[1/2]

She Was Right

Sekumpulan daun kering jatuh dari atas kepala Chanyeol, anak itu mendongak dan mendapati seorang gadis kecil tersenyum lebar kepadanya. Chanyeol mengerucutkan bibirnya, “Sudah cukup, Nine.”

Nine menghembuskan nafasnya kecewa, gadis berumur 5 tahun itu merebahkan tubuhnya di antara daun kering yang telah berhasil ia kumpulkan.

Chanyeol mengerutkan dahinya ketika melihat Nine berbaring di atas rumput kering sambil memainkan daun-daun kering itu. Nine berguling dari kiri ke kanan, kanan ke kiri, lalu ke kanan lagi dan Chanyeol pusing melihatnya.

“Stop, Nine. Bajumu nanti kotor.”

Nine berhenti bergulingan di antara daun-daun kering yang Chanyeol anggap aneh. “Tapi ini menyenangkan.” ujarnya.

Chanyeol menggeleng, “uh-uh. Lihat, bajumu kotor,” Chanyeol mendekati Nine dan menepuk-nepuk punggungnya. “Tuh kan benar.”

Nine mengerucutkan bibirnya kecewa, ia bangun dari posisi semula dan duduk menghadap Chanyeol. Ia memiringkan kepalanya, memperhatikan Chanyeol dari ujung kepala sampai perut.

“Umurmu benar-benar sama sepertiku?”

Chanyeol mengerutkan keningnya, “Kau lupa umurku! Kita sudah berteman sejak kecil dan kau lupa umurku!”

Nine mendengus, “Oh ya? Aku tidak ingat”

“Aku lima tahun!”

“Oh.” Nine membentuk huruf ‘O’ dengan bibirnya. “Tapi kau tidak seperti berumur lima tahun, Chan. Kau tidak suka bermain dengan daun dan kau aneh.”

“Siapa yang peduli.”

“Aku peduli.”

Chanyeol melirik Nine datar dan Nine membuat huruf ‘V’ dengan jarinya.

“Ha,” ejek Chanyeol, “Kau bahkan lebih aneh dariku.”

“Seperti sebuah pujian,” komentar Nine. “Oh ya, Chan. Ibuku bilang aku harus pulang sebelim matahari terbenam.”

“Oh ya? Apa matahari sudah terbenam sekarang?”

“Matahari terbenam itu seperti apa?”

“Aku juga tidak tahu. Tapi sebaiknya kita pulang sebelum ibumu marah.”

“Ah, benar. Aku harus pulang.” Nine bangkit dari duduknya “Dah, Park Chanyeol!”

“Biar kuantar.” Chanyeol ikut bangkit, Nine memperhatikannya.

“Tapi rumahmu jauh dari rumahku dan

“Tak apa.” potong Chanyeol cepat. “Daripada kau mati diculik dan aku disalahkan.”

“Kau tidak akan disalahkan karena ibu bilang dia sayang padamu dan kau anak terbaik di dunia.”

Chanyeol mendengus, “Tetap saja dia lebih sayang padamu. Sudahlah, ayo cepat.” Chanyeol menaruh tangannya di saku celana dan melangkahkan kakinya keluar dari kebun milik paman Joonmyeon yang kaya itu kebunnya luas sekali seperti hutan kecil Chanyeol berteriak di depan rumah paman Joonmyeon, “Paman, kami akan pulang!”

Jendela kamar lantai tiga terbuka. Paman Joonmyeon yang sedang berada di lantai tiga lebih tepatnya di kamarnya yang seluas satu lantai itu tersenyum sambil memegang secangkir kopi buatan Kim Minseok.

“Ya, hati-hati. Jangan lupa datang lagi!” katanya setengah berteriak, “Paman akan membangun rumah pohon untuk kalian dan rumah pohonnya akan jadi hari kamis!”

“Tentu paman” Chanyeol melambaikan tangannya dan dibalas oleh paman Joonmyeon. Chanyeol dan Nine berjalan keluar dari gerbang rumah paman Joon Myeon dan paman Joonmyeon hanya tersenyum memperhatikan mereka.

“Mereka manis kan, Minseok?” paman Junmyeon berkata pada Kim Minseok sang pelayan. Kim Minseok hanya tersenyum, “Benar, Tuan.”

Paman Joon Myeon meneguk kopinya dan menjawab, “Kuharap suatu saat nanti mereka menikah dan punya anak yang lucu.”

Kim Minseok tertawa kecil, “Ya, tapi sepertinya tidak bisa, Tuan.”

Paman Joonmyeon berhenti meneguk kopinya yang panas, “Apa maksudmu?”

Kim Minseok hanya tersenyum dan menggeleng pelan.

SWR

Nine berusaha menyamai langkah kaki Chanyeol yang cepat. “Jangan cepat-cepat, Chanyeol.” protes Nine

“Aku sudah pelan.”

“Kakimu terlalu panjang.”

“Lalu apa? Kau ingin memotong kakiku?”

“Ya.”

“Kau mengerikan, Nine.”

“Kakimu lebih mengerikan.”

Chanyeol mendengus dan meraih tangan Nine, “Kalau begini kan jadi cepat.”

“Tidak juga.” ejek Nine. Tapi bagaimanapun juga, Chanyeol benar. Ia jadi lebih mudah untuk menyamakan langkah Chanyeol

“Chan?” panggil Nine

“Hm?”

“Aku masih penasaran matahari terbenam itu apa.”

“Nanti kalau sudah dewasa akan kuberitahu. Karena sekarang, aku juga tidak tahu.”

Nine mengangguk dan mengayunkan tangan mereka, “Ya sudah kutunggu.”

Chanyeol tersenyum dan mempererat genggaman tangannya.

SWR 

Kelas 7 adalah masa-masa paling menyebalkan bagi Nine. Guru Bahasa favoritnya pindah mengajar ke sekolah lain dan diganti oleh guru baru yang menyebalkan.

Guru Key nama guru itu meneliti buku absen dan menemukan nama yang menarik perhatiannya.

“Aku menemukan satu nama yang unik disini!” katanya antusias.

“Sudah pasti itu aku~” bisik Nine pada dirinya sendiri.

“Hey Nine? Nain? Sembilan?” tanya guru Key.

Bingo.

“Nine mengangkat tangannya, “Itu aku.”

“Oh,” guru Key tersentak, “Namamu unik sekali, sayang. Bagaimana pengucapannya?”

“NI-NE.” eja Nine keras-keras

“Oh, okay I got it. Lalu margamu Hey?”

“Ada masalah, tuan?”

“Tidak. Nah, Hey Nine, jawablah soal nomor lima.”

Nine melirik soal nomor lima di bukunya.

Sial, mana ku tahu.

“Hey Nine?”

“Hm?”

“Apa jawabanmu?”

“Aku tidak tahu.”

Guru Key tersentak, “Jujur sekali, Nona Hey.”

“Oh, terimakasih.”

“Sekarang kau keluar dari kelasku.”

Lihat? Dia menyebalkan, bukan?

Nine bangkit dari kursinya dan itu membuat teman-teman sekelasnya terkejut. “Dengan senang hati, tuan Key.” Ia berjalan menuju pintu kelas, membukanya, keluar, dan membantingnya.

“Sial.” gumam Nine. Ia melirik pintu kelas sebelah ketika ia mendengar pintu tersebut dibanting. Seseorang berdiri disana dengan dasi yang longgar dan baju yang kotor. Nine menyeringai.

“Hey, Chan.”

Orang itu menoleh, keningnya lecet dan bibirnya berdarah.

“Ada apa denganmu?” tanya Nine

Chanyeol berjalan ke arah Nine, “Kim Jongin.”

“Oh,” Nine mengangguk paham, “Dia berusaha membunuhmu lagi?”

“Ya,” Chanyeol mengelap darah di sudut bibirnya, “Tapi malah aku yang dikeluarkan dari kelas”

“Tapi bagus, aku jadi punya teman.”

“Oh ya, bagus.” Chanyeol memutar bola matanya

“Bibirmu berdarah banyak sekali.” komentar Nine, “Bibirmu terlihat seperti akan meledak, mau ke rumah paman Joonmyeon? Kau tahu, dokter pribadi paman Joonmyeon sangat hebat”

“Sekarang?”

“Tidak, tunggu bibirmu meledak.”

“Kita akan naik apa?”

“Kita punya sepeda, bodoh.”

“Ah, benar. Ayo berangkat sekarang.” Chanyeol melangkahkan kakinya menuju pintu belakang sekolah kau tahu, memanjat pagar, melarikan diri. Oh, dia sudah sering melakukan ini bersama Nine. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

SWR 

Nine memperhatikan dokter pribadi paman Joonmyeon yang sedang mengobati Chanyeol. Dokter itu cantik, umurnya 25 tahun dan sangat manis, namanya Choi Jinri. Nine bertanya-tanya kenapa paman Joonmyeon tidak menikah saja dengan dokter ini karena ya Tuhan, paman Joonmyeon sudah 36 tahun dan belum menikah.

“Selesai.” Choi Jinri tersenyum pada Chanyeol. Chanyeol menyeringai. Oh, dia baru diobati dan sudah bisa menyeringai selebar itu, “Terimakasih” katanya

“Tentu, Park Chanyeol.” Choi Jinri mengambil tasnya dan bersiap untuk pergi

“Tunggu” Chanyeol menghentikannya.

“Hm?” Choi Jinri berhenti dan menatap Chanyeol.

“Boleh aku minta nomor

“Chan” potong Nine, “Bibirmu masih sakit, jangan banyak bicara.”

Choi Jinri tersenyum, “Temanmu benar.” Choi Jinri melempar sebuah senyum sebelum keluar dari ruangan.

“Sialan kau, Sembilan.”

“Nine, bukan Sembilan.”

“Siapa yang peduli.”

“Aku peduli karena itu namaku.”

“Terserah. Ayo ke rumah pohon.” Chanyeol bangkit dari kasur dan berjalan keluar.

SWR

Chanyeol memantulkan bola basket ke dinding rumah pohon sambil merebahkan tubuhnya di kasur, sedangkan Nine sibuk memainkan game di ponselnya.

“Nine?” panggil Chanyeol

“Hm?” Nine tidak mengalihkan pandangannya dari ponselnya.

“Kau ingat tidak waktu itu aku pernah berjanji memberitahumu apa itu matahari terbenam?”

“Waktu itu kapan?”

“Waktu itu saat kita berumur lima tahun”

Nine mencoba mengingat, jemarinya masih lihai menari-nari di layar ponsel memainkan game kesukaannya. Setelah berpikir agak lama, ia membuat huruf ‘O’ dengan bibirnya, “Iya aku ingat, memangnya kenapa?”

Chanyeol tersenyum lebar, “Aku sudah tahu jawabannya.”

Nine tersenyum mengejek, “Tetanggaku yang berumur tiga tahun juga sudah tahu jawabannya.”

“Oh ya? Tiga tahun? Berarti waktu itu kau bodoh karena tidak tahu artinya.”

“Aku jadi bodoh karena bergaul denganmu. Sebaiknya kita berhenti saja jadi teman. Aku tidak mau bertambah bodoh”

“Oh,” Chanyeol menyeringai, “Kalau begitu kita pacaran saja.”

“Ide bagus.”

“Kau mau pacaran denganku?”

Nine akhirnya berhentu bermain game dan menatap Chanyeol, “Tidah deh, Kau baru ditolak Krystal. Aku tidak mau dapat barang bekas”

“Sial, Nine. Bagaimana kau tahu?”

“Kau pernah cerita.”

“Well,” Chanyeol menyilangkan tangannya di bawah dada, “Aku baru saja ditolak sahabatku sendiri. Sepertinya hatiku sakit.”

“Apa? Mau diobati Choi Jinri lagi?”

Chanyeol mengerucutkan bibirnya, “Tidak, aku mau es krim.”

Nine memutar bola matanya, “Mana uangnya?”

Chanyeol mengeluarkan dompet dari saku celananya, “Ini, belikan aku yang rasa coklat.”

Nine mengambil dompet Chanyeol dan memasukannya ke dalam kantung jaketnya. Ia baru melangkahkan kakinya ke luar, tapi Chanyeol langsung memanggilnya, “Nine!”

“Apa lagi?” tanya Nine tak sabar.

Chanyeol menyeringai Chanyeol tidak pernah tersenyum, ia selalu menyeringai, “Kau pernah melihat matahati terbenam?”

“Astaga, Chan” Nine memutar bola matanya, “Belum, Oke. Berhentilah membahas soal matahari terbenam.”

“Nanti sore kuantar ke pantai untuk melihatnya. Mau?”

“Kau mau naik apa? Sepeda? Pantai jauh sekali dari sini. Bisa-bisa saat sampai bukannya matahari terbenam yang kita lihat, tapi matahari terbit.”

Chanyeol menyeringai lagi sambil memainkan sebuah kunci di tangannya, “Kita pakai mobil paman Joonmyeon.”

“Kau gila, Chan. Sungguh.”

“Memang.”

“Terserah, Aku pergi.” Nine melangkahkan kakinya menuruni tangga rumah pohon.

Chanyeol tiba-tiba merasa aneh, seperti ada sesuatu yang mengganjal tapi dia tidak tahu apa iti. Ia ingin mencegah Nine pergi, tapi gadis itu sudah menghilang dari pandangannya. Chanyeol merasa ada yang salah, seolah sesuatu yang buruk akan terjadi. Dia berpikir, berpikir, dan

“Seharusnya tadi aku pesan rasa stroberi saja”

SWR

“Aku pesan dua yang rasa coklat.” Nine berkata pada penjual es krim. Penjual itu membungkuk sopan, “Mohon tunggu sebentar.” katanya ramah. Penjual itu berbalik untuk membuat pesanan Nine es krim yang Nine pikir lebih mirip poop itu

Nine mengetuk-ngetuk meja kasir dengan tidak sabar, “Bisa cepat sedikit tidak?”

“Maaf Nona, mesinnya agak

“Tempat macam apa ini? Aku tidak punya banyak waktu.” kata Nine ketus. Perasaannya tidak enak, ia merasa dikejar oleh waktu.

“Maaf Nona, tapi mesinnya sedikit bermasalah. Mohon menunggu sebentar.” penjual itu membungkuk sopan dan berlari kecil menuju seorang pria di sudut ruangan dan berbicara dengannya.

Nine merasakan keringat membasahi dahi dan tangannya. Ia mengelap dahinya dengan tangan, tangannya bergetar. Nine meremas ujung roknya dan menggigit bibir bawahnya, menahan diri agar tidak menangis. Nine benar-benar tidak tahu apa yang salah, tapi kakinya bergetar hebat ketika ia berjalan menuju pintu keluar, ia harus segera pergi. Ia harus bertemu Chanyeol.

Nine membuka pintu keluar, berjalan menuju sepedanya dengan cepat. Ia mengendarai sepedanya dengan kecepatan maksimal. Demi Tuhan, Nine tidak tahu apa yang terjadi padanya. Ia merasa harus cepat kembali, cepat bertemu dengan Chanyeol, bertemu dengan anak itu sebelum

Suara klakson mobil memekakkan telinganya.

Nine tidak tahu lagi apa yang terjadi.

—-sebelum sebuah mobil menabraknya.

SWR 

“Cepat angkat, sialan.” Chanyeol berharap teleponnya yang kali ini diangkat setelah mencoba menelpon Nine sebanyak sepuluh kali sebelumnya.

Suara operator lagi.

Chanyeol membanting ponselnya ke atas kasur. Sungguh, ia tidak tahu kemana perginya Hey Nine sialan itu. Dia sudah menunggu dua jam dengan keringat dingin yang sedari tadi membasahi dahinya.

Chanyeol buru-buru mengambil ponselnya ketika ia mendengar ponsel itu berdering.

“Halo? Nine?” tanya Chanyeol cepat, “Dimana kau, sialan?”

“Maaf, apa ini Park Chanyeol?” tanya orang diseberang sana. Chanyeol mengerutkan dahinya, ini bukan suara Nine.

“Ya, aku Park Chanyeol. Dimana Nine?”

“Oh, aku melihat ponsel milik Nona Nine dan melihat nomormu sudah mencoba menelpon sebanyak

“Kutanya, dimana Nine sialan itu?!” bentak Chanyeol

“Oh” suara sang penelepon terdengar kebingungan, “Nona Nine ada di rumah sakit, aku susternya”

“Rumah sakit?” Chanyeol menautkan alisnya, “Rumah sakit mana?”

“Uh, yang ada di dekat sekolah seni

“Oke, aku tahu. Apa yang terjadi?” tanya Chanyeol tak sabar.

“Nona Nine” suara diseberang sana terdengar ragu, “Dia ditabrak sebuah mobil dan—”. Chanyeol menjatuhkan ponselnya.

Tidak.

Ini tidak benar.

SWR

Chanyeol menambah kecepatan mobil. Sungguh, ia tidak pernah merasa sepanik ini. Matanya buram, terlalu banyak airmata di pelupuk matanya. Dia bisa saja menabrak mobil yang ada di depannya, tapi siapa yang peduli

Chanyeol langsung memakirkan mobilnya ketika sampai. Ia membanting pintu mobil dan berlari masuk. Ruang 203, ingat, 203.

Chanyeol membuka pintu dengan kasar dan mendapati Nine terbaring kaku di atas ranjang rumah sakit. Matanya tertutup rapat, keningnya berdarah banyak sekalidan goresan berwarna merah cukup dalam dalam terentang dari lutut sampai mata kakinya. Chanyeol tahu betul Nine tidak pernah mendapat luka sekecil apapun karena ia selalu menjaga Nine. Kapanpun. Saat gadis itu hampir jatuh dari sepeda saat umurnya enam tahun Chanyeol menahan Nine sampai Nine tertarik dan jatuh menimpa Chanyeol dan Chanyeol berhasil mendapat luka serius di lengannya.

Nine juga hampir jatuh dari rumah pohon saat umurnya sembilan tahun dan Chanyeol berhasil menahan Nine kecil dan tersungkur ke belakang menabrak dinding.

Chanyeol berjalan mendekati Nine. Dan Chanyeol baru menyadari ada banyak noda darah di bantal Nine. Ia duduk di tepi ranjang Nine lalu meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat, “Maaf” bisiknya pelan. Sesuatu yang basah dan hangat menuruni pipinya.

Suara pintu terbuka.

Orangtua Nine.

Suara dokter. Chanyeol menutup telinganya, tidak mau mendengar suara dokter yang mengatakan itu fakta bahwa Nine sudah tidak ada tapi Chanyeol tetap bisa mendengar suara tangisan yang pecah dari bibir ibu Nine.

Chanyeol tahu ini salah. Semuanya salah. 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
parkyeona #1
Chapter 2: She was right... She was right /nyanyi ceritanya/? Baca ini fic sama dengerin lagu 'She was right'. Sukses membuat air mata ini mengalir dengan derasnya. Nine!! jan tinggalin Park Chanyeol... huhuhuhu. Bentar, mau mewek dlu. Udah lah ya. Capek nangis lagi. Intinya diriku suka ma ni fic T-T
woopoojwy #2
Chapter 2: Hai,,, author... !!! gak sengaja nemu ff yang... hmmmmm .. good job ...
Akhhh! aku ingin berteriak seperti nine sama author..

Gila! ini kereeeeeeeen!!! hehee ><
jadi nagih deh baca story author yg lainnya..

thank u so much for this ^^
Jihyo_Yoon
#3
Chapter 2: Auhor, saranghaeyo <3
*gila*

Author, aku bener-bener suka cerita ini. Terus berkarya author-nim !! ^^
byundobi_
#4
Chapter 2: author yang nulis ini habis nonton Mimi ya kok selipin time traveler gitu ah aku sedih bacanyaaaa huwe nangis kejer pokonya tapi beneran cocok sambil denger lagu Smrookies Wendy yang jadi soundtracknya Mimi pas nine uda di laut yang ngucapin Selamat tinggal itu klimaks parah pokonya keren
nice to know you author-ssi :)
Keep writin' and xoxo