3/8

[Dramafiction] Z A T E M N A Episode 02

“Hyung!”

Ho Won sedang berbaring dilantai disebelah meja makan, ia sedang membuka ponselnya melihat-lihat berita-berita terhangat pagi itu. Ia mendengarkan dengan baik dan jelas Dong Woo memanggilnya tetapi ia masih tetap melihat ponselnya.

“Hyung!!” Seru Dong Woo lebih keras tetapi tanpa mengubah ekpresinya.

“Apa?” Sahut Ho Won tanpa menoleh.

“Tempat kerjamu libur, ya?” Tanya Dong Woo.

“Hanya itu yang ingin kau tanyakan?” Tanya Ho Won sebal.

“Itu sebuah pertanyaan dan kau harus menjawabnya, Hyung”

“Kerjaanku hanya memberikan foto berita kepada salah satu kantor percetakkan Koran. Kalau tidak datang, tak akan ada yang memarahiku.” Jawab Ho Won santai.

“Oh, Begitu,” Dong Woo mengangguk pelan. “Tadi malam kau pergi ke acara Ulang Tahun anak pemilik televisi stasion swasta itu?” Pertanyaan baru.

“Hmm.”

“Lalu?”

“Lalu apa?”

“Dapat berita apa saja?”

“Berita sampah. Yang tak penting. Aku hanya mendapatkan tentang betapa mewahnya acaranya itu dan siapa-siapa saja yang datang dan siapa saja artis-artis yang juga datang ke acara tersebut. Tak ada yang spesial.”

“Oh,” Respon Dong Woo.

Suasana kembali tenang dan hening sekejap.

“Hyung?”

“Apaa?”

“Aku bosan!”

“Lalu?”

“Lalu apa?”

“Apaan sih?” Seru Ho Won sebal tanpa memindahkan pandangannya.

“Hyung?? Bisakah kau berikan respon yang agak panjang?!”

Ho Won melepaskan pandangannya dari ponselnya pada akhirnya dan menoleh kearah Dong Woo, menatapnya gemas. “Memangnya aku harus bilang apa?”

Dong Woo mengangkat bahunya. “Entah. Aku juga tidak tahu.”

Suasana kembali hening, Ho Won kembali menatap Ponselnya, dan Dong Woo duduk lemas sambil menatap kosong kedepan.

“ Hyung?” Panggil Dong Woo dengan tak bersemangat.

Ho Won mulai sangat ingin memakan Dong Woo, ia segera duduk dan menatap Dong Woo dengan penuh rasa gemas. “Apa? Apa? Ada apa?”

Dong Woo menatap wajah kakaknya bingung dengan tatapan polos, seakan tak merasa bersalah atas kemarahan kakaknya. “Hanya sekali saja cukup,” katanya polos.

“Ada apa dengan kau hari ini? Aku ingin sekali menggigitmu!” Seru Ho Won kesal.

Dong Woo terseyum menggoda, “Benarkah? Apakah itu semacam ajakan, hyung?” Dong Woo bertingkah genit. “Jangan disini, dong.” Ia melayangkan sebuah kedipan mesra pada Ho Won.

Sayang sekali, Ho Won menolaknya metah-mentah seraya mendesis jijik. “Hey! Kau ini…..” Ia bersiap melayangkan tinjuannya kepada Dong Woo. Laki-laki berjambul yang merasa hidupnya terancam itu segera menghindar dari tempat ia semula berada, bersiap untuk lari. “Aish! Yang benar saja bocah ini! Apa yang kau mau?”

Dong Woo kembali duduk seperti biasa. Tinjuan Ho Won itu mengerikan sekali, melihat dari tangannya yang besar penuh otot itu sudah menjadi sebuah tanda keras – jangan macam-macam jika kau masih ingin selamat. Tapi jika ingin, mungkin kau akan berakhir antara dua, kalau tidak rumah sakit terdekat, ya ucapkan pesan terakhirmu lalu segeralah pesan liang lahat!

“Aku bosaaan!” Seru Dong Woo dengan ekspresi bosannya. Dong Woo memang ahli menggambarkan perasaannya melalui wajahnya.

“Lalu kau mau apa?”

“Aku mau jalan-jalan. Hyung! Ayo jalan-jalan!” Rengek laki-laki berjambul itu polos.

Ho Won mulai melemahkan tatapannya dan melembutkan perasaannya, ia memang tak bisa melihat adiknya merengek seperti itu. Lee Ho Won memang laki-laki yang berhak mendapatkan predikat sebagai Kakak laki-laki terbaik. “Mau kemana memangnya?” Tanyanya.

Dong Woo masih saja merengek seperti anak kecil umur 5 tahun. Kau tak akan bisa membedakan dirinya dengan anak TK jika ia tak terkurung di dalam badan yang besar itu. “Kemana saja!” Sahutnya.

Ho Won memegang dahinya, ia merasa sudah gila dengan adik laki-lakinya itu yang manjanya bukan main. “Ya sudah, cepatlah bersiap-siap!”

“Yes!!” Akhirnya anak TK itupun mendapatkan permen yang ia inginkan. Terlihat wajah puasnya tergambar dengan jelas.

****

 

Akhirnya kedua kakak beradik itu pergi jalan-jalan.

“Sudah lama aku tidak jalan-jalan di kota seperti ini. Biasanya hanya untuk pergi mencari bahan makanan,” Kata Dong Woo.

“Menyedihkan sekali nasibmu,” Respon Ho Won datar.

“Kalau tidak menyedihkan bukan kehidupanku,” Kata Dong Woo tanpa getar.

Ho Won hanya membalas dengan menggeleng iba pada adiknya. “Lalu kita mau ngapain sekarang?”

Dong Woo mengangkat bahunya, “Tidak tahu.”

“Kau yang mengajak jalan, kau sendiri yang tahu mau kemana.”

Dong Woo hanya cengengesan.

“Bagaimana kalau ke taman di dekat Sungai Han? Pemandangan sangat in…” Ho Won terhenti sambil menatap wajah Dong Woo yang mulai berubah lugu.

Dong Woo memiringkan kepalanya berusaha terlihat lucu, tapi sama sekali tak imut. “Hyung kau tak…?”

“Ah, maaf, Dong Woo. Aku lupa!” Sergah Ho Won. “Jadi mau kemana?” Ia mengalihkan pembicaraan.

“Entahlah.”

Mereka berjalan dan terus berjalan tanpa arah dan tanpa tujuan yang pasti. Mereka menelusuri jalan dan melihat-lihat toko-toko dan juga mencoba jajanan yang berada di jalanan yang sepanjang jalan itu memang penuh dengan penjual jajanan. Setelah setengah kenyang mereka melanjutkan perjalanan lagi, sampailah mereka didepan sebuah Café dan tak jauh dari mereka sebuah mobil berhenti.

Ho Won memperhatikan gadis yang keluar dari mobil mewah itu. Gadis itu adalah Hyo Ra, gadis manis berkulit cokelat, ia memasuki Café  yang berada di hadapan mereka, Café dengan suasana ala Perancis. Ho Wo terus memangdangi dengan tatapan ingin tau, ia serasa pernah melihat gadis itu, tetapi ia lupa dimana.

Tepukan Dong Woo dibahunya, membuat ia terkejut sejenak dan tersadar dari lamunan.

“Hyung? Gadis itu terlalu cantik untukmu. Tak kau lihat? Ia cantik seperti Hyo Rin, manis dan berkulit cokelat, bedanya ia tak y. Sangat terlalu sempurna untukmu,” celoteh Dong Woo.

“Siapa yang memperhatikan gadis itu?” Ho Won berusaha mengelak.

Dong Woo menatapnya dengan penuh kecurigaan. Ho Won berusaha memasang wajah biasa kepada Dong Woo yang menatapnya penuh arti. “Mengapa menatapku seperti itu?”

Dong Woo memajukan bibirnya yang tanpa ia majukan juga sudah terlihat seperti bebek. “Tidak apa-apa.”

Mereka melanjutkan perjalanan mereka, sehingga berehenti disebuah taman kecil. Karena ada sebuah kursi taman mereka mendekati kursi itu dan duduk menghilangkan penat mereka sehabis jalan-jalan.

“Hyung?”

“Hm?”

“Gadis yang tadi kita lihat di depan Café itu, apakah kita pernah melihatnya?”

Ho Won tersentak, ia merasa memang pernah melihatnya dan juga Dong Woo bertanya demikian membuatnya yakin bahwa ia pernah melihat gadis manis berkulit agak cokelat yang tadi mereka lihat. “Sepertinya tidak pernah.” Tapi ia berbohong.

“Aku merasa ada sesuatu saat aku melihatnya.”

Ho Won memandang Dong Woo penuh arti, seakan mengatakan “kau menyukainya, ya?”. Dong Woo sadar akan arti tatapan itu, ia langsung memegang bahu Ho Won lalu memasang senyuman genit pada Ho Won, membuat tatapan Ho Won berubah menjadi tatapan jijik.

“Dihatiku hanya ada kau, sayang,” Kata Dong Woo dengan manja.

Ho Won menghempaskan tangan Dong Woo dan berusaha menjauhkan diri dari Dong Woo. Wajahnya memancarkan kegelian yang luar biasa. “Dasar bocah ini! Ada apa denganmu?” Ia sudah bersiap untuk memukul kepala Dong Woo.

Dong Woo menunduk dan menutup kepalanya dengan tangannya. Ho Won mengurungkan niatnya untuk memukul kepala Dong Woo, melihat kondisi itu Dong Woo menegakkan kepalanya kembali dan tersenyum lebar. “Hanya bercanda.”

Ho Won menatap Dong Woo seakan melihat sesuatu yang menjijikkan. “Hiiii!”

Dong Woo cengengesan melihat respon kakaknya. “Tapi, yang kukatakan ini benar. Ada sesuatu yang ku rasakan saat melihatnya.”

“Kau menyukainya.” Ho Won mengatakan dengan ekpresi datar, jika ia tersenyum ia akan mendapatkan lagi perlakuan yang sama seperti tadi yang ia dapatkan. Ia tahu benar watak Dong Woo.

“Mungkin! Tapi, ada yang aneh. Ada yang sedikit berbeda. Aku merasa pernah mengenalnya dan hatiku ini merasa sangat merindukannya. Rasa rindu saat melihat gadis itu, seperti melihat orang yang sudah lama tak ku temui.”

Ho Won teringat sesuatu. “Gadis itu… Apakah itu yang membuatku mengingatnya!”

“Hyung, Ada apa?”

Ho Won terkejut. Pikiran kembali dari lamunan, ia menoleh kearah Dong Woo dengan tatapan seperti biasa. “Tidak ada apa-apa.”

“Sepertinya ada yang menganggu pikiranmu.”

“Sudahku katakan tidak ada apa-apa.”

“Ya sudah.”

Suasana hening. Dong Woo maupun Ho Won menatap lurus kedepan tanpa mengatakan sepatah katapun.

“Dong Woo?”

“Hmm?” Dong Woo menyahut tanpa menoleh kearah Ho Won. Wajahnya datar tatapannya lurus kedepan.

“Kau lapar?”

“Banget!” Wajahnya masih datar menatap lurus kedepan.

Ho Won tersenyum. “Ayo kita ke kedai mi yang sering ku kunjungi. Disana enak lho!”

Dong Woo segera menatap Ho Won, ekspresinya kembali ke ekspresi yang seperti biasa dan tersenyum lebar saat mendengar nama sebuah makanan. Ia begitu bahagia terlebuh karena mendengar kakaknya akan menaktirnya.

****

 

Sementara di tempat lain. Hyo Ra dan Sung Yeol sedang duduk bersama di salah satu meja di Café milik Sung Yeol. Laki-laki tinggi itu sengaja mengajak Hyo Ra makan siang bersama di Café miliknya dengan alasan untuk melihat-melihat cafenya.

“Kau suka tiramisu?”

Hyo Ra mengangguk lalu menyuapkan sesendok kecil tiramisu ke mulutnya. “Aku merasa senang ada tiramisu disini. Padahal ini adalah café ala Prancis.”

“Kami tidak hanya menyuguhkan makanan Prancis, ada bermacam makanan kecil dari negeri lainnya. Hanya suasananya saja yang di buat ala Prancis. Makanan Korea juga ada jika kau mau,” Sung Yeol tersenyum.

“Kau begitu cerdas Sung Yeol. Menurutku, Kau sangat pantas menggantikan kedudukan Ayahmu nanti.”

“Aku senang mendengarnya, tetapi sebenarnya aku tak mau.”

Sebuah ringtone berbunyi, berasal dari ponsel Sung Yeol. “Ya?” ia mendegarkan seseorang diseberang percakapan dengan seksama. Sung Yeol mengangguk pada akhirnya, “Baiklah, aku mengerti. Aku serahkan pada kalian, aku akan menyusul jika urusanku selesai. Baiklah, aku percaya pada kalian.”

“Aku sekarang mengerti alasannya.”

Hyo Ra tersenyum ketika Sung Yeol kembali menatapnya. “Kelihatannya penting.”

“Ah, tidak juga. Hanya teman-temanku mau mengadakan acara kejutan aku diminta datang, tapi aku sedang sibuk sekarang.”

“Kau sedang sibuk apa?”

“Menemanimu disini.”

Hyo Ra tertawa kecil. “Kenapa kau tak memakan kuemu?”

“Baiklah. Jika kau menginginkannya.” Sung Yeol memeotong kuenya dan menyuapkannya ke mulutnya. Hyo Ra tersenyum melihat Sung Yeol.

Tak jauh dari situ, beberapa mata mengintip mereka berdua. Kang Baek Ka dan Cha Bam Gu dua karyawan Café. “Apakah itu pacar Tuan Sung Yeol?”

“Kalau dilihat-lihat sepertinya memang iya. Kau cemburu, ya?”

“Tidak! Lihatlah, Perempuan itu cantik.”

“Iya, serasi sekali dengan Tuan Sung Yeol.”

Datang seorang karyawan lagi bernama Taek Ju Hyun, “Sedang melihat apa?”

“Coba lihat! Itu Tuan Sung Yeol bersama pacarnya.”

“Jadi kalian melihat itu dari tadi?”

“Bisa dibilang seperti itu.”

Taek Ju Hyun, pegawai yang terlihat dewasa itu menggeleng sambil mendecak heran. “Lebih baik kalian lakukan hal yang lain daripada memperhatikan Tuan Sung yeol.”

Kembali ke Jang Hyo Ra dan Lee Sung Yeol.

Sekarang mereka saling diam. Hyo Ra menatap keluar jendela, karena saat itu memang mereka sedang duduk di bangku yang berada tepat disebelah jendela. Sung Yeol menyadari ekspresi wajah Hyo Ra.

“Mencari seseorang?”

Akhirnya Sung Yeol membuka percakapan lagi.

Hyo Ra menggeleng, ia tersenyum pada Sung Yeol memperlihatkan dirinya baik-baik saja           .

“Kau terlihat sedang menunggu seseorang.”

“Perasaanmu saja.”

Sung Yeol menggeleng. “Tidak. Wajahmu yang mengatakannya.”

“Sebenarnya tadi sebelum memasuki café ini aku melihat seorang laki-laki..”

“Kau menyukainya?” Sung Yeol memotong, Wajahnya juga berubah.

Hyo Ra menggeleng. “Aku merasa ada yang lain saat melihatnya.”

Sung Yeol tersenyum. “Kau menyukainya.”

“Tidak. Aku sudah pernah merasa bagaimana rasa menyukai seseorang, kalau laki-laki tadi berbeda. Serasa aku pernah bersamanya dan terpisah. Seperti ada sebuah ikatan. Saat melihatnya, aku merasa semua rinduku keluar. Seakan aku sangat merindukannya.”

Wajah Sung Yeol berubah, ia terlihat sedikit penasaran. Sorot matanya begitu dalam.

“Apakah itu… Apakah sekarang kau sudah mulai merasa bosan bermain petak umpet? Apakah ini waktunya aku kembali mencarimu?”

Lee Sung Yeol?” Panggil Hyo Ra. Ia memerangkan kepalanya, membuat Sung Yeol ingin segera memeluknya karena ia begitu gemas.

Ya?” Sung Yeol tersenyum tampan.

Sedang memikirkan sesuatu?”

Ah, tidak.”

“Ada yang tersembunyi dibalik mata Sung Yeol. Dua hal.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
evilod
#1
Hahaha, iyaa makasih udaa mau baca nih, msh pemula jd msh polos hehe..