That Should Be Him

Spellbound

Lorong utama South Korea National Wizard Academy selalu ramai seperti biasa. Maklum, saat itu sedang jam istirahat makan siang. Warna biru tua dan merah dari seragam para siswa dan siswi sekolah itu mendominasi sekolah yang sekilas tampak tidak berbeda dengan sekolah-sekolah biasa. Desain minimalis yang modern mendominasi seluruh penjuru sekolah berasrama yang terletak di pinggir kota Seoul tersebut.

Kebanyakan siswa memilih menghabiskan waktu istirahat di kantin, karena istirahat makan siang hanya berdurasi satu jam sebelum bel tanda jam pelajaran terakhir dimulai. Namun, beberapa siswa yang tampaknya lebih mementingkan prestasi akademik akan memilih melewatkan waktu istirahat dengan camilan ringan yang bisa didapat dari perpustakaan sekolah. Salah satunya adalah Oh Sehun.

Sekitar dua minggu yang lalu, saat Kepala Sekolah memberikan pengumuman rutin di auditorium sekolah, perhatian seluruh penjuru sekolah mendadak tertuju pada seorang siswa tahun kedua yang menerima penghargaan sebagai Penyihir Muda Terbaik tahun ini. Semua orang memang mengenal Sehun sebagai seorang murid teladan dengan kemampuan sihir yang hampir setara dengan guru-guru sekolah tersebut, dan juga sebagai putra direktur sekolah. Penampilannya pun mencolok, dengan tubuh tinggi, kulit putih bersih yang hampir pucat, rambut pirang putih lurus, dan wajahnya yang datar tetapi tampan. Tidak aneh jika banyak orang yang menyukainya, bahkan sampai menguntitinya seharian.

Seperti Lu Han.

Pemuda berambut merah muda itu mengintip dari beberapa celah kecil di antara buku-buku Biografi Penyihir Legenda, dan terkikik seperti perempuan saat matanya menangkap punggung Sehun, sementara yang ditatap masih fokus menyalin beberapa huruf kuno yang membentuk suatu mantera. Sejak Sehun masuk ke sekolah itu satu tahun yang lalu, penyihir asal Beijing itu tidak bisa melepaskan pandangannya dari sang adik kelas berwajah tampan tersebut. Berbagai cara dilakukannya untuk menarik perhatian Sehun, mulai dari tidak sengaja menabraknya beberapa kali di koridor, menumpahkan minuman yang dibelinya ke baju Sehun (yang hanya berujung pada tumpukan kodok mati di dalam lokernya—ulah para penggemar Sehun yang lain), hingga menguntitinya seperti sekarang.

Sayang, belum ada yang berhasil.

Entah Sehun terlalu tidak peka, memang cuek, atau sengaja tidak memberi tanggapan pada Lu Han. Pemuda berambut merah muda mengambil cermin sakunya dan memeriksa penampilannya entah untuk keberapa kalinya hari itu, sesekali membetulkan posisi rambutnya yang berwarna mencolok. Sejujurnya, Lu Han tidak jelek, dan tidak pernah merasa jelek. Walaupun teman-temannya lebih sering mengatakan wajahnya manis seperti perempuan, setidaknya masih lebih baik daripada jelek.

Aneh sekali, Lu Han menaruh jari telunjuknya di dagu. Apa aku bukan tipenya?

Ah, tidak mungkin. Pemuda itu menggelengkan kepalanya beberapa kali. Dia tampan—atau manis, terserahlah, pokoknya menarik—dan nilai-nilai pelajarannya cukup bagus. Kemampuan sihirnya termasuk di atas rata-rata, terutama dalam kelas Sihir Pertarungan. Lu Han juga tergabung dalam Klub Sepak Bola dan berperan penting sebagai striker utama. Lagipula, tidak ada kata menyerah dalam kamus Lu Han.

Mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti, Lu Han yakin pasti Sehun akan menyadari keberadaannya.

Lu Han terlalu sibuk berpikir sampai-sampai ia tidak menyadari bahwa Sehun sudah kembali ke kelasnya karena bel tanda istirahat selesai telah berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah. Saat Lu Han sudah kembali dari dunianya sendiri, ia menghela napas melihat kursi yang tadinya ditempati Sehun kini sudah kosong. Ia mengeluarkan handphone-nya dari saku jasnya dan mengetik pesan untuk Minseok, sahabat sekaligus teman sebangkunya di kelas Ramuan Sihir. Pasti lagi-lagi topiknya tentang kegunaan darah naga. Memikirkannya saja sudah membuatnya bosan.

 

Lu Han: Aku bolos.

Kim Minseok: Sudah kuduga. Di mana kau?

Lu Han: Perpustakaan. Sudah, sana fokus belajar. Nanti handphone-mu diambil Jung-seonsaengnim, lho :P

 

Tidak ada jawaban. Lu Han terkekeh sambil mengantongi telepon genggam putihnya. Kalau bukan karena pelajaran sudah dimulai, mungkin handphone Minseok benar-benar diambil oleh guru muda yang terkenal galak itu. Merasa tidak ada hal lain yang dilakukan, pemuda Cina itu memutuskan untuk menelusuri perpustakaan yang jarang dimasukinya itu. Siapa tahu ada tempat bagus yang bisa dipakai untuk tidur siang.

Perpustakaan itu terbilang luas, terletak di ujung koridor dan hanya bertetangga dengan tangga darurat yang jarang dilalui orang. Sama seperti bagian sekolah yang lain, interior minimalis mengisi ruang perpustakaan tersebut. Rak buku berwarna putih yang bertuliskan jenis buku yang ditampungnya berbaris rapi dan menjulang mulai dari yang setinggi tiga meter hingga hampir setinggi lima meter. Jika buku yang diinginkan terletak jauh di barisan atas, siswa dapat mendapatkan buku yang mereka inginkan dengan menyebutkan judul buku dan nama penulis secara tepat, atau menyebut judul buku yang diingatnya. Buku-buku dengan judul yang identik akan melayang turun dari tempatnya dan akan kembali jika sang siswa sudah menemukan buku yang diinginkannya.

Lu Han menemukan tempat yang cocok untuk tidur siang, di belakang rak buku Sihir Kuno di sudut ruangan itu. Aha, pemuda itu tersenyum. Pasti di belakang rak itu gelap dan sempit. Siapa pula yang membaca buku Sihir Kuno selain siswa-siswa tingkat atas? Penjaga perpustakaan yang galak itupun tidak akan mudah menemukannya. Ia baru saja akan berbelok ke sudut ruangan itu ketika sosok seseorang membuat langkahnya terhenti seketika.

Wu Yifan.

Berandalan sekolah yang paling ditakuti oleh seluruh siswa di sekolah. Ia tidak segan menggunakan sihirnya untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya, walaupun itu hanya sekedar untuk mengerjai orang. Kekuatan sihirnya cukup tinggi untuk ukuran anak seusianya, dan tidak ada yang berani melaporkan kelakuannya yang seenaknya itu, walaupun jelas-jelas menggunakan sihir di luar jam pelajaran tanpa pengawasan guru adalah pelanggaran peraturan sekolah. Lagipula, bukan hanya itu yang membuatnya ditakuti bahkan oleh beberapa guru. Ada satu alasan lagi kenapa Yifan berbeda dari penyihir lain.

Seekor naga bersisik merah keemasan yang sedang tertidur di samping kakinya sekarang juga menjadi salah satu alasannya.

Lu Han meneguk ludahnya dan menahan napas, berusaha untuk mundur dari tempatnya berdiri sekarang tanpa suara sedikitpun, karena untungnya Yifan dan naganya—yang kalau tidak salah namanya Zero—sama-sama sedang tertidur. Dari puluhan orang yang paling tidak ingin ditemui Lu Han di tempat itu, kenapa harus dia?

Oke, itu masalah nanti. Pokoknya ia harus kabur sebelum ia membangunkan Yifan atau naganya dan berakhir dengan dikerjai habis-habisan sampai jam makan malam.

Sepertinya Dewi Fortuna atau dewa apapun yang ada di atas sana mendengar permohonan Lu Han, karena di detik berikutnya, pemuda itu sudah berada di jarak yang cukup aman untuk mempercepat langkahnya dan bersembunyi di sudut lain perpustakaan tersebut.

Lu Han menghela napas lega, dan matanya melirik rak buku yang kini menjadi tempatnya bersembunyi. Tulisan Charm Spell berwarna hitam menghiasi rak buku besar tersebut. Tangan pemuda itu meraih salah satu buku dengan asal, dan judulnya membuatnya tersenyum sendiri. Sepertinya ini kumpulan buku Sihir Pesona. Ia membalik beberapa halaman awal, dan tatapannya dengan segera jatuh pada tulisan "Mantera Cinta".

"Apakah Anda sedang jatuh cinta? Pasti awalnya Anda akan merasa itu adalah perasaan yang sangat menyenangkan. Sebagian orang sangat beruntung karena cintanya terbalas, tapi bagaimana dengan Anda yang kurang beruntung? Patah hati dapat membawa dampak yang luar biasa pada seseorang, baik secara fisik maupun mental."

Lu Han memutar kedua bola mata cokelatnya, tapi entah kenapa, ia melanjutkan membaca.

"Bagi kita, para penyihir, Sihir Pesona biasa mungkin sudah cukup untuk menarik perhatian orang yang kita sukai. Namun, tak aneh jika kita menginginkan lebih, bukan?" Pemuda itu mengangguk perlahan. "Berikut ini adalah sebuah modifikasi Sihir Pesona yang ditulis oleh tim penyihir handal kami untuk Anda yang ingin mendapatkan hati orang yang Anda sukai. Selamat mencoba!"

Di bawah paragraf terakhir itu, terdapat sebuah susunan gambar dan huruf kuno yang Lu Han kenali sebagai Sihir Pesona, atau charm. Memang, beberapa huruf dan posisi gambarnya sedikit berbeda dari mantera yang dia ingat. Jika charm lain hanya perlu dilukis di telapak tangan tanpa tambahan apapun, mantera satu ini perlu ditambahkan beberapa tetes air yang telah disinari bulan. Kelihatannya meyakinkan.

Apa dengan ini, Sehun akan berpaling padanya?

Sambil menggenggam erat buku itu, Lu Han segera keluar dari perpustakaan itu setelah memindai barcode buku tersebut di meja penjaga perpustakaan dan kembali ke kamar asramanya. Untung saja Jongdae, teman sekamarnya, masih belum kembali dari kelas. Lu Han segera mengunci pintu kamarnya, dan mulai berlatih menggambar mantera tersebut dengan benar.

Akhirnya, Lu Han tersenyum puas saat mantera itu sudah sama persis dengan yang dicontohkan di buku itu. Akhirnya, cintanya akan terbalas,

walaupun dengan cara seperti ini.

 

 


 

 

Lu Han menatap gugup mantera yang sudah terlukis sempurna di telapak tangan kirinya. Beberapa tetes air yang telah disinari bulan disimpannya dalam sebuah botol kecil yang lebih pendek dari jari kelingkingnya sendiri. Matanya mencari satu sosok yang tidak pernah lepas dari pandangannya sejak satu tahun terakhir. Ia dapat merasakan jantungnya berdebar keras dari balik tulang rusuknya.

Hari ini, Oh Sehun akan menjadi miliknya.

Lu Han dapat merasakan tangannya gemetar dalam antisipasi dan juga kewaspadaan. Bagaimana kalau manteranya gagal? Ia pasti terlihat bodoh sekali, dan akan semakin bodoh jika guru atau salah satu anggota Komite Kedisiplinan, seperti Kyungsoo, menangkapnya basah sedang menggunakan sihir di luar jam pelajaran dan berakibat mendapat hukuman kerja sosial membersihkan toilet selama satu minggu.

Tidak, tidak. Lu Han menarik napas panjang. Kau pasti bisa, Lu Han.

"Sehun-ah!"

Sekujur tubuh Lu Han menegang mendengar nama pujaan hatinya itu dipanggil. Ah, ia mengenal suara itu. Pasti Kim Jongin, sahabat Sehun sejak kecil dan juga pacar Do Kyungsoo, sang Ketua Komite Kedisiplinan yang galaknya luar biasa. Benar saja, pemuda berkulit agak gelap itu sedang merangkul sahabatnya itu sambil menceritakan kekasihnya yang tidak henti-hentinya memarahinya karena mengerjai anjing peliharaan pemuda bermata besar itu dengan sihir dan merekamnya di telepon genggamnya. Lu Han mengerucutkan bibirnya melihat senyuman Sehun yang jarang diperlihatkannya pada orang lain.

Tidak lama lagi, senyum itu hanya akan ditujukan padanya.

Lu han mengikuti kedua adik kelasnya itu, menunggu agar Sehun kembali sendirian. Dugaannya tepat, karena tak lama kemudian, Kyungsoo menyusul mereka berdua dan menyeret Jongin entah ke mana, kembali meninggalkan Sehun seorang diri.

Ini dia.

Pemuda berambut merah muda itu segera meneteskan air yang dibawanya dan membisikkan mantera charm-nya sambil menghadapkan telapak tangan kirinya ke arah punggung Sehun yang menjauh, dan mantera di tangannya mulai bersinar putih kebiruan—sesuai dengan yang dibacanya di buku tersebut. Setelah sinar itu memudar dan lenyap, seharusnya Sehun segera menoleh kepadanya dan menatapnya dengan tatapan penuh cinta.

Satu detik. Dua detik. Tidak ada yang terjadi.

Sepuluh detik. Dua puluh lima detik. Kini punggung Sehun sudah tidak terlihat, bercampur dengan kerumunan siswa-siswa lain.

Lu Han menatap tangan kirinya yang kosong, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Manteranya gagal.

Sang striker menggigit bibir bawahnya frustasi. Bagaimana mungkin bisa gagal? Apa gambarnya salah? Atau ia salah mengucapkan manteranya? Apapun itu, Lu Han kini hanya bisa menatap kosong ke tengah koridor yang tadi dilalui Sehun. Salah satu kekurangan lain dari mantera tersebut adalah jika sudah gagal, sihir itu tidak bisa diulang lagi.

Dengan kata lain, tidak ada kesempatan kedua baginya.

Wajah Lu Han tertunduk, dan ia hanya bisa menahan hasrat ingin menangis. Ia tidak percaya kisah cintanya akan berakhir seperti ini. Seharusnya, sekarang Sehun sudah berdiri di hadapannya lalu menyatakan cintanya pada Lu Han. Seharusnya, sekarang Lu Han sudah memenangkan hati Sehun.

Lu Han mengleha napas. Ia sudah sering kalah dalam berbagai hal, tapi ternyata memang seperti yang dikatakan banyak orang:

tidak ada yang lebih menyakitkan dari patah hati.

Pemuda Cina itu baru saja berbalik dan berjalan beberapa langkah untuk kembali ke asramanya—sambil merutuki siapapun pembuat mantera yang membuatnya tampak bodoh barusan—ketika seseorang tiba-tiba menggenggam lengannya dan dengan kasar membalikkan tubuhnya. Lu han terkesiap, dan dalam sepersekian detik, ia masih berharap itu adalah Sehun. Harapannya musnah kembali ketika ia menatap pemuda yang lebih tinggi di hadapannya, digantikan dengan rasa takut dan panik.

Kenapa Wu Yifan memegang tangannya? Apa kurang puas dewa-dewa di atas sana memberinya kesialan dalam satu hari ini?

"Lu Han." Ia mendengar suara rendah Yifan memanggilnya. Ah, jadi seperti itu suaranya—sebentar. Dari mana Yifan tahu namanya?

"... Iya?" Lu han berbisik pelan. Beberapa orang siswa mulai melirik ke arah mereka. Di samping Yifan, seekor naga yang lebih besar dari Zero, kira-kira sebesar banteng, melingkarkan ekor bersisik hitamnya di sekeliling tuannya, tapi Yifan masih menatap mata Lu Han dalam-dalam, seakan berusaha membaca isi hatinya.

"Jadilah pacarku."

Suara Yifan cukup keras hingga menarik perhatian dari seluruh siswa yang sedang melewati koridor tersebut. Ada yang menatap mereka berdua dengan tatapan horor, ada yang tidak sengaja menjatuhkan barang yang mereka pegang, dan ada pula yang justru diam-diam merekam momen bersejarah yang sudah pasti akan menjadi gosip terpanas di seluruh penjuru sekolah.

Sementara itu, kedua mata Lu Han masih terbelalak dalam ketakutan dan kekagetan. Apa yang sedang terjadi? Bukankah jelas-jelas ia menyelipkan nama Sehun dalam manteranya tadi? Tidak mungkin ia salah mengucap nama Sehun menjadi Yifan. Berbagai pertanyaan berputar ddi dalam otak pemuda berambut merah muda itu, tapi masih ada satu hal lagi yang lebih penting.

Berarti sekarang... Wu Yifan suka padanya?

Di detik berikutnya, Lu Han terjatuh lemas dan kehilangan kesadarannya.

 

 


 

 

A/N:

Halo, halooo! Terima kasih buat yang baca cerita ini sampe akhir. Jujur aja, ini pertama kalinya nulis krishan/hunhan. Pokoknya semoga kalian suka deh ;w; ini ditulis buat kontes, tapi kalopun gak menang juga gak apa-apa. Aku sih seneng aja nulis-nulis selama masih banyak ide hehe :D

Gatau kenapa seneng juga ada variasi selain nulis krisoo. I basically ship EXO with each other sih :p #plak kemungkinan bakal jadi 3-5 chapter, karena ada dua alternatif ending yang sedang saya pikirkan.

Akhir kata, sampai ketemu di chapter berikutnya. Silakan komen, subscribe, dan upvote jika berkenan.

Cheers,

Ganish :3

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
theworstisnotbehind
[Spellbound; 140829] over 20 subs omg where did all these angels come from ;w;

Comments

You must be logged in to comment
shura129 #1
Chapter 3: aaargghh...bru nemu nh ff .. nyingggg .. fan2 cweet bgt mw kek gtu hehe .. ff ny kren .. (y)
KimAeri94 #2
Chapter 3: overall ini ff tuch daebakk lah thor, itu si Yifan si sweet bangeettt bikin gue jealous aje ama Luhan njiirrr ahhh pokoknya keren lah. duuhh please update lagi donk thor bikin ff krishan yang lain lagi. atau bikin sequel gitu thor haha pokoknya keep writing ya thor ... Fighting !!!
KimAeri94 #3
Chapter 2: aawwww so sweettt bangeeettt thooorrr hahaha bikin senyam senyum gaje XD
KimAeri94 #4
Chapter 1: yeeesssss KrisHan feelsssss XD
churaphica #5
Chapter 3: author kerenn.. daebak ^^
sharaeunhyuk #6
Chapter 1: author,,,critanya seru bgt nih,,, ada bgian2 yg bkin ketawa,,,hehe,,,, bkinin sekuel donk,,,hehe
TOP_CLASS #7
Chapter 3: Thorrrrr ini keren bangettttttt!! Sequel dong author~ ya ya ya? XD
taelutae #8
Chapter 3: wowww ceritanya bagus banget !!! suka banget aakk tapi kurang panjang.
myungeunship #9
Chapter 3: Oh iya kelupaan!! Bisa bikin ff tentang suho sama lay ngga? Mereka otp akuuuuuu ^^
myungeunship #10
Chapter 3: Daebak, authornim!!!
Biasanya aku ngga seberapa suka sama ff yang berbau2 sihir atau magic.
Tapi ff ini pengecualian yay!!! *throw confetti everywhere*