Hujan - 2

Menjadi Hujan Bulan Juni
Please Subscribe to read the full chapter

Tidak ada satu orang pun di SMA Yonsei yang tidak tahu kalau Sekretaris OSIS mereka sedang diincar oleh ketua ekstra kurikuler radio, Jongdae. Setelah pengakuan Jongdae yang fenomenal di siarannya pada jam istirahat siang Senin lalu, semua orang selalu menggoda Hana ke manapun ia pergi, termasuk para guru dan penjaga kantin sekolah.

 

“Aku tidak mau menjadi hujan bulan Juni. Aku tidak bisa merahasiakan rintik rindu apalagi menghapus jejak-jejak kakiku, jadi maukah kau, Hana, menjadi kekasihku?”

 

Orang-orang selalu mengulang-ulang perkataan Jongdae itu, membuat wajah Hana yang aslinya memang kemerahan berubah menjadi sangat merah seperti kepiting rebus. Tidak pernah ada yang tahu apakah Hana mengatakan “ya” kepada Jongdae Senin sore itu saat Jongdae menyambangi kelas Hana setelah bel panjang menandakan kelas hari itu berakhir berbunyi. Akan tetapi semua orang tahu kalau Jongdae yang tadinya hanya pulang bersama Hana jika sepulang sekolah mereka berdua tidak ada kegiatan, kini selalu menunggui Hana selesai melakukan tugas-tugas OSISnya dan pulang bersama.

 

Jongdae merupakan orang yang sangat ekspresif dan romantis. Secara penampilan ia memang tidak sekeren para anggota klub basket, tetapi ia sangat pandai menyusun kata-kata. Dalam siaran-siarannya, ia selalu menyelipkan pernyataan cintanya kepada Hana dengan sangat halus sampai-sampai Hana sendiri terkadang tidak menyadarinya (“Maaf ya Hana, soalnya aku ditegur Pak Jang gara-gara pengakuanku dulu itu. Katanya aku tidak boleh memonopoli fasilitas umum untuk kepentingan pribadi,” begitu pembelan Jongdae suatu hari, padahal Hana tidak pernah protes sama sekali).

 

Sejak mulai berteman dengan Jongdae, Hana sudah tahu kalau Jongdae bercita-cita ingin menjadi penyanyi tetapi keluarganya tidak merestui. Ayahnya ingin Jongdae meneruskan usaha keluarga yang sudah dirintis sejak zaman kakeknya, tetapi Jongdae sama sekali tidak punya minat di bidang bisnis. Jongdae sering diam-diam mengikuti perlombaan menyanyi di sana-sini karena kalau ketahuan ayahnya akan memukulinya. Tidak jarang ia pulang membawa gelar juara. Setelah berpacaran, Hana mendampingi Jongdae di hampir semua perlombaan menyanyi yang ia ikuti. Jika Jongdae menjadi juara dan mendapat trofi, maka Hana-lah yang akan menyimpankan trofinya.

 

Hubungan Hana dan Jongdae terus berlanjut hingga mereka melanjutkan pendidikan ke universitas. Secara kebetulan keduanya sama-sama diterima di Korea University. Hana di jurusan Sastra Inggris, sedangkan Jongdae di jurusan Ekonomi, sesuai keinginan orang tuanya. Meski berbeda fakultas, Jongdae tetap mengantar dan menjemput Hana. Setiap pagi Jongdae datang ke rumah Hana, lalu pergi ke stasiun bersama-sama. Di sore hari, Hana menunggui Jongdae selesai siaran di radio kampus baru pulang bersama-sama.

 

Setelah menjadi mahasiswa, Jongdae mulai rajin mengirimkan kaset-kaset demonya ke perusahaan-perusahaan rekaman. Ia juga semakin rajin mengikuti perlombaan menyanyi. Meski begitu, ia tetap tidak mau sama sekali mengikuti audisi. Ia tidak mau menjadi idol, begitu alasannya. Suatu ketika Jongdae mengikuti perlombaan menyanyi di sebuah majalah remaja. Hadiah utamanya adalah tampil di acara puncak majalah tersebut. Seperti biasanya, ia berhasil menjadi juara. Penampilan Jongdae di acara puncak majalah remaja itu rupanya dilihat salah seorang produser ternama yang sering menangani artis-artis indie di Seoul. Terpikat dengan suara Jongdae, produser itu menawarkan Jongdae bergabung dengan perusahaannya. Jadilah Jongdae menandatangani kontrak. Mendengar kabar ini, ayahnya marah besar. Jongdae diusir dari rumah. Ia terpaksa menyewa oneroom di sekitar kampus. Meski begitu, Jongdae tidak pernah mengeluh. “Aku semakin dekat dengan mimpiku. Lagi pula, aku punya kau di sisiku, tidak ada yang perlu aku takutkan.”

 

Di tengah kebahagiaan Jongdae dan Hana karena Jongdae semakin dekat satu langkah ke mimpinya menjadi penyanyi, tiba-tiba Hana mendapat kabar ayahnya terkena tumor otak. Kabar tersebut sangat memukul keluarga Hana. Apalagi dokter menyatakan sudah angkat tangan dan harapan hidup ayahnya sangat tipis. Dokter memvonis ayahnya tidak akan hidup lebi

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
anmade #1
Chapter 3: oh so sad :'( umm sequel? hehe walaupun sedih tapi aku suka ff ini :)
stephani_bap #2
Chapter 3: wheww author!!!
ceritanya bagus banget!!!
sequel?? heheheheeee~