4

Miracle In December

Jongdae menatap Ryeowook yang tengah sibuk dengan beberapa kertas yang ia duga berisikan not balok di tangannya. lalu ia beralih pada pasangan ChanBaek yang asik bercanda gurau, entah tentang  apa. Lalu ia menatap Kyungsoo, yang memilih sudut ruangan untuk berlatih vokal. Terlihat dari bibir Kyungsoo yang terus bergerak, seperti menyanyikan lantunan nada. Ia menatap Sunggyu yang tengah bergabung dengan Hoya dan Dongwoo. Sunggyu tampak menjahili Hoya, tapi namja tu hanya diam. Dan Dongwoo lah yang terlihat sewot dan langsung memeluk Hoya, berpura-pura melindungi Hoya dari Sunggyu. Dan berakhir dengan ketiganya tertawa bersama.

Jongdae menyudahi memperhatikan orang lain dan memilih memfokuskan perhatiannya pada sepatunya. Entah memperhatikan apa. Mungkin ia bisa berpikir kenapa sepatunya harus memiliki tali. Fungsi tali di sepatu itu apa? Apa saja yang penting Jongdae tak harus diam melamun atau memperhatikan orang lain.

“Nah! Ini dia Jongdae not balok untukmu! Akhirnya, kupikir not baloknya tertinggal di rumahku.” Jongdae akhirnya berhenti memperhatikan sepatunya dan beralih menatap Ryeowook yang sedari tadi duduk di sampingnya. Menerima kertas yang Ryeowook berikan padanya.

“Kau bisa membaca lirik lagunya dulu. Dan jika kau belum familiar dengan lagunya, aku akan suruh Baekhyun untuk memainkan piano lagu itu.”

Jongdae hanya mengangguk sekilas sebelum menatap lekat-lekat kertas berisi not balok yang ada di tangannya itu. Jongdae membaca lirik berbahasa inggris itu. hanya sekedar membaca, karena ia sesungguhnya tak tau apa makna dari lirik itu. sebelum akhirnya Jongdae menatap judul yang berada di bagian atas kertas itu.

 

Song for Winter’s Night..

 

Jongdae tersentak saat merasa ada yang merangkul pundaknya. Ia tak pernah menyukai skinship, itu alasannya kenapa kulitnya seolah terasa tersengat jika ada seseorang yang sekedar menyentuhnya, apalagi merangkulnya.

Jongdae menolehkan kepalanya ke samping hanya untuk menemukan Kyungsoo sedang tersenyum bodoh kearahnya.

“Bagaimana lagunya? Menurutmu cocok untuk dinyanyikan di perayaan malam natal sekolah kita nanti kan?”

Jongdae tau Kyungsoo orang yang ramah. Lagipula ia sudah mengenal Kyungsoo sejak lama. Dan ini, pertama kalinya ia berbicara dengan Kyungsoo lagi setelah ia memutuskan meninggalkan choir grup gereja didekat rumahnya. Jadi ia tidak bermasalah jika harus menanggapi setiap ucapan Kyungsoo.

Jongdae hanya mengangguk pelan, dan masih menatap Kyungsoo yang tersenyum bodoh.

“Aku rasa Tuhan mendengar doaku, Dae. Aku selalu ingin menarikmu kesini untuk bergabung bersama kami. Aku selalu bermimpi jika suatu saat kita, aku dan kau bisa berlatih bersama lagi seperti yang dulu kita lakukan. Tampaknya aku harus berterima kasih pada Yifan, yang ternyata memilihmu untuk masuk ke choir grup sekolah ini. Apa yang ia lakukan sehingga berhasil membujukmu lagi?”

Jongdae terpaku sesaat mendengar ucapan yang terdengar tulus dari bibir Kyungsoo. Ia menaikkan satu ujung bibirnya membentuk senyum tipis.

“Aaa~ aku tau aku tau.. tentang kau dan Yifan selalu rahasia kan? Aku sudah tau itu sejak kita kecil! Kalian berdua kan tak bisa terpisahkan!”

 

Tak bisa.. terpisahkan?

Jongdae menatap Kyungsoo yang sekarang tengah mengguncang-guncangkan tubuhnya, entah kenapa. Tapi ia bisa melihat bibir Kyungsoo yang melebar, seolah bisa saja kedua sudut bibirnya menyentuh telinganya. Jongdae mencoba mencerna ucapan Kyungsoo.

 

Tadi Kyungsoo mengatakan ia dan Yifan tak bisa terpisahkan. Benarkah?

 

Tanpa sengaja kedua bola mata Jongdae bertemu dengan sepasang mata tajam milik Yifan yang masih berada didalam ruangan ini. Seketika bibir Yifan membentuk sebuah lengkungan hangat. Yang dibalas buangan muka oleh Jongdae. Namja itu langsung mengalihkan pandangannya bahkan sebelum senyuman hangat itu terbentuk.

Jongdae tak tau kenapa Yifan masih berada disini. Bukankah ia hanya memintanya untuk mengantarkannya saja. Bukan menungguinya kan?

 

“Hei, dengarkan nada piano itu Jongdae. Itu instrument untuk lagu yang akan kita nyanyikan.” Kyungsoo tiba-tiba berbisik di telinga Jongdae membuat namja itu mengalihkan pikirannya. Kedua matanya menatap Baekhyun yang duduk di bangku piano klasik dan sibuk memainkan tuts-tuts piano.

Jongdae terdiam sesaat membiarkan setiap alunan nada yang keluar dari piano klasik itu berputar di otaknya. Sebelum perlahan matanya terpejam, menikmati alunan nada yang Baekhyun mainkan. Dan seiring dengan alunan nada itu, Jongdae juga bisa mendengar suara bass khas Kyungsoo yang bernyanyi pelan di sampingnya.

Hati Jongdae seolah diselimuti kehangatan, saat nada-nada indah itu terus berputar di otaknya.

 

“Hei, kau tak pernah mengalihkan pandanganmu dari Jongdae.”

Yifan yang tengah sibuk memperhatikan sosok Jongdae tersentak sesaat ketika ucapan Joonmyeon mengusiknya.

“Huh?”

“Hmm.. tampaknya kau bukan sekedar teman sekelas Jongdae, iya kan? Sepertinya kau mempunyai hubungan special dengan Jongdae.” Yifan melirik Joonmyeon yang tiba-tiba memasang senyum aneh yang terlihat mengerikan dimata Yifan. membuat namja jangkung itu memilih kembali mengalihkan pandangannya pada Jongdae.

“Aniyo. Aku dan Jongdae sahabat sejak kecil. Rumah kami bersebelahan, dan aku mengenalnya sejak bayi.”

“Jinjja? Tapi Yifan, tatapanmu padanya itu menyiratkan aura aneh. Aura.. cinta?”

 

Yifan terpaku mendengar ucapan Joonmyeon. Cinta? Apa maksud namja disampingnya ini?

 

“Yasudahlah kalau kau tak mau mengaku. Oh ya, kau masih mau disini?”

Yifan hanya mengangguk singkat menanggapi Joonmyeon.

“Hmm, tampaknya kau memang tak mau berpisah dengan Jongdae. Pasti kau menunggunya untuk pulang bersama kan?”

Yifan membulatkan matanya. Bagaimana Joonmyeon bisa membaca pikirannya?

“Yasudah, kalau kau mencariku aku ada di ruangan panitia. Bye Yifan!”

Yifan membalas lambaian tangan Joonmyeon dan mengantarkan namja itu hingga ke pintu dengan tatapannya. Sebelum kembali beralih pada Jongdae yang tengah menutup kedua matanya. Tampak menikmati dentingan piano yang dimainkan Baekhyun.

“Apa salah kalau aku hanya ingin menunggumu, Dae-i? Aku ingin menebus banyak waktu yang seharusnya bisa kita habiskan berdua. Aku hanya ingin memulai lembaran awal pertemanan denganmu. Aku tak salah kan Dae-i?”

Yifan berbisik pelan hanya untuk dirinya. Sambil menatap Jongdae dalam, walaupun kedua bola mata yang ditatap tak membalas tatapannya.

 

 

 

 

Ryeowook mulai mengatur anggota choir grup untuk berdiri sesuai posisi masing-masing. setelah formasi terbentuk, Ryeowook berdiri di depan mereka dengan senyuman yang terkembang di wajahnya.

“Hyung~!”

Ryeowook menoleh kearah namja tinggi yang memanggilnya. Ia menaikkan satu alisnya seolahh bertanya “apa”.

“Bagaimana Jongdae bisa menyesuaikan dengan kita? Ia kan belum tau ia harus menyanyi di bagian mana.”

“Astaga.. aku melupakan hal itu!” Ryeowook menepuk dahinya sebelum menatap Jongdae yang berdiri di barisan tengah, tepat disamping namja tinggi yang mengingatkannya, Park Chanyeol.

“Tapi Dae tidak asing dengan lagunya kok hyung. Bagaimana kalau kita suruh Dae untuk menyanyikan lagu tadi secara solo? Diiringi permainan piano Baekhyun?” tiba-tiba Kyungsoo yang berdiri di barisan depan bersuara. Sambil melirik Jongdae yang memasang wajah datarnya, seperti biasa.

“Benar tuh hyung, hitung-hitung hari ini kita istirahat latihan. Biarkan kita menyambut anggota baru kita. Kita semua kan juga ingin mendengar suara Jongdae, iya kan?” lalu Sunggyu, yang berdiri di barisan yang sama dengan Jongdae ikut bersuara.

“Baiklah-baiklah, karena memang sudah sebentar lagi menunjukkan waktu biasa latihan ini selesai,” Ryeowook mencegah lebih banyak suara yang keluar. Ia menatap Jongdae dengan jurus puppy eyesnya. “Dae-ah, kau mau kan?”

 

Keadaan ruangan menjadi hening sementara semua perhatian tertuju pada Jongdae yang masih menutup mulutnya. Tapi tanpa menunggu jawaban Jongdae, entah sejak kapan, Baekhyun sudah keluar dari barisan dan duduk di depan piano. Melihat itu Kyungsoo langsung bersuara.

“Hei hei, tampaknya kita harus menyingkir, tinggalkan Jongdae sendiri agar ia bisa bernyanyi. Bagaimana kalau-” belum selesai ucapan Kyungsoo, anggota choir grup itu membubarkan diri dan langsung mengambil posisi duduk di hadapan Jongdae, yang sekarang tinggal sendiri di barisan. Tentu setelah Chanyeol menarik tangan Kyungsoo agar ia bergabung dengan yang lain.

“Hehe, tampaknya kau tak punya pilihan, Dae.” Ryeowook tersenyum meminta maaf. Sebelum ia ikut bergabung dengan anggota choir yang lain. Yang sudah bersiap untuk menonton penampilan dadakan Jongdae.

 

“Aku siap~ Dae, aku mulai mainkan pianonya ya? Kau tau kan harus masuk dimana?”

Seharusnya Baekhyun tak bertanya, karena lagi, tanpa menunggu jawaban dari Jongdae namja itu sudah mulai memainkan jarinya diatas tuts-tuts piano.

Jongdae hanya bisa menghela nafas pelan sebelum menatap lirik yang ada di kertas yang diberikan Ryeowook. Otaknya mencoba mengingat nada dari lirik itu.

Dan bibirnya mulai terbuka, siap mengeluarkan lantunan nada itu.

 

Lantunan kata demi kata yang keluar dari bibir Jongdae berhasil menghipnotis sekumpulan orang yang duduk manis di hadapannya. Setiap nada yang Jongdae nyanyikan menyatu dengan alunan piano yang Baekhyun mainkan. Terdengar sangat indah.

Setiap nada tinggi ataupun falsett yang Jongdae keluarkan selalu membuat salah satu dari kumpulan orang yang duduk di hadapannya mengeluarkan pujian. Bahkan Baekhyun yang tengah memainkan piano pun menutup kedua matanya, menikmati suara indah milik Jongdae.

Dan saat lirik itu habis, hanya alunan piano yang terdengar sebagai penutup, tepuk tangan sudah terdengar. Seolah tak sabar ingin memberi pujian, tanpa menunggu alunan piano berhenti.

Dan ketika Baekhyun benar-benar sudah menyelesaikan permainan pianonya, Ryeowook melompat berdiri dari posisinya dan memberi tepuk tengan yang paling kencang. Sementara Jongdae terlihat menghela nafas lega sebelum memasang ekspresi yang biasa terpasang di wajahnya. Menatap Ryeowook yang masih bertepuk tangan.

 

“Nyanyian dari surga..”

Yifan yang berada di sudut ruangan itu dan menyaksikan semuanya berujar pelan. Dari wajahnya, ia tak bisa menyembunyikan ekspresi takjubnya. Jongdae yang 7 tahun lalu menyanyi di hadapannya benar-benar berbeda dari Jongdae yang berdiri di hadapannya sekarang. Suara indah itu.. entah kenapa terdengar semakin indah di usia Jongdae yang menginjak usia matang. Perubahan suara Jongdae membuat setiap lantunan nada yang ia keluarkan terdengar semakin indah, dan indah.

Yifan tak menyangka, 7 tahun tanpa mendengar nyanyiannya Yifan kira suara Jongdae tak banyak berubah. Tapi ia tau, Jongdae tak pernah melewatkan 7 tahun begitu saja tanpa melatih suaranya.

 

“Good job, Dae-ah! Sekarang, biar kuberitahu bagian mana yang harus kau nyanyikan nanti. Yang lain, kalian boleh berlatih sendiri sampai aku memberitahu untuk pulang.”

Ada sedikit seruan kecewa mendengar ucapan Ryeowook. Tapi beberapa ada yang langsung membubarkan diri dan mencari posisi untuk latihan. Sementara Ryeowook berjalan menghampiri Jongdae dan merangkul pundaknya.

“Setelah 7 tahun aku menunggumu mengeluarkan suaramu lagi, kali ini, kau terdengar begitu menakjubkan, Dae.” Jongdae tersenyum tipis mendengar pujian dari Ryeowook.

“Jadi, kau vakum selama 7 tahun untuk memberikan kejutan ini?” canda Ryeowook. Yang lagi hanya mendapat senyuman tipis dari Jongdae.

“Nah, saatnya membicarakan bagian kau bernyanyi. Jadi-“

 

Yifan memperhatikan Jongdae dan Ryeowook yang tampak membicarakan hal serius. Sampai ia tak sadar, bahwa Chanyeol dan Baekhyun sudah berada di samping kiri dan kanannya dari tadi.

“Matamu itu benar-benar seolah sudah menempel di tubuh Jongdae. Kenapa wajah tampanmu itu bisa berubah menjadi jelek hanya karena terfokus padanya.”

Dan saat Chanyeol membuka suaranya lebih dulu daripada Baekhyun, akhirnya Yifan mengalihkan pandangannya. Memberi tatapan sinis pada namja tinggi di sampingnya itu.

“Aku masih penasaran, cara apa yang kau gunakan hingga bisa menyeret Jongdae kesini?”

Yifan merutuki kenapa dua orang ini selalu kompak jika dalam masalah menyudutkannya.

“Aku tak melakukan apa-apa. Hanya bertanya padanya, dan seperti yang bisa kalian lihat, ia ada disini sekarang.”

“Aneh. Jongdae tak mungkin percaya ucapanmu begitu saja.” Yifan memutar bola matanya mendengar ucapan Chanyeol.

“Yang penting aku berhasil membawa Jongdae kesini kan? Bukankah kalian merindukan suaranya?”

“Iya sih..” saat keduanya menjawab serempak, Yifan tersenyum bangga.

 

Jangankan disuruh menjawab, Yifan sendiri tak tau kenapa tiba-tiba Jongdae menyetujuinya begitu saja saat ia menawarkan posisi Woohyun. Yifan sendiri tidak tau kemana 7 tahun ini suara indah Jongdae. Dan saat hari ini, ketika Yifan diperbolehkan mendengar suara indah yang sudah 7 tahun tak ia dengar, ia merasa sudah cukup. Yifan tak perlu tau kenapa Jongdae menyetujuinya langsung, atau kemana Jongdae selama 7 tahun ini. Bagi Yifan, suara indah yang ia dengar tadi sudah menjawab semuanya.

 

 

 

 

Yifan menunggu Jongdae didepan pintu ruang latihan. Sementara Chanyeol dan Baekhyun yang sedari tadi menemaninya entah sudah pergi kemana. Sekarang Yifan hanya memperhatikan satu persatu anggota choir grup keluar dari ruangan. Hingga didalam rungan hanya tersisa Jongdae, Kyungsoo dan Ryeowook.

 

“Mulai besok aku akan ke kelasmu saat kelas sudah selesai, Dae. Jadi, jangan kesini dulu sebelum aku datang ke kelasmu.” Kyungsoo yang berdiri disamping Jongdae berbicara dengan nada mengancam. Sementara Jongdae hanya menatapnya dengan tatapan biasanya.

“Ya ya ya, biasanya kau akan ke kelasku. Jadi begini ya kalau Jongdae sudah bersamamu. Kau melupakan hyung tercintamu ini?” Ryeowook menyela pembicaraan (sepihak) Kyungsoo dan Jongdae dan menyeruak diantara mereka berdua.

“Hyung~ aku kan selalu ke kelasmu jika istirahat.”

“Haha, arasseo. Aku akan menjemputmu di kelasmu lalu nanti kita bersama-sama menjemput Jongdae. Bagaimana?”

“Setuju!”

Jongdae hanya menjadi pendengar pembicaraan Kyungsoo dan Ryeowook. Tanpa tertarik, atau mungkin mendengar pembicaraan mereka. Fikirannya melayang entah kemana. Yang ia tau, saat fikirannya kembali ke alam nyata, Kyungsoo dan Ryeowook sudah tidak ada di sampingnya. Hanya ada Yifan di hadapannya. Membuat Jongdae menoleh ke samping kiri dan kanannya kebingungan. Mengundang kekehan kecil Yifan. yang langsung disambut tatapan datar Jongdae.

“Kau menggemaskan jika kebingungan seperti itu.” Yifan berusaha menghentikan tawanya dan berusaha berbicara senormal mungkin. Tak menyadari saat Jongdae mengalihkan wajahnya kearah lain.

 

Jongdae diam-diam meraba dadanya, saat ia merasakan ada sesuatu yang aneh disana. Sayang, Yifan menangkap pergerakannya.

“Hei, kenapa? Apa ada yang sakit? Kau tak kenapa-napa kan?” Yifan yang mendadak panic menangkap pergerakan aneh Jongdae memegang lengan namja itu. Tapi kepanikannya hilang saat Jongdae menatapnya bingung, seolah tak mengerti apa yang dimaksud Yifan.

Yifan tersenyum lega, lalu menepuk pundak Jongdae pelan. “Kupikir kau sakit lagi. Ohya, mau pulang bersama? Sebagai tebusan karena kau meninggalkanku tadi pagi?”

Jongdae menaikkan satu alisnya sebelum membalikkan badannya memunggungi Yifan. sekarang giliran Yifan yang menatapnya bingung.

“Aku kesini dengan sepedaku. Lagipula kau pasti berangkat dengan motormu kan. Aku duluan.”

Yifan hanya terdiam di tempatnya saat Jongdae melangkah dari sana. Menatap punggung milik Jongdae, dan tersadar saat pemandangan punggung Jongdae sudah menghilang dari penglihatannya. Yifan segera berlari menuju tempat parkir. Tapi saat ia tiba di tempat biasa Jongdae menaruh sepedanya, sepeda itu sudah tidak ada.

Yifan menghela nafas panjang sambil berjalan menghampiri motornya. Lagi, ia harus kehilangan kesempatan pulang bersama Jongdae. Yifan merasa bodoh saat ia membiarkan dirinya hanya diam di tempat sementara Jongdae meninggalkannya tadi. Ia merasa menjadi orang terbodoh saat itu. kenapa otaknya tak menyuruh kakinya mengejar Jongdae saat itu juga?

 

Yifan menaiki motornya dan menyalakan mesinnya. Dengan harapan masih bisa mengejar Jongdae yang entah kemana, Yifan melajukan motornya keluar dari gerbang sekolah.

 

 

 

 

Jongdae memasuki rumahnya sambil melepas jaket tebal yang ia kenakan karena cuaca dingin diluar. Meskipun musim gugur belum pergi, bagi Jongdae cuaca di luar sudah sama dengan musim dingin. Jongdae bersyukur saat ia masuk ke dalam rumah, kehangatan dari mesin penghangat ruangan langsung menyambutnya.

Jongdae terus melangkah memasuki rumahnya. Menaiki tangga rumahnya menuju kamarnya. Tapi langkahnya berhenti saat melihat punggung yang tak asing untuknya berdiri didepan kamarnya. Merasa sosok yang berdiri membelakanginya tak menyadari kedatangannya, Jongdae mencoba memperhatikan baik-baik punggung sosok itu. Berharap ia tak salah orang.

 

“Jongin?” ucapan itu keluar dari bibir Jongdae saat namja itu sudah tak ragu dengan apa yang ada di pikirannya. Dan benar saja, sosok yang dipanggil Jongin segera membalikkan badannya, dan terlihat sedikit terkejut saat menemukan sosok Jongdae berdiri di belakangnya.

Setelah cukup lama terdiam di posisi masing-masing, sosok yang dipanggil Jongin itu memilih bersuara lebih dulu. “Kau tak mau memberikan pelukan hangat untuk sepupumu ini?”

Mendengar ucapan itu Jongdae segera tersenyum lebar. Terlebih saat Jongin merentangkan kedua tangannya. Jongdae segera menghambur ke pelukan Jongin. Memeluknya erat, yang dibalas dengan pelukan yang tak kalah eratnya oleh Jongin.

“Kenapa kau baru mengunjungiku sekarang, pabo?” suara Jongdae terdengar samar karena Jongdae membenamkan wajahnya di pundak namja yang sedikit lebih tinggi darinya itu. Jongin bisa mendengar nada bicara Jongdae yang sedikit bergetar.

“Ssshhh.. kita masuk ke kamarmu dulu, oke? Setelah itu kau boleh menangis sepuasnya. Kajja.”

Jongin menuntun Jongdae. Tangannya membukakan pintu kamar Jongdae untuk mereka berdua masuk. Jongin menggiring Jongdae menuju tempat tidurnya. Dan mendudukkan namja itu di pinggir tempat tidurnya. Sementara ia menempatkan dirinya di samping Jongdae. Yang langsung disambut pelukan Jongdae lagi.

“Kau boleh mulai menangis. Menangislah, karena ada aku disini.”’

 

Dan setelah Jongin mengatakan hal itu, Jongdae mulai menangis. Hari itu pundak Jongin menjadi tempat Jongdae menumpahkan air mata yang seolah telah lama ia simpan. Sementara Jongin hanya membiarkan pundaknya basah oleh setiap air mata yang jatuh di mata Jongdae. Tangannya mengusap punggung namja yang rapuh di pelukannya. Bibirnya menggumamkan kata “Sshh” yang hanya membuat tangisan Jongdae semakin kencang. Dan membuatnya semakin mengeratkan pelukannya pada namja rapuh itu.

 

 

 

 

Yifan memasuki rumahnya yang tampak sunyi itu. tampaknya hyungnya belum kembali dari kuliahnya. Dan kedua orang tuanya sudah berangkat ke China. Namja jangkung itu hanya menghela nafas panjang sambil menyeret kakinya menuju dapur. Rasanya ia kehilangan semangat hanya untuk sekedar mengangkat kakinya.

Yifan tak habis pikir, bagaimana kecepatan sebuah sepeda bisa lebih cepat dari motor? Yifan sudah menambah kecepatan motornya tadi, hanya untuk mengejar Jongdae. Tapi hasilnya, sampai ia berada di dalam rumahnya, ia tak menemukan sepeda Jongdae. Ia hanya melihatnya, saat ia melewati rumah Jongdae. Sepeda itu sudah berada di garasi rumahnya.

Yifan menuangkan air putih ke gelas sampai air itu mengisi setengah dari gelas itu lalu langsung meminumnya hingga habis. Setelah itu ia menarik salah satu kursi di meja makan, dan duduk disana.

Ia merasa sepi saat tak menemukan Yixing di rumah. Mungkin ia tidak akan seperti ini, tak bersemangat jika Yixing menyambutnya dengan celotehannya saat ia pulang tadi. Ternyata benar, Yifan benar-benar tidak bisa hidup tanpa celotehan dari hyungnya itu.

Yifan merogoh saku jaket kulitnya. Mencari ponselnya disana. Setelah menemukannya, ia berkutat sebentar dengan layar ponselnya. Sebelum menempelkan gadget itu ke telinganya.

 

“Yoboseyo?”

“Hannie hyung, apakah kau sedang sibuk?”

“Huh? Yifan?”

“Aish, kenapa jika menerima telpon kau tak pernah melihat siapa yang menelpon?”

“Hahaha, mianhe. Wae Yifan? Hei, jangan bilang kau sedang membuat rumah berantakan bersama Yixing hyung sekarang?”

“Ani. Bagaimana kau tau appa dan eomma meninggalkan rumah pada kami?”

“Kau pikir appa dan eommamu tak memberitahuku jika mereka akan ke China?”

“Mereka bilang tidak akan memberitahumu karena kau sibuk dengan tugas sekolah. Ternyata mereka benar-benar belum mempercayai anaknya sendiri.”

“Hahaha, sudah-sudah. Oh ya, ada apa menelponku?”

“Kau sedang sibuk?”

“Sibuk? Ani, aku baru saja pulang sekolah dan akan mandi. Tapi kau menelponku, yah-“

“Aku kesana ya?”

“Huh?”

“Ke apartemenmu. Aku akan memberitahu Yixing hyung untuk bergabung nanti. Ia masih di jalan.”

“Tapi besok kau masih harus sekolah kan? Aku juga-“

“Oh ayolah.. tak akan lama? Jebaall..”

“Hhh.. arasseo. Aku tunggu 10 menit. Jika kau belum ada didepan pintu apartemenku, pintu itu tak akan pernah terbuka untukmu lagi. Mengerti?”

“Arasseo~ Wait for meee..”

 

Yifan memutuskan sambungan teleponnya. Ia langsung beranjak dari posisinya dan meraih kunci motornya yang tadi ia biarkan tergeletak di meja tamu. Berlari kecil keluar dari rumahnya. Karena jarak rumahnya dan apartemen sepupunya itu tak terlalu jauh, namja itu tak perlu khawatir dengan ancaman yang diberikan sepupunya. Mungkin 5 menit, ia sudah berdiri didepan hidung namja itu.

Yifan mengetikkan sesuatu di ponselnya sebelum menaiki motornya dan melajukan kendaraan roda dua itu. meninggalkan rumahnya yang sekarang tak berpenghuni.

 

To : Yixing-ge

Hyung, aku pergi ke apartemen Luhan. Jika kau merindukanku, jemput aku di apartemennya. Saranghae hyung, ppyong~ <3<3

 

Yifan terkekeh kecil ditengah-tengah motornya yang tengah melaju kencang. Membayangkan wajah hyungnya saat menerima pesannya.

 

Motor merah itu melaju kencang di tengah padatnya jalan. Menyembunyikan wajah tampan Yifan di balik helm itu.

 

 

TBC

 

 

Aaaaa, Jonginiee~ aku selalu pengen nyempilin Jong-bro moment dari awal aku bikin ff ini dan baru kesampean sekarang >,< Oh ya, I’ve heard the songs in Miracle in December album. I love the meaning of ‘My turn to cry’. Soo, in Jong-bro moment, aku nyempilin dikiiittt tentang lagu itu ._. Yaah, mungkin First Snow sama Christmas Day bakal ada di Chapter selanjutnya. Kalo Miracle In December mah udah pasti, this fic mainly about that XD

Okaaay, happy reading and thanks for having your time to read this ^^ Let me spread my hearts <3<3<3<3<3<3<3

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
viani24 #1
Chapter 7: I am glad that you are not abandon and give up for this story ^^...take your time...I'll wait your update...thank you for update & fighting author ^^
Waijyn_Jung #2
Aduh mian salah tulis review yah
maksudnya cepet di next yah
Waijyn_Jung #3
Chapter 6: Ya ampun Jongdae kamu kenapa? Jondaeku sayang sini mamah peluk *pelukJongdae
oyaaa ffnya jangan lu next next next :D
taratata #4
Chapter 6: apa mksd jongdae dia tdk bisa bertahan lbh lama lg? jongdae sakit? :-(
baejun13 #5
Chapter 6: uwaaa itu lagu gone kan?
jongdae kenapa? namja itu? yifan ya?*soktau*
huwee jongdae TAT
keep writing!
GyeongGie #6
Chapter 6: chen T___T one of my ultimate bias *-*
jongdae sakit? ㅠ_ㅠ
thor, updatenya cepat xD /raih kerah baju author/
*author: lah baju saya ga berkerah kok :p*
reader sama saya : D____O *mojok ke sudut ruangan dan mutar lagu paling sedih*
chizu_ya #7
Chapter 6: jongdae sakit? TT_TT mudah2an yifan cepet tw kondisi jongae
baejun13 #8
Chapter 5: entah kenapa aku rada takut sama jongin.-.
tuhkan makin keren><
aku suka gaya penulisan kamu gak terlalu berat juga gak terlalu ringan(?)
sampai sekarang aku belom melihat satupun typo
daebak!
baejun13 #9
Chapter 3: serius ceritanya keren banget
chennya dingin dingin gitu, biasanya kan si kris yg dingin
rada kasian juga sama kris dicuekkin sama chen
update yg cepet ya thor! *readerpemaksa*
hwaiting!:)
viani24 #10
Chapter 2: tbh aku mencari krischen ff dengan sisi kris yg kaya gini (hangat,pengertian&pantang menyerah) tapi sayangnya jarang nemu (y iyalah secara krischen ff is rare as diamond),,so much like when yifan take care of sick's jongdae (feelnya itu loh),,mudah2n yifan didn't give up even though jongdae gave him cold attitude,,fighting for yifan & you author ^^