Daeche gyosa
Description
Senin pagi di kelas XII IPA-1 selalu mencekam. Berbagai macam ekspresi banyak ditampakkan tapi hanya satu yang mewakili ekspresi-ekspresi itu untuk keluar.... cemas. Tunggu, kenapa cemas? Ada apa dengan murid kelas IPA terpintar ini? Jawabannya ada pada guru Park, guru tua ramah namun bisa menjadi benar-benar galak yang mengambil—dari semua pelajaran, kenapa harus—mata pelajaran Fisika.
Kenapa memangnya? Harusnya mereka tidak perlu merasa cemas karena anak-anak di kelas IPA-terpintar memang harusnya pintar ‘kan? Jadi Fisika hanya seperti belajar menggambar pohon bagi mereka.
Tidak. Anggapan itu salah. Kelas IPA-1 memang terisi murid-murid yang ber-IQ tidak biasa dibanding IPA—maupun IPS—lainnya. Namun yang tengah dibicarakan ini adalah Fisika, bukan Seni art yang hanya mengandalkan otak kiri untuk bekerja—ini lain. Disatu pelajaran ini—Fisika, guru Park benar-benar memaksa kalian untuk belajar penuh sampai pukul tiga pagi, hanya untuk mendapatkan nilai tujuh. Tujuh? Iya, tujuh. Guru Park adalah guru khusus yang mengajar kelas-kelas terpintar disemua tingkatan. Jadi jika kau berada di kelas X atau XI IPA-1, kau akan mendapatkannya juga—yang dianggap malapetaka oleh semua murid. Guru Park ini menerapkan sistem yang beda dari guru lain karena pertama, nilai rata-rata Fisika jauh lebih tinggi dari sekolah-sekolah lain—7, yang mana seharusnya 6. Intinya, program IPA mengharuskan para murid untuk lebih unggul di Fisika.
Lain dengan kecemasan para murid lainnya, ada satu anak lelaki mungil berparas manis yang bersikap tenang-tenang saja di kelas. Dia bahkan dengan santainya memakan permen karet di kelas guru Park—yang mana jika murid lain yang melakukannya dengan kadar kecemasan yang tinggi akan menyangka lidah sendiri adalah permen karet, sedangkan permen itu sendiri sudah jatuh dalam kerongkongannya. Iya. Mereka secemas itu.
“Byun Baekhyun.”
Anak lelaki berparas manis dan bermata asli korea itu mendengar namanya disebut, lantas dia terus menggumamkan kalimat tidak jelas yang hanya dia sendiri yang tahu.
“Delapan koma tujuh,” gumamnya.
Dia tahu dugaannya tidak pernah meleset sedikitpun saat meramalkan nilainya sendiri diulangan-ulangannya. Dan dia tersenyum lebar tatkala guru Park mengusap kepalanya dengan senyum sayang.
“8,7 Baekhyun, kau selalu hebat.” Itu yang dikatakannya saat anak lelaki bernama Baekhyun kembali ke tempat duduknya, disertai seluruh pasang mata yang menatapnya takjub.
Anak lelaki itu sekali lagi tersenyum.
Byun Baekhyun, kau menakjubkan.
Comments