6

Miracle In December

3 Desember 2008

 

Jongin menghentikan mobilnya tepat di tepi sungai Han. Ia melirik sekilas Jongdae yang masih terdiam sambil memandangi pemandangan di luar jendela. Tersenyum tipis, Jongin membuka pintu mobilnya. Berjalan memutar kearah lain, lalu membukakan pintu mobil milik Jongdae. Membuat namja itu tersadar dari lamunannya saat Jongin mendekatkan wajahnya kearah Jongdae dan mengacak-ngacak rambutnya.

“Kita sudah sampai, Tuan..” ujarnya bercanda. Jongdae menanggapinya dengan senyum kaku sebelum mendorong Jongin agar menjauh darinya. Ia melepas safety-belt yang masih terpasang, lalu turun dari mobil.

“Kau sedang melamunkan apa tadi?” pertanyaan itu keluar dari bibir Jongin, yang sekarang tengah merangkul Jongdae dan berjalan beriringan di samping namja itu. menyusuri pinggiran sungai Han.

“Eum.. rahasia?”

“Huh? Ooh.. jadi kau sudah berani main rahasia-rahasiaan denganku?”

“Kau tau, banyak hal yang kurahasiakan darimu selama 3 tahun ini.”

“Mwo? Kau berani merahasiakan banyak hal dariku? Ya, Kim Jongdae!”

Jongin berteriak, tepat saat sosok Jongdae meloloskan diri dari rangkulannya dan berlari di depannya. Jongin tersenyum tipis sambil mulai mengejar sosok Jongdae. Yang berlari sambil tertawa lepas.

 

Jongin menghempaskan tubuhnya di rumput begitu saja. Mengatur nafasnya yang masih belum beraturan. Sementara Jongdae mengambil posisi duduk di sampingnya. Duduk menghadap Jongin yang tengah menutup matanya sambil menetralkan nafasnya.

“Kau tak pernah berolahraga ya selama di Canada?” pertanyaan Jongdae membuat Jongin menolehkan kepalanya menatap namja itu. sebelum meringis pelan.

“Bukannya begitu, Dae. Kau tau kan, aku mengejar kelas disana?”

Jongdae hanya mengangkat bahunya, berpura-pura tak peduli sebelum mengalihkan pandangannya pada sungai Han yang terbentang di hadapannya. Jongdae tau sepupunya itu dua tingkat diatasnya. Tahun depan, sepupunya itu sudah lulus dari sekolah menengah atasnya. Itu salah satu alasan Jongin mengingkari janjinya 3 tahun yang lalu.

“Hei,” Jongin beranjak duduk dan mendekatkan tubuhnya dengan Jongdae. Lalu merangkul pundak sepupunya itu. “Kau mau menceritakan rahasiamu kan? Kau sudah berjanji?”

Jongdae menoleh kearah Jongin sebelum kembali menatap sungai Han di hadapannya. Namja yang tengah merangkulnya itu berhasil menangkapnya saat melarikan diri tadi. Itu lah kenapa Jongdae harus menceritakan rahasianya. Karena itu yang Jongin minta sebagai tebusan membuatnya berlari sepanjang sungai Han hanya untuk mengejarnya.

“Aku harus memulai darimana?”

“Woah, tampaknya begitu banyak yang kau rahasiakan dariku sampai kau tak tau mau mulai darimana?” Jongdae meringis kecil mendengar sindiran halus Jongin.

“Aku mulai dari pertanyaanmu tadi di sekolah, bagaimana?”

“Mengenai grup choir?”

“Eum.”

“Baik, kita mulai dari situ.”

 

Jongin, bocah berusia 10 tahun itu berlari memasuki gereja yang terlihat sudah ramai dengan para jemaat yang akan merayakan malam natal. Jongin tak memperdulikan panggilan kedua orang tuanya, yang menyuruhnya berhenti berlari di dalam gereja. Yang Jongin mau, ia harus duduk di bangku paling depan. Menonton Jongdae yang akan menyanyi nanti.

Jongin berhasil duduk di bangku panjang, di depan pohon natal yang menjulang tinggi, di barisan terdepan. Dengan senyum puas, anak lelaki itu mulai duduk manis. Sementara kedua orang tuanya menyusul duduk di samping kiri dan kanannya. Menjaga agar anak lelaki mereka tak mulai berlari lagi.

 

Jongin mulai bergerak tak sabar saat menunggu khotbah dari sang pastur yang tak kunjung selesai. Entah sudah berapa kali sang eomma memintanya untuk berhenti bergerak kesana kemari. Tapi tetap saja, Jongin tak mengindahkan ucapan sang eomma.

Sampai akhirnya sekumpulan anak-anak keluar dari pintu lain di gereja. Jongin hampir saja melompat dari bangku panjang itu saat menangkap sosok Jongdae ada di salah satu dari mereka. Ia tersenyum lebar saat melihat sepupunya itu berdiri di barisan depan.

Jongin tak bisa mengalihkan pandangannya dari Jongdae saat grup choir gereja itu mulai bernyanyi. Perlahan, senyuman lebar yang terkembang di wajah Jongin memudar, seiring dengan lagu yang dinyanyikan hampir mencapai klimaks.

Dan saat lagu itu benar-benar habis, senyuman itu benar-benar hilang dari wajah Jongin.

 

Saat para jemaat yang lain mulai membubarkan diri, Jongin enggan beranjak dari tempatnya. Bahkan ia meminta orang tuanya pergi ke rumah Jongdae lebih dulu dengan alasan ia ingin pulang bersama Jongdae.

Jongin berlari menuju pintu belakang gereja saat para jemaat benar-benar sudah meninggalkan gereja. Ia melihat Jongdae berlari kesana, sebelum bocah tinggi yang menyusulnya ikut keluar melalui pintu itu.

Jongin merasa ada yang tidak beres dengan sepupunya itu. Berbagai pikiran buruk sudah berkelebat di pikirannya. Jongin berusaha menepisnya, namun tak bisa. Malah semakin parah, saat ia melihat Jongdae duduk di tengah-tengah salju yang baru turun di malam natal. Tubuh kecilnya tampak bergetar.

Jongin ingin berlari dan memeluk tubuh kecil sepupunya itu. Namun tak mungkin, karena sudah ada yang lebih dulu memeluknya.

 

“Kau ingat saat aku mengatakan aku ingin berhenti bernyanyi?”

“Bagaimana aku bisa lupa? Itu awal dimana aku menyuruhmu untuk tak menangis didepan siapa pun selain aku.” Jongdae tersenyum tipis mendengar jawaban Jongin.

“Kupikir, sudah saatnya aku mengusir ketakutanku sesaat, Jongin.”

Jongin terdiam dan menatap wajah Jongdae yang menatap lurus kearah sungai Han.

“Karena kurasa, aku harus membuang ketakutan itu. Disaat-saat terakhir, aku tak mau dikalahkan oleh ketakutan itu.”

“Kau bilang disaat-saat terakhir?”

Jongdae mengalihkan pandangannya pada Jongin, menatap wajah sepupunya yang tengah menatap tajam ke arahnya. Tak terima dengan apa yang baru saja diucapkan Jongdae.

“Aku tak bisa bertahan lebih lama lagi, Jongin..”

Kedua tangan Jongin mengepal. Ia menggenggam rumput tempatnya berada, mencabutnya dan melemparnya ke sembarang arah. Hanya itu yang bisa menjadi pelampiasan amarahnya saat ini.

“Kau tau bernyanyi adalah hobiku kan? Kau sendiri juga tau menjadi penyanyi adalah impianku, iya kan?”

Jongin tak menjawab. Hanya menatap lurus kearah sungai Han. Dan tampaknya Jongdae juga tak membutuhkan jawabannya.

“Aku hanya ingin mewujudkan salah satu dari impianku. Walau mustahil, kurasa bergabung dengan grup choir itu lah satu-satunya jawaban. Aku bisa bernyanyi, dan jika Tuhan memberiku kesempatan, aku bisa bernyanyi di malam yang suci nanti.”

Jongin menyerah, ia membiarkan kedua bola matanya menatap Jongdae, yang sekarang tengah menutup kedua bola matanya.

“Dae,” Jongin memanggilnya.

“Eum?” Jongdae menyahut, dengan mata yang masih tertutup.

“Kau mau menyanyi untukku?”

Kedua kelopak mata Jongdae terbuka, membiarkan bola matanya bertemu pandang dengan milik Jongin.

“Apapun. Nyanyikan lagu yang bisa membuatku merasakan apa yang kau rasakan sekarang.”

Jongin merebahkan kepalanya di pangkuan Jongdae. Memejamkan kedua matanya saat itu juga. Ia bisa merasakan jemari Jongdae yang mulai bergerak di surai hitam miliknya.

 

In the place where memories rest

Even in the warmth left at the tip of my fingers

You are there, you are there

Your scent, your face

 

Jongin meremas ujung pakaiannya saat lantunan nada itu mulai keluar dari bibir Jongdae. Kenapa dari banyak pilihan lagu, harus lagu ini yang Jongdae nyanyikan?

 

Please look at me, look at me, look at me

I feel you, I feel you, I feel you like this

I tried to hold onto the way you speak, your smile

I tried to hold onto you

 

Namja itu. Pasti tentang namja itu.

 

Look at me, look at me, look at me

I feel you, I feel you, I feel you like this

After barely resembling the way you speak, your smile

After barely resembling you

 

Jongin tau ketika Jongdae harus berakting menjadi orang lain saat di hadapan namja itu. Jongin tau, bagaimana Jongdae harus berusaha mengabaikan hatinya.

 

In the place we were together

In the moments that I started to resemble you

I was so happy even though I couldn’t sleep at night

But you’re not here, you’re not here

How can I live as I empty you out?

In the times that we should have walked together

In the places where our future and my hopes still have to be made

I’m standing there because I miss you so much

 

“Cukup Jongdae,”

Jongin menegapkan tubuhnya, memeluk tubuh Jongdae saat itu juga. Erat, sangat erat seolah bisa saja meremukkan tulang-tulang milik Jongdae.

“Cukup. Aku tak bisa mendengar lebih dari itu.”

 

Mereka membiarkan keheningan menjadi teman mereka. Jongdae membiarkan Jongin terus memeluk erat tubuhnya, sementara Jongin membiarkan Jongdae membenamkan kepalanya di pundaknya.

“Kita pulang ya?”

Dan akhirnya kata itu yang keluar dari bibir Jongin. Bersamaan dengan anggukan pelan dari Jongdae, Jongin melepas pelukan mereka. Menatap lembut sosok Jongdae, lalu mengacak-ngacak tatanan rambut sepupunya itu sebelum mengulurkan tangannya untuk Jongdae. Membantu namja itu berdiri.

 

Dan akhirnya mereka tak jadi menghabiskan waktu lebih lama di sana. Tak sampai tengah malam, bahkan sebelum matahari terbenam. Jongin tak bisa lebih lama disana. Karena Jongin tak bisa melihat Jongdae seperti tadi. Ia lebih memilih melihat Jongdae menangis semalaman, membiarkan Jongdae meminjamkan bahunya. Daripada melihat Jongdae yang tadi. Berusaha tegar, tersenyum, seolah tak ada apa-apa.

 

 

 

 

 

 

Yifan langsung disambut sapaan nyaring oleh Chanyeol, serta senyum manis Baekhyun yang melambaikan tangan kearahnya ketika ia tiba di tempat janjian mereka. Menyuruh Yifan untuk segera bergabung dengan mereka. Yifan juga menemukan sosok Ryeowook dan Kyungsoo bersama mereka.

“Ya, kemana kau saat jogging tadi? Kenapa tak bergabung, pabo!” Yifan meringis saat merasakan kedua tangan Chanyeol mengamit lehernya. Berusaha melepaskan dirinya segera dari serangan sahabatnya itu.

“Aku terjaga sampai jam 3 pagi menemani Yixing hyung dan Luhan hyung menonton film. Lagian tanpaku kalian malah lebih bebas kan?” Yifan menatap menggoda kearah Baekhyun, sebelum memasang tampang mengejek kearah Chanyeol.

“Kau tak membawa Jongdae kemari?”

Pertanyaan Kyungsoo menghentikan Chanyeol yang hampir menyerang Yifan lagi. Yifan menatap Kyungsoo bingung, sebelum menatap Chanyeol dan Baekhyun bergantian.

“Ya, kan sudah kusuruh kau mengajak Jongdae tadi. Jangan-jangan kau tak membaca pesanku?”

Yifan terdiam sesaat. Ia memang menerima pesan dari Chanyeol yang berisi tentang membawa Jongdae untuk bergabung bersama mereka. Tapi Yifan pikir itu hanya candaan Chanyeol yang sekedar ingin meledeknya.

“Bagaimana caranya aku mengajak Jongdae?” keempat temannya secara bersamaan menepuk dahi mereka mendengar jawaban Yifan.

“Kau tetangganya kan?” Yifan mengiyakan ucapan Baekhyun.

“Aku sudah memberikan nomornya padamu kan?” Yifan lagi-lagi mengangguk, kali ini untuk menjawab Chanyeol.

“Lalu kenapa kau tak mengirimnya pesan untuk mengajaknya? Setelah itu menjemputnya di rumahnya, eng.. dengan sedikit pemaksaan? Ya, mengajaknya bergabung ke grup choir saja kau bisa tapi kenapa mengajak Jongdae keluar tak bisa?” sebagai yang paling tua disana, Ryeowook menikmati perannya memarahi Yifan.

“Aish, sudah kubilang kan mengenai aku berhasil mengajaknya bergabung ke grup choir, sungguh, itu hanya suatu keajaiban ia menerima tawaranku begitu saja! Sudahlah, jadi kita tak jadi pergi?”

“Kami sih jadi. Tapi kau yakin pergi sendiri? Tanpa pasangan?”

“Kau menyindirku?”

“Ani, maksudku begini. Aku akan sibuk dengan Baekhyun, lalu Kyungsoo akan bersama Ryeowook hyung. Kalau kau yang berjalan sendirian lalu tiba-tiba berpisah dari kami bagaimana? Menghilang? Diculik?”

Yifan memutar bola matanya menanggapi Chanyeol. “Aku akan mengajak orang lain.”

“Huh?” keempatnya serempak menatap Yifan tak percaya. Yang segera disuguhkan pemandangan Yifan yang berusaha menghubungi seseorang di ujung sana.

 

Tak sampai setengah jam, orang yang dihubungi Yifan terlihat berlari kearah mereka. Joonmyeon berlari dengan nafas terengah-engah, sebelum berhenti didepan mereka yang sudah menunggunya.

“Nah, jadi kita bisa jalan sekarang?” Tanya Yifan pada yang lain. Chanyeol dan Baekhyun mengangguk singkat, sementara Ryeowook dan Kyungsoo memilih mulai berjalan duluan.

“Hei, kau tak bilang kalau kita pergi bersama teman-temanmu?” Joonmyeon berbisik pada Yifan. yang berjalan beriringan bersamanya dan berjalan di belakang Baekhyun dan Chanyeol.

“Memangnya kenapa?”

“Aish, kaukira aku kesini gratis? Aku ingin memintamu menemaniku untuk survey barang lagi.”

“Mwo?”

 

 

 

 

Jongin membuka kedua kelopak matanya saat merasakan sinar matahari yang masuk ke kamar. Matanya menyipit, membiasakan dengan sinar matahari yang masuk.

Jongin beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela yang terbuka. Ia tak tau kenapa matahari bisa sesilau tadi di musim dingin.

Merasa tersadar kalau jendela tak bisa terbuka dengan sendirinya, Jongin menatap kasur king size tempatnya tadi tidur. Jongin tak menemukan sosok Jongdae disana. Itu artinya, namja itu sudah bangun lebih dulu darinya.

Jongin berjalan menuju lemari pakaian Jongdae. Membukanya untuk mengambil beberapa pakaian miliknya yang sengaja ia taruh disini. Setelah itu ia menyeret kakinya untuk melangkah kea rah kamar mandi. Dan menemukan kamar mandi dalam keadaan terkunci.

“Dae,” Jongin memanggil sepupunya dengan suara parau. Ia tak mendepat jawaban, tapi Jongin bisa mendengar suara shower yang menyala. Menandakan sepupunya ada di dalam sana.

Jongin berbalik arah dan memilih untuk duduk di pinggir tempat tidur. Menunggu sampai Jongdae selesai mandi. Tapi tampaknya menunggu sepupunya dengan tak melakukan apa-apa bisa membuatnya jatuh tertidur lagi. Maka, tangannya yang tak bisa diam mulai mengacak-ngacak benda yang bisa ia gapai di meja samping tempat tidur milik Jongdae.

Sasaran pertamanya adalah laci atas meja itu. Jongin menemukan beberapa kertas berisi lirik lagu yang mungkin ditulis sendiri oleh sepupunya itu. Secara acak, Jongin mengambil salah satu kertas itu.

 

Baby Don’t Cry

 

Jongin tersenyum tipis sebelum menaruh kertas itu lagi. Ia tak ingin membaca liriknya, karena dari judulnya saja Jongin langsung mengurungkan niatnya.

Jongin menemukan selembar foto diantara lembaran kertas itu. senyuman tipis terkembang di wajahnya saat tangannya meraih foto itu. Foto ia bersama Jongdae, foto yang sama yang ia pasang di wallpaper ponselnya.

Jongin membalikkan foto itu, seolah ingin tahu apakah ada pesan yang ditulis oleh sepupunya itu disana. Ternyata ada. Dengan tulisan rapih, di sudut kanan bawah foto itu, Jongdae menulis pesan singkatnya disana.

 

With Jonginnie ^^ Kekeke, hope you always by my side like that Jonginnie~

 

Senyum di bibir Jongin lenyap, berganti dengan perasaan bersalah yang menyeruak di hatinya. Ia melewatkan 3 tahun tanpa di sisi sepupunya. pesan yang tertulis disana seolah harapan Jongdae yang tak terwujud.

Tapi setidaknya ia disini sekarang. Ia akan berada di sisinya, memastikan sepupunya itu baik-baik saja.

Jongin menatap selembar kertas yang bukan berisi lirik lagu ataupun foto dirinya bersama Jongdae. Selembar kertas yang berada di bagian paling bawah, tertimpa oleh kertas-kertas yang lain. Tangannya meraih kertas itu. Membaca setiap tulisan yang ada disana.

 

To : Kim Jongdae

 

Hey, kau sudah memakan samgyetang yang ada di atas mejamu? Itu sup buatanku loh, hehe. Walaupun ahjumma Nam membantuku sedikit (sebenarnya banyak sih). Oh ya, setelah membaca surat ini kau harus langsung turun dan meminta obatmu pada ahjumma Nam, ya? Suhu tubuhmu panas sekali tadi saat kau tertidur di sekolah. Beruntung saat aku mengeceknya tadi sebelum kutulis surat ini suhu tubuhmu sudah sedikit berkurang.

Oh ya, maaf mungkin kau sedikit bingung kenapa kau yang sewaktu sadar tidur di sekolah dan saat bangun sudah berada di rumah. Kau tau, aku panic saat menemukanmu tertidur denga  wajah pucat di kelas. Makanya tanpa berpikir dua kali, aku langsung membawamu pulang sampai-sampai meninggalkan sepedamu di sekolah -_- Tapi kau tenang saja, saat kau bangun, sepedamu pasti sudah ada di garasi rumahmu!

Oh ya, kalau kau merasa samgyetang yang kubuat enak, kau bisa meminta ahjumma Nam membawakan lagi untukmu. Aku memasakkan banyak, satu panci, hehe. Tenang saja, aku tak menaruh apapun di samgyetangmu kok ._.V

Kau harus banyak istirahat Jongdae. Mungkin kau kelelahan karena banyak tugas sekolah. Aku tak mau kau sakit lagi, oke? Dengarkan kata-kata Wu Yifan ;)

 

From : Yifannie :3

 

Jongin menghela nafasnya sebelum mengembalikan kertas itu di tumpukan paling bawah. Menutup kembali laci yang ia buka. Ia terdiam sesaat, menatap kearah meja kecil di samping tempat tidur tempatnya berada.

“Tampaknya ia begitu memperhatikanmu.” Jongin berbisik lirih. Menatap foto Jongdae yang menatap datar kearah kamera yang kemungkinan diambil oleh kedua orang tuanya saat liburan tahun lalu. Seolah berbicara pada foto itu.

Jongin menghela nafas panjang, sebelum melirik pintu kamar mandi yang sedari tadi tak terbuka sama sekali. Ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan kearah kamar mandi. Ia masih bisa mendengar suara shower yang menyala.

“Dae, kau tak tertidur didalam kan?”

Jongdae tak pernah menghabiskan waktu yang lama di kamar mandi. Kata-katanya yang keluar dari mulutnya sendiri malah membuat Jongin takut, bahwa Jongdae bukan tidur di kamar mandi. Tapi pingsan.

“Dae! Kau dengar aku kan?! Buka pintunya Dae!”

Jongin menggedor-gedor pintu kamar mandi frustasi. Tak bisa menunggu jawaban dari Jongdae lebih lama, Jongin segera mencari benda yang bisa membuka pintu kamar mandi. Saat Jongin tak kunjung menemukan benda yang cari, Jongin memutuskan untuk mendobrak pintu kamar mandi itu.

“Jongdae!”

 

 

 

 

Yifan menatap lama layar ponselnya. Semua ucapan Joonmyeon seolah masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri. Ia sendiri tak tau, namja di sampingnya itu membicarakan apa saja. Bahkan ia tak perduli dengan Chanyeol dan Baekhyun yang asik bermesraan. Serta Ryeowook yang tak berhenti menggoda Kyungsoo.

Perhatian Yifan hanya terfokus pada rangkaian tulisan di layar ponselnya.

 

To : Jongdae

Hey, kau sedang apa?

 

Yifan hanya tinggal menekan tombol sent, dan pesan itu benar-benar akan terkirim ke Jongdae.

“Kalau kau ingin mengiriminya pesan, kenapa harus berpikir selama itu sih?”

Yifan tersadar saat tangan Joonmyeon merebut ponselnya. Mulutnya tanpa sadar terbuka lebar, tepat saat Joonmyeon menekan tombol sent pada ponselnya. Yifan hanya menatap layar ponselnya yang kemudian memberitahu bahwa pesan telah terkirim.

Yifan melirik Chanyeol dan Baekhyun, yang untungnya masih sibuk dengan adegan romantis mereka sehingga tak memperhatikan apa yang dilakukan Joonmyeon. Dan Yifan benar-benar bernafas lega saat melihat Ryeowook dan Kyungsoo tak ada di tempat, entah kemana. Dan Yifan tak peduli dengan hal itu.

“Cepat habiskan makananmu. Lalu kau temani aku survey barang.”

Yifan menoleh kearah Joonmyeon yang kembali menyantap makanan di depannya. Rasanya, Yifan ingin sekali mencekik leher namja di sebelahnya ini. Ia baru saja membuat dirinya berada dalam bahaya paling besar.

Perhatian Yifan kembali teralih saat ia merasakan ponselnya bergetar. Ia meraih ponselnya yang berada di atas meja, melihat layarnya dan tersenyum tipis. Satu pesan masuk.

Yifan tak tau kenapa dadanya mendadak berdebar dan jarinya bergetar hanya untuk memencet tombol untuk membaca pesan itu. mungkinkah Jongdae membalas pesannya secepat itu?

 

Ingin rasanya Yifan membanting ponselnya saat itu juga ke lantai saat matanya menemukan nama Luhan sebagai pengirim, bukan Jongdae.

“Jangan terlalu antusias, Wu Yifan. Jongdae pasti membalasnya, tapi tak secepat itu.” Yifan melirik sinis Joonmyeon yang tampak masih asik melahap makanannya. Tak peduli ia tengah ditatap seperti itu oleh Yifan.

Yifan hanya bisa menghela nafasnya sebelum membaca isi pesan Luhan.

 

From : Luhan-ge

Aku melihat mobil sedan hitam keluar dari halaman rumah Jongdae. Aku tak tau kemana mobil itu pergi dan aku tak tau apakah Jongdae ada didalamnya atau tidak. Tapi sedan hitam itu mobil Jongdae kan?

 

Yifan mengerutkan dahinya membaca pesan Luhan. Mobil hitam? Jongdae? Setau Yifan, Jongdae lebih suka pergi keluar rumah dengan sepedanya, dibanding dengan mobil.

Seketika mata Yifan membulat saat menyadari isi pesan Luhan. Mobil sedan hitam milik Jongdae.. Yifan melihatnya di pinggir sungai Han kemarin saat ia melewati sungai Han selesai melakukan survey barang. Jika Jongdae tak pernah mengemudikan mobil, berarti hanya ada satu kemungkinan. Namja asing yang bersamanya, namja itu yang mengemudikan mobil itu. kemungkinan besar, Jongdae ada di dalam mobil itu.

 

Yifan mengetikkan balasan ucapan terima kasih untuk Luhan secepat kilat. Sebelum berdiri dan menarik tangan Joonmyeon agar ikut berdiri.

“Ya, kau mau kemana?” akhirnya Chanyeol berhenti ber-lovey dovey dengan Baekhyunnya. Akhirnya sahabatnya itu memperhatikan pergerakannya juga.

“Aku ada urusan bersama Joonmyeon. Jika Kyungsoo dan Ryeowook hyung sudah kembali, sampaikan permintaan maafku karena tak bisa bersama kalian sampai selesai. Kami duluan.”

Sambil menarik tangan Joonmyeon, Yifan berjalan keluar café tempat mereka makan. Yifan menulikan telinganya saat Joonmyeon mengeluarkan protesnya. Ia tetap menarik tubuh yang lebih kecilnya untuk mengikuti langkahnya.

 

 

 

 

Namja yang mengenakan baju rumah sakit yang tampak kebesaran di badannya itu menatap kosong keluar jendela. Seolah tak menyadari salah satu perawat yang bertugas merawatnya sudah berada di belakangnya dan memegang dorongan kursi roda, tempatnya duduk sekarang.

“Kau jadi jalan-jalan keluar?”

Suara itu lah yang membuat namja itu tersadar, dan menoleh ke belakang. Tersenyum pada si perawat lalu menganggukkan kepalanya.

“Sungyeol-ssi,” namja itu memanggil si perawat, menghentikan pergerakan si perawat yang hendak mendorong kursi rodanya.

“Kau tenang saja, Woohyun-ssi. Dokter Kim sudah mengijinkanku untuk membawamu keluar. Hanya sebatas taman rumah sakit saja kok.”

Woohyun, namja itu tersenyum tipis sebelum menganggukkan kepalanya. Membiarkan perawat itu melanjutkan mendorong kursi roda Woohyun.

 

Setelah koma selama 5 hari, akhirnya Woohyun sadar dengan kondisi yang sangat tidak baik. Woohyun harus membiarkan kepalanya diperban, tangan kanannya diperban, dan yang paling parah, menerima kenyataan bahwa kakinya mendadak mati rasa dan belum bisa digerakkan bahkan sampai sekarang. Jika selama beberapa hari ke depan kaki namja itu masih mati rasa, Woohyun akan divonis lumpuh.

Woohyun menatap lorong rumah sakit yang penuh dengan pasien. Rumah sakit adalah tempat yang paling ia benci dari dulu. Ia tidak suka melihat semua ekspresi orang yang berada di rumah sakit selalu murung, dipenuhi kesedihan. Dan ia benci ia harus berakhir menjadi salah satu dari mereka.

Woohyun melihat beberapa perawat mendorong tempat tidur yang berisi pasien bergerak kearah mereka. Woohyun menduga, mungkin itu pasien yang akan menghuni ruang ICU segera.

“Sungyeol-ssi, bisa kau bantu kami? Pasien ini akan masuk ke ruang ICU.” Salah satu perawat yang berpasan dengannya berbicara pada perawat yang mendorong kursi rodanya. Sebelum ia kembali mendorong tempat tidur itu, membawa pasien yang baru datang ke ruang ICU.

Woohyun sempat memperhatikan wajah namja yang terbaring di tempat tidur itu. Wajah, bibir semuanya terlihat pucat. Terlebih di sebelahnya, di antara para perawat ada namja lain yang terus menggenggam tangan pasien itu.

“Woohyun-ssi,”

“Tak apa Sungyeol-ssi,” Woohyun tersenyum tipis. “Aku bisa ke taman kapan-kapan. Pasien itu lebih membutuhkanmu.”

Woohyun bisa mendengar perawatnya menghela nafas pelan. “Aku akan mengantarmu ke kamar dulu, baru aku akan menangani pasien itu. Kamarmu belum jauh dari sini.”

Roda kursi roda Woohyun kembali berjalan, memutar arah. Woohyun bisa melihat pintu kamar rawatnya dari kejauhan. Mungkin Woohyun akan menyuruh temannya untuk datang menemaninya di rumah sakit. Sejak ia sadar semalam, tak ada yang menjenguknya kecuali kedua orang tuanya. Woohyun bisa pastikan untuk menjitak kepala teman-temannya itu jika mereka datang berkunjung.

 

 

TBC

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
viani24 #1
Chapter 7: I am glad that you are not abandon and give up for this story ^^...take your time...I'll wait your update...thank you for update & fighting author ^^
Waijyn_Jung #2
Aduh mian salah tulis review yah
maksudnya cepet di next yah
Waijyn_Jung #3
Chapter 6: Ya ampun Jongdae kamu kenapa? Jondaeku sayang sini mamah peluk *pelukJongdae
oyaaa ffnya jangan lu next next next :D
taratata #4
Chapter 6: apa mksd jongdae dia tdk bisa bertahan lbh lama lg? jongdae sakit? :-(
baejun13 #5
Chapter 6: uwaaa itu lagu gone kan?
jongdae kenapa? namja itu? yifan ya?*soktau*
huwee jongdae TAT
keep writing!
GyeongGie #6
Chapter 6: chen T___T one of my ultimate bias *-*
jongdae sakit? ㅠ_ㅠ
thor, updatenya cepat xD /raih kerah baju author/
*author: lah baju saya ga berkerah kok :p*
reader sama saya : D____O *mojok ke sudut ruangan dan mutar lagu paling sedih*
chizu_ya #7
Chapter 6: jongdae sakit? TT_TT mudah2an yifan cepet tw kondisi jongae
baejun13 #8
Chapter 5: entah kenapa aku rada takut sama jongin.-.
tuhkan makin keren><
aku suka gaya penulisan kamu gak terlalu berat juga gak terlalu ringan(?)
sampai sekarang aku belom melihat satupun typo
daebak!
baejun13 #9
Chapter 3: serius ceritanya keren banget
chennya dingin dingin gitu, biasanya kan si kris yg dingin
rada kasian juga sama kris dicuekkin sama chen
update yg cepet ya thor! *readerpemaksa*
hwaiting!:)
viani24 #10
Chapter 2: tbh aku mencari krischen ff dengan sisi kris yg kaya gini (hangat,pengertian&pantang menyerah) tapi sayangnya jarang nemu (y iyalah secara krischen ff is rare as diamond),,so much like when yifan take care of sick's jongdae (feelnya itu loh),,mudah2n yifan didn't give up even though jongdae gave him cold attitude,,fighting for yifan & you author ^^