[2/2]

She Was Right

Nine membuka matanya perlahan. Ia tidak tahu dimana ia berada sekarang, tempat ini asing. Terutama buku yang ada dipelukannya. Terlalu asing. Nine mencoba bangkit dari lantai tempatnya tertidur. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak ada siapapun, tidak ada apapun. Hanya ruangan kosong yang berdebu. Satu-satunya benda yang ada hanyalah buku asing di tangannya.

Nine mengangkat bahunya, siapa tahu buku ini petunjuk. Ia membuka halaman pertama, hanya tertulis satu kalimat dengan huruf yang besar-besar.

Selamat datang di 2015

 

Nine mengerutkan dahinya. 2015? Ia membuka halaman berikutnya.

 

Kau dikirim ke masa depan.

 

Lagi-lagi dengan huruf besar bertinta gel. Halaman selanjutnya,

Ada sesuatu yang belum kau tuntaskan di dunia

 

Oh, ya. Nine belum menikah, belum punya anak, dan bahkan belum lulus sekolah. Halaman berikutnya,

Sesuatu ini berhubungan dengan Park Chanyeol

 

Selanjutnya,

Kau diberi waktu satu minggu untuk bertemu dengan Park Chanyeol

 

Selanjutnya,

 

Jangan sampai Park Chanyeol tahu kau masih ingat dengannya

 

Selanjutnya,

 

Park Chanyeol kira kau sudah mati

 

“Sialan!” umpat Nine. Selanjutnya,

Kau memang sudah mati, ini hanya waktu tambahan untukmu

 

Oh, Nine sudah tidak terkejut lagi. Tapi waktu tambahan untuk apa?

Waktu tambahan untuk menyelesaikan urusanmu dengan Park Chanyeol. Tapi ingat, berpura-puralah tidak mengenalnya.

 

“Apa yang harus kulakukan jika harus berpura-pura?” Nine mengacak rambutnya frustasi. Tapi ia tetap membuka halaman selanjutnya

Ada beberapa hal yang harus kau lakukan. Lalui saja sayang, kau membutuhkan ini

 

“Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan!”

Misimu adalah membuat Park Chanyeol melupakanmu

 

Klise. Ini konyol. Nine membuka halaman selanjutnya, masih mencari petunjuk.

Selamat berjuang!

 

Nine melempar buku asing itu. Sungguh, kenapa ini harus terjadi padanya? Mati dikubur terdengar lebih menyenangkan daripada mendapat misi ini. Nine mencoba berdiri, kakinya lemas. Ia berjalan menuju pintu keluar.

SWR 

Chanyeol memasukkan bukunya ke dalam tas. Bel pulang baru saja berbunyi. Tidak ada yang spesial pada hari pertama di kelas delapan.

Chanyeol memasukkan tangannya ke saku celana. Ia menyusuri jalan menuju rumahnya. Chanyeol menghembuskan nafasnya, bosan. Biasanya ada Nine yang berbicara padanya tanpa henti. Chanyeol memasang earphone ke telinganya sampai seseorang dengan rambut panjang sebahu berjalan melewatinya. Dengan baju seragam yang sama dengannya. Dengan rok sedikit robek yang Chanyeol kenal betul Nine.

Chanyeol berlari mengejar orang itu. Jalanan padat, tapi siapa yang peduli, Nine disana.

Terlalu padat, terlalu banyak orang. Tangan Chanyeol mencoba meraih tangan gadis itu dan menariknya.

Nine. Chanyeol tahu benar ini Nine. Gadis itu menatapnya bingung.

“Nine?” suara Chanyeol serak, matanya merah. Gadis itu memiringkan kepalanya, “Ya?”

 SWR 

Nine melangkahkan kakinya keluar dari rumah asing itu. Ia kenal jalan ini. Ngomong-ngomong Chanyeol ada dimana?

Seseorang menarik tangannya dari belakang. Ia menoleh dan mendapati Chanyeol tengah berdiri di depannya.

“Nine?” suara Chanyeol serak dan matanya merah.

Chanyeol.

Ingat,

Berpura-puralah hilang ingatan.

Ingat,

Buat Chanyeol melupakanmu.

Nine memiringkan kepalanya, “Ya?”

Chanyeol menarik Nine ke pelukannya. Nine menaikkan sebelah alisnya. Apa yang anak ini lakukan?

“Nine ku kira kau bagaimana kau bisa ada di sini?”

Nine melepaskan pelukan Chanyeol, “Aku tidak mengenalmu.”

Chanyeol menaikkan sebelah alisnya, “Tidak lucu, Nine. Aku serius, bagaimana kau bisa ada di sini?”

Dude, ini jalanan. Semua orang boleh melewatinya.”

“Kau” Chanyeol menatap Nine ragu, “lupa padaku?”

“Aku tidak mengenalmu.”

“Siapa namamu?”

“Hey Nine.”

“Kau” Chanyeol menatap Nine, “Lupa ingatan?”

“Yah,” Nine menyibak rambutnya, “semacam itulah.”

“Lalu bagaimana kau bisa tahu namamu?”

“Aku ingat namaku tapi aku tidak mengingatmu.”

Astaga, apa ini masuk akal?

Chanyeol membuka mulutnya, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan

“Apa?”

“Kau ingat rumah pohon? Kau tahu rumah pohon yang ada di kebun paman Joonmyeon?” Chanyeol menunggu Nine untuk menjawab. Nine tidak bergeming. “Kau lupa?” nada bicaranya terdengar kecewa.

“Rumah pohon?” tanya Nine akhirnya

“Ya, rumah pohon. Kau menyebutnya rumah aneh yang menyenangkan. Kauingat?”

Nine berpikir sebentar, “Uh, sepertinya

“Ikut aku” Chanyeol menarik tangan Nine. Mereka menyusuri jalan yang masih Nine ingat betul. Tidak ada yang asing, terutama tangan yang kini sedang menggenggam tangannya. Terlalu erat, selalu. Seperti takut gadis itu akan menghilang tiba-tiba.

Mereka berhenti di depan rumah pohon di kebun paman Joonmyeon

“Kau ingat?” tanya Chanyeol hati-hati. Nine bertanya-tanya sejak kapan nada bicara Chanyeol berubah seperti ini

Nine berpikir sebentar, “Aku agak lupa.” katanya pelan

Nine berharap aktingnya kali ini meyakinkan. Chanyeol tidak mudah dibohongi. Nine masih menunggu Chanyeol untuk beraksi. Demi Tuhan, ia tidak pernah belajar akting sebelumnya.

Chanyeol menghembuskan napasnya kecewa.

Oh, yeah. Aktingnya kali ini berhasil.

“Ya sudah kalau begitu, aku yakin suatu saat nanti  kau akan mengingatnya” Chanyeol tersenyum, “Ayo masuk.”

Nine memanjat tangga gantung menuju rumah pohon. Kayunya kotor, tidak biasanya seperti ini. Biasanya Nine akan menyuruh Chanyeol untuk membersihkan tangga, lalu Chanyeol akan marah. Tapi ia tetap melakukannya karena ia tidak ingin tangan Nine kotor.

“Rumahnya tidak pernah ku bersihkan sejak kau pergi.” kata Chanyeol yang sudah berdiri di belakang Nine

“Oh ya?” Tanya Nine tak acuh. Ia membuka pintu rumah pohon. Isinya kacau.

“Tidak pernah ku bereskan sejak kau pergi.” kata Chanyeol lagi.

Chanyeol berjalan mendahului Nine dan mengambil sebuah dress di atas meja, “Kau ingat baju ini? Kau sering memakainya saat kita menginap di sini, ingat? Kau bilang motifnya serasi dengan kayu di rumah pohon.”

Nine menggeleng pelan, “Dengar, aku lupa ingatan. Aku tidak mengingat satupun benda di sini. Jadi berhenti bertanya tentang ini dan itu.”

Chanyeol tersenyum kecil, “Kau benar. Oh, ya. Pakai ini.” Chanyeol menyerahkan dress itu kepada Nine, “Jika kau turun dan berbelok ke arah kiri, kau akan menemukan sebuah kamar mandi kecil. Pakailah di sana.”

Nine menarik dress itu dari tangan Chanyeol dengan kasar, “Terimakasih.” Ia melangkahkan kakinya keluar dari rumah pohon.

SWR 

Nine masuk ke dalam rumah pohon dengan dress selutut bermotif bunga dan mendapati Chanyeol sudah memakai kaos biru berlengan panjang yang entah kapan ia ganti. Celananya masih sama, celana panjang berwarna coklat.

Nine menggantung seragamnya di sebelah seragam Chanyeol. Mata Chanyeol terus mengikuti gerak-geriknya, “Apa?” Nine mulai merasa risih

“Kau tidak mengantuk?”

“Tentu saja aku mengatuk” Nine merebahkan tubuhnya di atas kasur, “Aku mau tidur. Jangan ganggu aku.”

Chanyeol menarik sebuah bangku kayu ke dekat ranjang dan duduk di atasnya. Ia memperhatikan Nine yang tengah mencoba untuk tidur.

“Jangan tatap aku seperti itu.”

Chanyeol tersenyum kecil, “Selamat tidur, Nine.”

Nine memejamkan matanya. Mencoba tidak menghiraukan bisikan kecil, “Aku merindukanmu” dari Park Chanyeol.

SWR 

Nine membuka matanya perlahan. Samar-samar ia melihat Chanyeol tengah mengancing kemeja putihnya.

“Kau sudah bangun?” Tanya Chanyeol agak terkejut.

“Yah“ Nine bangkit dari kasurnya dan duduk menatap Chanyeol, “Begitulah. Kau mau kemana?”

“Sekolah.” Balas Chanyeol singkat, “Kau tahu sekolah? Tempat untuk orang-orang belajar—”

“Aku tahu” potong Nine. Ia memperhatikan Chanyeol yang sedang kesusahan memakai dasinya dan menggerutu, “Bagaimana caranya memakai benda sialan ini?”

Nine turun dari kasur dan berdiri menghadap Chanyeol. Ia merebut dasi dari tangan Chanyeol dan melingkarkan dasi itu di leher Chanyeol, mengikat dasi itu dengan cara yang benar.

Chanyeol menaikkan sebelah alisnya, “Kau tahu caranya memakai dasi?”

“Aku lupa ingatan, bukan bodoh.”

Chanyeol tersenyum dan mengecup kening gadis itu, “Terimakasih” Ia mengambil tasnya di atas meja dan membuka pintu, “Namaku Park Chanyeol. Panggil aku kalau ada apa-apa. Jangan pergi kemana-mana!”

Tak lama kemudian Chanyeol menghilang dari pandangan Nine. Gadis itu menghembuskan nafasnya berat. 5 hari lagi. 5 hari lagi dan ia bisa pergi dengan tenang.

SWR 

Hari ketiga.

Nine bangun dari tidurnya dan mendapati Chanyeol tengah terlelap di bangku kayu dengan kepala yang disandarkan pada sisi ranjang Nine. Rambutnya berantakan. Jadi Nine menyelipkan jemarinya diantara rambut hitam Chanyeol dan menyisir rambut itu pelan dengan jemarinya. Dia pernah melakukan ini saat umurnya delapan tahun, tapi Chanyeol memarahinya karena menurut Chanyeol itu malah membuat rambutnya lebih berantakan. Tapi kali ini tidak.

“Nine?” Chanyeol mengangkat kepalanya dari kasur Nine, “Kau sudah bangun?”

“Menurutmu?” Nine bangkit dan duduk di atas kasurnya, “Kau tidak ke sekolah?”

Chanyeol menggeleng, “Aku bolos agar bisa bermain dengan bersamamu”

Jadi yang mereka lakukan sepanjang hari ketiga adalah bermain di kebun paman Joonmyeon seperti yang pernah mereka lakukan saat berumur lima tahun.

SWR 

Hari keempat.

“Chan?” Nine menepuk bahu Chanyeol yang sedang terlelap di bangku kayu dengan kepala disandarkan pada sisi ranjang Nine, persis seperti yang ia lakukan di hari sebelumnya.

Chanyeol membuka matanya dan mengangkat kepalanya dengan cepat, “Apa? Ada apa?”

Nine menggeleng, “Tidak ada apa-apa. Kau bolos sekolah lagi?”

Chanyeol melirik jam dinding dan mengerang, “Sial, aku terlambat.” Chanyeol menjatuhkan kepalanya lagi ke atas ranjang Nine dan melirik Nine, “Sepertinya aku akan bolos lagi.”

Nine tidak menjawab.

“Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke sekolah? Siapa tahu kau bisa ingat

“Memangnya gerbangnya tidak dikunci?” potong Nine. Chanyeol menyeringai, “Kita akan memanjat pagar belakang sekolah.”

SWR 

Chanyeol datang bersama sebuah sepeda berwarna hitam yang memiliki keranjang dari rotan dan memiliki 2 jok dan menghampiri Nine yang sedang menunggu di samping rumah pohon . Nine bertanya-tanya siapa pemilik sepeda itu karena ia ingat betul sepeda Chanyeol tidak seperti itu.

“Naiklah,” Chanyeol menepuk jok belakang, mengisyaratkan Nine untuk duduk di atasnya.

Nine duduk di jok belakang dan menepuk pundak Chanyeol, “Cepat jalan.”

Chanyeol mendecakkan lidahnya, “Duduklah menyamping kalau kau tidak mau rokmu tertiup angin dari depan.”

Nine memutar bola matanya dan mengubah posisi duduknya menyamping. Nine melingkarkan tangannya pada pinggang Chanyeol dan itu terlihat agak— aneh.

Chanyeol menjalankan sepedanya. Jalanan sepi, jadi ia bisa menjalankan sepedanya dengan santai. Nine bersenandung sambil menggambar di punggung Chanyeol dengan jemarinya.

Nine bisa mendengar Chanyeol terkekeh pelan, “Pasti kau menggambar daun.”

Nine mengerutkan bibirnya. Ia mencoba menggambar hal yang lebih susah untuk ditebak. Nine selesai menggambar dan menunggu Chanyeol untuk menjawab. Butuh waktu agak lama untuk menunggu Chanyeol bereaksi.

“Matahari terbenam,” kata Chanyeol akhirnya.

Nine menggerutu pelan. Padahal ia sudah berusaha menggambar serumit mungkin.

“Besok,” kata Chanyeol, “kita ke pantai dan melihat matahari terbenam.”

Nine menganggukkan kepalanya cepat. Ia tersenyum dan kembali melingkarkan tangannya pada pinggang Chanyeol.

SWR

Memanjat pagar belakang sekolah: berhasil.

Nine berjalan di belakang Chanyeol sambil melirik ke kanan dan ke kiri, berjaga-jaga kalau ada seseorang yang mengenalnya berjalan menyusuri koridor dan melihatnya.

“Tidak ada orang.” kata Chanyeol.

Nine menggeleng, “Bisa saja tiba-tiba ada orang yang lewat dan

“Chanyeol!”

Nine baru ingin menoleh ke belakang untuk melihat si pemilik suara, tapi Chanyeol langsung menarik tangan Nine dan memeluknya. Ia menahan kepala Nine dengan tangannya agar gadis itu tidak menunjukkan wajahnya pada Baekhyun si pemilik suara.

“Astaga” Baekhyun menutup mulutnya dengan tangan, “Apa yang kau“ Baekhyun tidak bisa berkata-kata, “Dia pacarmu?’

Chanyeol menaikkan sebelah alisnya, “Menurutmu?”

“Oh“ Baekhyun menunjuk Nine, “Sepertinya pacarmu kehabisan napas—”

Chanyeol langsung memotong perkataan Baekhyun dengan tawa canggungnya, “Oh tentu tidak, Baek. Dia suka pelukanku karena kau tahu itu hangat dan—”

“Oke, Chan. Oke.” Baekhyun menghentikan omongan Chanyeol karena setelah mendengar itu telinganya menjadi terasa geli dan aneh. “Aku sepertinya harus kembali ke kelas” Baekhyun melambaikan tangannya canggung dan berlari menuju kelasnya.

Chanyeol menghembuskan nafasnya lega dan melepas pelukannya. Nine langsung menghirup oksigen sebanyak mungkin dan terbatuk.

“Kau baik-baik saja?” Tanya Chanyeol agak khawatir.

“Ya” Nine terbatuk lagi, “Aku hanya kehabisan nafas tadi.”

Chanyeol meringis, “Maaf.”

Nine menggeleng, “Bukan salahmu.”

Oh, jelas ini salah Park Chanyeol. Salahnya Karena telah menciptakan kupu-kupu kecil yang berterbangan di dada Nine. Oh, salah Park Chanyeol juga karena telah menggandeng tangan Hey Nine sepanjang koridor sekolah dan membuat perut gadis itu terasa sakit karena, Ya Tuhan, Nine bersumpah ia merasakan ratusan kupu-kupu berterbangan di perutnya. Dan salah Park Chanyeol juga karena membuat Nine bertanya-tanya apa yang terjadi hari itu dan Astaga, kenapa bisa ada banyak kupu-kupu bertebangan di seluruh tubuhnya?

Hey Nine tidak mengerti.

SWR 

Nine membangunkan Chanyeol yang masih tertidur di sofa. Ini sudah hari kelima dan Chanyeol berjanji mengajaknya ke pantai. Tapi sekarang sudah jam tiga sore dan Chanyeol masih tidur.

“Chan?”

Chanyeol diam. Biasanya dia akan langsung bangun kalau Nine memanggilnya. Tapi kali ini agak beda. Ditambah lagi Chanyeol yang tidak tidur di tempat biasanya.

Nine duduk di lantai kayu dan menepuk-nepuk pipi Chanyeol agar ia terbangun. Nine mengerutkan keningnya. Pipi Chanyeol panas.

Chanyeol membuka matanya perlahan.

“Hey, Chan. Pipimu panas, kau sakit?’

Chanyeol menyentuh keningnya, “Sepertinya kau benar.” Chanyeol melirik jam dinding, “Pantai!”

Nine menggeleng, “Kita tidak akan ke pantai hari ini”

“Tapi aku ingin

“Tidak.” potong Nine cepat, “Kau sakit dan kau butuh istirahat.”

“Aku tidak

“Ya. Dan kau butuh obat” potong Nine lagi, “Apa Choi Jinri ada di rumah paman Joonmyeon sekarang?”

Chanyeol menautkan alisnya, “Kau ingat Choi Jinri?”

“Ah, itu-” Nine mencari alasan, “Aku bertemu dengannya saat kau sedang berada di sekolah dan aku berkenalan dengannya.” Nine tertawa canggung. Sungguh, ini bodoh.

“Dia tidak kaget saat melihatmu?”

“Oh, tidak. Mungkin dia lupa padaku.”

Chanyeol mendecakkan lidahnya, “Sudah kubilang jangan keluar dari rumah pohon.”

“Waktu itu aku hanya ingin berjalan-jalan sebentar.”

“Sudahlah. Lagipula biasanya dia sudah pulang jam segini.”

“Kalau begitu aku akan beli obat.”

“Tidak, Nine.” potong Chanyeol. Air mukanya serius, “Kau tidak boleh pergi. Lagipula aku baik-baik saja.”

“Tidak. Kau tidak baik-baik saja. Aku akan beli obat.” Nine bangkit dari lantai dan Chanyeol menahannya, “Sungguh, Nine. Diam dan tetap di sini.”

Jadi Nine kembali duduk di lantai dan menemani Chanyeol.

Sudah 30 menit dan tidak ada yang memulai pembicaran. Nine mulai mengantuk dan menyandarkan kepalanya pada sisi sofa.

“Nine,” Chanyeol akhirnya memulai pembicaraan. Nine baru membuka mulutnya untuk menjawab, tapi Chanyeol langsung melanjutkan kalimatnya, “Aku menyukaimu.”

Nine langsung menutup mulutnya.

“Apa kau menyukaiku juga?” Tanya Chanyeol ragu-ragu. Chanyeol melirik Nine yang membenamkan wajahnya pada sofa, “Nine?” Chanyeol langsung membalikkan kepala Nine menghadapnya, takut gadis itu kehabisan napas. Chanyeol tertawa kecil, “Sudah tidur, ya.” Chanyeol tersenyum dan menyelipkan helaian rambut Nine ke belakang telinganya agar gadis itu bisa mendengar ucapanya dengan jelas, “Selamat tidur, Nine. Aku menyukaimu.”

Nine menunggu agak lama sampai tertidur. Setelah yakin Chanyeol sudah benar-benar nyenyak, Nine membuka matanya. Ia tertawa kecil dan memeluk Chanyeol, “Aku juga.”

SWR 

“Chan,” Nine menepuk-nepukpipi Chanyeol agar ia bangun. Ini hari keenam dan pipi Chanyeol tidak sepanas kemarin.

Chanyeol membuka matanya perlahan. Ia bisa melihat Nine yang sedang menatapnya dengan mata bulatnya.

“Kau sudah baikan?”

Chanyeol bangkit dan duduk di atas sofa, “Ya, ayo kita ke pantai.”

Nine memutar bola matanya, “Kita tidak bisa ke pantai hari ini, setidaknya besok. Itu pun jika kau minum obat hari ini.”

Chanyeol mengangguk tanda mengerti, “Kalau begitu ayo beli obat bersama.”

Nine baru saja ingin menanyakan soal Choi Jinri tapi ia takut Chanyeol menanyakan macam-macam lagi padanya, “Oh baiklah. Tapi kita tidak akan naik sepeda”

Chanyeol menyeringai, “Setuju”

SWR 

Chanyeol dan Nine menelusuri jalan menuju toko obat. Jalanan sepi karena semua orang sudah sibuk di kantor mereka, dan sekolah. Oh ya, Chanyeol bolos sekolah lagi. Walaupun jalanan cukup sepi, Nine tetap menutup setengah wajahnya dengan syal, berjaga-jaga kalau ada orang yang mengenalinya, misalnya ibunya. Tidak, itu tidak boleh terjadi.

“Nine,” Chanyeol melirik Nine yang sibuk menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada orang yang mengenalinya.

“Nine?” Chanyeol mengayunkan tangannya di depan wajah Nine.

Nine akhirnya memperhatikan Chanyeol, “Apa?”

Chanyeol tersenyum puas dan mengantungkan tangannya pada kantung jaket, “Besok kita ke pantai.”

“Lalu?”

“Aku ingin sekalian merayakan satu minggu kembalinya dirimu. Aku sudah minta paman Joonmyeon menyewa pantai terdekat. Dan dia setuju!” Chanyeol tertawa lepas.

Nine meneguk ludahnya, “Paman Joonmyeon?”

Chanyeol mengangguk, “Dia pemilik kebun yang kita tempati. Dia sangat kaya, Nine. Sayang sekali kau lupa padanya.”

“Kau tidak bilang aku sudah kembali, kan?”

Chanyeol menggeleng, “Tidak, aku bilang padanya aku butuh pantai untuk tugas klub. Aku ikut klub fotografi sekarang.”

Nine mengangguk paham. Menyewa pantai, ini hebat. Padahal hanya untuk merayakan 7 hari kedatangannya. Nine tersenyum membayangkan pantai pribadi dengan matahari terbenam incarannya.

7 hari.

Nine berhenti tersenyum.

Besok hari ketujuh dan waktunya akan habis.

Nine melirik Chanyeol, ia lupa soal misinya. Bagaimana cara untuk membuat Chanyeol lupa padanya?

Ponsel Chanyeol bergetar. Chanyeol langsung mengeluarkan ponselnya dari kantung jaket, “Oh, pesan dari paman Joonmyeon.”

Nine menunggu agak lama sampai Chanyeol selesai mengetik pesan, “Kau masih lama?”

Chanyeol masih sibuk dengan ponselnya dan hanya menjawab dengan gumaman.

“Kalau begitu aku duluan.” Nine berjalan meyebrangi jalan untuk menuju toko obat di seberang jalan.

Sebuah mobil silver datang dari arah kiri dan

klakson mobil

Telinga Nine sakit mendengar suara itu lagi. Suara terakhir yang ia dengar sebelum

Nine tidak mau mengingat itu lagi. Nine menutup telinganya. Keringat dingin yang membasahi tangannya ikut mengenai telinganya. Nine tidak mau mendengar suara itu lagi. Nine tidak mau mengalaminya lagi. Tidak sebelum ia melalui hari ketujuh bersama Chanyeol.

“Apa yang kau lakukan?!” seseorang berteriak di telinganya.

Suaranya berpadu dengan dengungan klakson mobil yang masih bersarang di kepalanya. Butuh waktu agak lama bagi Nine untuk menyadari bahwa dirinya tidak lagi berada di tengah jalan, serta untuk menyadari adanya sepasang tangan yang kini melingkar di pinggangnya. Dan juga butuh waktu yang agak lama untuk menyadari bahwa si pemilik suara dan sepasang tangan itu adalah Chanyeol.

“Apa yang kau lakukan di tengah jalan itu?!” kini suara Chanyeol semakin besar, semakin panik.

Nine mengangkat kepalanya untuk menatap Chanyeol. Matanya merah dan berair.

“Harus berapa kali kukatakan jangan pergi?! Kau sendiri yang bilang kau lupa ingatan dan bukan bodoh. Setidaknya mengertilah jika kubilang jangan pergi!”

Nine tidak menjawab. Chanyeol kembali menarik Nine ke pelukannya. Nine bisa merasakan airmata Chanyeol yang mengenai kulit kepalanya.

“Aku tidak mau kehilanganmu lagi, sungguh.”

Nine terisak dan membenamkan wajahnya pada dada Chanyeol.

SWR

Ini hari ketujuh dan Chanyeol sudah benar-benar sembuh setelah meminum obat pemberian Choi Jinri. Well, mereka tak punya pilihan lagi selain meminta bantuannya. Sekarang mereka berada di mobil paman Joonmyeon dalam perjalanan menuju pantai. Chanyeol fokus pada jalanan dan Nine fokus pada obat di tangannya. Tadi pagi ia menemukan sebuah plastik kecil dengan satu butir obat di dalamnya. Di dalam plastik kecil itu juga terdapat sebuah surat.

Hai, Hey Nine.

Pagi yang indah di hari ketujuh, bukan?

Sayang sekali waktumu akan habis hari ini.

Aku yakin kau masih bingung saol cara menghilangkan ingatan Park Chanyeol tetangmu.

Jadi kuberikan obat ini untuk membantumu.

Park Chanyeol akan melupakanmu besok jika kau memberikan obat ini padanya hari ini.

Tenang saja, walaupun harus menunggu agak lama sampai obat ini bereaksi, tapi obat ini seratus persen bekerja.

Jadi jangan terlalu dipikirkan dan nikmatilah hari terakhirmu~

 

With Love,

Time traveller’s Angel,

Kim Minseok.

 

Begitu yang tertulis pada suratnya. Kim Minseok, sepertinya Nine pernah mendangar nama itu.

“Nine?” Chanyeol melirik Nine yang terlihat tegang dan perhatiannya beralih pada benda yang sedang Nine genggam, “Itu apa?”

“Ini” Nine menggigit bibir bawahnya, mencari alasan. “Obat untukmu. Kau masih harus minum obat”

Chanyeol mengangguk paham. Ia kembali fokus menyetir mobil.

Nine menggenggam toples kecil berisi obat itu lebih kuat. Chanyeol akan melupakannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

SWR

Mereka sampai di pantai pukul lima sore. Paman Joonmyeon benar-benar menyewa pantai itu untuk Chanyeol. Chanyeol merasa dirinya hebat sekarang.

Nine melepas sepatunya dan mendahului Chanyeol berjalan menuju air. Pasir pantai terasa lembut di kakinya. Nine belum pernah ke pantai sebelumnya. Jadi ia pikir ini hebat.

Air-air itu mendekati ujung jari kakinya, menyentuhnya perlahan, dan pergi lagi. Nine duduk di atas pasir dan membiarkan air laut membasahi ujung roknya. Chanyeol menyusul Nine dan duduk di sampingnya. Tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara, hanya terdengar bunyi ombak yang memecah keheningan.

“Dulu kau penasaran matahari terbenam itu apa,” Chanyeol akhirnya memulai pembicaraan, “Jadi aku berjanji akan memberitahumu suatu saat nanti.” Chanyeol tersenyum mengingatnya, “Dan di sinilah kita sekarang.”

Nine tersenyum, Chanyeol ingat semuanya.

“Sepertinya aku ingin menikahimu.” kata Chanyeol tiba-tiba

Nine membelalakkan matanya, “Apa?” Ini sebuah lamaran?

Chanyeol tertawa, “Aku gila, ya? Tapi sungguh, aku ingin menikahimu. Tinggal di rumah yang sama rumah sungguhan, bukan rumah pohon di kebun paman Joonmyeon Kau pernah bilang ingin punya rumah di pinggir kota. Kau bilang rumahnya harus kecil bercat merah dan punya kebun yang luas. Aku akan membelikannya untukmu.” Chanyeol tertawa lagi, “Aku benar-benar sudah gila”

Nine tidak menjawab.

“Nine?” Chanyeol mengayunkan tangannya di depan wajah Nine.

“Kau terlalu banyak mengingat, Chan.”

Chanyeol mengernyit, “Maksudmu?”

“Kau terlalu banyak mengingat. Kau selalu mengingat tentang ini dan itu, tentang yang kulakukan, kukatakan, dan kupikirkan. Lupakan saja, oke? Hapus aku dari kepalamu.”

Chanyeol semakin tak mengerti, “Aku tidak mengert.i”

Nine menghembuskan nafasnya berat, “Sudahlah.”

“Oh ya, obatku?”

Nine merogoh kantung jaketnya dan mengambil toples kecil berisi obat tersebut. Ia memberikannya pada Chanyeol ragu-ragu. Tapi Chanyeol langsung mengambil obat dari tangan Nine. Chanyeol mengeluarkan obat dari toples kecil itu dan meminumnya dengan air di botol. Nine menatapnya tanpa berkedip.

“Kenapa?” Chanyeol menutup botol minum sambil menatap Nine. Nine menggeleng pelan, “Bukan apa-apa.”

Pukul 6 sore dan matahari mulai turun dan langit berubah kejinggaan. Nine menyandarkan kepalanya pada bahu Chanyeol.

Chanyeol tersenyum, “Kau melihatnya? Mataharinya turun. Matahari terbenam.”

Nine tidak menjawab, airmata menggenag di sudut matanya. Bukan ini situasi yang ia harapkan saat melihat matahari terbenam di hari ketujuh bersama Park Chanyeol.

SWR

Mereka tidak pulang malam itu. Nine tidur di atas pasir dan menunggu. Menunggu sampai waktunya habis dan menunggu Chanyeol untuk kehilangan ingatannya. Nine tidur membelakangi Chanyeol agar Chanyeol tidak bisa melihatnya menangis. Tapi Chanyeol tetap bisa mendengar isakannya. Jadi Chanyeol melingkarkan tangannya pada pinggang kecil Nine dari belakang, mencoba menenangkan gadis itu walaupun ia tidak tahu apa yang terjadi. Tapi Chanyeol bisa merasakan kepalanya sakit, mungkin efek dari obat tadi. Isakan Nine semakin keras dan Chanyeol benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Jadi ia menggenggam tangan Nine, memberitahunya tidak ada yang harus dikhawatirkan. Tapi kepalanya semakin sakit dan dia butuh tidur.

Satu tidur yang membawa ingatannya tentang Nine pergi.

Nine menyadari genggaman tangan Chanyeol melemah. Chanyeol sudah tertidur.

Nine berbalik menghadap Chanyeol dan memeluknya, menangis lebih keras.

Banyak yang ingin ia katakan, seperti

‘Aku menyukaimu’

‘Oh, tidak. Aku mencintaimu’

‘Aku ingin menikahimu dan sialnya waktuku habis’

‘Bagaimana rasanya melihatku menghilang?’

Tapi hanya satu kalimat yang keluar dari mulutnya,

“Selamat tinggal, Chan.”

Nine menangis lagi. Ia benar-benar tidak tahu kenapa dia menjadi secengeng ini. Ia menatap wajah Chanyeol, melihatnya untuk yang terakhir kali.

Jemari Nine menari lembut di antara helaian rambut Chanyeol, memainkannya untuk yang terakhir kali.

Tapi Nine pikir yang ia lakukan saat ini tidak ada gunanya.

Ia akan pergi dan ingatan Chanyeol akan pergi.

Nine melepaskan tangan Chanyeol yang melingkar di pinggangnya. Ia bangkit dari pasir dan berjalan menuju air. Ia tidak ingin menghilang. Ia tidak mau merasakannya. Jadi ia pikir ini cara yang terbaik— menenggelamkan diri di air laut.

Air laut yang dingin menyentuh ujung jari kakinya, Nine tidak tahan dingin. Tapi Nine tetap memaksakan dirinya untuk terus melanjutkan langkahnya.

Satu,

Dua,

Tiga,

Tiga langkah dan Nine sudah merasa kakinya beku sekarang. Tapi Nine tetap bersikeras melanjutkan langkahnya. Nine memejamkan matanya, ia pikir dengan cara ini mungkin rasa dingin di kakinya tidak akan terasa separah kenyataannya.

Nine menggigit bibir bawahnya, air sudah mencapai perutnya. Ia tetap memaksakan diri, ini akan lebih baik daripada menghilang tiba-tiba.

Air sudah mencapai dagunya dan Nine merasa bodoh, apa yang akan ia lakukan setelah ini? Menyelam? Berenang? Bagaimana kalau ia kehabisan napas? Itu akan sangat menyiksa. Nine akan mati dengan cara yang menyedihkan dan memalukan. Nine tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan ia hanya diam disana, menunggu keajaiban, Superman yang datang tiba-tiba, misalnya.

TENG!

Entah darimana asal bunyi itu, tapi itu berhasil mengagetkan Nine. Tiba-tiba ia merasakan ujung jari tangan kanannya sedikit ringan, sebuah rasa seperti basah yang aneh dan agak hangat. Nine mengangkat tangannya dan melihat.

Melihat setengah tangannya yang sudah mencair, bercampur dengan air laut yang asin. Merambat ke sikunya, hampir ke bahu. Nine tertawa pahit. Apapun yang ia lakukan tidak akan berhasil. Apalah usahanya untuk bunuh diri tadi. Ia menghilang dan inilah rasanya menghilang, ringan dan pahit. Nine berbalik, Chanyeol masih tertidur di atas pasir putih dan Nine berteriak padanya, “PARK CHANYEOL!”

Tangan kirinya sudah ikut bercampur dengan air. “AKU DISINI, BODOH! JANGAN TERUS-TERUSAN TIDUR!”

Chanyeol tidak bereaksi, tentu. “AKU MENGHILANG!” Nine tertawa lepas, tidak ada yang lucu saat ini dan dia tertawa lepas. “SELAMAT TINGGAL PARK CHANYEEOOL!” Nine tertawa lagi. “AKU AKAN PERGI!”

Suara Nine serak, ia terbatuk. Ia menarik napas dan membiarkan airmata jatuh menuruni pipinya, memangnya dengan apa dia bisa menghapusnya?

“BYE BODOH, AKU MENCINTAIMU!” Satu teriakan sebelum ombak datang dan menarik Nine. Tubuh Nine bercampur dengan air, mencair, dan menghilang. Nine tidak perlu menangis lagi, air laut akan mewakili semuanya.

 

 

Nine menghilang.

 

 

Nine menghilang dan dilupakan.

SWR

Chanyeol bangun dan disambut oleh bunyi ombak yang memekakkan telinga. Ia tidak ingat apa yang ia lakukan di tempat itu. Chanyeol bangkit dari pasir-pasir putih aneh dan berjalan menuju mobil. Kepalanya sudah cukup pusing memikirkan apa yang terjadi kemarin tapi sebuah tas kecil asing yang ada di dalam mobil semakin membuatnya sakit kepala. Ia merasa pernah melihat tas itu di suatu tempat, suatu waktu. Tapi ia tidak punya banyak waktu untuk memikirkannya. Chanyeol melempar tas itu ke jok belakang dan menyalakan mesin mobil.

Siapa yang peduli.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
parkyeona #1
Chapter 2: She was right... She was right /nyanyi ceritanya/? Baca ini fic sama dengerin lagu 'She was right'. Sukses membuat air mata ini mengalir dengan derasnya. Nine!! jan tinggalin Park Chanyeol... huhuhuhu. Bentar, mau mewek dlu. Udah lah ya. Capek nangis lagi. Intinya diriku suka ma ni fic T-T
woopoojwy #2
Chapter 2: Hai,,, author... !!! gak sengaja nemu ff yang... hmmmmm .. good job ...
Akhhh! aku ingin berteriak seperti nine sama author..

Gila! ini kereeeeeeeen!!! hehee ><
jadi nagih deh baca story author yg lainnya..

thank u so much for this ^^
Jihyo_Yoon
#3
Chapter 2: Auhor, saranghaeyo <3
*gila*

Author, aku bener-bener suka cerita ini. Terus berkarya author-nim !! ^^
byundobi_
#4
Chapter 2: author yang nulis ini habis nonton Mimi ya kok selipin time traveler gitu ah aku sedih bacanyaaaa huwe nangis kejer pokonya tapi beneran cocok sambil denger lagu Smrookies Wendy yang jadi soundtracknya Mimi pas nine uda di laut yang ngucapin Selamat tinggal itu klimaks parah pokonya keren
nice to know you author-ssi :)
Keep writin' and xoxo