5/8

[Dramafiction] Z A T E M N A Episode 02

Hye Bi memberikan tatapan imutnya ke Hyo Ra yang lebih tinggi darinya. “Eonni? Kau mau membeli aksesoris lucu-lucu tidak?” Tanyanya.

Hyo Ra tersenyum manis pada Hye Bi. “Hm, Bisa juga.”

“Aku tau dimana saja tempat-tempatnya. Ayo, ikuti aku!” Ajak Hye Bi, ia sudah kenal dekat dengan mall-mall besar seperti ini di setiap penjuru Seoul dan daerah sekitarnya. Melihat sifat, ia memang sangat suka dengan Aksesoris lucu dan imut yang serba pink ataupun warna cerah penuh warna warni.

Hyo Ra berjalan di belakang Hye Bi, mengikuti gadis imut yang terlihat layaknya anak kecil itu. Mereka menaiki escalator dan berjalan terus hingga akhirnya sampai disebuah tempat penjualan aksesoris langganan Hye Bi.

“Di tempat ini, aksesorisnya selalu update. Selalu mengikuti tren yang lagi ngebooming.” Hye Bi mengoceh tentang toko itu, dan Hyo Ra hanya mengangguk paham sebagai respon terbaiknya.

Mereka akhirnya masuk, baru saja berada di depan pintu Hye Bi sudah menunjukkan sebuah bando dengan hiasan stik panjang dengan bintang diujung stik itu. Hye Bi terlihat imut saat menggunakan bando itu.

“Terlihat imut jika kau yang memakainya,” Puji Hyo Ra.

Hye Bi mengambil yang lain lalu menyodorkannya ke depan Hyo Ra. “Cobalah pakai!” pintanya polos.

“Ah, tidak perlu. Aku tidak cocok memakainya,” Elak Hyo Ra, karena memang ia merasa itu bukanlah setelan kesukaannya.

Hye Bi memasang Puppy Eyes. “Cocok kok! Pakai saja dulu.”

Dengan paksaan Hye Bi akhirnya Hyo Ra memakainya, memang tidak terlalu cocok dengan Hyo Ra yang sedikit boyist. Tapi, ia terlihat Imut.

“Cocok kok,” Puji Hye Bi seraya bertepuk tangan pelan.

Hyo Ra melepaskan bando itu. “Kau hanya memuji. Aku tau aku sangat tak cocok mengenakkannya.”

“Aku berkata yang sejujurnya, kok. Aku tak mengada-ada. Hm, Bagaimana kalau kita beli dua, jadi pasangan. Eonni mau gak?” Tanya Hye Bi.

“Beli yang lain saja. Ini terlalu berlebihan, menurutku.” Hyo Ra menatap bando itu mencari letak keimutannya saat memakainya.

Hye Bi memasang wajah manja ke Hyo Ra. “Eonni, ayolah!”

Hyo Ra tak dapat melihat Puppy Eyes maut Hye Bi. “Ah, Baiklah.” Ia tersenyum manis.

“Asik! Sehabis dari sini, kita foto-foto menggunakan bando ini!” Seru Hye Bi riang.

Hyo Ra hanya mengangguk dan tersenyum mendengar rencana Hye Bi yang menurutnya terlalu, ugh, feminim.

“Ada yang mau dibeli lagi?” Tanya Hyo Ra.

Hye Bi tersenyum lebar dengan sebuah tas imut lucu bertengger di tangannya, ia yang masih jadi pertanyaan besar Hyo Ra, sejak kapan Hye Bi mengambil tas itu?

“Masih, banyak sekali barang-barang imut disini. Eonni, ayo beli lagi barang yang sama! biar kita memiliki barang yang sepasang.” Hanya Hye Bi yang sangat riang saat itu, Hyo Ra hanya menggeleng karena tingkah polosnya itu.

Mereka melihat-melihat beberapa barang yang semuanya ditunjuk oleh Hye Bi, tak terasa waktu telah banyak melewati mereka di dalam toko serba imut itu. Di akhir, mereka berdiri di depan display kalung. Hye Bi mengambil salah satu yang penuh dengan merah muda. Hye Bi menatap kalung itu riang. “Eonni sangat beruntung,” Kata Hye Bi tiba-tiba.

Hyo Ra menatap Hye Bi heran.

“Kau bisa mendapatkan laki-laki setampan Lee Sung Yeol.”

Hyo Ra menatap wajah Hye Bi, terlihat sedih, matanya memancarkan hal yang sama. Ia tersenyum kecil seakan tau apa yang ada dipikiran gadis imut itu. “Tenang saja, aku bukan pacarnya.”

Hye Bi tersenyum menutupi kesedihannya.

“Paling tidak dia menyukaimu. Dan kalian sangat… Sangat serasi.”

“Kau juga cantik kok, suatu hari ada laki-laki yang melirikmu, yang setampan Sung Yeol. Mungkin lebih tampan darinya.”

“Jangan memuji, eonni. Aku tidak secantik dirimu.”

“Jika kau yakin, tak ada yang tak mungkin. Apalagi setiap perempuan tercipta dengan daya tarik masing-masing, dan setiap laki-laki juga memilki tipe wanita idealnya yang berbeda dengan laki-laki lainnya.” Hyo Ra tersenyum tulus, membuat hati Hye Bi merasa sedikit tidak gusar.

Hye Bi memalingkan wajahnya, lalu kembali menatap Hyo Ra dengan penuh senyuman “Bagaimana kalau  kita mencari baju?” Ia mengalihkan pembicaraan.

“Baiklah.”

Mereka keluar dari toko aksesoris dan kembali berjalan menulusuri mall untuk mencari departemen store. Ditengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang gadis cantik berwajah familiar, Shin Ga Eun.

Ga Eun berjalan dan berhenti tepat di depan kedua gadis itu. “Sepertinya aku bertemu dengan gadis peminta cinta.”

Hyo Ra bertingkah seakan ia melihat gadis yang tingginya sama dengannya. “Aku merasa tiba-tiba saja hawa berubah menjadi panas. Lewat jalan lain saja yuk!”

Hye Bi tersenyum nakal. “Aku juga merasakan hal yang sama, eonni.”

Ga Eun merasa sebal dengan Hyo Ra yang hendak beranjak menjauhinya. “Hey! Kalian tak menganggapku disini?” Serunya membuat kedua orang itu menghentikan niat mereka – meninggalkan Ga Eun seakan tak melihatnya.

Hye Bi tersenyum ramah pada Ga Eun. “Kau daritadi disana? Aku baru melihatmu.”

“Memangnya dia siapa?” Tanya Hyo Ra pada Hye Bi bingung, tentu saja ia hanya main-main, tetapi sukses membuat wajah Ga Eun memerah kesal.

Ga Eun merasa geram dengan Hyo Ra, didorongnya badan Hyo Ra yang tinggi langsing itu sehingga termundur. Hyo Ra merasa harga dirinya terinjak karena didorong oleh gadis molek yang ada dihadapannya. Ia menatap Ga Eun tajam, dan Ga Eun menatapnya menantang.

“Kau mau apa? Aku bertemu denganmu, kau marah. Aku menjauh, kau juga marah. Maumu yang sebenarnya apa?” Tanya Hyo Ra ikutan kesal.

“Aku hanya ingin kau menjauh pergi dari Sung Gyu!” Seru Ga Eun.

Hyo Ra menaikkan sebelah alisnya. “Sung Gyu?” Hyo Ra menatap Ga Eun bingung karena ia merasa asing dengan nama tersebut.

“Jangan pura-pura tak mengetahui apapun!” Sambar Ga Eun.

“Aku bersumpah tak mengenal orang itu.”

Ga Eun merasa muak melihat wajah Hyo Ra, ia ingin sekali menampar Hyo Ra tetapi melihat seluk beluk Hyo Ra yang seorang atletis dan berbadan lebih berotot dari dirinya, ia mengurungkan niatnya.

“Sebaiknya kau pergi sebelum aku benar-benar ingin mematahkan lehermu.”

Ga Eun dan juga Hye Bi merasa merinding mendengarkan perkataan Hyo Ra. Terdengar begitu dingin dan penuh nafsu membunuh. Suaranya meyakinkan bahwa ia tak main-main.

Dengan wajah sebal sekaligus ketakutan ia pergi menjauhi Hyo Ra.

Hye Bi ternganga menatap Hyo Ra. “Eonni. Kau begitu mengerikan.”

Hyo Ra menatap Hye Bi dengan perasaan aneh. “Maaf, Hye Bi. Aku tidak bermaksud mematahkan lehernya, hanya sebuah ancaman.”

“Aku mau bilang, kau begitu mengerikan dan juga sangat keren. Aku sangat suka kau seperti tadi,eonni. Kau mengerikan tetapi juga mengagumkan. Kau benar-benar melakukannya juga aku tak apa-apa, malah aku akan merasa sangat senang dengan itu.”

“Itulah sifatku yang sebenarnya, yang selama ini kusembunyikan. Aku tak mau sampai ia terkeluar lagi seperti tadi.”

Hyo Ra menatap Hye Bi yang bingung dengan tatapan nakalnya. “Aku adalah Gumiho,” Ia berbisik. “Jika ada yang macam-macam denganku, sisi siluman rubahku akan keluar. Dan itu sangat mengerikan, aku tak mau sisi itu keluar. Tadi itu baru sebagiannya, yang sangat kecil.”

Hye Bi ternganga takjub. “Wah, Gumiho. Apakah Lee Sung Yeol mengetahuinya?”

Hyo Ra menggeleng. “Tidak. Tapi, jangan beritahu dia, paham?” Hyoa Ra memberikan kedipan mata pada Hye Bi.

“Tak akan. Jika aku beritahu, ia pasti akan sengat ketakutan. Dia kan penakut.” Hye Bi mengejek Sung Yeol untuk kesekian kalinya.

Hyo Ra tertawa mendengar Hye Bi menyeloteh soal Sung Yeol. Ia tahu, arti mata Hye Bi, ia menyukai Sung Yeol, sangat menyukainya, tetapi Sung Yeol yang bodoh itu sama sekali tak mengetahui perasaan besar itu.

“Jadi membeli baju?” Tanya Hyo Ra menghentikan Hye Bi mengejek Sung Yeol.

“Jadi dong!”

“Ayo segera pergi kesana.”

****

 

Sung Jong sedang duduk di kursi sambil menatap laptopnya yang berada di atas meja tepat di depannya sambil mengetukkan jari telunjuknya keatas meja beberapa kali. Ia sedang berpikir, entah apa yang ia pikirkan.

Ponselnya yang berada di atas meja ruang tamu berbunyi, karena rumah itu sepi membuat suaranya terdengar samar-samar dari dalam kamar dimana Sung Jong berada. Ternyata Myung Soo berada di ruang tamu tepat di depan ponsel Sung Jong yang berbunyi.

Myung Soo melihat kearah ponsel berwarna putih itu dan memperhatikan layarnya.

“Ehem.” Sebuah deheman membuat Myung Soo mengurungkan niatnya lalu ia menatap kearah kaki yang sedang mengenakan celana jeans hitam di sampingnya. Tatapannya merambat dari kaki hingga ia menemukan siapa pemilik kaki itu – Lee Sung Jong.

Myung Soo hanya menatap datar laki-laki yang tersenyum padanya. Ponsel itu sudah berhenti memanggil, dan Sung Jong hanya menatap Myung Soo dengan senyuman manisnya. Myung Soo menatap jijik melihat senyuman itu. “Mengapa kau terus tersenyum seperti itu?” Tanyanya muak.

“Tidak apa-apa,” sahut Sung Jong lugu.

“Kau bersikap lugu seperti itu tak ada pengaruh denganku.” Begitu dingin, tetapi tidak terlalu dingin bagi Sung Jong. Kedinginan setiap kata yang Myung Soo keluarkan dari bibirnya selalu tercairkan oleh kehangatan senyuman Sung Jong.

Ponselnya berbunyi lagi. Sung Jong segera mengambilnya dan segera beranjak pergi menaiki tangga dan hilang di balik pintu kamar yang ia tepati sekarang.

Myung Soo beranjak bangkit dari duduknya dan perlahan menaiki tangga. Ia berdiri tepat di depan pintu kayu bergaya klasik, pintu kamar Sung Jong, didekatkannya telinganya pada daun pintu, ia masih yakin telinganya masih berfungsi dengan baik. Ia mencoba menguping pembicaraan Sung Jong dengan orang yang ia tak ketahui yang menelponnya.

“Aku sama sekali tak melihatnya saat malam itu.”

Myung Soo mendengar jelas apa yang Sung Jong katakan di dalam sana. “Malam itu?” Hatinya mulai bertanya-tanya.

“Aku hanya melihat tubuh Tuan Kim saat itu, tak ada yang lain. Aku juga tak ada memegang barang apapun.”

“Apa?! Apa yang ia katakan tadi? Tuan Kim? Ayahku? Sudah ku duga dia punya rahasia. Siapa yang menelponnya?”

Percakapan antara Sung Jong dan orang misterius itu berakhir, Myung Soo masih saja mencoba mendengarkan lagi siapa tahu Sung Jong akan berbicara sesuatu. Hasilnya nihil, ruangan itu terdengar sepi, tak ada percakapan lagi, tanda-tanda keberadaan Sung Jong juga tak terdengar. Myung Soo mundur beberapa langkah, ia berdiri sejenak memandang pintu kayu itu, lalu pergi berjalan mendekati pintu kamarnya yang tak jauh dari situ.

Suara Myung Soo menutup pintu kamarnya terdengar hingga di dalam kamar Sung Jong. Laki-laki cantik itu ternyata bersender di pintu ketika menelpon, itu adalah alasan mengapa Myung Soo dapat mendengarkannya jelas. Lee Sung Jong tersenyum dan tertawa kecil ketika suara pintu kamar Myung Soo tertutup.

Setelah beberapa lama, Lee Sung Jong keluar dari kamarnya. Ia mendekati pintu kamar Myung Soo dan berusaha memeriksa keadaan di dalam hanya dengan memasang telinganya di daun pintu. Hanya memerlukan beberapa detik, ia akhirnya melanjutkan langkahnya melewati kamar Woo Hyun yang ia sudah tahu bahwa itu kosong. Laki-laki cantik itu menaiki tangga yang menuju lantai tiga dan memasuki ke sebuah ruangan yang terlihat sangat luas dengan banyak lemari dan satu meja kerja dengan kursi. Itu adalah ruang kerja mendiang Tuan Kim.

Ia mendekati sebuah meja kecil yang berada di sebelah meja kerja, ia melihat beberapa lembar kertas yang berada di fax. Ia mengambilnya lalu memasukkannya kembali kedalam fax itu dan menekan nomor dan dalam sekejap fax itu mulai berfungsi, benda itu menelan beberapa kertas yang ia taruh dan mengirimkannya ke nomor fax tujuan yang ia masukkan.

“Selamat membaca.” Hanya dengan sebuah senyuman yang tak lagi manis seperti biasa. Senyuman penuh rahasia, seperti yang di katakana Woo Hyun.

****

 

Kim Sung Gyu mengendarai mobil jazznya sambil mendengarkan lagu kpop yang sedang ngetren saat itu, kacamata hitamnya menutupi mata sipitnya. Mobil itu berbelok memasuki ke perkarangan sebuah gedung tinggi lalu membawanya memasuki tempat parkirnya. Ia keluar mobil dan pergi measuki lobi gedung itu lalu menaiki lift yang saat itu hanya ada dirinya. Lift itu terus naik membawanya ke lantai 11, saat pintu terbuka ia melangkah dengan langkah angkuh dengan masih mengenakan kacamata hitam. Ia berdiri di sebuah pintu dan memencet beberapa tombol di sebuah alat yang menjadi kunci untuk kamar dengan nomor 53.

Gedung itu adalah sebuah Apartemen, dan pintu bernomor 53 itu adalah pintu untuk apartemennya yang baru saja Ayahnya berikan kepadanya. Dia juga tak tahu mengapa Ayahnya tiba-tiba saja memberitahukannya bahwa ia memberikan Sung Gyu sebuah Apartemen mewah, dan Sung Gyu juga tak terlalu peduli apapun jawaban atas pertanyaan mengapanya.

Laki-laki itu masuk dan merebahkan dirinya di sebuah sofa empuk yang berada di depan sebuah tv berlayar lebar. “Sepertinya aku lebih nyaman disini.”

Tiba-tiba saja ia terpikir wajah perempuan manis bernama Jang Hyo Ra itu, ia masih ingat wajah manis dengan senyuman anggunnya, tubuhnya yang tinggi ramping dan kulit cokelatnya begitu mulus. Sung Gyu mulai membayangkan jika ia membawa perempuan itu memasuki apartemennya, sebagai orang pertama yang berkunjung. Mungkin mengajaknya menginap beberapa hari adalah ide terbaik untuk Sung Gyu, ia sama belum pernah mengajak seseorang tidur di sampingnya bahkan Shin Ga Eun, tak pernah ia berpikir untuk mengajaknya.

“Bagaimana kalau aku memang mengajaknya?” Pikirnya. Ia mulai mengetikkan beberapa kata-kata dan mengirimnya ke nomor perempuan bernama Jang Hyo Ra itu. Sung Gyu baru saja mendapatkannya dari seorang temannya, ternyata gadis berkulit cokelat itu gampang sekali bergaul dengan orang-orang yang sederajatnya, pikir Sung Gyu.

“Siapa ini?”

“Aku Kim Sung Gyu”

“Oh, apakah kau pacarnya Shin Ga Eun?”

“Bukan. Kami hanya berteman”

“Dia mengatakan bahwa kau pacarnya”

“Dia hanya mengaku-ngaku”

“Benarkah? Bisakah aku mempercayainya?”

“Hahaha, kau bisa memegang semua kata-kataku.”

 

Jang Hyo Ra sama sekali tak menyangka laki-laki bernama Kim Sung Gyu yang dibicarakan oleh Shin Ga Eun itu mengirimkannya sebuah pesan, dan ia mengatakan bahwa ia bukan pacar Shin Ga Eun tetapi Shin Ga Eun berkata demikian.

Ia mulai mengingat-ingat, dan ia sudah tau wajah Kim Sung Gyu, di malam pesat ulang tahun itu laki-laki bermata sipit yang mencegah Ga Eun menampar Hye Bi.

“Ingin jalan-jalan?”

Laki-laki bernama Sung Gyu mengajaknya jalan-jalan? Apakah ia harus menolak atau mengiyakan ajakannya. Ia belum membalas karena masih bingung atas jawabannya.

“Aku menunggu balasan Iya mu J

“Baiklah”

Pada akhirnya ia mengiyakan ajakan itu, hitung-hitung menambah teman baru, siapa tahu memang dia adalah lelaki yang menyenangkan. Jang Hyo Ra mulai mencari pakaian yang pantas untuk jalan-jalan di sore hari seperti ini.

Kim Sung Gyu kesenagan menerika pesan bahwa gadis incarannya mengiyakan ajakannya untuk jalan-jalan. ia segera pergi mencari setelan santai yang pas.

Tak berapa lama mobil biru milik Sung Gyu berhenti di depan tangga menuju teras depan rumah Hyo Ra. Jang Hyo Ra tertegun melihat wajah tampan milik laki-laki bernama Kim Sung Gyu itu, ia tak pernah tahu laki-laki itu setampan pangeran bermata sipit, karena saat itu tak terlalu memperhatikan kedatangannya.

Sung Gyu sangat keren dengan balutan jaket berwarna abu-abu oren, celana jeans hitam dan sepatu sneaker berwarna Hitam putih. “Kau lebih manis seperti itu,” pujinya saat ia melihat Jang Hyo Ra yang mengenakan kaus putih bergambar anak anjing dengan balutan kardigan hitam dengan tudung kepala yang memiliki telinga kucing.

Hyo Ra sedikit malu dengan pujian itu, dan senyuman sebagai balasan terima kasihnya.

Kim Sung Gyu membukakan pintu penumpang depan untuk Hyo Ra dan gadis itu masuk dan duduk manis. Setelah menutup pintu mobil ia berpindah ke sisi sebelahnya tepat di kuris pengemudi, ia masuk dan memberikan Hyo Ra senyuman manis. Seketika Hyo Ra hampir mati melihat senyuman dari pangeran tampan itu, ia terlihat sangat tampan jika dilihat semakin dekat.

Mobil itu pun mulai berjalan pelan keluar dari halaman luas rumah keluarga Jang.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
evilod
#1
Hahaha, iyaa makasih udaa mau baca nih, msh pemula jd msh polos hehe..