4/8

[Dramafiction] Z A T E M N A Episode 02

Villa saat itu begitu sepi. Sung Jong keluar dari kamarnya dan menuruni tangga menuju Ruang bersama, tempat biasa Woo Hyun dan Myung Soo bersama. Terlihat begitu sepi.

“Dimana mereka?”

Terdengar suara pintu kamar dari salah satu kamar terbuka, Sung Jong kembali menaiki tangga perlahan, ingin melihat siapa yang barusan keluar dari kamar. Kim Woo Hyun, rupanya.

Woo Hyun tak melihat keberadaan Sung Jong yang berada di tangga. Wajahnya sedikit terlihat lemas, ia berjalan ke sisi lain, ke tangga yang menuju lantai tiga. Sung Jong berjalan perlahan tak jauh dibelakang Woo Hyun. Woo Hyun berjalan menuju taman lantai atas.

Sung Jong membuka perlahan pintu yang menuju keluar taman. Woo Hyun terlihat duduk di tepi kolam, kakinya ia celupkan ke kolam. Tatapannya begitu kosong, seakan memikirkan sesuatu.

“Apa yang sedang anda pikirkan, Tuan Kim Woo Hyun?” Bisik Sung Jong.

“Kau juga sedang memikirkan apa, Tuan Lee Sung Jong?” Suara dingin Myung Soo membuat laki-laki berwajah cantik itu terkejut

Sung Jong menoleh ke belakang, kearah sumber suara. Ia mendapati Myung Soo dengan baju kaos putih berdiri tepat di belakangnya menatapnya datar.

“Mengapa kau ingin tau apa yang sedang Woo Hyun pikirkan?”

Sung Jong berusaha tersenyum seperti biasa untuk menutupi perasaan aslinya – terkejut. “Aku tadi melihat wajah Tuan Woo Hyun, terlihat aneh, karena itu saya penasaran,” Jawabnya.

Myung Soo menatap Sung Jong dengan tatapan tak percaya, bercampur dengan tatapan dingin dan datarnya. “Bisakah aku percaya akan hal itu?”

“Aku berkata yang sejujurnya, Tuan.”

“Aku tak pernah percaya denganmu sejak kita bertemu beberapa waktu lalu.”

Sung Jong menatap Myung Soo heran. Ia terlihat seperti anak anjing ketika ia menatap bingung seperti itu. “Beberapa waktu yang lalu? Maksudnya kemarin?”

Myung Soo menarik salah satu sisi bibirnya. “Jangan berbohong. Kau pikir aku sudah lupa denganmu? Kau yang bertemu denganku dipemakaman Ayahku.”

Sung Jong kembali tersenyum, sepertinya senyuman memang kegemarannya. “Maaf, tuan, tapi aku tak pernah bertemu dengan anda.”

Myung Soo terlihat sebal dengan Sung Jong, ia melihat kematanya, tetapi memang ada yang berbeda dengan Sung Jong yang pernah ia lihat dengan yang berada di hadapannya. Myung Soo begitu yakin bahwa laki-laki yang di hadapannya dan yang ia lihat di pemakaman Ayahnya adalah orang yang sama, walaupun segala perbedaan terbentang. “Ikut aku!”

Myung Soo berjalan menuruni tangga ke lantai dua, dan menuruni tangga menuju lantai  satu. Ia menuju ruang bersama dan duduk di sofa, disusul oleh Sung Jong. Beberapa langkah lalu berhenti, dan kembali menatap Sung Jong dingin. “Berhentilah berbohong. Mataku tidak rusak, dan ingatanku juga masih bagus. Aku tak dapat ditipu, laki-laki yang ku lihat dipemakaman Ayahku, adalah Kau! Aku melihat tagname-mu saat itu.”

Myung Soo kaget melihat ekpresi Sung Jong yang masih saja terlihat bingung, malah ia semakin menggemaskan membuat Myung Soo ingin sekali mengelusnya tapi jika ia memang benar-benar seekor anak anjing, karena ia sudah merusak citranya sendiri di hadapannya laki-laki dingin itu. Terlebih lagi, ia hanya laki-laki dengan wajahnya yang cantik bukan seorang perempuan, yang berarti ia masih tergolong laki-laki yang normal.

Tiba-tiba saja, laki-laki cantik itu tersenyum membuat Myung Soo merinding ngeri. “Aku bukanlah laki-laki yang Anda cari Tuan Muda Kim. Mungkin Anda salah lihat.”

Myung Soo memukul meja yang ada dihadapannya dengan keras, ia merasa geram. “Berhentilah bercanda!” Bentaknya kasar.

Senyuman manis Sung Jong perlahan menghilang, sekarang mimik wajahnya begitu serius, tatapannya mendingin. Ia balik menatap Myung Soo dengan dingin membalas tatapan dingin Myung Soo. Sekarang tatapan itu  adalah kengerian kedua Myung Soo setelah senyuman manisnya. Myung Soo kembali merinding.

“Lee Sung Yong…” Sung Jong kembali tersenyum. “Tuan? Apakah tuan tau, aku punya kakak laki-laki yang meninggal tahun lalu. Kami berdua kembar, ia meninggal karena dibunuh, tapi polisi yang datang menyelidikinya mengatakan karena serangan jantung. Aku sangat percaya ia dibunuh.”

Myung Soo terdiam, antara percaya atau tidak. Entah mengapa pendiriannya mulai meretak, ia sangat yakin bahwa Sung Jong berbohong, tetapi perlahan itu terkikis walaupun ia masih berusaha yakin.

“Mungkin itu dia, namanya Sung Yong. Banyak orang yang sering salah membaca nama kami berdua.”

“Apakah itu benar?”

 

“Tuan, Sesuatu yang tersembunyi tak akan berlama-lama bersembunyi. Ingatlah suatu saat nanti, itu akan terlihat. Suatu saat.”

 

Myung Soo masih teringat senyuman manis penuh rahasia milik laki-laki yang ia lihat di pemakaman Ayahnya. Ia sangat yakin bahwa ia tak salah membaca Tagname yang tertempel di bagian dadanya saat itu. Tapi ia merasa bingung, dia diantara benar atau salah, diantara percaya atau tidak. Ia berusaha kembali yakin, tapi sia-sia saja semakin ia berusaha yakin, keyakinan semakin terkikis.

 

“Terkadang membahagiakan, tapi di lain sisi akan menyakitkan. Itulah rahasia hati, Tuan Kim Myung Soo.”

Mungkin ia sudah bertemu dengan Presdir Kim, dan beliau bercerita banyak kepada kakak laki-lakiku. Maaf, aku permisi dulu, Tuan.” Sung Jong pergi menjahui Myung Soo, ia menaiki tangga. Dua tangga dinaiki, ia berhenti melanjutkan langkahnya. Perlahan ia menolehkan kepalanya menatap Myung Soo yang masih bingung, tatapannya kosong. Sung Jong tersenyum, bukan senyuman manis seperti biasanya, tetapi senyuman yang terlihat penuh kemenangan.

Ternyata Woo Hyun melihatnya, ia tak jauh dari tangga dimana Sung Jong berada. Ia juga mendengarkan percakapan Myung Soo dan juga Sung Jong.

Laki-laki itu kembali menatap kedepan dan melanjutkan langkahnya, masih dengan senyuman kemenangannya yang mengerikan. Woo Hyun berjalan perlahan menuju tangga ke lantai 3 dan kembali menaikinya sehingga Sung Jong tak mendapati dirinya yang menatapnya curiga.

Melihat Sung Jong sudah memasuki kamarnya, Woo Hyun menuruni tangga dan menuju lantai satu mendekati Myung Soo yang terduduk diam sedang berpikir. Terlihat dari wajahnya, ia sedikit stress.

“Hyung?” Panggil Woo Hyun.

Myung Soo terkejut, ia menoleh Woo Hyun yang duduk di sofa disebelahnya.

“Lalu? Apakah dia benar-benar yang kita lihat?”

“Wajahnya seperti tak tahu apa-apa, membuatku mulai gusar. Tetapi aku sangat yakin, kalau dialah laki-laki yang kita temui di pemakaman Ayah. Walaupun ia mengelaknya, dan juga memberikan bukti bahwa itu bukan dia, aku percaya itu dia.” Myung Soo meremas tangannya.

“Aku juga percaya kalau itu dia. Matanya berbohong. Senyumannya penuh kemenangan, dia memiliki rahasia yang berbahaya, jangan pernah percaya padanya,” Kata Woo Hyun.

Dari dalam kamar, Sung Jong mendengarkan keduanya melalui penyadap yang ia pasang di bawah meja ruang tamu saat tengah malam. Ia memegang ponselnya dengan senyumannya. Masih ada lagi penyadap yang ia pasang selain di ruang tamu, kamar Woo Hyun, kamar Myung Soo, kamar milik Tuan Kim dan Nyonya Kim, dapur, halaman depan, taman atas, ruang kerja Tuan Kim dan beberapa lagi yang ia pasang, dan ia mendengarkan semuanya dari ponselnya.

“Membicarakan orang lain, itu tak baik tuan-tuan, karena kalian masih salah memandangku. Kalian berdua itu tampan dan cerdas tetapi sayang sekali kalian masih kurang menjabarkan diriku yang sebenarnya.” Kata Sung Jong seraya tersenyum dengan senyuman mengerikannya.

“Walaupun yang ku lihat, ia bukan orang yang jahat. Ia seperti mempunyai alasan yang jelas mengapa ia seperti itu, tetapi alasan itu yang ia sembunyikan rapat-rapat. Tetapi tetap saja ia masih berbahaya, karena ia terlalu rapat.” Kata Woo Hyun pada Myung Soo.

“Aku salah menilaimu, aku selalu beranggapan kau tidak terlalu cerdas dari Tuan Kim Myung Soo. Sebenarnya itu memang benar, tetapi matamu lebih pintar dari kakakmu, Tuan Kim Woo Hyun. Sepertinya kau sudah dapat melihat wujudku yang sebenarnya, walaupun belum semuanya dan masih ada yang salah, aku mungkin sudah berubah menjadi orang yang jahat.”

****

 

“Kim Sung Gyu?” Panggil Ga Eun.

“Ya?”

“Mengapa kau sedikit berbeda? Kemarin kau membatalkan janji makan malam.”

Sung Gyu diam tak menyahut kata-kata Ga Eun, ia memotong daging pagang yang berada dihadapannya lalu menyuapkannya ke mulutnya. Ga Eun menatap wajah Sung Gyu, wajahnya penuh kebosanan.

“Sung Gyu?”

“Hmm?”

“Bisa kah kau melihatku?”

“Aku sedang memotong.”

“Aku minta maaf.”

“Untuk apa?”

“Tentang malam pada pesta ulang tahun saat itu. Aku sangat menyesal karena aku tak seharusnya melakukannya, aku tau kau marah karena itu,” Kata Ga Eun penuh penyesalan.

“Memangnya kau berbuat apa?” Tanya Sung Gyu datar.

“Sung Gyu! Berhentilah seperti itu, aku sungguh-sungguh minta maaf.”

“Aku juga bersungguh-sungguh, kau berbuat salah apa padaku?”

“Aku sudah berteriak kepada gadis-gadis itu di pesta.”

“Lalu?”

“Lalu aku menyesal.”

Sung Gyu berhenti memotong, ditaruhnya piring dan garpu di sisi piringnya. Ditatapnya Ga Eun dalam, tapi datar, tidak seperti biasanya. Ga Eun pikir Sung Gyu akan tersenyum dan mengatakan bahwa ia sudah memaafkannya. Tapi, melihat mimik wajah Sung Gyu yang serius, bayangannya memudar.

“Kau sudah tau kesalahanmu?”

“Berteriak kepada Jang Hyo Ra. Apakah aku harus mengulanginya? Aku sungguh menyesal, aku minta maaf.”

“Lalu?”

“Lalu apa? Sung Gyu! Ku mohon berhentilah seperti itu! kau menyiksaku!” Seru Ga Eun kesal.

“Jika kau sudah merasa bersalah, lalu mengapa kau meminta maaf padaku? Kau berteriak kepada mereka bukan kepadaku,” Kata Sung Gyu seraya tersenyum kecil. Bukan senyuman manis, tetapi senyuman tak berarti.

Ga Eun tertunduk, ia takut menatap Sung Gyu saat itu. Di dalam lubuk hatinya, ia terus memaki Hyo Ra. Ia semakin geram terhadap gadis berkulit cokelat itu, karena Hyo Ra lah Sung Gyu bersikap ketus seperti sekarang.

Sung Gyu melipat kedua tangannya di depan dada. “Kau salah orang jika meminta maaf padaku.”

“Lalu?”

“Pikirlah sendiri, jika kau mempunyai pikiran yang waras.” Sung Gyu bersiap untuk berdiri dari kursi. Tapi tangan mulus Ga Eun memegangi tangannya, membuatnya mengurungkan niatnya untuk pergi.

“Besok aku kembali ke L.A, ada pemotretan spesial musim gugur. Ku harap hari ini kita bisa menghabiskan waktu seperti biasanya,  bukan yang seperti ini,” Pinta Ga Eun.

“Aku sudah terbiasa dengan kepergianmu, tenang saja, jadi untuk kali ini tak usah menghabiskan waktu, aku juga ada kesibukan.” Sung Gyu tersenyum kecil, terlihat tidak ikhlas.

“Kau lupa? Jika aku akan berangkat kau biasanya membawaku jalan-jalan atau makan bersama. Kita selalu menghabiskan hari bersama.”

“Bukannya sekarang sedang makan bersama? Kau mau yang lebih?”

Ga Eun tersenyum genit. “Kalau bisa memang yang seperti itu.”

“Kau bercanda? Untuk mendapatkan hal itu, sangat susah. Walaupun kau bersujud didepanku. Dan jika itu yang memang kau ingin dariku, lebih baik kita berakhir saja dari sekarang.” Kata Sung Gyu seraya beranjak dari kursinya.

“Kim Sung Gyu! Kenapa kau begitu ketus hari ini? Apakah karena Jang Hyo Ra?” Tanya Ga Eun kesal, sekesal kesalnya.

Sung Gyu membuang wajahnya. Tak bisa ia jelaskan mengapa, tapi memang itulah alasannya marah pada Ga Eun dari tadi malam.

“Apa karena gadis sialan itu?”

Sung Gyu langsung menolehkah wajahnya, ekspresinya begitu kesal. “Tidak! Bukan karena dia! Tapi karena dirimu sendiri!”

“Aku sudah meminta maaf padamu.” Ga Eun melembutkan suaranya.

“Karena peristiwa pada malam itu, aku jadi mulai ragu. Apakah aku mencintai gadis yang tepat? Apakah selama ini mataku buta? Karena ku pikir kau adalah gadis yang cantik dan juga baik. Ternyata, kau hanya cantik.”

“Sung Gyu, Aku…”

“Maaf, Shin Ga Eun. Aku tak bisa lama-lama.” Potong Sung Gyu lalu ia pergi menjauhi Ga Eun yang sudah mulai menangis.

“Kim Sung Gyu! Tunggu! Aku ingin berjalan-jalan denganmu.”

Sung Gyu berbali. “Sudahku katakan, aku tak bisa berlama-lama bersamamu, aku sedang sibuk.” Ia langsung keluar dari ruangan makan yang memang di sediakan untuk pertemuan penting yang bersifat privasi, karena itu ia kedap suara, teriakan tak akan terdengar dari luar.

Sung Gyu pergi begitu saja. Ga Eun sebal. Sebal karena Sung Gyu begitu ketus terhadapnya da juga sebal karena semua ini terjadi akibat gadis bernama Jang Hyo Ra. Sekarang ia yakin bahwa Hyo Ra memang perebut semua laki-laki yang ia punya.

****

 

Di Kantor Infinitize.

“Tuan Soo, aku meminta berkas keuangan dari di hari Mendiang Tuan Kim meninggal sampai sekarang.”

“Baiklah Nyonya.” Tuan Soo membungkuk lalu segera berbalik, sebelumnya ia berhenti karena Nyonya Kim memanggilnya.

“Tuan Soo, Kapan rapat petinggi dilaksanakan?” Tanya Nyonya Kim sambil membaca beberapa berkas perusahaan.

Tuan Soo melihat jam tangannya sekejap lalu menatap Nyonya Kim kembali. “5 menit lagi nyonya.”

“Baiklah, tolong siapkan yang sudahku berikan kepadamu.”

Tuan Soo kembali membungkuk. “Ya, saya mengerti nyonya.”

 

Beberapa menit kemudian, didalam ruangan rapat.

Nyonya Kim menatap Tuan Soo yang berdiri di sampingnya. “Silahkan mulai rapatnya.”

“Baiklah nyonya.” Tuan Soo berdiri ia melihat ke seluruh petinggi perusahaan. “Hari ini kita akan memulai rapat yang membahas program kerja kedepan. Sebelumnya Nyonya Presdir meminta para direktur mempresentasikan data-data yang diminta kemarin oleh beliau.”

Seorang Pria berkacamata itu berdiri dan maju kedepan mendekati papan persentasi. Assistentnya membantunya untuk melakukan persentasi.

Beberapa lama kemudian.

Persentasi setiap petinggi telah usai. Pembahasan telah dialihkan ke program kerja.

“Cabang di Gumi sudah sepenuhnya tutup, Nyonya. Akibat belum ada yang memegang kendali, kami sudah berusaha sebisa mungkin tetapi tak berbuah apa-apa,” Kata Tuan Oh, melaporkan.

“Memang diantara cabang lainnya, di Gumi dan Yeosu adalah cabang dengan produksi terendah,” Tuan Kyun menambahkan.

“Saya sudah melihat data tentang kedua cabang tersebut, dan cabang di Gumi sudah mati total dan yang Yeosu masih berjalan hanya saja sudah hampir tutup.” Tuan Cha, pria berkaca mata itu juga angkat bicara.

“Cabang di Gumi harus segera diperbaiki. Apakah kita harus merelokasikannya, Tuan Cha?” Tanya Nyonya Kim pada Pria berkacamata itu yang menjadi Direktur pembangunan.

“Itu sepertinya tidak perlu, hanya perlu di perbaiki strukturnya saja, Nyonya, karena memang dari awal perusahaan itu yang terkecil dan juga yang terburuk.” Tuan Cha menjelaskan.

“Betul sekali, Nyonya. Hanya perlu memperbaiki dalamnya saja.” Tuan Tae sebagai Direktur pembangunan 2 menambahkan.

“Baiklah, sepertinya harus ada satu atau dua Direktur yang dikirim kesana untuk mengawasi cabang itu untuk beberapa bulan kedepan. Kita harus fokus terhadap kedua cabang itu, untuk cabang lainnya hanya diurus oleh beberapa orang saja.”

Tuan Nam yang sedari tadi diam akhirnya angkay bicara. “Apakah itu tak terlalu berbahaya?”

“Berbahaya seperti apa?”

“Jika kita memfokuskan seluruhnya ke kedua cabang tersebut, dikhawatirkan cabang lainnya yang tak terlalu diperhatikan takutnya ada yang salah dan kita tak menyadarinya,” Sahut Tuan Cha.

“Aku hanya mengatakan harus fokus, bukan mengalihkan semua perhatian kita ke cabang di Gumi dan Yeosu, semua cabang juga diperhatikan. Tetapi kedua cabang tersebut yang diminta turun langsung. Karena itu saya meminta kalian untuk merembukkan siapa saja yang pantas turun langsung ke kedua cabang tersebut. Itu akan dirapatkan besok. Untuk hari ini, sekian sampai disini.” Tutup Nyonya Kim.

Didalam ruangannya Nyonya Kim, Tuan Soo memasuki ruangan tersebut dengan sebuah map ditangannya.

Tuan Soo datang mendekati Nyonya Kim lalu membungkuk. “Maaf, Nyonya. Hanya ada data-data keuangan dalam seminggu ini.” Ia memberikan sebuah map ke atas meja tepat didepan wajah Nyonya Kim. “Data keuangan dari 5 tahun terakhir telah hilang, dihapus oleh seseorang. Terakhir, salinan keuangan diberikan ke Mendiang Presdir Kim dihari ia masuk rumah sakit. Berkas itu sudah dicari, tapi belum ditemukan karena mereka tidak tau dimana Beliau menyimpannya.”

Nyonya Kim berpikir sejenak.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
evilod
#1
Hahaha, iyaa makasih udaa mau baca nih, msh pemula jd msh polos hehe..