Manuscript of God

(Forgive us,for all of you)

Wooyoung Junho

This story is mine.

Ilssan,25 Desember 2015

“Tenanglah..aku tidak apa-apa?.”junhoTersenyum sambil menepuk lembut pundak wooyoung—mencoba menguatkan.Hari ini junho,lee junho memang sudah siap untuk melepaskan segalanya.apa yang ia miliki,apa yang ia rasa dan apa yang ia pertahankan selama ini.Tidak apa-apa,junho akan baik baik saja..selama ia masih bisa tersenyum untuknya.

“no..junho?a-aku tidak akan bisa?”Pria bersurai panjang itu menyingkirkan tangan junho perlahan.hatinya benar benar tercabik ketika melihat ekspresi junho.Pemuda itu memanglah seorang actor yang ternama,namun bukan berarti kemampuannya harus ia tumpahkan dalam kehidupan nyata yang sebenarnya lebih pelik dari mereka duga.Mereka tidak bisa.

“sst!jangan katakan itu? Ji eun pasti akan sangat bahagia denganmu,woo—?”junho membenahi dasi biru dongkernya.”—..begitu pula dengan kamu,kamu akan bahagia bersama ji eun.”

“—junho?...ta-ta—“

Junho menyela,kembali ia tersenyum.”—kita akan lihat,seberapa indah naskah yang sudah dipersiapkan tuhan untuk kita..” ia mengacak pelan rambut wooyoung.berlalu meninggalkan wooyoung yang menunduk dan membatu.

.

.

.

.

.

.

Sang gadis mematut diri di depan cermin,memperhatikan setiap inci per inci tubuhnya,ia sangat tidak ingin penampilannya berkurang.setelah dirasa sempurna,kedua sudut bibir gadis itu tertarik ke atas,menunjukkan senyum indahnya.

“Sudah siap?” ia berbalik,menatap seorang yeoja yang berada tepat dibelakangnya.

Ia tersenyum.”Sudah bu,aku sudah siap.”

.

.

.

.

.

Ini hari pernikahannya.beberapa jam lagi,Pria itu—jang woo young—akan segera mengikrarkan janji suci yang akan dia ucapkan di depan semua orang,termasuk pastur,orang tuanya,keluarganya,sahabatnya dan junho.

Membuka gerbang baru untuk hidupnya.Memulai hidup baru berdasarkan ikatan suci.Menata masa depan yang sempurna.

Semua hadir.tak terkecuali pria itu,lee junho—sahabatnya dan juga sahabat wooyoung.Hatinya mendadak sakit,ketika nama ‘itu’ berkelebat dalam pikirannya.

.

.

.

.

.

Seoul,10 oktober 2018.

Now and peace.

Kami telah berdosa.Maaf,maafkan kami?.Kami sudah membuat dan mengatur naskah yang kami inginkan.Dengan akhir yang menggantung,akhir yang seperti ini.karena kami berpikir,cukup sampai disini,kami tak berhak merubahnya semakin jauh?tamparan itu benar benar membuat kami sadar..itu adalah urusanNya.Kami tidak pernah sekalipun atau bahkan memaksa kamu ikut berperan dan memerani nya di naskah ini.Tanyakan saja pada Nya..mengapa semua ini harus terjadi?mengapa.Jangan salahkan kami?Kami mohon.

     Aku  dia bahkan kamu tidak pernah melarang bahwa cinta merasuki diri kita.aku tidak melarangmu untuk mencintainya?karena aku tahu bagaimana rasanya mencintai.Aku mohon?tetap cintailah dia?tersenyumlah untuknya?walaupun sekarang kamu dengan dia harus berbeda dimensi.Hatinya tak pernah menolak.percayalah?bahkan ia sudah mencoba...

  Keduanya bersimpuh berdampingan,menggunakan tuxedo hitam dengan berbagai gayanya.mereka menangis,menyesal dan meminta maaf.salah satu dari mereka menaburkan bunga mawar dan kenanga di atas pusara, sementara salah satu dari mereka yang lain.hanya diam,membiarkan air matanya terus mengalir,sibuk berdialog dalam diam dengan si empunya-nisan,meminta ampun atas segalanya,segala kebodohan selama ini,kebodohan  —banyak—yang sudah ia perbuat selama ini.

  Berulang ulang. Semuanya se’akan monoton dan bersalah. Langit menggelap,menandakan ‘maaf’ semuanya sudah terlanjur.dan tuhanlah yang akan mengurusnya.rintikan rintikan itu mulai jatuh dan bergelinang memantu