Blue

Blue

Desau angin yang lembut namun dingin seakan menusuk kulit, menembus tulang-ulang yang dimiliki dan membaur dengan darah di dalam tubuh. Yeoja itu menggigil dalam balutan hanbok hijau-merah mudanya yang lembut.

“Apa yang nona lakukan disini?”

Gadis itu menoleh, lalu memberikan senyumannya pada orang tersebut. Tanpa banyak bicara, ia menepuk tempat kosong disebelahnya agar orang itu duduk, menemaninya malam ini.

“Malam yang dingin.” Ujar Shinyoung, nama gadis tadi, dan tangannya bergerak untuk memeluk lengan disebelahnya. “Selama appa tidak mengetahuinya, berjanjilah kau menemaniku disini.”

Namja yang duduk disebelahnya hanya terdiam. Shinyoung mengerutkan bibirnya, lalu menyandarkan kepalanya pada bahu orang di sebelahnya. Mencoba berbagi kehangatan di malam yang dingin ini.

“Nona, maaf tapi aku––“

“Bisakah berhenti bersikap formal seperti itu? Hanya ada kita berdua disini, Dongjoo...” ujarnya lirih, kemudian melepaskan pelukannya pada lengan orang yang dipanggil Dongjoo itu. “Aku akan tidur. Pergilah.”

Dongjoo menghela nafas, menarik tangan yeoja tersebut agar duduk kembali dan kali ini merangkulnya dari belakang. Menyibak kain hanbok yang sedikit menghalangi kaki mereka agar bersentuhan.

“Kenapa kau belum mengganti hanbok-mu?” Tanya Dongjoo, menenggelamkan kepalanya pada bahu yeoja yang berada dalam rangkulannya. “Raja bisa marah kalau melihatmu menggunakan hanbok ini di dalam rumah, apalagi dalam keadaan seperti ini.”

Shinyoung tertawa kecil. “Kalaupun appa memarahiku, kau akan membelaku, kan?”

Namja itu tersenyum. Ia tidak dapat menjawab apa-apa lagi, putri manja yang kekanakan ini sudah menaklukkannya sejak dulu. Sejak ia menjadi pengawal pribadi Lee Shinyoung, sejak Shinyoung memeluknya untuk pertama kali.

“Tidurlah. Jaga kesehatanmu, putri.” Ujar Dongjoo, tersenyum dan bangkit. Namja itu membantu Shinyoung berdiri, lalu membawanya masuk kedalam kamar pribadi milik putri.

“Selamat malam.” Dongjoo meraih kening Shinyoung yang ada di depannya, lalu mengecupnya secara lembut dan perlahan. Shinyoung teresnyum, memeluk namja di depannya lalu menutup pintu.

Dongjoo hampir saja berteriak kaget ketika mendapati ada seorang gadis yang sudah menantinya didepan pintu kamar putri.

“Kau sudah berjanji untuk menikahiku..” desisnya tidak percaya.

“Aku memang akan melakukannya.” Jelas Dongjoo, meraih bahu yeoja itu dengan kedua tangannya. “Tapi ijinkan aku menghiburnya, Taeyeon-ah. Hanya sampai ia menemukan calon pendamping hidupnya yang sederajat dengannya––karena tidak mungkin Raja akan merestui hubunganku dengannya, kan?”

Taeyeon tersenyum, menahan buliran air matanya yang bersiap jatuh. “Kau baru saja mengkhianatiku langsung, Dongjoo. Kau benar-benar berubah, aku tidak tahan lagi kalau kau tetap bersama putri…”

Taeyeon menyadari posisinya. Ia hanya anak dari kepala pelayan rumah Raja Lee, dan ada hukuman mati baginya atau bagi Dongjoo kalau mereka ketahuan melakukan hal yang macam-macam pada putri. Mereka berdua tahu konsekuensi ini––tapi mengapa Dongjoomasih nekat melakukannya?

“Kau mencintai putri?” Tanya Taeyeon lirih.

Dongjoo mengacak rambutnya sendiri dengan putus asa. “Tidak, Tae-ah, aku––“

“Bagus. Kau mengkhianati kami berdua secara tidak langsung, Dongjoo.” 

 

___

 

Shinyoung berlari menyusuri padang bunga kerajaan yang dipenuhi oleh bunga dandelion putih. Di belakangnya, Taeyeon menatap putri yang menjadi tanggung jawabnya itu tampak sempurna. Ia cantik, kaya, memiliki apapun yang ia mau, dan tidak pernah berkekurangan.

Aku jauh dibawah kastanya, pikir Taeyeon sedih.

“Taeyeon-ah, lihat bunga-bunga ini! Apa kau tidak ingin memetiknya satu dan mengucapkan permohonanmu?” Tanya Shinyoung, berlari kembali ke arah Taeyeon sembari mengangkat hanbok-nya agar tidak terlalu menyusahkan. “Aku akan mengucapkan permonhonanmu, dan semoga saja dikabulkan.”

Taeyeon tersenyum, hanya mengangguk ke arah putri cantik tersebut. Ia sama sekali tidak membenci orang ini––ia dan Shinyoung sudah seperti kakak beradik! Mereka dibesarkan dalam rumah yang sama, meskipun dengan kasta yang jauh berbeda, namun Taeyeon sudah dianggap sebagai kakaknya sendiri oleh Shinyoung.

Jemarinya bergerak untuk meraih salah satu dandelion putih yang berada di dekat kakinya. Dengan sayu, ia menatap bunga tersebut––bunga yang tidak mencolok, karena terdapat ratusan bahkan ribuan bunga yang sama sepertinya di padang ini.

Aku berharap, aku bisa bertemu seseorang yang mencintaiku dengan tulus suatu saat nanti, tidak terikat dengan siapa dan bagaimana aku, yang menatap kedua sisi diriku dengan baik, dan orang itu dapat bersamaku, di sisa hidupku nanti, bisik Taeyeon dalam hatinya, lalu menatap dandelion itu.

Baru saja Taeyeon ingin meniup bunga itu, Shinyoung terlebih dahulu menarik tangannya untuk kembali ke kerajaan karena senja sudah hampir datang. Taeyeon mendesah pelan, memasukkan bunga tersebut ke dalam keranjang yang dibawanya tanpa sepengetahuan Shinyoung.

Mereka berjalan perlahan. Taeyeon merasa ada jarak yang tercipta antara ia dan putri ini, karena Taeyeon memang sempat bercerita bahwa ia dan Dongjoo akan segera menikah.

Tapi Shinyoung menusuknya dari belakang.

Kaki putri itu berhenti melangkah. Taeyeon menoleh dengan bingung, lalu tersentak ketika melihat apa yang sedang dipegang oleh Shinyoung saat ini.

Anak panah.

Tangan gadis itu bergetar hebat. Perlahan tapi pasti, ia mengangkat kepalanya dan menatap Taeyeon dengan penuh penyesalan. Ketika tangannya terangkat untuk menghujamkan anak panah itu ke arah Taeyeon, seketika sebuah desau angin menghentikan kegiatannya.

Seketika langit berubah menjadi gelap dan Taeyeon dengan perlahan mencoba meraih anak panah tersebut.

Shinyoung menoleh dengan cepat, menarik anak panahnya kembali dan menghujamkannya ke lengan Taeyeon.

“Akh!” jerit Taeyeon, menatap Shinyoung dengan marah. “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menusukku dengan panah itu, Shinyoung? Apa yang sudah kulakukan padamu?”

“Maafkan aku, tolong ijinkan aku untuk menjadi egois saat ini.” Gumam Shinyoung dengan lirih, menatap Taeyeon tepat dimanik matanya. “Aku ingin memiliki Dongjoo untuk diriku sendiri. Aku tidak mau ia tetap memikirkanmu setiap malam. Aku ingin kau lenyap, Taeyeon-ah. Mengalahlah demi aku.”

Taeyeon menggeleng. Tangan kirinya sibuk memegangi lengan kanannya yang terus mengeluarkan darah.

Tanpa bisa dicegah lagi, di tengah badai yang tiba-tiba muncul itu, Shinyoung mengangkat anak panahnya yang lain tinggi-tinggi dan dengan cepat menghujamkannya ke arah jantung Taeyeon berulang kali.

Taeyeon limbung, tubuhnya ambruk membentur tanah yang dingin. Dengan penuh ketakutan, Shinyoung berlari menyusuri jalanan yang dipayungi oleh awan gelap itu sambil menangis.

Kenapa aku melakukannya? Pikir Shinyoung dalam hati, menggeleng dengan putus asa. Kenapa aku tega membunuh Taeyeon? Aku dan diasudah bersama sejak kecil! Kenapa aku tega membunuh temanku sendiri?!

Sementara itu, dengan sisa nafasnya, Taeyeon berusaha mencabut anak panah tersebut dari jantungnya, namun gagal. Yeoja itu menggeliat dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya yang mulai mati rasa. Matanya mulai berkunang-kunang––dan jauh daripada semua rasa sakit yang sedang dialaminya, hatinya-lah yang paling terluka.

Orang yang dianggapnya adik tega mencoba membunuhnya.

Tidak––Shinyoung memang telah membunuhnya.

 

___

 

“Apa yang akan kau lakukan? Ini masih siang, bodoh.” Keluh seorang namja tampan berkulit pucat pada temannya yang sedang membenahi diri. “Aku tidak mau manusia-manusia itu mengenali kita dan akhirnya memburu kita seperti waktu itu. Sangat membuang-buang waktu!”

Temannya itu menoleh, lalu menampilkan sederetan gigi putihnya yang terlihat tajam. “Benarkah? Kau tidak menikmati sensasinya?”

Terdengar hembusan nafas malas dari orang tadi. Mereka berdua hanya terdiam dengan pikiran masing-masing sampai seorang wanita datang dan duduk disalah satu sofa yang ada disana.

“Apa yang kalian lakukan disini? Aiden, kenapa kau tampak berpakaian rapi?” Tanya wanita itu, menyilangkan kakinya dan menumpukan dagunya pada kedua buah punggung tangan. “Apa kau ingin berburu pada siang hari? Apa karena tidak bernafas selama beberapa abad akal sehatmu menjadi hilang?”

Sebuah seringai terpatri di wajah tampan laki-laki yang dipanggil Aiden itu.

“Sejak kapan kau memperhatikan akal sehat makhluk seperti kita, Jess?” Tanya Aiden, menatap kedua temannya dan mengikat tali sepatu kulitnya dengan perlahan. “Aku hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja diluar sana. Entah kenapa aku merasa sesuatu akan terjadi hari ini.”

“Ya, kau selalu bilang seperti itu dan semuanya selalu berakhir dengan ditemukannya kita oleh para manusia.” Tukas temannya tadi, Jeremy, dengan tangan yang disilangkan di depan dada. “Ayolah, Aiden. Tidak bisakah kau memberikan waktuku untuk istirahat sehari saja?”

Aiden mengangkat bahunya, lalu menatap Jeremy dan wanita di ruangan itu bergantian. “Aku hanya menanyakannya sekali. Kalian ingin ikut denganku atau tidak?”

“Aku harus memastikanmu baik-baik saja.” Ujar Jessica, wanita itu dengan pasrah, bangkit sembari merapikan gaun beludrunya. “Aku ikut denganmu. Jangan sampai kau berbuat hal yang aneh-aneh, Aiden. Andrew bisa membunuh kita kali ini, mengingat semua yang sudah kau lakukan.”

Jeremy tertawa hambar. “Bukankah kita memang sudah terbunuh? Aku ikut.”

Tiga sosok makhluk itu dengan cepat berbaur dengan angin dalam bentuk kabut gelap dan melesat meninggalkan kastil mereka. Awan dan angin berubah menjadi tidak bersahabat ketika mereka melintas––itulah yang harus dilakukan agar para manusia tidak menemukan mereka pada sore hari ini.

Kecepatan mereka yang melawan arah angin cukup menarik perhatian, kalau saja ada yang melihat hal itu, tentu saja.

Jessica menajamkan matanya selagi meeka melintasi pedesaan yang ada dipinggiran kota kecil itu. Gaun beludru hijaunya berkibar dengan kencang, dan seketika itu juga ia menukik ketika melihat ada sesuatu yang tampak menarik di bawah sana.

Sebuah tangan menahannya. Wanita itu menoleh, lalu mengarahkan tangannya menuju objek tersebut. Ketika menyadari dua pasang mata orang di depannya tampak paham, mereka bertiga langsung turun ke bawah dan akhirnya menapak di dekat objek tersebut.

Appa…” desis orang tersebut, yang menjadi pusat perhatian Jessica.

Jemari Jessica bergerak untuk meraih tangan yeoja itu dan menekan pergelangan tangannya dengan lembut, merasakan aliran darah yang lemah disana. Dengan khawatir, ia menatap Aiden dan Jeremy bergantian.

“Kita terlanjur menghampirinya, apa tidak ada yang bisa kita lakukan dengannya?” Tanya Jessica, melihat ke arah Timur mereka dan menemukan ada seorang yeoja lain yang berlari dengan ketakutan. Matanya dengan jelas melihat raut ketakutan itu, dan ia menyimpulkan bahwa yeoja itu-lah yang melakukan hal ini.

“Bagaimana cara kita menolongnya?” Tanya Jeremy bingung. “Beberapa menit lagi ia akan mati. Kenapa tidak kita tinggalkan saja kita disini dan menghisap darah manusia lain?”

Jessica menggeleng, meraih anak panah yang menusuk dada yeoja itu dan melihat darah menghambur keluar dari lubang yang ditimbulkannya.

Tanpa bisa dicegah, Jeremy meraih leher gadis itu dan menghisap darahnya. Aiden sempat menahan leher temannya itu, tapi tangan Jessica mencegahnya. Hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkannya, mungkin itulah kata-kata yang tersirat dari tatapan mata Jessica.

Jeremy melepaskan taringnya dari dalam daging yeoja itu dan menariknya untuk bangun. Dengan sempoyongan, yeoja itu berusaha untuk berdiri tegak diatas kedua kakinya yang bergetar.

“Selamat datang, Ericha.”

 

___

 

Maaf ya, lagi gak punya ilham buat unbreakable nih, lagi sukanya sama yang berbau fantasi mistis mistis gimana gitu -_- 

Jadi bener, ini emang roman vampir yang gak seindah twillight, warm bodies, or whatever. Ini adalah fanfic yang mau ngasih liat sebenernya cinta antara dua makhluk yang berbeda itu sebetulnya sedih dan nyakitin kubik. 

Sekali lagi author minta maaf, kalo fanfic ini mengecewakan -_- enjoy!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
fytaengogi
#1
Chapter 4: Ih sayang banget author, ff ini ga dilanjut. Seru menarik padahal. Dan bahkan, taeyeon blm ketemu baekhyun:((( yaudah sekian huhu
PiperGrace08
#2
wah ini keren thor.. ditunggu apdetnya :)
stephani_bap #3
Chapter 4: update soon!
jejesicamon
#4
Chapter 3: author, besok bantuin aku ulangan akuntansi ya!
stephani_bap #5
Chapter 3: ini seru banget unnie!!!
stephani_bap #6
Chapter 2: gpp kok unnie! update soon :)
jejesicamon
#7
Chapter 2: Authornim udah pulang dari rumah sakit ya? Cepet sembuh yaaa, i miss youuu
ByunKim #8
Chapter 1: tak apalah yg penting ff ini dilanjut ya heheh
aku mau nanya dong jeremy, aiden, andrew itu siapa trs disini baekhyun nya belum ada ya ?
my taenggo kasian sekali shinyoung jahat banget sih -_-
next thor !!