7

Miracle In December

8 Desember 2008

 

Yifan menyelesaikan sarapan paginya bersama Yixing dalam waktu kurang dari 5 menit setelah ia turun ke bawah. Menenggak habis susu yang ada diatas meja, lalu tangannya yang panjang segera meraih ponselnya yang ia letakkan diatas meja makan.

“Kau itu sedang menunggu berita penting apaan sih? Sejak kau turun, matamu tak lepas dari ponselmu bahkan saat kau makan. Sekarang, ketika kau sudah selesai kau langsung menyambar ponselmu itu.” Yixing berkomentar, setelah tak tahan melihat apa yang dilakukan adiknya itu.

“Ani, hyung. Bukan apa-apa.”

Yixing tau adiknya berbohong karena namja yang lebih tinggi darinya itu menghindari tatapan matanya sekarang. Adiknya itu akan menghindari bertemu pandang dengannya jika ia sedang berbohong. Tapi Yixing berhasil menahan mulutnya untuk tak bertanya lebih lanjut. Karena kelihatannya kondisi Yifan memang sedang tak baik untuk diajak berdebat.

“Yasudah, kau mau berangkat sekarang?” Yifan menggeleng sesaat. Pandangannya tak beralih dari layar ponselnya.

“Kau bisa telat, Yifan.” Yixing tak mendapat respon untuk ucapannya kali ini. Membuat namja itu hanya mengangkat bahunya tak peduli. Sebelum kembali menyelesaikan sarapannya.

 

Jika kembali ke beberapa menit sebelumnya, saat Yifan masih berada didalam kamarnya. Seragam sudah menempel di tubuh sempurnanya. Tasnya sudah tergeletak di sampingnya yang sedang duduk di pinggir tempat tidur. Namja itu sibuk menimang-nimang ponselnya. Tampak berpikir keras.

“Kau harus agresif, Yifan. Kalau Jongdaenya seperti itu, menjauh, cuek, dingin, harusnya kau jangan diam saja! Aku yakin Jongdae lama-lama akan luluh jika kau terus mengejarnya.”

Yifan teringat perkataan Joonmyeon dua hari yang lalu. Saat Yifan menyeretnya untuk pergi ke rumah Jongdae dibanding menemaninya survey barang. Hanya untuk memastikan apa yang diberitahu Luhan padanya benar. Dan benar saja, rumah Jongdae terlihat sepi. Dan mobil sedan hitam yang biasa terparkir di garasi bersama sepeda Jongdae juga tak ada disana saat itu.

Yifan menghela nafasnya berat. Dalam hati ia terus menyuarakan kata-kata semangat dan mengulang-ngulang ucapan Joonmyeon di pikirannya. Setelah memantapkan hatinya, namja itu menekan tombol send di ponselnya.

Yifan langsung membanting ponselnya ke tempat tidur dan menutup mukanya dengan kedua tangannya. Oh tidak, kenapa seorang Wu Yifan jadi bertingkah laku seperti seorang yeoja hanya karena sebuah pesan?

Pesan itu sudah terkirim ke Jongdae. Itu pesan keduanya yang ia kirimkan pada Jongdae. Setelah pesan pertamanya yang tak dibalas oleh Jongdae. Mungkin, pesannya yang pertama tak dibalas karena Yifan tak memberitahu siapa ia. Mana mungkin Jongdae bisa menebak kalau itu nomor Yifan sedangkan namja itu tak pernah berkomunikasi dengannya melalui sms?

“Wu Yifan kau mau terlambat?! Cepat turun ke bawah dan sarapan!”

Yifan segera menyambar ponselnya, sesaat setelah teriakan itu terdengar. Ia ingat eommanya masih berada di China. Jika eommanya yang mengingatkannya untuk sarapan, perempuan paruh baya itu akan datang dan mengetuk pintu kamarnya. Lalu mengajaknya dengan lembut. Tapi kenyataannya, ia disini hanya bersama hyungnya, bukan eommanya.

 

Yifan menghela nafas berat saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sadar kemungkinan pesannya tak mendapat balasan, Yifan segera menyambar tasnya dan membisikkan kata pamit pada Yixing sebelum melesat keluar rumah. Membuat Yixing terbengong di tempat.

“Anak itu kenapa?” Yixing tampak terdiam, memikirkan kemungkinan hal yang terjadi pada adik semata wayangnya itu. Namun setelah cukup lama ia menyerah dan memilih melanjutkan sarapannya.

 

To : Jongdae

Ini aku, Yifan. Kau belum berangkat kan? Aku boleh menjemputmu?

 

Failed. No response

 

 

 

 

Yifan tak bisa konsentrasi selama pelajaran berlangsung. Pikirannya terus tertuju pada bangku kosong yang berada di belakang tempat duduknya. Bangku yang selalu ditempati oleh Jongdae.

Yifan tak tau kemana namja itu. Apa mungkin ia sakit? Tapi tak ada pemberitahuan surat atau apapun di kelas. Bahkan sonsaengnim tak bertanya kenapa Jongdae tak masuk saat mengabsen. Seolah sonsaengnim itu sudah diberitahu sebelumnya kenapa Jongdae tak masuk. Semua pesan yang ia kirim saat sonsaengnim tak sadar juga tak ada yangdibalas satu pun oleh namja itu.

Beruntung, sampai jam istirahat pertama tak ada sonsaengnim yang memergoki Yifan melamun. Sibuk dengan urusannya sendiri. Mungkin sonsaengnim tak merasakan keanehan Yifan. Tapi Chanyeol yang duduk di sebelahnya tentu merasakan dengan jelas aura aneh yang dikeluarkan Yifan hari itu.

Saat bel istirahat pertama berbunyi, para siswa segera berlarian keluar kelas. Memilih kantin sebagai tujuan utama mereka. Hingga kelas itu hanya tersisa Chanyeol dan Yifan. Tentu Baekhyun yang langsung berjalan mendekati Chanyeol dan Yifan.

“Kau kenapa?” pertanyaan Chanyeol membuat tubuh Yifan tersentak kecil. Tampaknya namja jangkung itu tak mendengar bunyi bel istirahat dan sedikit terheran melihat kondisi kelas yang kosong. Serta Baekhyun yang sekarang duduk di kursi didepannya.

“Huh?” Yifan menoleh kearah Chanyeol dengan wajah bingung. Persis seperti orang linglung.

“Kau seperti orang linglung, Yifan.” Ujar Baekhyun.

“Orang linglung? Benarkah?”

Chanyeol dan Baekhyun memutar bola mata mereka bersamaan.

“Karena Jongdae tak masuk?” tebakan Chanyeol seolah tak membutuhkan jawaban. Chanyeol dan Baekhyun bisa mendengar Yifan berteriak dalam hati, meneriakkan kata “Ya” sekarang.

“Apa kalian tau kemana ia?” Yifan berusaha mengalihkan pembicaraan, merasa dirinya sudah terlanjur tertangkap basah oleh dua sahabatnya itu.

“Kau kan tetangganya. Memangnya kau tak menjemputnya? Kau bilang kau akan selalu menjemputnya dan berangkat ke sekolah bersama minggu lalu.”

Baekhyun dan Chanyeol bisa mendengar Yifan menghela nafasnya sebelum menyenderkan punggungnya pada senderan bangku.

“Kau tak bertanya padanya lewat sms? Aku sudah memberikan nomornya padamu kan?”

“Ia tak membalas satu pun pesan yang kukirimkan.”

Kali ini, bukan hanya Yifan yang menghela nafas, tapi Chanyeol dan Baekhyun ikut menghela nafas mereka secara bersamaan.

Yifan tetap di posisinya sampai bel masuk berbunyi. Begitu juga dengan Baekhyun dan Chanyeol, yang merasa simpati dengan sahabatnya. Mereka mengabaikan perut mereka yang sedari tadi berbunyi minta diisi hanya untuk menemani sahabatnya.

 

Sampai istirahat kedua, sampai bel pulang berbunyi. Yifan tetap duduk di tempat duduknya seperti patung. Diam, tak peduli berapa guru bergantian masuk ke dalam kelas. Dan sekali lagi Yifan beruntung, karena tak ada satu pun guru yang memprotes sikapnya.

 

Bahkan Yifan tak sadar, lagi, kelas telah kosong dan hanya tersisa ia, Chanyeol dan Baekhyun. Sampai Ryeowook dan Kyungsoo masuk ke kelasnya dan menyapanya, barulah ia tersadar kalau sekarang saatnya pulang.

Segera, namja jangkung itu membereskan buku-bukunya, memasukkannya ke dalam tas, lalu untuk sekian jam akhirnya ia mengangkat bokongnya dari kursinya. Tanpa pamit pada Chanyeol, Baekhyun, Kyungsoo ataupun Ryeowook namja itu berjalan keluar kelas.

“Ia kenapa lagi?” Kyungsoo lah yang pertama kali membuka suara, menghilangkan keheningan yang sedari tadi tercipta saat ia dan Ryeowook masuk ke kelas ini.

“Jongdae tak masuk hari ini, makanya dia uring-uringan seperti itu.”

“Mwo? Jongdae tak masuk? Kenapa? Apa ia sakit? Kita harus menjenguknya!” Ryeowook langsung memberondong Chanyeol dan Baekhyun dengan kalimat beruntunnya.

“Kita tak tau kenapa Jongdae tak masuk, hyung. Lagipula memangnya kita bisa menjenguknya? Kita kan harus latihan vocal.”

“Aish, kalian itu kenapa tak menghubunginya?”

“Sms Yifan tak dibalas satu pun olehnya.”

“Huh, kenapa harus mengirim pesan jika bisa menelpon. Kalau Jongdae tak punya pulsa, tentu ia tak akan membalas.” Ryeowook segera mengeluarkan ponselnya dan berusaha menghubungi Jongdae.

Terdengar nada sambung beberapa saat, sebelum akhirnya teleponnya diangkat.

“Yeoboseyo?”

“Diangkat hyung?” Kyungsoo bertanya, Ryeowook segera menempelkan telunjuknya di ujung bibirnya. Menyuruh mereka semua tak ada yang berbicara.

“Jongdae-ya, apa kau sakit? Kenapa kau tak masuk sekolah hari ini?”

“Ah, hyung. Aku tidak sakit hyung, aku ada urusan keluarga. Aku lupa memberitahu hyung kalau aku tak bisa bergabung untuk latihan vocal hari ini. Maaf ya hyung.”

“Eiii, jangan seperti itu! Urusan keluarga harus diprioritaskan Dae-ah! Yasudah, salam buat keluargamu ya. Oh ya, besok kau masuk kan?”

“Besok? Tentu hyung.”

“Kalau begitu aku tunggu kau besok di sekolah. Ingat, aku dan Kyungsoo yang akan menjemputmu untuk latihan~”

“Arasseoyo hyung.”

“Sudah ya Jongdae, kita akan mulai latihan. Anyeong~”

“Anyeonghaseyo hyung.”

 

Saat Ryeowook menjauhkan ponselnya dari telinganya, percakapan singkat antara ia dan Jongdae berakhir. Dan saat Ryeowook menatap tiga orang yang tengah bersamanya saat ini, ia dihujani tatapan penasaran yang sedikit mengintimidasinya.

“Ia ada urusan keluarga, makanya tak masuk. Untunglah ia tak sakit. Nah, kajja kita ke ruang latihan. Pasti yang lain sudah menunggu kita dari tadi.” Ryeowook langsung menggandeng tangan Kyungsoo. Sementara Baekhyun dan Chanyeol bertatapan lebih dulu.

“Syukurlah Baek, setidaknya Yifan tak akan menjadi orang linglung besok. Jja, kita susul Ryeowook hyung dan Kyungsoo.”

Saat tangan besar Chanyeol merangkul pundaknya, Baekhyun mengikuti langkah kekasihnya itu. Tapi pikirannya seolah tengah memikirkan hal lain.

“Yeol..”

“Eum?”

“Bukankah keluarga Jongdae berada di Amerika semua?”

 

 

 

 

Jongin menatap punggung Jongdae yang memunggunginya.

“Anyeonghaseyo hyung.”

Tepat saat Jongdae mengakhiri hubungan teleponnya dengan seseorang, Jongin memeluk tubuh yang lebih kecil darinya itu dari belakang.

“Bukankah aku sudah menyuruhmu istirahat, eum?” Tanya Jongin yang sekarang tengah mengistirahatkan dagunya di pundak Jongdae. Ia bisa merasakan tubuh Jongdae yang rileks di pelukannya, bahkan punggungnya bersender nyaman pada dada Jongin.

“Itu tadi Ryeowook hyung. Aku tak mau membuat ia dan anggota choir yang lain panic karena aku tak masuk sekolah. Oh ya Jongin, besok, bolehkan aku masuk sekolah lagi?”

“Tapi kau baru sadar kemarin, Jongdae..”

“Tolong Jongin.. aku tak bisa mengabaikan posisiku di choir sekolah. Mereka sudah kehilangan Woohyun, dan aku yang berposisi sebagai penggantinya tak mungkin tak latihan dengan mereka dalam waktu yang lama.”

“Bukankah semalam kau bilang kau hanya akan meminta satu permintaan padaku? Membawamu kembali ke rumah karena kau tak ingin dirawat di rumah sakit? Kau tak tau, seberapa susah aku membujuk dokter Lee untuk mengizinkanmu keluar setelah sehari sebelumnya kau tak sadarkan diri di ICU?”

“Tapi..”

Jongin menghela nafasnya sebelum menegakkan badannya. Perlahan, ia membalikkan tubuh Jongdae agar menghadap kearahnya. Menatap kedua bola mata yang lebih memilih menatap lantai tempat kakinya berpijak dibanding balas menatap kedua bola matanya. Dan kali ini Jongin merasa lagi-lagi harus kalah dari Jongdae.

“Kau berjanji tak akan pingsan seperti kemarin lagi?” mendengar ucapan Jongin membuat Jongdae mengangkat kepalanya sehingga akhirnya kedua bola mata itu bertemu dengan kedua bola mata Jongin. Tersenyum cerah, sebelum mengangguk semangat.

“Baiklah. Tapi biarkan aku mengantar jemputmu lagi besok. Kau sudah berjanji tak akan menggunakan sepeda kesayanganmu selama aku ada disini.”

“Yaksok!”

Jongin tersenyum tipis saat tangan Jongdae melingkar di pinggangnya dan memeluk erat tubuhnya. Jongin membalas pelukan itu.

“Sekarang,” Jongin menarik pelan tubuh Jongdae agar mengikuti langkahnya. Membawa tubuh yang sedari tadi berdiri didepan jendela kamarnya untuk mendekat kearah tempat tidurnya. “Kau istirahat.” Dan menempatkan tubuh itu diatas tempat tidur. Menyelimutinya sampai sebatas dada.

“Aku akan membuatkanmu samgyetang, saat jadi nanti aku akan membangunkanmu. Setelah itu kau harus minum obatmu.”

“Arasseo eomma~”

Jongin tersenyum mendengar suara manja sepupunya itu. Sebelum ia mengecup cukup lama kening Jongdae dan mengacak-ngacak rambut hitam milik sepupunya itu.

Jongin menunggu Jongdae sampai benar-benar menutup kedua bola matanya, baru kakinya melangkah keluar dari kamar Jongdae.

 

 

 

 

Chanyeol tak sedikit pun melepas genggaman tangannya pada Baekhyun. Memastikan namja itu selalu berada di sampingnya di tengah keramaian orang-orang yang keluar malam. Di pinggiran sungai Han.

Mereka berdua berdiri dari jarak jauh hanya untuk menatap satu objek yang sama. Sosok jangkung, yang sedari tadi tak beranjak sedikit pun dari tempatnya duduk. Sosok yang sudah berada disitu saat Chanyeol dan Baekhyun tiba disana satu jam yang lalu.

“Apa Jongdae berbohong pada kita, Yeollie?”

Keheningan yang sedari tadi tercipta diantara mereka berdua dipecah oleh suara Baekhyun yang sedikit berbisik. Seolah takut akan ada yang mendengar percakapan mereka berdua.

“Yah.. jika kita membutuhkan waktu hampir seharian menempuh perjalanan dari sini ke Amerika, tak mungkin Jongdae pulang pergi kesana dalam waktu 3 hari.”

“Berarti, alasan Jongdae masuk bukan acara keluarga kan?”

Chanyeol mengalihkan pandangannya kearah Baekhyun, yang masih tak melepas pandangannya dari sosok jangkung yang berjarak 50 meter didepannya.

“Mungkin keluarganya yang kesini? Appa dan eommanya mungkin merindukan Jongdae setelah sekian lama tak bertemu.”

“Tapi tadi kau lihat sendiri kan, di rumah Jongdae, rumah itu terlihat sepi. Seolah tak ada orang disana. Tapi, sedan hitam dan sepeda yang selalu ada di garasi rumah Jongdae tetap berada di tempatnya. Itu berarti Jongdae tidak kemana-mana, tapi berada di rumah. Pembantunya masuk ke rumahnya sambil membawa belanjaan. Tak mungkin, jika tak ada siapa-siapa di rumah pembantunya akan membeli makanan sebanyak itu. Dan lagi pula,”

“Sssttt,” Chanyeol memotong semua analisis Baekhyun dan memberi isyarat agar kekasihnya itu melihat kearah Yifan, sosok yang sedari tadi menjadi pantauan mereka.

Dengan sedikit tak rela, Baekhyun kembali menatap sosok jangkung sahabatnya itu. Ia melihat Yifan tampak mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi seseorang. Baekhyun merasa dirinya ditarik oleh Chanyeol untuk jarak yang lebih dekat. Mungkin Chanyeol ingin mendengar apa yang dibicarakan Yifan dengan orang yang ia telepon.

“Hyung, kau sudah membeli makan malam?” Yifan terdiam sesaat. Menunggu orang disebrang menjawabnya. “Jadi Luhan hyung ada disana? Arasseo, aku pulang sekarang. Jangan habiskan makan malamnya sebelum aku datang.”

Saat Yifan mengakhiri pembicaraan itu, Baekhyun menarik Chanyeol untuk membelakangi sahabatnya itu. Berpura-pura berbaur dengan beberapa pejalan kaki di sungai Han itu. Dan Yifan yang memang tak menyadari dirinya menjadi objek pengintaian kedua sahabatnya sendiri itu segera pergi dari tempatnya duduk beberapa saat tadi. Menghampiri motornya yang terparkir di pinggir sungai Han dan melesat pergi meninggalkan tempat itu.

Saat itu lah Baekhyun dan Chanyeol kembali membalikkan badan mereka. Menatap Yifan yang sudah tak ada di tempatnya.

“Sekarang apa?” Tanya Chanyeol sambil menatap Baekhyun. Kekasihnya itu terdiam sesaat sebelum menarik Chanyeol mendekati motornya. “Kita akhiri hari ini. Aku lelah. Lagipula besok Jongdae sudah masuk. Kita tak akan melihat Yifan uring-uringan lagi.”

Chanyeol hanya menghela nafas mendengar ucapan kekasihnya sebelum mengoper helm pada kekasihnya. Mengikuti jejak Yifan, Chanyeol memacu motornya meninggalkan sungai Han. Dan sepanjang perjalanan Chanyeol tak berusaha untuk mengajak bicara Baekhyun. Karena Chanyeol tahu, kekasihnya itu tengah berpikir keras di jok belakang. Dan tanpa perlu bertanya pada Baekhyun, Chanyeol tahu ia tengah memikirkan bagaimana bisa mengintograsi Jongdae esok pagi tentang alasan ia tak masuk sekolah tanpa harus menerima jawaban yang sama yang ia dengar dari Ryeowook.

 

 

Jongin sudah menatap motor merah yang berhenti di depan rumah Jongdae sejak sepuluh menit yang lalu. Hanya untuk melihat si pengendara yang tak turun dari motornya dan tetap menggunakan helm dengan kaca filmnya sehingga Jongin tak bisa melihat wajah orang itu. Tapi tanpa perlu membuka helmnya, Jongin tahu siapa namja itu.

Dari sedikit celah diantara tirai yang terpasang di kamar Jongdae, Jongin terus memperhatikan gerak-gerik namja itu. Namja itu bahkan sama sekali tak bergerak dari posisinya, dan hanya menatap kearah pagar rumah Jongdae. Meski posisinya tepat berada di bawah jendela kamar Jongdae. Seolah-olah terlalu takut untuk mendongakkan kepalanya dan menatap jendela kamar Jongdae.

Jongin menghela nafasnya dan memilih untuk pergi dari sisi jendela. Ia berjalan mendekati Jongdae yang tengah tertidur di tempat tidurnya. Perlahan, ia duduk di sisi tempat tidur itu dan membiarkan tangannya bergerak untuk mengusap kepala Jongdae pelan.

“Ia menunggumu diluar. Tampaknya ia khawatir karena kau tak masuk sekolah hari ini.” Jongin tersenyum tipis saat melihat wajah damai Jongdae dalam tidurnya. “Tapi ia masih seorang pengecut. Aku tak bisa memberikan orang paling berharga dalam hidupku untuk seorang pengecut.”

Jongin meraih tangan Jongdae dengan tangannya yang lain. Menautkan jemarinya dengan jemari Jongdae. Mengusap punggung tangan Jongdae. “Ia tak punya banyak waktu. Kuharap, ia tak menyia-nyiakan waktunya..”

 

 

Yixing dan Luhan terlalu larut dalam permainan game mereka sampai tak menyadari suara pintu rumah yang terbuka. Mereka baru benar-benar mengalihkan perhatiannya dari layar di hadapan mereka saat mendengar suara bunyi benda jatuh di dekat mereka. Dan Yixing hampir saja berteriak saat menemukan Yifan tiba-tiba sudah duduk di tengah-tengah mereka.

“Ya, kau mau membuat hyungmu terkena serangan jantung lalu mati mendadak eoh?!” Yixing melempar joysticknya saat melihat layar di hadapannya menampilkan tulisan Lose  untuk karakternya. “Kau membuatku kalah bermain game anak-anak ini dari Luhan!”

Luhan memutar bola matanya mendengar komentar Yixing. “Hyung, kau sudah kalah 3 kali sebelum Yifan datang.”

“Bisakah kau tak mengatakan hal itu?” Yixing merebut joystick yang Luhan pegang. “Aku yakin ada yang salah dengan joystick yang kugunakan. Ayo kita tanding ulang. Kau gunakan joystick yang kugunakan tadi.”

“Shireo. Aku lapar karena menunggu Yifan tak pulang-pulang. Biar kuhangatkan sisa makan malam tadi lalu aku akan menemani Yifan untuk makan malam. Kau belum makan kan Yifan?”

Perhatian Luhan dan Yixing sama-sama tertuju pada namja yang hanya terdiam dan duduk diantara mereka. Yifan hanya merespon pertanyaan Luhan dengan menatap Luhan dan Yixing secara bergantian.

“Kau kenapa?” Yixing merasakan aura aneh di sekitar tubuh adiknya. Begitu juga Luhan. Ia menemukan tatapan kosong di bola mata Yifan.

“Hyung..” dengan suara rendahnya Yifan membuka suara. Membuat Yixing dan Luhan memfokuskan perhatiannya pada dongsaeng mereka. “Aku rasa aku sudah gila.”

1.. 2.. 3

“MWO??” Yixing dan Luhan berseru bersamaan. Mereka berdua berebut untuk mengecek suhu badan Yifan. Mengguncang-guncangkan tubuh Yifan, melakukan apapun yang bisa mereka lakukan sebagai reaksi atas pengakuan Yifan tadi.

“Tidak, tidak. Aku masih terlalu muda untuk memiliki adik yang gila. Tidak, Yifan. Appa dan eomma masih terlalu lama untuk kembali ke Korea. Kau tidak boleh gila!”

“Aku tak mau sepupuku yang selalu menurut padaku menjadi gila seperti Yixing hyung! Aku bisa gila jika memiliki dua orang gila sebagai sepupuku!”

“Ya! Kau bilang apa Xi Luhan?!”

“Hyung!”

Yixing tak jadi meraih kerah baju Luhan saat mendengar Yifan mendorong ia dan Luhan agar menjauh.

“Aku bukan gila seperti pasien rumah sakit jiwa atau apa. Aku hanya tak tahu bagaimana harus membuat Jongdae menyadari kehadiranku!”

Yixing dan Luhan sama-sama terdiam saat Yifan selesai berbicara. Sementara Yifan tampak sibuk mengatur nafasnya yang memburu, menahan emosi.

Setelah beberapa saat terdiam, Yixing kembali membuka suaranya untuk memecah keheningan. “Jadi, aku tak jadi mempunyai dongsaeng gila kan?”

“Argh!”

Yifan benar-benar ingin membenturkan kepalanya ke dinding berkali-kali hingga ia lupa ingatan dan lupa kalau ia memiliki hyung idiot seperti hyungnya.

 

 

“Yeo-“

“Hyung~ kau tega meninggalkan dongsaengmu terjebak di ruangan serba putih dengan bau obat yang tak enak ini?”

Ryeowook terkekeh mendengar suara itu. Ada perasaan lega saat akhirnya ia mendengar suara itu lagi. “Woohyun-ah~ hyung sangat merindukanmu~ aigooo, bagaimana keadaanmu sekarang?”

“Tidak buruk sih hyung. Ah, mungkin buruk. Yang pasti aku tak bisa menggerakkan kakiku sekarang. Bahkan aku tak bisa menggerakkan tanganku sembarangan.”

“Aigooo.. Bagaimana kalau besok aku dan Kyungsoo menjengukmu?”

“Jadi hanya kau dan Kyungsoo yang merindukanku? Dasar anak-anak itu.”

“Aniyo, Woohyun-ah. Semuanya merindukanmu. Tapi kita harus latihan untuk persiapan natal di sekolah. Kau ingat?”

“Ah, itu. Hyung, jeongmal mianhe aku merusak semuanya. Aku yakin pasti kalian harus merombak ulang semuanya.”

“Kau tak perlu khawatir, Woohyun-ah. Kami sudah menemukan orang yang bisa menutupi kekosonganmu. Ah, bagaimana kalau besok kukenalkan kau dengan orang itu.”

“Huh? Jadi hyung sudah tak mencintaiku lagi dan mencari penggantiku?”

“Ani-“

Arasseo hyung, aku hanya bercanda. Kau benar-benar harus membawanya besok hyung! Aku ingin berterima kasih padanya telah menggantikanku. Ngomong-ngomong, apa aku mengenalnya?”

“Hmm.. ia tak terlalu mudah untuk bersosialisasi. Mungkin kau tahu wajahnya, tapi kau tak tahu namanya. Namanya Jongdae, Kim Jongdae. Ia yang pernah kubicarakan padamu. Aku selalu ingin kalian berduet untuk sebuah kompetisi. Karena suara kalian sangat cocok. Saling melengkapi.”

“Wah, aku semakin tak sabar untuk bertemu dengannya. Kau sudah berjanji akan mengenalkannya denganku besok kan hyung?”

“Ne~ yaksok. Kau istirahatlah. Ini sudah malam. Jalja Woohyun-ah~”

“Jalja Wookie hyung~”

Ryeowook mengakhiri percakapannya dengan Woohyun dan segera melempar tubuhnya ke kasurnya. Ia mengetikkan sesuatu di ponselnya.

 

To : Kyungie

Baby, pastikan besok kau, Baekhyun, Chanyeol dan Jongdae ikut aku untuk menjenguk Woohyun. Anak itu sangat merindukan kita, kkk. Jalja Baby Kyungie~ :*

 

Ryeowook melempar ponselnya ke kasurnya dan mulai memejamkan matanya. Ia tak sabar untuk esok. Ia tak sabar untuk mengenalkan Jongdae pada Woohyun.

 

TBC

 

Ini… kenapa dilanjutin? T-T resmi 4 bulan aku nganggurin ff ini dan berniat untuk menghentikannya di tengah jalan. Lagi pula judulnya udah kadaluarsa secara sekarang udah April, bukan Desember lagi? -__- But my friend beg me to continue this~ So for my precious friend, let me present you the next chappie of absurd story! This is so random, I don’t even know what I’ve written so far? T-T Why I can’t write a not-so-absurd-story?

But I thank for you who still wait (is there even someone who want to wait for this? T-T) and for the new subbies~ Thank you so much :* maybe I will have a meditation for next chappie .-. and not so much Jongdae in this chappie~ forgive me~

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
viani24 #1
Chapter 7: I am glad that you are not abandon and give up for this story ^^...take your time...I'll wait your update...thank you for update & fighting author ^^
Waijyn_Jung #2
Aduh mian salah tulis review yah
maksudnya cepet di next yah
Waijyn_Jung #3
Chapter 6: Ya ampun Jongdae kamu kenapa? Jondaeku sayang sini mamah peluk *pelukJongdae
oyaaa ffnya jangan lu next next next :D
taratata #4
Chapter 6: apa mksd jongdae dia tdk bisa bertahan lbh lama lg? jongdae sakit? :-(
baejun13 #5
Chapter 6: uwaaa itu lagu gone kan?
jongdae kenapa? namja itu? yifan ya?*soktau*
huwee jongdae TAT
keep writing!
GyeongGie #6
Chapter 6: chen T___T one of my ultimate bias *-*
jongdae sakit? ㅠ_ㅠ
thor, updatenya cepat xD /raih kerah baju author/
*author: lah baju saya ga berkerah kok :p*
reader sama saya : D____O *mojok ke sudut ruangan dan mutar lagu paling sedih*
chizu_ya #7
Chapter 6: jongdae sakit? TT_TT mudah2an yifan cepet tw kondisi jongae
baejun13 #8
Chapter 5: entah kenapa aku rada takut sama jongin.-.
tuhkan makin keren><
aku suka gaya penulisan kamu gak terlalu berat juga gak terlalu ringan(?)
sampai sekarang aku belom melihat satupun typo
daebak!
baejun13 #9
Chapter 3: serius ceritanya keren banget
chennya dingin dingin gitu, biasanya kan si kris yg dingin
rada kasian juga sama kris dicuekkin sama chen
update yg cepet ya thor! *readerpemaksa*
hwaiting!:)
viani24 #10
Chapter 2: tbh aku mencari krischen ff dengan sisi kris yg kaya gini (hangat,pengertian&pantang menyerah) tapi sayangnya jarang nemu (y iyalah secara krischen ff is rare as diamond),,so much like when yifan take care of sick's jongdae (feelnya itu loh),,mudah2n yifan didn't give up even though jongdae gave him cold attitude,,fighting for yifan & you author ^^