1

Miracle In December

In this white night, can I hope some things that ungranted, God? Would You give me once in my life, to meet him again? In this eve night, can I pray You something impossible, God? To hold him in my arms again? In this pure snow, can I knee down and look to the sky for You, God? To beg You for spending my night with him? In front of this tall christmast tree, can I wish a miracle, God?

 

 

 

Lelaki bertubuh jangkung itu menatap bangunan besar yang berdiri megah di hadapannya. Dengan senyum tipis yang terkembang, kaki jenjangnya bergerak berjalan menapaki salju tebal yang menutupi kerasnya aspal. Membiarkan jas panjang yang ia kenakan menyapu salju dingin itu. Uap yang keluar disetiap helaan nafasnya menandakan betapa dinginnya suhu saat itu. kedua tangannya yang sedari tadi masuk ke dalam saku jasnya mencari kehangatan didalam sana.

Beruntung ia, saat kedua kakinya melangkah masuk ke dalam bangunan megah itu, kehangatan menyambutnya. Senyuman tipis di wajahnya membentuk lengkungan yang sedikit naik. Kedua kakinya kembali melangkah didalam bangunan megah itu.

Ia memilih duduk di salah satu kursi panjang yang berada disana. Tepat di barisan paling depan diantara deretan-deretan kursi yang lain. Satu-satunya kursi yang sama sekali belum disinggahi untuk duduk. Satu-satunya kursi yang berada tepat didepan pohon cemara yang menjulang tinggi dengan berbagai ornament-ornament sebagai hiasan pohon itu.

Ia memandang sosok lelaki berjas hitam yang tengah berdiri diatas mimbar. Kacamata yang letaknya melorot, dan buku sedang yang berada di genggamannya. Serta ucapannya yang menggebu-gebu. Lelaki berjas hitam itu menarik perhatiannya.

Suasana yang berada di bangunan itu sunyi. Hanya suara lelaki berjas hitam lah yang terdengar. Ia menikmati suasana ini. Karena entah kenapa hatinya merasa tenang. Bahkan matanya terpejam tanpa sadar, meresapi setiap kata yang diucapkan oleh lelaki berjas hitam itu.

Sampai suara menggebu-gebu itu hilang dari pendengarannya. Akhirnya kedua kelopak matanya terbuka lagi. Dan menemukan sekelompok anak-anak dan remaja yang berdiri diatas panggung, tempat mimbar berada. Mereka berdiri membentuk empat baris. Dengan pakaian yang seragam. Ia tau, ini saatnya ia mendengarkan nyanyian dari surga.

Ia mulai kembali memejamkan matanya saat lantunan indah itu mulai keluar dari mulur sekolompok anak-anak dan remaja yang berdiri didepan. Tubuhnya merasakan hangat yang menyelimutinya. Semakin hangat, saat lirik yang dinyanyikan semakin dalam.

Tapi ada yang mengganggunya. Kehangatan itu, tak ia rasakan pada hatinya. Hatinya merasa dingin dan sakit, semakin dingin dan sakit, saat setiap lantunan berikutnya itu dinyanyikan.

 

 

 

 

 

Anak berusia sepuluh tahun itu berjalan keluar rumahnya dengan setengah berlari. Suaranya sedikit tercekat saat memanggil seseorang, yang kebetulan lewat depan rumahnya saat itu. membuat orang yang dipanggilnya berhenti sesaat dan menatapnya, sebelum kembali menuntun sepeda di sampingnya. Mengacuhkan panggilannya.

Akhirnya tangannya yang berhasil menghentikan pergerakan orang itu. Merebut sepeda yang berada di samping tubuhnya, menurunkan standarnya agar sepeda itu bisa berdiri sendiri tanpa harus terus menerus dipegangi oleh orang itu. Sementara ia menerima tatapan ‘Apa yang kau lakukan?’ dari si pemilik sepeda.

“Kenapa kau tak menungguku?”

Si pemilik sepeda mengangkat kedua alisnya dan memiringkan kepalanya. “Haruskah?” tanyanya dengan nada datar.

“Kita sudah berjanji untuk berangkat ke sekolah bersama pagi ini!” Ia berteriak cukup nyaring, menatap tajam kea rah lawan bicaranya berusaha mengintimidasinya. Walau hanya ditanggapi dengan tatapan datar oleh yang lain.

“Bukankah itu hanya keputusanmu? Aku tak pernah menyetujuinya kan?”

“Tapi Chen-Chen~”

“Berhenti memanggilku dengan nama itu.”

Ia menghentikan mulutnya untuk berbicara lebih lanjut. Kali ini ia mencoba tak mengeluarkan tatapan intimidasinya (yang gagal) dan menggantinya dengan tatapan memohon.

“Kenapa kau tak pernah mau berangkat bersamaku~?”

“Hanya tidak mau.”

“Aku bisa memboncengmu dengan sepedamu! Kau tak akan kelelahan sampai di sekolah, Jongdae.”

“Aku tak masalah jika harus kelelahan.”

“Kau bisa berkeringat, Jongdae!”

“Cuaca yang dingin ini bisa menghilangkan keringatku dengan cepat.”

“Oh ayolah~”

Jongdae, si pemilik sepeda itu menghela nafasnya perlahan. Menghadapi makhluk keras kepala di hadapannya sudah membuat kepalanya hampir pecah, di pagi hari.

“Baiklah. Tapi hanya untuk hari ini.”

“Yeay~”

Wu Yifan, makhluk keras kepala itu menaikan standar sepeda dan menaiki jok depan sepeda. Sementara Jongdae, mulai menaiki jok belakang sepeda miliknya.

“Jongdae pegangan yang erat! Aku akan mengayuh dengan kecepatan tinggi!”

Belum diperingati dua kali oleh Yifan, tubuh Jongdae hampir saja terjungkal ke belakang saat sepeda itu mulai melaju. Beruntung tangannya berhasil meraih belakang jas Yifan. Berbisik, Jongdae merutuki Yifan yang seenaknya melakukan hal itu. Beruntung baginya Yifan tak mendengarnya. Jika ia mendengarnya, makhluk keras kepala itu

 

Jongdae bilang hanya untuk hari ini Yifan memboncengnya ke sekolah. Tapi nyatanya, hari-hari berikutnya, anak lelaki seumurannya itu tetap memboncengnya. Membiarkan tubuh kecilnya berada di jok belakang dibanding jok depan. Memegang erat sisi jas milik sosok yang lebih tinggi darinya.

 

 

 

 

Yifan melangkah memasuki rumahnya dengan senyuman lebar yang terkembang di wajahnya. Bocah berusia 10 tahun itu langsung naik ke kemarnya, tak menghiraukan pertanyaan kakaknya yang tengah menonton TV di ruang tengah. Beberapa menit kemudian, Yifan menuruni tangga dengan pakaian yang berbeda dari sebelumnya.

“Kau mau main?” Tanya sang kakak yang tak bisa menahan rasa penasarannya lebih lama lagi. Biasanya, jika pulang sekolah bocah itu selalu merebut remote TV dari tangannya dan memindahkan channel TV seenaknya tanpa mengganti baju seragamnya terlebih dahulu. Tapi, tadi bocah itu langsung naik ke kamarnya dan turun dengan baju lengan panjang miliknya serta jaket tebal yang ia tenteng.

“Ani. Aku mau ke gereja, hyung.”

“Huh? Kau? Ke gereja?”

“Waeyo hyung?”

“Kau mau dimarahi pastur jika ketahuan bermain di gereja, eoh?”

“Siapa yang mau main sih hyung!”

“Lalu?”

“Yifan mau latihan bernyanyi untuk paduan suara malam natal nanti.”

 

Kakaknya menatap Yifan tak percaya sesaat. Sementara Yifan membalasnya dengan senyuman bangga. Tapi tak lama kemudian senyuman bangga itu lenyap dan berganti wajah kesal saat tawa hyungnya itu lepas begitu saja.

“Hyung!”

“Huahahahahaha!”

Yifan menatap hyungnya dengan tatapan intimidasinya. Tapi sepertinya hyungnya tak menyadarinya. Yifan yang kesal melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. menyadari ia bisa terlambat jika menanggapi hyungnya, maka kedua kakinya memilih melangkah keluar rumahnya.

“Ya! Bagaimana mungkin suara seperti kaset rusak punyamu bisa masuk paduan suara natal, Wu Yifan!”

Yifan sengaja menulikan telinganya saat ia mengeluarkan sepedanya dari bagasi. Segera, ia lajukan sepedanya setelah sebelumnya mengenakan jaketnya.

 

Lima menit kemudian, sepeda yang Yifan kayuh berhenti tepat di hadapan bangunan besar berasitektur kuno. Setelah memarkirkan sepedanya tepat di sebelah sepeda bewarna putih di depan bangunan itu, Yifan segera berlari masuk ke dalam bangunan itu.

Yifan bernafas lega saat melihat sang pastur belum ada disana. Berarti latihan belum dimulai. Dengan segera Yifan bergabung dengan anak-anak yang sedang berbincang atau sekedar melakukan pemanasan vocal.

Sesekali, Yifan merespon setiap anak yang mengajaknya berbicara. Tapi matanya tak bisa berhenti untuk terus mengelilingi bangunan luas itu. Berharap menemukan sosok Jongdae, diantara anak-anak choir itu.

“Yifan, kau bergabung dengan grup choir?” sebuah suara membuat Yifan memutar badannya. Menatap sosok bermata bulat dengan tubuh kecil di hadapannya.

“Yah, kenapa Kyungsoo?” matanya melirik ke sosok yang berada di belakang Kyungsoo. Sosok yang menatapnya dengan tatapan datarnya.

“Kupikir kau tak pernah tertarik untuk masuk choir group. Tapi tak apa, selama ini aku belum pernah mendengar suaramu. Dan, selamat bergabung Wu Yifan!” Kyungsoo, yang Yifan ketahui sebagai leader dari choir group anak-anak ini menepuk pundak Yifan sekilas. Sebelum berlalu dari hadapan Yifan. Membuatnya berhadapan langsung dengan sosok yang sedari tadi diliriknya.

“Kau sudah siap untuk latihan hari ini, Jongdae?” dengan senyumnya, Yifan menyapa sosok yang sedari tadi menatap datar kearahnya. Sosok itu hanya menganggukkan kepalanya menanggapi Yifan. Sebelum berjalan berlalu dari hadapan Yifan. Menghampiri Kyungsoo yang memanggilnya untuk mendekat.

“Kurasa kau harus menutupi suaramu dan berpura-pura lipsync, Wu Yifan.” Bisik sosok jangkung tiba-tiba merangkul pundaknya. Membuat Yifan menoleh ke samping dan menemukan sahabatnya tengah tersenyum bodoh kearahnya.

“Yeah, itu sudah pasti Chanyeol.” Jawab Yifan pelan. Berharap tak ada anak lain yang mendengar ucapannya.

 

Sejak hari pertamanya latihan, sampai hari terakhir gladi resik, Yifan tak pernah mengeluarkan suara aslinya. Beruntung ia berdiri disamping Baekhyun yang notabene memiliki suara falsetto yang indah. Dan lebih beruntungnya ia, Baekhyun tak pernah melaporkannya pada Kyungsoo, Ryeowook (ketua choir remaja) atau pastur tentang kegiatan lipsyncnya.

 

 

 

 

Snow falling gently on the ground
'Tis is the night before
And in my heart there is no doubt
That this is gonna be
'Cause here you are with me
Baby, baby, I can't wait

To spend this special time of year with someone who
Makes me feel the special way that you do

Walkin' with you in a winter's snow
Kissin' underneath the mistletoe
People smiling everywhere we go
It's Christmas Eve and they can see we're in love

Ooh, you make the season bright
With the lights reflecting in your eyes
All my dreams are comin' true tonight
It's Christmas Eve and I can see we're in love

We'll stay up late tonight
Decorate the tree
Just look into my eyes
And I will tell you truthfully
That I don't need no Santa Claus
To hear my Christmas wish
I got you in my arms
And what could be a better gift
Than to spend my very favorite time of year
With the one I really love so near, Oh Yeeeaahhh

Walkin' with you in a winter's snow
Kissin' underneath the mistletoe
People smiling everywhere we go
It's Christmas Eve and they can see we're in love

Ooh, you make the season bright
With the lights reflecting in your eyes
All my dreams are comin' true tonight
It's Christmas Eve and I can see we're in love

And the bells are ringing when I hear you say
We'll do it all again on Christmas Day
I can't wait

Walkin' with you in a winter's snow
Kissin' underneath the mistletoe
People smiling everywhere we go
It's Christmas Eve and they can see we're in love

Ooh, you make the season bright
With the lights reflecting in your eyes
All my dreams are comin' true tonight
It's Christmas Eve and I can see we're in love

Walkin' with you in a winter's snow
Kissin' underneath the mistletoe
People smiling everywhere we go
It's Christmas Eve and I can see we're in love

Ooh, you make the season bright
With the lights reflecting in your eyes
All my dreams are comin' true tonight
It's Christmas Eve and I can see we're in love

 

Yifan tersenyum puas saat bait terakhir dinyanyikan dengan sempurna. Tepuk tangan yang bergemuruh di seluruh penjuru gereja membuat Yifan membusungkan dadanya. Tapi sayang, matanya bertemu dengan sepasang mata milik hyungnya yang menggodanya dengan berpura-pura bernyayi tanpa mengeluarkan suara. Segera, Yifan alihkan pandangannya agar tak menatap hyungnya yang menyebalkan itu.

 

Pandangan Yifan tertuju pada sosok Jongdae yang berdiri di barisan paling depan, diapit Kyungsoo dan Luhan. Tengah menundukkan kepalanya.

Yifan membuka mulutnya tak percaya saat melihat tetesan air mata jatuh membasahi pipi Jongdae. Dalam diam, dalam gemuruh tepuk tangan, Jongdae menangis tanpa ada yang mengetahui. Semuanya, kecuali Yifan yang menyaksikan semuanya.

 

Yifan berlari ke belakang gereja saat para jemaat satu persatu mulai pulang. Yifan menolak untuk pulang bersama keluarganya dengan alasan ia kesini dengan sepedanya. Ia meminta waktu sebentar pada kedua orangtuanya dan berjanji akan kembali secepatnya ke rumah untuk merayakan malam natal bersama keluarga.

Yifan memelankan kakinya saat menemukan sosok kecil itu tengah meringkuk di tengah-tengah salju. Memeluk kedua lututnya, tanpa alas kaki. Menyadari bahwa sosok itu bisa saja membeku di tempat jika tetap dalam posisi itu, Yifan segera berlari menghampiri sosok itu.

“Jongdae?” Yifan meraih kedua pundak Jongdae. Mengguncangkannya pelan. Dan tak mendapat sahutan dari Jongdae.

“Kau.. menangis?”

Setelah ucapan Yifan selesai, tangisan Jongdae pecah begitu saja. Anak lelaki itu mengangkat kepalanya dan memperlihatkan matanya yang sembab karena air mata. Tak tau harus berbuat apa, Yifan hanya bisa menarik Jongdae ke dalam pelukannya dan membuat gerakan melingkar di punggung Jongdae dengan telapak tangannya.

 

Setelah malam itu, dimana Yifan menemukan Jongdae menangis, Jongdae semakin dingin padanya. Yifan tak tau apa kesalahannya. Bahkan ia tak pernah tau, alasan Jongdae menangis malam itu apa. Yang Yifan tau, hubungannya dan Jongdae semakin memburuk. Dan ia terus bertanya pada dirinya sendiri. haruskan anak berumur sepuluh tahun sepertinya mempunyai musuh disaat banyak orang yang berebut menjadi temannya?

 

 

 

 

Ia membuka matanya saat choir group itu selesai menyanyikan lagu terakhir. Gemuruh tepuk tangan terdengar di seluruh penjuru gereja. Jika dulu ia ada didalam barisan itu, sekarang ia lah yang menyumbang tepuk tangannya atas pertunjukkan yang luar biasa itu.

Yifan melirik anak lelaki jangkung yang berdiri di belakang dan tengah menatap anak lelaki lain yang berdiri tepat di serong tubuhnya. Anak lelaki yang ia tatap menundukkan kepalanya. Dan otak Yifan langsung mengulang memori itu di kepalanya.

Malam 12 tahun yang lalu, dimana Yifan harus melihat Jongdae menangis. Harus menenangkan anak itu menangis. Dan setelah itu, harus berusaha lebih keras agar berada di samping anak itu. Setelah malam itu, Jongdae berhenti menjadi penumpang sepeda setianya. Yifan harus mengikuti laju sepeda Jongdae dari belakang. Bahkan menjaga jarak antara sepedanya dan Jongdae dari jarak 5 meter.

Yifan terpaku di tempat saat semua memori itu terulang. Bahkan ia tak sadar jika lagu yang dinyanyikan choir group itu adalah lagu penutup untuk malam natal ini. Ia tak tahu bahwa para jemaat yang lain sudah mulai meninggalkan kursi panjang itu. berjalan menuju pintu kayu yang terbuka lebar dengan pembicaraan hangat dengan orang yang terkasih.

Yifan terpaku disana, sampai choir group itu membubarkan diri mereka dan matanya menangkap anak lelaki yang sebelumnya menundukkan kepalanya berlari keluar gereja melalui pintu belakang. Setelah itu, anak lelaki jangkung yang ia perhatikan sedari tadi mengikuti anak lelaki itu.

 

Dejavu.

 

Yifan tak tau apa yang membuat kakinya bergerak kearah yang sama dimana dua anak itu pergi. Dan hanya bisa kembali terpaku di tempat saat menemukan anak lelaki jangkung yang ia lihat tadi tengah memeluk anak lelaki yang lebih pendek darinya.

Apa Yifan tengah melihat rekaman 12 tahun yang lalu di hadapannya?

 

 

 

 

“Yifan!”

Lelaki jangkung itu membalikkan badannya saat merasa dirinya terpanggil. Lambaian tangan menyambutnya, yang disambut senyuman serta lambaian tangan darinya segera.

“Ada apa Joonmyeon?” Tanya Yifan saat si pemanggil –Joonmyeon- sudah berada tepat di hadapannya.

“Aku ingin meminta bantuanmu untuk program natal sekolah kita. Bisakah kau mencari satu anggota grup choir lagi untuk choir group sekolah kita? Harus ada yang menggantikan posisi Woohyun.”

Yifan sudah mendengar kabar mengenai Woohyun yang harus kecelakaan di jalanan yang licin saat mengendarai motor ninjanya. Sayang sekali, padahal Woohyun adalah anggota choir group kebanggan sekolah. Tapi kecelakaan tak bisa ditolak.

“Yifan?”

Joonmyeon mengibaskan tangannya di depan wajah Yifan. Membuat Yifan kembali kea lam sadar.

“Ah, baik Joonmyeon. Serahkan padaku sebagai seksi acara.” Yifan menepuk dadanya penuh percaya diri, sebelum memberikan senyuman khasnya yang lebih terlihat seperti sebuah smirk.

“Terima kasih, Yifan. Aku percaya padamu. Kalau begitu, kutunggu kau besok sepulang sekolah di ruang musik untuk membawa satu anggota choir yang baru, oke?” Yifan mengangguk menyanggupi. Setelah Joonmyeon pergi dari hadapannya, Yifan segera menghela nafasnya.

“Apa aku harus menanyakan satu persatu siswa di kelas ini hanya untuk menemukan anggota yang akan menggantikan Woohyun?” Yifan menyesal, kenapa ia dilahirkan untuk tak menolak sesuatu?

Bel masuk membuat Yifan memilih melupakan masalah mengenai pengganti Woohyun dan memlih kembali masuk ke dalam kelasnya untuk menghabiskan sisa jamnya di sekolah.

 

Yifan membereskan buku-buku yang berserakan di mejanya dan memasukkannya ke dalam tas. Mengiyakan Chanyeol yang pamit pulang duluan dan menarik Baekhyun untuk keluar dari kelasnya. Yifan menyenderkan punggungnya pada kursinya setelah memastikan semua bukunya sudah masuk ke dalam tasnya dan meresetling tasnya.

Otaknya masih berpikir keras, bagaimana caranya ia menemukan pengganti Woohyun? Jika waktunya hanya tinggal besok? Joonmyeon memang gila memberikan tugas ini padanya,

Yifan berusaha berpikir keras. Apa ia harus meminta bantuan Chanyeol dan Baekhyun untuk meminta pendapat mereka siapa yang pantas menjadi pengganti Woohyun? Tapi seketika ide itu ia buang jauh-jauh. Jika Chanyeol sudah terburu-buru menarik Baekkinya tadi, itu berarti pasangan itu tak bisa diganggu untuk beberapa waktu kedepan. Yifan tak mungkin bisa menembus pertahanan Chanyeol jika urusan berdua dengan Baekkienya.

Yifan mengacak-ngacak rambutnya frustasi dan mengerang pelan.

 

Yifan menyerah setelah beberapa menit tetap diam di posisinya. Dengan sedikit kasar ia raih tas ranselnya dan ia berdiri dari kursinya. Sesaat kakinya akan melangkah keluar kelas, pandangannya tertuju pada sosok yang masih berada di kelas. Sosok yang duduk tepat di belakang Yifan. Sosok yang menelungkupkan kepalanya diantara kedua tangannya. dan mengarahkan kepalanya ke samping kanan.

Yifan mendekati sosok itu dan sedikit membungkukkan badannya agar bisa melihat wajah sosok itu. senyum tipis terkembang di wajahnya saat menyadari sosok itu tengah tertidur dengan damainya.

“Kau tertidur di kelas lagi, huh, Jongdae?” Yifan bermonolog dengan dirinya sendiri karena tak mungkin Jongdae yang tengah tertidur bisa membalas ucapannya. Dengan perlahan Yifan menyingkap poni yang menutupi sebagian wajah Jongdae.

Yifan terpaku saat merasakan suhu yang tak wajar di dahi Jongdae. Ia memastikan penglihatannya dan terlihat jelas bahwa wajah Jongdae terlihat sangat pucat saat itu. segera, dengan panic Yifan merapihkan buku-buku Jongdae yang belum dirapihkan. Memasukkannya ke dalam tas Jongdae, lalu menyampirkan tas itu di pundak kanannya. Sementara kedua tangannya mengangkat Jongdae bridal style. Yifan semakin panic saat merasa beban Jongdae terasa sangat ringan. Dengan langkah cepat, Yifan membawa Jongdae keluar dari kelas.

 

 

TBC

 

This is… harusnya ini jadi oneshoot uwaaaa T.T I don’t know how can I’m fail to make this story to oneshoot and end it to chapters T.T My friend.. forgive me~ I’m ruined your idea again >.<

So, for who you didn’t understand this story, please tell me which part is the most understandable? I will fix it in next chappie. Hope you like this story although this is already ruined by me (again) T.T Keep cool it, guys ;)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
viani24 #1
Chapter 7: I am glad that you are not abandon and give up for this story ^^...take your time...I'll wait your update...thank you for update & fighting author ^^
Waijyn_Jung #2
Aduh mian salah tulis review yah
maksudnya cepet di next yah
Waijyn_Jung #3
Chapter 6: Ya ampun Jongdae kamu kenapa? Jondaeku sayang sini mamah peluk *pelukJongdae
oyaaa ffnya jangan lu next next next :D
taratata #4
Chapter 6: apa mksd jongdae dia tdk bisa bertahan lbh lama lg? jongdae sakit? :-(
baejun13 #5
Chapter 6: uwaaa itu lagu gone kan?
jongdae kenapa? namja itu? yifan ya?*soktau*
huwee jongdae TAT
keep writing!
GyeongGie #6
Chapter 6: chen T___T one of my ultimate bias *-*
jongdae sakit? ㅠ_ㅠ
thor, updatenya cepat xD /raih kerah baju author/
*author: lah baju saya ga berkerah kok :p*
reader sama saya : D____O *mojok ke sudut ruangan dan mutar lagu paling sedih*
chizu_ya #7
Chapter 6: jongdae sakit? TT_TT mudah2an yifan cepet tw kondisi jongae
baejun13 #8
Chapter 5: entah kenapa aku rada takut sama jongin.-.
tuhkan makin keren><
aku suka gaya penulisan kamu gak terlalu berat juga gak terlalu ringan(?)
sampai sekarang aku belom melihat satupun typo
daebak!
baejun13 #9
Chapter 3: serius ceritanya keren banget
chennya dingin dingin gitu, biasanya kan si kris yg dingin
rada kasian juga sama kris dicuekkin sama chen
update yg cepet ya thor! *readerpemaksa*
hwaiting!:)
viani24 #10
Chapter 2: tbh aku mencari krischen ff dengan sisi kris yg kaya gini (hangat,pengertian&pantang menyerah) tapi sayangnya jarang nemu (y iyalah secara krischen ff is rare as diamond),,so much like when yifan take care of sick's jongdae (feelnya itu loh),,mudah2n yifan didn't give up even though jongdae gave him cold attitude,,fighting for yifan & you author ^^