5

Miracle In December

Note : Mulai chappie ini gimana kalo aku make waktu aja, gak usah make italic buat flashback? Ternyata pusing juga kalo baca semua tulisan italic gitu ‘-‘ Hehe, mianhe for making you dizzy with the words >,<

 

 

24 Desember 2013, 20 : 00 KST

 

Sosok berkulit sedikit gelap itu membuka kenop pintu rumah bergaya klasik. Setelah sebelumnya menekan bel berkali-kali, dan tak menemukan pintu rumah itu terbuka untuknya. Ternyata pintu rumah itu tak terkunci. Membuatnya segera memasuki rumah itu, dan langsung merasakan kehangatan penghangat ruangan. Menandakan bahwa di rumah itu ada penghuninya. Tapi kenapa sedari tadi ia menekan bel tapi tak ada yang menyambutnya?

Sosok itu memperhatikan sekeliling ruangan, dan menemukan dupa yang berada didekat perapian. Ia berjalan mendekati dupa itu, menatap abu yang terlihat masih baru. menandakan baru saja ada yang membakar dupa tak lama sebelum ia datang. Sosok itu berlutut sebentar didepan perapian. Hanya untuk memperhatikan foto yang terpajang tepat diatas perapian itu. sebelum menghela nafas berat.

Ia beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju ruang tamu, dimana televisi dibiarkan menyala begitu saja tanpa ada yang menontonnya. Sosok itu memperhatikan acara apa yang tengah ditayangkan tv itu.

 

Miracle in cell no.7…

 

Malam ini dimana semua merayakan malam natal. Sebagian besar keluarga kemungkinan tengah berada di gereja untuk mengikuti malam kebaktian natal. Sementara film yang ditayangkan sangat mendukung malam natal ini.

Sosok itu menatap sofa yang berada tepat didepan TV itu. memperhatikan posisi bantal sofa yang tak berubah dari posisinya. Menandakan tak ada yang duduk disitu tadi. Ia memperhatikan sekali lagi benda-benda yang berada di ruang keluarga itu, sebelum beranjak dari sana, menyeret kakinya menuju dapur.

Sosok itu berhenti tepat didepan meja makan. Dimana berbagai macam jenis makanan tersaji disana. Makanan khas malam natal.

Ia menarik salah satu kursi disana dan mendudukkan bokongnya disana. Menatap kosong satu persatu makanan yang tersaji disana. Seolah setelah acara malam kebaktian selesai, di rumah ini akan diadakan acara makan-makan keluarga. Acara yang biasanya akan menutup malam natal.

Sosok itu menghela nafasnya perlahan, sebelum memutuskan untuk beranjak dari situ. Perhatiannya terpusat pada tangga yang berada tak jauh dari meja makan. Membuatnya kembali menyeret kakinya untuk menuju tangga itu. menaiki satu persatu anak tangga. Setiap undakan tangga yang ia naiki, semakin berat rasanya kakinya untuk digerakkan.

Ia menyeret kakinya menusuri lorong lantai dua. Hingga ia berhenti tepat didepan sebuah pintu putih yang sedikit terbuka. Membuatnya segera membuka pintu itu lebar. Ia bisa langsung merasakan penghangat ruangan yang juga terpasang di kamar itu.

Sosok itu kembali menyeret kakinya memasuki kamar itu. matanya tak lepas dari memperhatikan setiap sudut kamar itu.

Tempat tidur yang tertata rapih. Meja belajar yang penuh dengan buku-buku yang disusun rapih. Pintu kamar mandi yang terbuka menandakan tak ada orang didalam. Dan jendela kamar yang tertutup rapat dengan gorden yang terbuka.

Ia menyeret kakinya mendekati tempat tidur king size yang berada di tengah-tengah ruangan itu. Mendudukkan bokongnya di pinggir tempat tidur itu. Kedua tangannya meraba-raba bagian tempat tidur yang bisa ia gapai.

“Tampaknya ia datang lebih dulu dariku.” Ucapan lirih itu terucap dari bibir pucat sosok itu. Sebuah senyuman yang tampak menyedihkan tersungging di sudut bibirnya.

“Maafkan aku karena tak merayakan malam kebaktian di gereja, Dae. Aku hanya ingin menemanimu disini. Di malam natal ini.. boleh kan?”

 

 

 

 

3 Desember 2008

 

“Dae-i~ ireona..”

Sosok yang tengah bersembunyi dibalik selimut itu menggeliat kecil sebelum menenggelamkan tubuhnya lebih dalam lagi ke dalam selimut. Membuat sosok yang sudah bangun lebih dulu terkekeh kecil dan mengacak-ngacak rambut sosok itu.

“Kim Jongdae cepat bangun atau aku seret kau ke kamar mandi sekarang.”

Mendengar ancaman (yang tidak terdengar seperti ancaman) itu membuat Jongdae, sosok yang berada di balik selimut itu segera menyibak selimut tebal miliknya. Membuat Jongin –sosok yang membangunkannya- bisa melihat betapa berantakannya penampilan Jongdae. Piyamanya yang terlihat kusut, tak kalah dengan rambut hitam miliknya yang berantakan.

“Aigoo… lihat betapa jeleknya sepupuku ini? Aku sudah menyiapkan semua yang kau perlukan di kamar mandi. Sekarang,” Jongin mendorong bahu Jongdae pelan sehingga namja itu tersudut ke pinggir tempat tidurnya sampai kedua kakinya menopang tubuhnya. “Cepat mandi. Aku menunggumu di bawah untuk sarapan bersama.”

Tanpa merespon segala perintah dari Jongin, Jongdae menyeret kakinya dengan mata yang masih sedikit terpejam ke kamar mandi yang berada didalam kamarnya. Menutup pintunya ketika ia sudah berada di dalamnya. Membiarkan Jongin menatap pintu kayu yang tertutup itu dengan senyuman lembut.

“Kau belum menunjukkan sifatmu yang seperti ini pada yang lain kan? Hanya untukku, Jongdae?” Jongin berbisik lirih pada pintu yang sudah tertutup itu. sebelum menghela nafas dan turun dari tempat tidur Jongdae. Berjalan keluar kamar itu, menutup pintunya rapat.

 

Jongdae menyenderkan punggungnya pada dinding kamar mandi yang dingin. Membiarkan shower yang ia nyalakan menghilangkan keheningan di dalam kamar mandi. Matanya terpejam dan bibirnya bergetar, seolah menahan tangis.

“Pabo, jangan menangis sekarang. Tak mungkin kan Jongin masuk ke kemar mandi hanya untuk menenangkanmu yang tengah menangis sekarang?” tepat saat bisikan lirih itu keluar dari bibirnya, air matanya tepat mengalir jatuh di pipinya.

 

Jongdae mendengar bisikan lirih Jongin tadi. Itu lah yang membuat Jongdae kembali ingin menangis. Rasanya, semalam ia tak puas menghabiskan tangis di pundak namja itu. karena ternyata, matanya yang membengkak tak menolongnya. Dan ternyata, air mata yang entah berapa banyak sudah jatuh tadi malam nyatanya masih bisa keluar pagi ini.

Jongdae membenci dirinya jika sudah bersama Jongin. Sangat membenci dirinya saat ini..

 

 

 

 

 

Yifan berlari menusuri lorong menuju ruang panitia, tepat setelah ia menerima telepon dari Joonmyeon yang memintanya untuk kesana. Membuatnya membatalkan niatnya untuk pergi ke tempat latihan choir grup, untuk menunggu Jongdae agar bisa mengajaknya pulang bersama.

Yifan berhenti di ruangan yang pintunya terbuka. Nafasnya terengah-engah, tampak dari dirinya yang sedikit membungkukkan badannya, dengan salah satu tangan yang bersandar pada pintu. Yang justru mengundang perhatian Joonmyeon, yang hanya sendiri di ruangan itu dan sedari tadi membelakangi pintu masuk, terfokus pada laptop di hadapannya.

“Oh, kau sudah datang Yifan.”

Yifan hanya tersenyum tipis menyambut sapaan Joonmyeon. Merasa sudah berhasil menetralkan detak jantungnya yang tadi berpacu cepat sehabis berlari sepanjang lorong, Yifan melangkahkan kaki jenjangnya menghampiri Joonmyeon.

“Ada apa memanggilku kesini?” Yifan membanting tubuhnya ke salah satu kursi yang berada di ruangan itu. Membuat dirinya duduk tepat di hadapan Joonmyeon.

“Kau ke sekolah bawa kendaraan kan?”

“Huh? Sejak kapan kau melihatku kesini jalan kaki?”

“Aku serius Wu Yifaaann!”

“Iya iya, mian. Kenapa memangnya?”

“Myungsoo yang seharusnya menemaniku untuk memesan beberapa keperluan yang dibutuhkan untuk acara nanti mendadak tidak masuk karena demam. Karena aku tak tau harus meminta tolong dengan siapa, jadi..” Joonmyeon menggantungkan ucapannya. Ia menatap Yifan dengan tatapan memohon. Membuat Yifan memandang Joonmyeon mengerikan. Namja di hadapannya itu tak pernah sukses dalam melakukan hal-hal berbau aegyo.

“Baik-baik.. aku akan menemanimu.”

“Yeay!” Joonmyeon bertepuk tangan seperti anak kecil yang akan diajak ke toko mainan oleh orang tuanya.

“Memangnya kita harus ke tempatnya langsung untuk memesan keperluan itu? tidak lewat telepon saja?”

“Aku harus memastikan barangnya dalam kondisi bagus, Yifan. Aku tak mau mengacaukan acara natal sekolah kita hanya karena satu hal kecil.”

Yifan hanya mengangkat kedua bahunya mendengar penjelasan Joonmyeon. Yifan tau, Joonmyeon adalah orang yang perfeksionis. Semuanya harus berjalan sesuai rencana, itu prinsipnya. Lagipula ini pertama kalinya Joonmyeon menjadi ketua panitia, disaat posisinya sebagai siswa kelas satu, itu mungkin sebuah prestasi untuk Joonmyeon.

“Kapan mau berangkat?”

“Sekarang juga. Kajja.”

Yifan hanya pasrah, saat Joonmyeon langsung menariknya untuk berdiri. Menarik lengan panjang milik Yifan agar mengikutinya.

“Hei, kau bawa helm dua tidak?”

“Huh? Ani. Wae?”

“Kalau begitu naik mobilku saja gimana?”

“Kenapa tidak bilang kalau bawa kendaraan dari tadi?”

“Maksudku aku mau menyuruhmu untuk yang mengemudikannya, hehe.”

Yifan hanya memutar bola matanya sebelum mengangguk mengerti. Kaki jenjangnya melangkah tepat di samping Joonmyeon. Mereka berdua berjalan beriringan menuju tempat parkir.

Joonmyeon mengeluarkan kunci mobilnya dari saku jas sekolahnya. Memberikannya pada Yifan, sebelum berjalan memutar ke pintu lain untuk masuk ke dalam mobil itu. sementara Yifan membuka pintu pengemudi.

Saat namja itu akan memasang safety-belt miliknya, ia merasakan ponselnya bergetar didalam saku jasnya. Membuatnya merogoh saku jasnya dan mengeluarkan ponselnya dari sana. Satu pesan masuk dari Chanyeol.

Yifan membukanya dan membaca isinya. Tersenyum lebar saat membaca isi pesan dari sahabatnya itu. sebelum menaruh ponselnya di dashboard milik Joonmyeon dan memasang safety-beltnya. Menyalakan mesin mobil sedan metallic milik Joonmyeon yang segera melesat keluar dari tempat parkir sekolahnya.

 

To : Yifan

 

Hey, aku dapat nomor Jongdae dari Ryeowook hyung. Ini +82280391*****

Aku tak butuh ucapan terima kasih. Traktir aku dan Baekkie besok sepulang sekolah. Mengerti?

 

 

 

 

“Kau kesini tak membawa sepedamu, Dae?” itu yang keluar dari bibir Ryeowook ketika ia, Kyungsoo dan Jongdae sampai di tempat parkir. Setelah mereka berjalan bersama menuju tempat parkir setelah menyelesaikan latihan.

Kyungsoo mengedarkan pandangannya ke sekitar tempat parkir. Tapi ia tak menemukan sepeda Jongdae disana. Mendukung pertanyaan yang diajukan Ryeowook tadi.

“Ani.” Jongdae menjawab singkat sebelum menatap gerbang sekolahnya yang berada tak jauh dari tempat parkir.

“Omo, kau berangkat bersama Yifan?” Jongdae menatap Kyungsoo yang baru saja berujar histeris. Ia menaikkan satu alisnya sebelum menggelengkan kepalanya. Ryeowook dan Kyungsoo yang sempat terlihat antusias hanya bisa menghela nafas bersamaan.

“Kupikir kalian berdua ada kemajuan.”

Jongdae tak menanggapi ucapan Kyungsoo. Matanya terfokus pada sosok yang turun dari mobil sedan hitam. Menatap sekilas ke arah sekolahnya, sebelum melambaikan tangannya kearah Jongdae saat matanya bertemu dengan pandangan Jongdae.

“Jadi.. kau selingkuh dari Yifan, Dae?”

Kali ini Jongdae mengalihkan pandangannya lagi, menatap Ryeowook yang menatapnya dengan tatapan penuh selidik. Sebelum menunjuk sosok yang berdiri didepan pintu gerbang dengan dagunya, sosok yang masih melambai kearah Jongdae.

Jongdae menghela nafasnya pelan, sebelum menatap Ryeowook dan Kyungsoo bergantian. “Aku duluan.” Hanya sebuah ucapan singkat yang Ryeowook dapatkan sebagai jawaban atas pertanyaannya, yang bahkan sama sekali tak ada hubungan dengan pertanyaannya. Sementara sosok Jongdae perlahan menjauh dari mereka berdua. Mendekati sosok yang sedari tadi melambai kearahnya.

“Aneh. Aku tak pernah lihat Jongdae ke sekolah dengan orang itu.” Kyungsoo bergumam saat Jongdae sudah meninggalkan mereka.

“Memangnya kau selalu memperhatikan Jongdae? Perhatianmu kan hanya untuk hyung, iya kan?”

“Hyung~!”

“Kekekeke, kajja, kita pulang.” Ryeowook mengacak-ngacak rambut Kyungsoo sesaat, sebelum memberikan helm pada namja itu. sementara ia menaiki motornya, dan menunggu Kyungsoo duduk di jok belakang motornya sebelum menyalakan mesin motornya. Melaju meninggalkan sekolah.

 

“Mereka siapa, Dae?” pertanyaan itu keluar dari bibir Jongin, yang menatap Ryeowook dan Kyungsoo keluar dari sekolah dengan motor milik Ryeowook.

“Temanku di grup choir.”

“Grup choir?”

Mendengar nada terkejut di ucapan Jongin membuat Jongdae menatap sepupunya yang duduk di balik stir kemudi. Menatapnya dengan tatapan yang seolah meminta penjelasan atas ucapannya tadi.

“Bisakah kita ke tempat biasa dulu, Jongin? Aku berjanji akan menceritakan semuanya padamu disana.”

Jongin hanya menghela nafas pelan sebelum mendekatkan tubuhnya pada Jongdae. Menarik safety-belt yang belum dipasang oleh namja itu. memasangkan safety-beltnya lalu mengacak-ngacak rambut Jongdae sesaat.

“Siap tuan. Aku tak akan membawamu pulang sampai tengah malam nanti. Siap-siap kau terlambat ke sekolah besok.” Jongdae hanya tersenyum mendengar ucapan Jongin. Senyum yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun. Kecuali namja yang berada di sampingnya sekarang.

 

Mobil sedan hitam itu mulai melaju meninggalkan gerbang sekolah Jongdae. Membelah jalanan Seoul yang tampak mulai malam, karena hari sudah menjelang malam.

 

 

 

 

2 Desember 2008

 

Kim Jongin keluar dari pintu kedatangan dengan mendorong trolly berisi barang-barang bawaannya. Menatap sekitar bandara Incheon yang tampak penuh dengan orang-orang, baik yang baru tiba, sekedar transit, atau akan berangkat menuju tempat tujuan.

Jongin tersenyum tipis saat ia kembali merasakan udara Seoul setelah 3 tahun ia tak kembali ke tempat ini. Meninggalkan sejenak rutinitas yang biasa ia lakukan Di Canada, kembali ke rumahnya, kampung halamannya. Terlebih ia disini untuk menepati janji yang sudah ia tunda selama 3 tahun.

 

“Kau mau kemana?”

Jongin menghentikan langkahnya yang bersiap menuruni tangga. Tangannya yang menyeret koper sedangnya mengeraskan pegangannya pada pegangan koper miliknya. Tanpa membalikkan badannya, ia bisa tau siapa yang bertanya padanya.

“Aku akan kembali ke Canada, Dae-i.” dengan suara pelan, seolah tak rela, Jongin menjawab pertanyaan Jongdae, orang yang menghentikan langkahnya.

“Secepat itu?”

Hati Jongin mencelos saat mendengar tiap ucapan lirih yang keluar dari bibir Jongdae. Rasanya ia ingin membalikkan badannya dan berlari memeluk tubuh kecil milik Jongdae. Tapi yang ia perbuat hanya lah berdiri terpaku membelakangi tubuh Jongdae.

“Aku harus sekolah Dae. Liburan sekolahku sudah habis, appa dan eomma sudah di bawah menjemputku.”

“Oh begitu ya..”

Ucapan itu mengawali keheningan diantara mereka. Jongin mengepalkan tangannya yang bebas. Berusaha menahan dirinya untuk membalikkan badannya dan memeluk Jongdae.

“Aku akan kembali tahun depan untuk mengunjungimu lagi. Kau tak boleh menangis sampai aku kembali. Aku tak akan membiarkan kau menangis sendiri.” Jongin lah yang pertama kali memecah keheningan diantara mereka.

“Aku mau kau berjanji untuk kembali. Maka aku juga akan berjanji untuk tak menangis sampai kau kembali tahun depan.”

Jongin terdiam sesaat. Sebelum membalikakn badannya dan menatap Jongdae yang sudah berlinang air mata dengan tubuh yang bergetar. Pertahanan yang Jongin bangun sedari tadi runtuh sudah. Ia menghampiri sosok Jongdae dan memeluknya. Meninggalkan kopernya begitu saja. Mengusap punggung namja itu, menenangkannya. Tapi Jongin tau, hanya satu kata yang bisa membuat Jongdae tenang.

“Yaksok.”

Jongin yakin, namja itu merasa tenang setelah mendengar ucapannya tadi. Terlihat dari tubuh Jongdae yang perlahan berhenti bergetar.

Jongin benci harus meninggalkan Jongdae. Ia benci, dimana saat appa dan eommanya datang untuk memisahkan ia dan Jongdae. Ia benci, harus memberikan pelukan terakhir untuk Jongdae, sampai ia bisa menunggu untuk memeluk tubuh rapuh Jongdae lagi. Jongin benci, membiarkan Jongdae sendiri tanpanya..

 

Jongin tersenyum mengingat pertemuan terakhirnya dengan Jongdae, 3 tahun lalu. Disaat usia mereka masih 14 tahun. Saat itu, Jongin mengingkari janjinya. Harusnya mereka bertemu saat keduanya berusia 15 tahun, 2 tahun lalu.  Nyatanya ia baru bisa menginjakkan kakinya lagi di tanah kelahirannya 3 tahun setelah ia berjanji pada Jongdae.

Jongin terus mendorong trollynya hingga menemukan taxi yang akan mengantarnya ke alamat yang ia tuju. Supir taxi membantu Jongin untuk memasukkan beberapa barang bawaaanya ke bagasi, sementara sisanya ia taruh di bangku belakang. Setelah itu ia masuk di kursi belakang pengemudi. Taxi yang ia naiki mulai berjalan ketika ia menyebutkan kemana alamat yang ia tuju.

 

 

Jongin menatap pemandangan di balik kaca jendela taxi yang ia naiki. Mobil-mobil yang bergerak berlawanan arah dengannya. Pepohonan yang seolah menjauh darinya. Tapi tak ada yang bisa mengusik pikiran Jongin tentang bagaimana wajah Jongdae saat melihatnya nanti. Ia tahu sepupunya itu akan marah besar jika melihatnya nanti. Bagaimana bisa ia menyuruh orang untuk menunggunya selama 3 tahun setelah menjanjikannya hanya 1 tahun untuk bertemu kembali?

Jongin merogoh saku jaketnya. Mengeluarkan ponselnya dari sana dan menatap layarnya sesaat. Memandangi wallpaper ponselnya sebelum tertawa pelan. Fotonya bersama Jongdae, saat mereka sama-sama berusia 14 tahun terpajang disana.

Jongdae dengan senyumnya yang menampilkan deretan gigi putihnya, sementara Jongin tersenyum lebar tanpa memperlihatkan giginya, merangkul erat tubuh Jongdae yang lebih kecil darinya.

 

‘Aku kembali, Dae. Maaf harus membuatmu menunggu lama. Aku akan menebus 3 tahun yang lewat mulai hari ini. Mulai hari ini, aku bisa memelukmu lagi seperti dulu. Mulai hari ini, kau boleh menangis lagi, Jongdae. Ya, kau boleh menangis lagi.’

 

 

 

 

6 Desember 2008

 

Yifan menyambut hari Sabtu pagi dengan bangun lebih siang dari pada biasanya. Yifan tau, seharusnya pagi tadi ia pergi jogging bersama Chanyeol dan Baekhyun. Tapi haruskah ia hanya menjadi nyamuk diantara mereka berdua? Disaat mereka berlari berdampingan didepan, dan ia hanya memperhatikan mereka dari belakang dengan muka aneh? Bukankah ia akan terlihat seperti orang yang akan mencuri barang salah satu dari mereka?

Yifan merenggangkan tubuhnya sambil berjalan menuju jendela di kamarnya. Menghirup udara segar siang hari yang masuk dari jendelanya yang terbuka. Yifan menatap halaman depan rumahnya yang menampakkan Yixing yang tengah menyuci mobil kesayangannya di luar bagasi. Yifan hanya terkekeh pelan. Yifan tau maksud hyungnya itu menyuci diluar rumah apa. Dan terjawab sudah saat ada yeoja yang lewat dan berbincang dengan hyungnya itu. Yifan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum geli melihat pemandangan itu.

Yifan melirik jam dinding yang berada di kamarnya. Pukul 11 siang. Dan Yifan belum sama sekali menyentuh air. Segera, namja jangkung itu berjalan menuju kamar mandi yang berada di kamarnya. Bersiap untuk mandi.

 

Tak sampai 5 menit, Yifan keluar dengan wajah yang tampak lebih segar dari sebelumnya. Disaat musim dingin menyapa, air di kamar mandinya seolah es batu untuknya. Walau ia bisa menyetel suhu airnya, ia tetap enggan membiarkan tubuhnya terkena air lama-lama. Ia lebih suka menikmati penghangat ruangan di kamarnya.

Yifan memakai kaos lengan panjang dan celana jeans miliknya setelah beberapa saat berdiri didepan lemari pakaiannya. Mengambil salah satu dari koleksi jaket tebalnya, lalu menutup kembali pintu lemarinya. Ia mematut dirinya sebentar didepan cermin. Setelah memastikan tak ada yang salah dengan penampilannya, ia berjalan keluar kamar.

Ia menuruni tangga dan menyapa Luhan yang masih terlihat mengantuk di meja makan. Setelah mereka bertiga memutuskan untuk terjaga hingga jam 3 pagi, tampaknya tidur Luhan belum cukup.

“Kalau kau masih mengantuk tidurlah lagi, Luhan hyung.” Luhan hanya tersenyum menyambut ucapan Yifan, sebelum tangannya bergerak menarik kursi di sebelahnya. Menyuruh Yifan untuk duduk disana.

“Ahjumma Han sudah pulang?” Luhan menggelengkan kepalanya.

“Ia keluar sebentar untuk membeli makanan. Oh ya, kau mau kemana berpakaian rapih sekali?” Luhan memperhatikan Yifan dari ujung kepala sampai kaki. Melihat dandanan sepupunya tampak rapih untuk orang yang baru bangun tidur.

“Aku ada janji dengan Chanyeol dan Baekhyun. Oh ya hyung, sebaiknya hyung jaga Yixing hyung baik-baik selama aku tak ada di rumah. Aku tadi baru saja melihatnya menggoda salah satu yeoja yang lewat saat bangun tidur tadi.”

“Aish, hyung itu..”

“Hahaha, oh ya hyung tak pergi kemana-mana kan?” Luhan menggeleng.

“Kalau begitu..” Yifan tampak berpikir sesaat untuk melanjutkan ucapannya. Sebelum akhirnya ia mendekatkan tubuhnya ke tubuh Luhan dan membisikkan sesuat di telinga Luhan.

“Huh?”

Luhan menatap Yifan tak percaya saat Yifan selesai membisikkan apa yang ingin ia ucapkan pada Luhan. Sementara Yifan berpura-pura tak menatap Luhan dan menyibukkan dirinya dengan roti bakar di hadapannya.

“Aish, kau dan Yixing hyung sama saja. Sama-sama menyusahkan!” Yifan terkekeh mendengar ucapan Luhan.

“Kau mau aku dikira penguntit eoh, Wu Yifan?”

“Memangnya kau menguntit?”

“Tapi menyuruhku untuk memperhatikan apa saja yang dilakukan Jongdae sama sa-“

“Sssstttt hyung! Jangan sampai Yixing hyung dengar!” Yifan buru-buru membekap mulut Luhan sebelum hyungnya itu berteriak lebih kencang lagi.

 

Yifan tak mau jika hyungnya itu menggodanya jika tau ia menyuruh Luhan untuk memantau Jongdae. Entahlah, Yifan rasa harus ada yang melaporkan tentang Jongdae padanya setelah ia melihat Jongdae pergi bersama orang yang asing untuknya dua hari yang lalu. Di sungai Han, tertawa, orang asing itu merangkul Jongdae. Dan seumur hidup Yifan, baru hari itu ia melihat Jongdae sebahagia itu.

Cemburu? Yifan sendiri tak tau kenapa ia menyuruh hyungnya melakukan ini.

 

 

TBC

 

 

Akhirnya aku memutuskan untuk mengupdate ff ini lagi hari ini ._. Aku maunya sih ff ini selesai pas natal nanti, tapi kayaknya mustahil deh >.< Jadi, berharap aja sebelum aku liburan tahun baru aku bisa ngerampungin ff ini ._. Oh ya, aku kurang tau tradisi natal biasanya gimana, jadi, mohon maaf jika ada kesalahan atau apapun yang gak bermaksud menyinggung *bow*. Happy reading readers ^^

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
viani24 #1
Chapter 7: I am glad that you are not abandon and give up for this story ^^...take your time...I'll wait your update...thank you for update & fighting author ^^
Waijyn_Jung #2
Aduh mian salah tulis review yah
maksudnya cepet di next yah
Waijyn_Jung #3
Chapter 6: Ya ampun Jongdae kamu kenapa? Jondaeku sayang sini mamah peluk *pelukJongdae
oyaaa ffnya jangan lu next next next :D
taratata #4
Chapter 6: apa mksd jongdae dia tdk bisa bertahan lbh lama lg? jongdae sakit? :-(
baejun13 #5
Chapter 6: uwaaa itu lagu gone kan?
jongdae kenapa? namja itu? yifan ya?*soktau*
huwee jongdae TAT
keep writing!
GyeongGie #6
Chapter 6: chen T___T one of my ultimate bias *-*
jongdae sakit? ㅠ_ㅠ
thor, updatenya cepat xD /raih kerah baju author/
*author: lah baju saya ga berkerah kok :p*
reader sama saya : D____O *mojok ke sudut ruangan dan mutar lagu paling sedih*
chizu_ya #7
Chapter 6: jongdae sakit? TT_TT mudah2an yifan cepet tw kondisi jongae
baejun13 #8
Chapter 5: entah kenapa aku rada takut sama jongin.-.
tuhkan makin keren><
aku suka gaya penulisan kamu gak terlalu berat juga gak terlalu ringan(?)
sampai sekarang aku belom melihat satupun typo
daebak!
baejun13 #9
Chapter 3: serius ceritanya keren banget
chennya dingin dingin gitu, biasanya kan si kris yg dingin
rada kasian juga sama kris dicuekkin sama chen
update yg cepet ya thor! *readerpemaksa*
hwaiting!:)
viani24 #10
Chapter 2: tbh aku mencari krischen ff dengan sisi kris yg kaya gini (hangat,pengertian&pantang menyerah) tapi sayangnya jarang nemu (y iyalah secara krischen ff is rare as diamond),,so much like when yifan take care of sick's jongdae (feelnya itu loh),,mudah2n yifan didn't give up even though jongdae gave him cold attitude,,fighting for yifan & you author ^^