambut merah muda itu beranjak dari meja kantin yang mereka tempati. Pemuda itu hanya menggumam, "Aku segera kembali," sebelum melangkahkan kakinya keluar dari kantin.

Sayangnya, karena terlalu buru-buru, ia menabrak seseorang ketika sedang menyusuri koridor sekolah. Lu Han baru saja akan membungkuk minta maaf ketika matanya menangkap wajah orang yang baru saja ditabraknya.

Sehun.

"Sunbaenim tidak apa-apa?" Pemuda berkulit putih di hadapannya mengulurkan tangannya untuk membantu Lu Han berdiri, tapi Lu Han masih terpaku di tempatnya jatuh. Ia tidak pernah sedekat ini dengan Sehun sebelumnya, apalagi menyentuhnya. Dengan ragu, pemuda yang lebih tua itu menerima tangan juniornya, yang kemudian membantunya berdiri lalu membungkuk di hadapannya. "Maaf, aku tidak hati-hati."

"Ah, t-tidak apa-apa." Sial, kenapa dirinya malah tergagap begini? Benar-benar tidak keren. "Yang barusan itu salahku. Maaf, ya, Sehun-ssi."

"Tidak masalah, Lu-sunbaenim."

Lu Han berkedip polos. "Kau... tahu namaku?"

Sehun tertawa kecil. "Tidak banyak siswa dari luar negeri yang bersekolah di sini, kau tahu. Apalagi yang berambut pink." Lu Han merasakan wajahnya memanas mendengar tawa Sehun dari dekat. Adik kelasnya itu memang tampan, apalagi kalau sedang tersenyum, dan demi dewa dan dewi yang bersemayam di atas sana, Oh Sehun mengenalnya.

"Baiklah, aku harus pergi. Lain kali hati-hati, ya, Sunbaenim." Sehun kembali membungkukkan tubuh tingginya sekilas. "Sampai nanti."

Lu Han membiarkan matanya terus terpaku pada sosok Sehun yang sudah melangkah pergi. Ia belum pernah berbicara dengan pemuda berambut pirang putih itu sebelumnya, dan dilihat dari dekat, Sehun benar-benar—

"Wah, rasanya seperti melihat adegan dari drama picisan saja."

Lu Han nyaris terlonjak kaget karena suara rendah Yifan tiba-tiba terdengar dari belakang punggungnya, dan wajahnya memanas ketika ia menoleh dan mendapati sosok Yifan yang hanya berjarak beberapa sentimeter dari dirinya sambil menyeringai. Lu Han berdeham, berusaha tidak terlihat terpengaruh oleh rambut pirang yang berantakan namun menggoda itu.

"Kau membuntutiku, ya?"

Yifan hanya mengangkat bahunya santai. "Aku memang sedang mencarimu, tapi ternyata kau sedang sibuk memandangi Oh Sehun."

Lu Han memutar bola matanya kesal. "Ada apa? Kalau soal jaketmu, 'kan, sudah aku kembalikan tadi pagi."

"Makan siang sama-sama, yuk."

Sang striker tim sepakbola sekolah tersebut membulatkan matanya, sementara Yifan malah memamerkan sebuah kantung plastik besar yang penuh berisi makanan takeout dari kantin asrama, seakan menekankan bahwa ia sudah mempersiapkan semuanya untuk mereka berdua. Lu Han bahkan belum menjawab ajakan tersebut ketika Yifan tiba-tiba menggenggam tangannya dan dengan santai menarik pemuda berambut merah muda itu ke arah taman belakang sekolah mereka.

Lu Han tidak tahu kenapa tidak terpikir olehnya untuk protes seperti semalam. Mungkin, karena kali ini ia lengah dan membiarkan dirinya menikmati kehangatan tangan Yifan yang melingkupi tangannya.

 

~*~

 

Lu Han tidak terkejut ketika mereka berjalan sampai ke pinggir danau yang semalam mereka datangi, karena sepertinya itulah tempat favorit Yifan, atau naga-naganya. DIbandingkan semalam, pemandangan danau jernih dan hutan yang penuh dengan pepohonan yang hijau tampak lebih indah di bawah sinar matahari musim semi. Sebagai pemuda yang cukup gemar berolahraga di luar ruangan, suasana hutan membuat pikirannya tenang.

Tapi, pemandangan Yifan yang jatuh terduduk karena disergap segerombolan naga kecil dengan sisik berbeda-beda warna sukses membuatnya terperangah. Matanya yang menyipit seperti sepasang bulan sabit, rambut pirangnya yang berantakan karena seekor naga bersisik hijau memanjat sampai ke atas kepalanya bercahaya terkena sinar matahari, dan suara tawanya yang terdengar tulus entah kenapa membuatnya terlihat seperti anak kecil yang polos.

Ia tidak terlihat seperti Wu Yifan, sang berandal sekolah yang menakutkan seperti yang digosipkan orang banyak.

"Kok, diam saja, Rusa Kecil?" Yifan membuyarkan lamunannya sambil perlahan bangkit dari posisi duduknya sambil membiarkan dua ekor naga yang lebih kecil dari Zero memanjati tubuhnya. "Oh, ya, perkenalkan. Ini Krystal, dan yang di atas kepalaku ini Victoria. Mereka ini kembar."

Lu Han hanya mengangguk sambil tersenyum, kakinya perlahan melangkah mendekati Yifan, tapi dengan segera ia terjungkal ke belakang karena naga bersisik merah keunguan yang dinamai Krystal itu menerjangnya hingga terjatuh. Yifan segera bangkit dari posisi duduknya, berniat menjauhkan Lu Han dari Krystal sebelum naga kecil itu menyakiti Lu Han.

Anehnya, Krystal justru malah menggeliat manja di atas tubuh Lu Han, bahkan lidah panjangnya terjulur untuk membelai pipi pemuda berambut merah muda itu sekilas. Lu Han hanya bisa tertawa geli, karena jilatan Krystal beberapa kali menyapu cuping telinga atau lehernya.

"H-hei, hentikan!" Lu Han mengangkat tubuh naga kecil itu, berusaha menyingkirkan hewan manja itu dari atas tubuhnya. "Krystal, g-geli—hahaha!"

Yifan menyaksikan pemandangan di hadapannya tanpa bergerak. Naga sekecil Krystal seharusnya tidak sejinak itu pada manusia selain pengendali naga seperti dirinya. Kemungkinannya hanya dua: ada darah pengendali naga yang mengalir di tubuh Lu Han, atau...

Tidak, pikirnya. Ini tidak mungkin.

Suara desisan Victoria—yang entah sejak kapan sudah turun dari atas kepalanya—menyadarkan sang pengendali naga dari lamunannya dan menoleh sambil tersenyum kecil ketika naga seukuran anjing itu mengacak-acak kantung plastik berisi makanan yang memang sudah disiapkannya untuk Lu Han dan dirinya. Yifan berlutut, sebelah tangannya membelai kulit bersisik Victoria untuk menghentikannya.

Hanya dengan gumaman singkat, "Krystal, kemari," dan naga bersisik merah keunguan itu segera menjauh dari Lu Han dan menghampiri Yifan. Pemuda berwajah manis itu segera bangkit dari posisinya tadi sambil menepuk bagian seragamnya yang sedikit kotor terkena tanah sambil meringis pelan dan mengusap perutnya. Ia hanya punya seekor anjing di rumahnya. Ia tidak tahu naga yang sama besar dengan anjingnya bisa seberat itu.

Sebuah tangan yang lebih besar dari miliknya terulur ke arahnya untuk membantunya bangkit, dan Lu Han refleks meraihnya. Yifan memperhatikan pemuda yang lebih pendek itu dari atas ke bawah. "Kau tidak apa-apa, 'kan?"

"Aku tidak selemah itu, Yifan." Lu Han segera menarik tangannya dari genggaman Yifan sebelum ia kembali jatuh pada pesona pemuda pirang tersebut. Yifan hanya terkekeh sambil menepuk kepalanya, sebuah gestur yang dibenci Lu Han karena membuatnya merasa seperti anak kecil.

Ia berusaha mengabaikan fakta bahwa ia cukup menyukai tepukan halus tangan hangat Yifan di atas kepalanya.

Yifan mengajaknya duduk di antara para naga kecil yang sibuk berebut lima kilogram daging mentah yang dibelikan oleh sang pengendali naga, semangkuk donburi tersodor di hadapannya, yang dengan sekejap disantap oleh Lu Han yang tidak sadar bahwa ia memang sudah lapar sejak tadi.

"Kau tidak terganggu dengan mereka?" Yifan tiba-tiba angkat bicara.

"Terganggu apanya?"

"Mereka makan daging mentah di hadapanmu, kau tahu." Yifan mengendikkan kepalanya ke arah Victoria yang sibuk merebut sepotong kecil daging dari Kevin, seekor naga kecil lainnya. "Orang lain biasanya akan mual melihatnya."

"Biasa saja, kok." Lu Han mengangkat bahunya santai sambil mengunyah makanannya. "Apa kau lebih suka aku muntah di sini?"

Yifan memutar bola matanya. "Terserah, tapi jangan salahkan aku."

Selesai dengan makan siang, Yifan memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahatnya dengan mengajak Lu Han bermain dengan naga-naga kecilnya. Ia tersenyum tipis melihat bagaimana Zero mengusapkan wajahnya ke kaki Lu Han seperti seekor kucing yang minta dibelai,  sedangkan yang bersangkutan berusaha untuk menjaga keseimbangan tubuhnya karena Krystal tidak mau turun dari dekapannya. 

Saat itulah, ia memutuskan untuk bertanya. 

"Rusa Kecil."

"Hmm?"

"Apakah keluargamu punya darah pengendali naga?"

Lu Han mengangkat sebelah alisnya. "Tidak. Ayahku memang keturunan bangsawan di Dunia Sihir, tapi bukan pengendali naga." 

"Kau yakin?"

"Hei, mana mungkin seorang penyihir tidak tahu asal usulnya? Kau pikir bagaimana aku bisa belajar sihir tanpa mempelajari ilmu sihir para pendahuluku?" Lu Han mengelus punggung bersisik Krystal. Pertanyaan Yifan sedikit membuatnya penasaran. "Memangnya kenapa, sih?"

"Bukan apa-apa. Aku tidak heran sama sekali tentang bagaimana kau bermain dengan naga-nagaku seakrab itu sementara aku butuh enam tahun pertama dalam hidupku untuk membuat mereka menuruti kata-kataku." 

Lu Han berkedip polos. Jawaban Yifan membuatnya sedikit penasaran. Bukan soal keakrabannya dengan para hewan mistis itu, tapi tentang tuan mereka yang kini berada di sampingnya.

"Hei, Yifan."

"Iya?"

"Kau bilang butuh waktu lama untuk menjinakkan mereka," Lu Han perlahan duduk di atas rumput begitu naga-naga kecil itu menjauhinya, namun matanya yang masih memancarkan tatapan penasaran itu masih belum meninggalkan sang pengendali naga. "Lalu, kenapa kau mau mengurus mereka?" 

Wajah Yifan mengeras, tidak menduga sama sekali bahwa ia akan dihadapkan dengan pertanyaan itu sekali lagi. Sementara Lu Han, yang akhirnya menyadari perubahan ekspresi wajah Yifan, segera memutuskan untuk menarik kata-katanya. 

"M-maaf, aku tidak bermaksud untuk—"

Yifan mengangkat sebelah tangannya; sebuah gestur yang singkat namun cukup untuk membungkam permintaan maaf dari Lu Han. Pemuda tinggi itu mendudukkan dirinya di samping Lu Han, sebuah senyuman getir menghiasi wajah tampannya.

"Ibuku seorang pengendali naga, sama sepertiku." Yifan membuka suara setelah membiarkan kesunyian mengisi ruang di antara mereka selama beberapa saat.

"Ayah kandungku meninggal dalam sebuah kecelakaan sebelum aku lahir, dan sejak saat itu, ibuku melahirkan dan membesarkanku sendirian. Katanya, telur Amber menetas saat aku masih berumur satu minggu."

Yifan tertawa kecil, dan Lu Han tersenyum lembut. Ia sengaja diam agar Yifan melanjutkan ceritanya. 

"Saat usiaku empat tahun, nenekku menjodohkan ibuku dengan seorang warlock dari Korea. Harus kuakui, dia pria yang sempurna untuk ibuku. Kami pindah ke Korea setelah mereka menikah. Ibuku hamil lagi, rumah baru kami cukup besar untuk naga-naga kami, dan kurasa semuanya begitu sempurna, sampai hari itu..."

Wajah Yifan kini menjadi muram, dan Lu Han mulai merasa bahwa ia tidak seharusnya mendengar kelanjutan cerita Yifan. 

"Salah satu naga ibuku menyelinap ke laboratorium ayahku dan menumpahkan sesuatu yang mudah terbakar. Api merambat dengan cepat, dan naga-naga yang saat itu kami urus tidak ada yang bisa menyelamatkan ibuku yang saat itu sedang mengejarnya." Lu Han merasakan tenggorokannya tercekat. Ia tidak ingin mendengar kelanjutannya, tapi Yifan tidak berhenti berbicara. 

"Sejak saat itu, ayahku berubah. Ia membenci naga, bahkan berniat membunuh mereka kalau saja ia tidak ingat bahwa pengendali naga akan ikut mati jika naga mereka mati. Ia menghubungi temannya, Kepala Sekolah ini, untuk menampungku dan naga-nagaku agar aku bisa menjinakkan mereka tanpa berdekatan dengan dengannya."

Lu Han menggelengkan kepalanya, air mata sudah membasahi wajahnya entah sejak kapan. "Cukup..."

Yifan masih tidak berhenti. "Kau juga sebaiknya menjauh dariku. Aku sama dengan naga-naga itu. Aku berbahaya dan—" 

"Kubilang, cukup!"

Baik Yifan maupun Lu Han sendiri sama-sama terkesiap dengan ucapan pemuda yang lebih pendek. Lu Han menoleh dan menatap lurus ke dalam mata Yifan untuk pertama kalinya. 

"Kau tidak berbahaya, begitu juga dengan naga-naga ini. Kau kira kenapa aku tidak ketakutan sekarang?" Lu Han berbicara dengan suara bergetar, namun tetap terdengar tegas.

"Aku tidak mengerti apa yang ayah tirimu pikirkan, tapi kurasa dia bodoh karena bisa-bisanya ia tega menyingkirkan satu-satunya ikatan yang masih tersisa dari mendiang ibumu."

"Ikatan?" Yifan mengangkat sebelah alisnya. 

"Yep. Seharusnya ia bisa menjaga hal-hal yang ibumu cintai sampai akhir hayatnya." Lu Han tersenyum tipis, tangannya refleks meraih pipi Yifan tanpa disadarinya.

"Kau, dan naga-naga kalian."

 Lu Han tidak tahu apa yang merasukinya saat ia menarik kepala Yifan dan merengkuhnya. Lebih mengejutkan lagi, Yifan tidak melakukan perlawanan apapun, dan justru malah melingkarkan lengannya di punggung Lu Han. 

Deg. 

Deg. 

Deg. 

Lu Han yakin suhu udara saat itu tidak bisa disebut panas, tapi wajahnya terasa menghangat ketika ia menyadari posisinya dan Yifan  yang cukup... dekat. Jantungnya terasa seakan mau meledak, dan senyuman Yifan yang kembali dilemparkan kepadanya, melengkapi sesuatu yang paling ditakutkannya mendadak menghantui pikirannya.

Ia menyukai Yifan. 

Perasaannya ini berbeda jauh dengan saat ia menyukai Sehun. Berbulan-bulan ia habiskan dengan memperhatikan Sehun dari kejauhan, tapi dua hari yang ia lalui bersama Yifan terasa lebih menyenangkan.

Lu Han tidak melihat Yifan seperti bagaimana ia memperhatikan Sehun yang selalu terlihat terlalu sempurna di matanya. Ia menyukai pembawaan Yifan yang cuek, terus terang, namun begitu lembut dalam memperlakukan Lu Han. 

Tapi, bukankah itu semua hanya pengaruh mantera?

"Rusa Kecil?" Yifan membuyarkan Lu Han dari lamunannya. "Ada apa? Wajahmu pucat." 

Lu Han menatap Yifan dalam diam, walaupun kini isi hatinya mendadak kacau karena ia tiba-tiba ditarik kembali pada kenyataan bahwa dirinyalah penyebab ini semua. Yifan berada di bawah pengaruh manteranya yang gagal, dan sekarang justru ia yang jatuh ke dalam pesona Yifan. 

Ironis sekali.

Bagaimana jika mantera itu menghilang dan Lu Han tidak lagi bisa sedekat ini dengan Yifan? Jangankan dekat. Sudah bagus jika Yifan tidak menghajarnya habis-habisan begitu ia ingat apa yang sudah Lu Han lakukan padanya. 

Rasanya, Lu Han ingin kembali menangis.

"Yifan."

Pemuda yang lebih tinggi itu mulai khawatir dengan keadaan Lu Han, tapi ia tetap menjawabnya dengan sebuah anggukan. Lu Han menempelkan kedua telapak tangannya di kedua sisi wajah Yifan, dan perlahan mendekatkan wajah mereka berdua. 

Sebuah senyuman rapuh menghiasi wajah Lu Han sebelum ia menutup matanya dan bibir pemuda berambut merah muda itu mulai merapalkan mantera yang sudah dihafalkannya. 

Mantera Penghapusan.

Lu Han membuka matanya ketika ia selesai mengucapkan manteranya, dan langsung disambut dengan iris kecokelatan Yifan yang masih menatapnya bingung dengan ekspresi yang sama. 

Sebenta lagi, pikir Lu Han. Sebentar lagi, manteranya pasti akan hilang dan—

"Rusa Kecil."

Jantung Lu Han nyaris berhenti mendengar panggilan yang entah sejak kapan sudah sangat dirindukannya itu. Kenapa Yifan masih memanggilnya seperti itu? 

Apa manteranya gagal lagi? 

Tangan Yifan yang lebih besar dari miliknya kembali melingkupi tangannya, menenangkannya dari pikirannya yang masih berusaha sekuat tenaga untuk memproses apa yang sebenarnya sedang terjadi. 

"Apa kau tahu kenapa Mantera Penghapusan-mu gagal?"

Lu Han membulatkan kedua matanya, tapi Yifan sudah lebih dulu menempatkan telunjuknya di depan bibir Lu Han, sebuah senyuman yang entah kenapa terasa begitu melegakan tersungging di bibir pemuda pirang itu. 

"Karena, sejak awal kau tidak pernah menyihirku."

Lu Han membiarkan dagunya terjatuh ketika ia sudah benar-benar mencerna perkataan Yifan. Wajah memerah karena malu, kaget, dan lega.

"Aku sudah lama memperhatikanmu, kau tahu. Aku tahu kau menyukai Sehun, jadi aku tidak bertindak."

Kepala Lu Han tertunduk. Apa benar Yifan menyukainya? 

"Hari itu, aku melihatmu membacakan mantera itu untuk Sehun. Aku tahu mantera itu akan gagal karena Mantera Pelindung Sehun sangat kuat." Sebelah tangan Yifan membetulkan rambut Lu Han dengan lembut. "Aku memanfaatkan itu untuk mendekatimu, dan sudah kuduga, kau menolakku mentah-mentah." 

Sebuah tawa kecil lolos dari bibir Yifan, sementara Lu Han masih menatapnya tidak percaya. 

"Tapi, aku tidak bisa berhenti. Kau tahu, kau manis sekali dan aku tidak akan membiarkan Sehun atau siapapun memilikimu." Yifan menempelkan kening mereka berdua, jemarinya mengelus pipi Lu Han penuh kasih.

"Kau berhasil menjeratku, bahkan tanpa mantera apapun."

Lu Han tidak bisa menahannya lagi saat matanya menjadi buram dipenuhi air mata. Tangannya yang terkepal mulai memukuli dada Yifan, sementara yang dipukuli hanya bisa diam menerima apa yang Lu Han berikan padanya sebelum akhirnya ia bisa memeluk pemuda mungil itu. 

"Bodoh!" Teriakan dan umpatan Lu Han teredam oleh lengan Yifan, tapi sang pengendali naga hanya tersenyum mendengarnya. "Kau benar-benar brengsek, Wu Yifan! Kau mengerjaiku!"

"Kau sendiri juga tidak peka, Rusa Kecil." Yifan mengeratkan pelukannya di sekitar Lu Han, berusaha menghentikan amukan pemuda itu padanya. "Jangan salahkan aku hanya karena aku menghalalkan segala cara untuk mendapatkanmu." 

Lu Han berhenti memaki dan memukuli Yifan setelah ia merasa lelah, dan kali ini ia membiarkan dirinya terbungkus aman dalam dekapan Yifan. 

"Rusa Kecil, dengarkan aku dan jangan pingsan seperti waktu terakhir kali." Yifan mengangkut dagu Lu Han sehingga kini mereka berhadapan. Lu Han hanya mengangguk sambil tersenyum, sudah tahu apa yang akan Yifan katakan, dan sudah tahu bagaimana akan menanggapinya. 

"Jadilah pacarku."

 

~Fin~

 


 

 

 

A/N:

AAAAAA AKHIRNYA SELESAI JUGA ;w; kayanya endingnya jadi gaje, ya nggak sih? Au ah. Intinya sudah selesai. Maafkan update super ngaret yang hanya dimotivasi oleh deadline (dan subscribers + comments) semata. Jadwalku lagi hectic banget. Masuk seminggu penuh, belom lagi ngurusin entrepreneur expo. Ada yang tinggal di daerah Serpong dan sekitarnya? Mampir yok, banyak food truck loh #shamelesspromo 

Ahem, maaf kalo banyak typo. Ini ngetiknya pake hape gara2 laptopnya ngajak berantem terus. Makasih banget buat yang sudi subscribe dan komen, apalagi sampe upvote. Sampai ketemu di cerita lainnya. 

 

Gazillions of 사랑, 

theworstisnotbehind aka Ganish 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
theworstisnotbehind
[Spellbound; 140829] over 20 subs omg where did all these angels come from ;w;

Comments

You must be logged in to comment
shura129 #1
Chapter 3: aaargghh...bru nemu nh ff .. nyingggg .. fan2 cweet bgt mw kek gtu hehe .. ff ny kren .. (y)
KimAeri94 #2
Chapter 3: overall ini ff tuch daebakk lah thor, itu si Yifan si sweet bangeettt bikin gue jealous aje ama Luhan njiirrr ahhh pokoknya keren lah. duuhh please update lagi donk thor bikin ff krishan yang lain lagi. atau bikin sequel gitu thor haha pokoknya keep writing ya thor ... Fighting !!!
KimAeri94 #3
Chapter 2: aawwww so sweettt bangeeettt thooorrr hahaha bikin senyam senyum gaje XD
KimAeri94 #4
Chapter 1: yeeesssss KrisHan feelsssss XD
churaphica #5
Chapter 3: author kerenn.. daebak ^^
sharaeunhyuk #6
Chapter 1: author,,,critanya seru bgt nih,,, ada bgian2 yg bkin ketawa,,,hehe,,,, bkinin sekuel donk,,,hehe
TOP_CLASS #7
Chapter 3: Thorrrrr ini keren bangettttttt!! Sequel dong author~ ya ya ya? XD
taelutae #8
Chapter 3: wowww ceritanya bagus banget !!! suka banget aakk tapi kurang panjang.
myungeunship #9
Chapter 3: Oh iya kelupaan!! Bisa bikin ff tentang suho sama lay ngga? Mereka otp akuuuuuu ^^
myungeunship #10
Chapter 3: Daebak, authornim!!!
Biasanya aku ngga seberapa suka sama ff yang berbau2 sihir atau magic.
Tapi ff ini pengecualian yay!!! *throw confetti everywhere*