Blue

Blue

“Terkejut, Shinyoung?”

Jelas saja Shinyoung terkejut. Orang yang dibunuhnya dua tahun lalu, Kim Taeyeon, hidup kembali dan berdiri dihadapannya. Pakaiannya terlihat kuno, kebarat-baratan dan mahal, ciri pakaian yang tidak pernah dipakai oleh Taeyeon.

“Siapa kau?!” Tanya Hongjae, merangkul kedua pundak istrinya. “Kenapa kau bisa masuk ke dalam kamar kami? Apa yang kau inginkan?”

Taeyeon mendecih pelan, lalu melayang untuk mendekat ke arah mereka. Pasangan suami-istri tersebut tampak mundur beberapa langkah ketika Taeyeon mendekat dengan tangan terulur.

“Kau harus membayar semuanya!” jerit Taeyeon di depan wajah Shinyoung. “Aku sudah menyerahkan Dongjoo untukmu, Shinyoung! Dan dimana ia sekarang? Apa kau membunuhnya juga? Kau benar-benar tidak mempunyai perasaan!”

Hongjae mendorong Taeyeon dengan keras. “Jangan berteriak di depan istriku!”

Taeyeon menolehkan kepalanya, merapikan kembali rambutnya yang sedikit berantakan. “Kau mencintai orang yang salah, Tuan. Istrimu membunuhku demi seorang pengawal yang sudah menjadi tunanganku. Dan bodohnya, ia tidak bercerita pada siapa-siapa tentang hal itu.”

Air mata Shinyoung mengalir perlahan. “Mianhae, Taeyeon-ah…”

“Nyawa dibalas dengan nyawa, putri.” Desis Taeyeon, amarahnya memuncak. “Aku kehilangan hidupku, jiwaku, dan bahkan perasaanku! Itu semua karena tingkah kekanakanmu  yang sama sekali tidak mau mengalah, karena merasa dirimu-lah yang paling pantas untuk mendapatkan semuanya. Sementara aku?” gumam Taeyeon, melanjutkan kalimatnya. “Kau menganggapku dayang rendahan yang tidak pantas bersaing denganmu!”

“HENTIKAN!”

Taeyeon menjulurkan tangannya untuk mencekik leher Hongjae dengan kedua telapak tangannya. “Sebetulnya aku tidak ingin berurusan denganmu, laki-laki yang banyak bicara. Tapi kau yang memaksaku. Bukankah bagus, kalau wanita ini tidak memiliki keturunan sama sekali?”

“Tidak dengan Ilsang! Shinyoung-ah, tinggalkan aku dan selamatkan anak kit––AAKH!”

Shinyoung membelalakkan matanya, tangannya terulur untuk menyelamatkan suaminya namun tenaga Taeyeon menjadi berlipat-lipat lebih kuat. Dengan cepat, ia berbalik untuk berlari namun kakinya tersandung dan ia terjatuh.

“Aku akan datang kembali, Shinyoung. Sampai ada keturunanmu yang memberikan segalanya untukku seperti dulu, saat itulah aku akan melepaskanmu.” Desis Taeyeon, yang masih mampu di dengar oleh Shinyoung. “Selama tidak ada yang dapat memberikannya… aku akan tetap menghantuimu. Dan membunuh keturunanmu.. di depan orang tua mereka sendiri.”

Tawa Taeyeon yang menggelegar mengiringi kepergiannya lewat hembusan angin kencang. Kamar tidur kerajaan yang tadinya tampak megah dan mewah itu kini hancur berantakan, dan yang paling mengenaskan adalah, tubuh sang pangeran tergeletak tidak berdaya di tempat tidur besar itu.

“Hongjae…” ujar Shinyoung lemah, dirinya tertatih untuk dapat meraih suaminya itu. “Yeobo, bangunlah.. yeobo..”

 

___

 

“Kau sudah melampiaskannya?”

Taeyeon mengangkat kepalanya, lalu tersenyum lemah. “Aku membunuh, Jessica. Sekarang aku tidak ada bedanya dengan Shinyoung. Aku merasa sangat menyesal telah melakukannya.”

“Ericha,” panggil Aiden lembut, membuat Taeyeon menoleh. “Tidak ada yang salah dengan tindakanmu. Kau pantas melakukannya, bukankah Shinyoung juga mengambil hidupmu? Tidak ada salahnya untuk membunuh orang yang penitng baginya, selama kau belum bisa membunuhnya.”

Yeoja itu tersenyum getir. Tinggal bersama tiga makhluk yang nyaris sempurna ini membuatnya harus menerima kenyataan bahwa ia memang telah mati. Ia memang telah kehilangan nyawanya, nafas, suhu tubuh, dan yang paling penting, ia kehilangan perasaannya.

“Apa kau lapar? Ah, aku ingin berburu malam ini.” Jeremy masuk ke dalam ruangan dan melipat kakinya dihadapan mereka. “Ericha, apa kau ingin menikmati darah gadis jagung? Kau tahu, rasanya sangat…”

Perkataannya terhenti saat Jessica dan Aiden meliriknya dengan tajam secara bersamaan. Menyadari ada yang salah dengan ucapannya, Jeremy tersenyum simpul dan terkekeh pelan. “Sorry.

Berburu darah manusia memang bukan sesuatu yang dianggap menarik oleh Taeyeon, padahal hanya darah manusia-lah yang dapat membuat mereka tetap hidup. Itu sebabnya, fisiknya menjadi lemas akhir-akhir ini dan Jessica terpaksa harus memasak––meleburkan darah manusia itu dalam makanan manusiawi yang dulu masih dikonsumsi olehnya.

“Kau mau makan apa malam ini? Aku bisa memasakkan sesuatu untukmu,” gumam Jessica, tepatnya sebuah bisikkan yang membuat Taeyeon sedikit merinding. “Sementara kami pergi meninggalkan kastil, kau bisa menjaganya sembari santap malam. Dan kalau bosan, kau bisa membaca beberapa buku di perpustakaan lantai utama.”

Mata Taeyeon sontak bercahaya. Ia suka membaca. Ia adalah seseorang yang cerdas––yang sayangnya hanya menjadi dayang dalam usianya yang muda––saat itu tentunya––. Dan sekarang, menemui sebuah perpustakaan adalah suatu hiburan untuknya, karena dirinya masih belum bisa menerima perubahan yang terjadi, sejujurnya.

“Baiklah. Bisakah kau buatkan kue beras untukku?” pinta Taeyeon, diiringi dengan sunggingan kecil. Melihat Jessica yang melayang pergi dan dua laki-laki dihadapannya yang langsung bangun, ia menghela nafas dan merebahkan dirinya dalam ranjang yang empuk.

Eomma, appa.. bagaimana keadaan kalian sekarang? Apa kalian masih memikirkanku? Gumam Taeyeon dalam hatinya, memikirkan kenyataan bahwa Shinyoung pasti sudah melapor kejadian beberapa jam lalu pada kerajaan dan dirinya diburu saat ini.

Ia tidak dapat membayangkan kalau kedua orang tuanya dibunuh karenanya.

Omona… sial sekali..” gumamnya sedih. Ia duduk kembali, mengusap wajahnya dengan kasar dan membaringkan tubuhnya. Seolah-olah mencari posisi yang tepat untuk dapat menenangkan diri––kalau boleh jujur, untuk melarikan diri dari semua masalah yang diterimanya saat ini.

Sedetik kemudian, sebuah gumpalan asap tampak di atas nakas pinus miliknya dan sepiring kue beras. Senyum terkembang di wajahnya, dan ia segera meraih piring itu karena perutnya sudah sangat-sangat lapar.

Ada rasa berdesir yang didapatnya ketika memakan makanan yang dibuatkan oleh Jessica untuknya––ia seperti mendapat gairah hidup kembali. Entah itu karena rasa makanannya yang sangat enak atau karena apa, ia tidak pernah tahu itu. Karena tentu saja, hanya Jessica yang mengetahui resep makanannya.

Gaun yang membalut tubuhnya benar-benar berat. Ia harus mengangkatnya tinggi-tinggi untuk menuruni tangga––ia penasaran dengan perpustakaan yang tadi disebutkan oleh Jessica. Seberapa banyakkah koleksi buku yang ada disana?

Kastil itu benar-benar luas. Selama Taeyeon tinggal dengan mereka, ia belum pernah pergi kemanapun selain ke halaman depan dan kamarnya. Ia tidak pernah naik tangga––Aiden selalu menggenggam tangannya dengan lembut dan membawanya terbang sehingga bisa masuk dengan mudah melewati jendela. Dan ketika makan, makanan yang diinginkannya akan segera datang di atas nakas pinusnya lewat gumpalan asap.

Beberapa foto terpajang disana. Ada foto Jessica, Aiden dan Jeremy diantara banyak foto lain. Mungkin sekitar dua puluh bingkai emas mewah dan terlihat mahal yang ada disana. Semuanya memiliki wajah dan rupa yang benar-benar nyaman untuk dipandang, apa karena mereka adalah makhluk yang tidak biasa?

Kakinya terus melangkah dan terhenti pada sebuah bingkai paling mewah dan terbesar yang ada disana. Seorang laki-laki tampak berdiri dengan latar arsitektur yang tidak biasa––seperti tidak berada dari masa ini. Wajahnya yang tampan, ditambah dengan postur tubuhnya yang tinggi tegap menjulang membuatnya tampak sempurna.

Ada dua buah bingkai kosong disana. Taeyeon berusaha membacanya, namun itu ditulis bukan dengan tulisan hangul––ia hanya bisa membaca tulisan hangul. Tidak ada yang memberikannya buku tentang bahasa, karena itu ia tidak dapat mempelajarinya.

Sebuah hembusan angin lembut terasa menggelitik tengkuknya. Taeyeon berbalik, dan hampir saja menjerit ketika mendapati sosok yang ada di bingkai tadi sudah berdiri dengan postur sempurna di belakangnya.

Omona..” desis Taeyeon, separuh kagum dan separuh terkejut. “Omona.. apa yang kau lakukan disini?”

Alis tebal pria itu berkerut, menimbulkan kesan meremehkan––yang tetap tampan––dalam wajahnya yang terbingkai indah. Ia memajukan langkahnya, membuat Taeyeon mundur dan dapat mencium bau musk yang mencuat dari dalam pria tersebut.

“Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan di kastilku?”

Mata Taeyeon terkunci dalam tatapan tajam pria itu, namun segera terlepas ketika ia mengibaskan jubah merah panjangnya agar tidak menghalangi langkah kakinya. Dengan cepat yeoja itu menggeleng dan mengembalikan kesadarannya yang sempat sedikit hilang.

“Ericha.” Gumamnya, lalu tersenyum ramah. “Selamat datang.”

Orang ini bukan orang biasa, pikir Taeyeon dalam hatinya, menatap orang itu dan mengalihkan pandangannya. Ia dapat mengetahui nama yang diberikan tiga makhluk itu padaku. Jangan-jangan ia memang penguasa kastil ini?

Kening lelaki itu berkerut dan jarinya terulur untuk menyentuh kening Taeyeon. Matanya terpejam beberapa detik, kemudian kembali terbuka dan menatap Taeyeon dengan tatapan tidak percaya.

“Namaku Andrew,” ujarnya memperkenalkan diri, membungkuk setelah raut bingungnya memudar. “Aku adalah pemilik kastil ini, dan aku baru saja pulang dari perjalanan jauh. Itu-lah alasannya kau tidak pernah melihatku––hanya melihat Jessica, Aiden, dan Jeremy selama ada disini.”

Taeyeon mengangguk paham, antara mengerti dan tidak. “Memangnya, kau pergi kemana?”

“Laut hitam.” Gumam Andrew, seperti menerawang. “Mencari kehidupan.”

Matanya yang semerah darah berkilat dan Taeyeon terpaku menatapnya. Tetap saja, ia dapat melihat sorot kebingungan dari wajah tampan itu. Akhirnya untuk mengurangi kecanggungan akan posisinya––yang sangat membahayakan karena ia terhimpit––Taeyeon berdeham dan merunduk untuk dapat berdiri di tempat yang lebih luas.

“Bolehkah aku pergi ke perpustakaan?” Tanya Taeyeon, tersenyum simpul. “Maksudku, Jessica memang memperbolehkanku untuk pergi kesana.. tapi sepertinya lebih baik jika aku meminta ijinmu, karena kau yang memiliki kastil ini..”

Sebuah senyuman terpampang di wajahnya. “Tentu saja.”

Tangan kanan Andrew terulur, dan Taeyeon mengernyitkan keningnya tanda tidak mengerti. Sebuah ssenyuman ramah kembali muncul dalam wajahnya, membuat Taeyeon yakin bahwa pria di depannya adalah seseorang yang dewasa dan baik hati––sampai saat Andrew meraih tangannya dan melingkarkannya di lengan kanannya.

“Maaf.” Lirih Taeyeon canggung.

“Tidak apa. Kau dapat belajar banyak disini.” Ujar Andrew, memilih untuk membawa Taeyeon mengelilingi kastil sebelum mereka pergi ke perpustakaan bawah. “Tidak usah sungkan untuk bertanya. Dan maaf, kalau kau lebih suka dipanggil dengan nama aslimu. Tapi, pemberian nama palsu dibutuhkan agar identitas manusiamu dapat tertutup.”

Taeyeon mengangguk. “Aku mengerti.”

Mereka berjalan keluar dari ruangan besar tadi, dan Andrew membawanya pada sebuah galeri. Benar-benar galeri! Sesuatu yang belum pernah dilihat oleh Taeyeon––begitu banyak lukisan indah yang terpampang disana. Dan lagi, semuanya dibingkai dengan bingkai teak yang masing-masing foto memiliki ukirannya sendiri.

Daebak..” gumam Taeyeon tanpa sadar.

“Semua ini dilukis oleh ayahku. Ia seorang pelukis hebat dimasanya, sampai akhirnya ia terbunuh karena kedengkian seseorang yang sangat keji.” Terang Andrew, menunjuk sebuah lukisan seorang wanita dengan gaun putih yang sedang duduk di atas sebuah kayu. Latar lukisan tersebut jelas sekali bahwa ia sedang berada di hutan.

Tangan Taeyeon terulur untuk menyentuh kanvas tua itu. “Cantik..”

“Ya. Ini ibuku.” Lagi-lagi Andrew menerangkan, memberikan sebuah senyuman ramah lainnya, yang menampakkan lesung pipinya. “Sesaat sesudah ia berubah menjadi makhluk seperti kita. Ada raut kehampaan disana, dan ayahku memutuskan untuk melukisnya. Kau tahu kenapa?”

Gelengan Taeyeon menandakan bahwa ia tidak tahu.

Andrew menarik tangannya, menyingkirkan debu dengan mengadu ibu jari dan telunjuknya. “Sama sepertimu, Ericha. Ia mengalami syok yang sangat amat––ia tidak menyangka suami dan anaknya berubah menjadi makhluk tanpa perasaan. Ayahku ingin membuktikan, bahwa dengan menatap potretnya lewat lukisan ini, ia masih tetap cantik. Masih terlihat seperti kehidupannya sebelumnya. Hanya berbeda jiwa…”

Ucapan pada kalimat terakhir yang diucapkan Andrew menyiratkan kepedihan yang amat sangat. Dalam umurnya yang masih sangat muda, ia sudah harus menerima kenyataan bahwa ia berbeda. Sementara ia, ia sudah dapat menerima dan berpikir secara rasional saat berubah menjadi berbeda.

Tangannya terulur untuk mengusap punggung Andrew dengan lembut.

“Yang penting, putranya sudah menjadi sosok yang dapat membuat para gadis terpana, sekarang.” Canda Taeyeon, bermaksud untuk menghiburnya. “Jangan dipikirkan lagi, Andrew. Kau masih ingin mengajakku berkeliling atau tidak?”

Laki-laki itu sempat terpana, lalu senyuman khas Andrew kembali muncul, membuat Taeyeon ikut tersenyum ke arahnya.  Ia segera meraih lengan laki-laki itu dan kembali berjalan disampingnya.

Merah, yang bertemu dengan biru.

 

___

 

___

 

1801

 

Halmeoni! Halmeoni!

Seorang anak kecil berbalut gwanbok mini berlari-lari di halaman kerajaan. Dilain sisi, seorang wanita dengan hanbok mewah berjalan dengan senyuman terkembang dan menggendongnya dengan penuh sayang.

“Junho-ya.. kenapa kau berlari seperti itu, hah..” ujar sang ibu, menyeka peluh yang mengalir di sisi-sisi wajah anaknya. “Beri salam pada halmeoni, jangan berteriak seperti itu. Tidak sopan.”

Jeosonghamnida, halmeoni.” Ujarnya, menampakkan mata bulatnya yang membuat sang nenek tersebut. “Maukah halmeoni bermain bersamaku? Eomma sangat sulit bergerak karena pakaian ini, dan appa selalu memujinya karena itu..”

Mendengar ucapan polos dari sang anak, kedua wanita itu tersenyum.

“Tentu saja, Junho-ya. Kau ingin bermain apa?” Tanya sang nenek lembut, menatap pedang-pedangan dari kayu yang ada disana. “Bagaimana kalau bermain itu saja? Tidak terlalu tajam, dan mirip sekali dengan pedang yang biasa dipakai oleh Ohyu-samchon, bukan?”

Junho tersenyum girang. “Ne! Mirip sekali!”

Kegiatan mereka terinterupsi ketika seorang laki-laki berjalan menuju ke arah mereka dengan senyuman terkembang. Hatinya terasa damai melihat pemandangan tersebut, lalu ia segera mengambil tempat dengan duduk di sebelah istrinya yang bersila di atas rumput hijau disana.

Eomma, kau tidak beristirahat?” tanyanya khawatir.

“Aku ingin bermain bersama cucuku. Ilsang-ah, lebih baik kau bersiap untuk pesta malam nanti. Jangan sampai ada yang tidak sempurna disana.” Ujar ibunya, menepuk pundak putranya dengan pelan.

Ilsang tersenyum. “Semuanya sudah siap. Eomma hanya perlu duduk manis, dan.. hei, Saebyul, kau memakai hanbok ini? Cantik sekali.”

“Seperti yang kubilang.” Ujar Junho, membuat neneknya terkekeh.

Keluarga kecil kerajaan itu tampak bermain dengan bahagia. Meskipun semuanya terasa kurang lengkap tanpa kehadiran kakek mereka yang meninggal semenjak Ilsang masih bayi, namun itu semua tidak membuat mereka kehilangan keceriaan. Yang penting mereka semua saling memiliki dan melindungi.

Sepasang mata seketika berubah warna menjadi biru gelap dan menampakkan kilatan amarah. Tangan putihnya terkepal, menampakkan guratan nadi yang sebetulnya tak lagi hidup disana. Baru saja ia akan menerjang kebahagiaan kecil itu, gemerisik suara dibelakangnya membuatnya kehilangan konsentrasi dan akhirnya menoleh.

“Untuk apa kau melakukannya, Ericha? Kau sudah membunuh Byun Hongjae saat itu, sekarang siapa yang akan kau serang?” Tanya Jessica tidak habis pikir. “Lupakanlah dendammu, bukankah sudah cukup satu nyawa dibayar dengan satu nyawa lainnya?”

Senyuman benci terpampang di wajah Taeyeon. “Cukup? Jessica, aku tidak akan memaafkan wanita itu! Kalau aku tidak bisa membunuhnya, aku bisa menyiksanya dan keturunannya dengan kematian keluarga mereka perlahan-lahan. Aku menginginkan sensasi kepuasan itu, dan itu tidak dapat diraih dengan sekali membunuh.”

Jessica hanya menghela nafasnya, menyibak jubah hijau yang membalut tubuhnya. Taeyeon––Ericha tentu saja––memintanya untuk menemaninya berjalan-jalan sore ini. Dia tidak menyangka kalau Taeyeon masih menyimpan dendam pada mantan temannya ini. Ia masih berhasrat untuk membunuh.

Taeyeon membuka tudung biru yang menutupi separuh wajahnya. Ia menatap Ilsang yang telah tumbuh menjadi pria kuat yang tampan, gagah, dan terlihat bahagia. Padahal, ia telah membunuh ayahnya di depan mata anak itu. Bukankah seharusnya hidupnya penuh dengan penderitaan?

“Kenapa Shinyoung selalu ditakdirkan untuk bahagia…” lirih Taeyeon, menatap wanita tua itu yang berbeda jauh dengannya sekarang. Meskipun dua puluh empat lima tahun setelah Shinyoung membunuhnya, ia masih sama seperti dulu. Tetap cantik, dan tetap masih dapat beraktifitas seperti biasanya. Tidak seperti Shinyoung yang mulai berkeriput di usianya yang ke empat puluh empat tahun ini.

Bahkan aku masih mengingat usianya. Pikir Taeyeon yang tidak habis pikir.

“Kau yakin?” Tanya Jessica untuk yang terakhir kalinya. Ketika melihat Taeyeon hanya mengangguk dengan mantap, akhirnya yeoja itu melangkah mundur. “Baiklah. Aku akan menunggumu di kastil untuk makan malam.”

Jessica menghilang disertai dengan hembusan angin halus dan debu-debu yang berterbangan. Taeyeon menghirup nafas dalam-dalam, berusaha untuk menenangkan hatinya yang sebetulnya masih tidak mau melakukan ini.

Tapi aku harus, pikir Taeyeon mantap.

Tangannya memukul pohon di depannya, dan pohon tersebut seketika rubuh.

Omona!” jerit orang-orang disana secara bersamaan. Pohon pinus tua yang kokoh itu tiba-tiba rubuh di hadapan mereka tanpa ada satupun yang bisa menjelaskan kenapa pohon itu rubuh. Tidak apa-apa dibalik pohon itu.

Ilsang segera berdiri dan meminta keluarganya untuk berlindung di belakangnya. Ada sesuatu yang tidak beres sedari tadi––ia sudah merasakannya semenjak mendengar gemerisik daun dari dalam hutan. Apakah itu serigala atau hewan buas lainnya, ia tidak tahu. Karena menurutnya, para pengawal istana pasti sudah memburu hewan tersebut sebelum memperbolehkan Junho bermain disini.

Angin berhembus pelan namun menusuk, disertai dengan menghitamnya awan di atas sana. Shinyoung mengerutkan keningnya, lalu segera menggeleng. Tidak, Taeyeon. Jangan lagi…

Taeyeon tersenyum kecut mendengarkannya. Tidak lagi? Jangan lagi? Jangan lagi kau berharap aku akan memaafkanmu!

Taeyeon menampakkan dirinya dengan melepas jubah birunya. Keluarga itu tampak terkejut, kecuali Shinyoung yang memang sudah tahu bahwa ini semua adalah perbuatan Taeyeon. Mata birunya menyala-nyala dengan marah dan kedua tangannya terkepal dengan kuat di sisi.

Annyeong.” Ujarnya dingin dan tegas. “Park Shinyoung.”

Eomma…”

Halmeoni…?”

Ketiga orang itu berbicara secara bersamaan, menatap Shinyoung tidak percaya. Wanita tua itu jatuh berlutut dengan lemas, menatap Taeyeon yang masih tampak muda di depannya dan berusaha untuk meminta maaf.

Mianhanda, mian.. Taeyeon-ah..” gumam Shinyoung pelan.

Taeyeon mendecih. “Kau pikir, hanya dengan perkataan bodohmu yang kau ulang itu, aku bisa memaafkanmu atas pembunuhan itu, Shinyoung?” desisnya tajam, melayang mendekat dan mereka semua mundur bersamaan. “Tidak. Maafkan aku, tapi aku akan menepati janjiku saat itu.”

Shinyoung sempat bingung akan perkataan Taeyeon, namun kemudian ada dua kalimat yang terbersit di benaknya.

 

“Aku akan datang kembali, Shinyoung. Sampai ada keturunanmu yang memberikan segalanya untukku seperti dulu, saat itulah aku akan melepaskanmu.”

“Selama tidak ada yang dapat memberikannya… aku akan tetap menghantuimu. Dan membunuh keturunanmu.. di depan orang tua mereka sendiri.”

 

___

 

no poster. maaf authornya speechless, cukstaw aja besok ulangan akuntansi. keep komen ya! -_-)9

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
fytaengogi
#1
Chapter 4: Ih sayang banget author, ff ini ga dilanjut. Seru menarik padahal. Dan bahkan, taeyeon blm ketemu baekhyun:((( yaudah sekian huhu
PiperGrace08
#2
wah ini keren thor.. ditunggu apdetnya :)
stephani_bap #3
Chapter 4: update soon!
jejesicamon
#4
Chapter 3: author, besok bantuin aku ulangan akuntansi ya!
stephani_bap #5
Chapter 3: ini seru banget unnie!!!
stephani_bap #6
Chapter 2: gpp kok unnie! update soon :)
jejesicamon
#7
Chapter 2: Authornim udah pulang dari rumah sakit ya? Cepet sembuh yaaa, i miss youuu
ByunKim #8
Chapter 1: tak apalah yg penting ff ini dilanjut ya heheh
aku mau nanya dong jeremy, aiden, andrew itu siapa trs disini baekhyun nya belum ada ya ?
my taenggo kasian sekali shinyoung jahat banget sih -_-
next thor !!