Lima

TIME TRIAL

“K-Krystal? Krystal. Apa yang kau lakukan di sini?” Kris mendesis.

Sedangkan Soojung, ia hanya mampu menatap Kris bingung—sekaligus takut. Tawa canggung yang terdengar dipaksakan menguar pelan. “Namaku Soojung. Jung Soojung. Bukan Krystal, Tuan.”

“Jangan konyol, Krys.” Kini jemari Kris berpindah, menyentuh pipi kanan Soojung.

“Kris!” Chorong yang sedari tadi hanya bisa melihat tanpa melakukan apa-apa mendorong keras tangan Kris menjauhi pipi Soojung. Benar kan apa kataku, lelaki ini gila. Batin Chorong melenguh sebal.

Cepat-cepat, digenggamnya telapak tangan besar milik Kris yang terasa dingin. “Aku pergi dulu, Soojung. Maafkan Kakakku, tapi dia memang sedang sakit, jadi pikirannya agak terganggu.” Chorong membungkuk sekilas, dan dengan satu gerakan menarik tangan Kris agar mengikuti langkahnya. Agar secepat mungkin menghilang dari garis pandang Soojung.

 “Hey, apa yang kau lakukan?!” Kris berusaha melepaskan genggaman Chorong yang tetap mampu berjalan cepat, walaupun sedang menyeret seekor banteng yang mengamuk.

Begitu memastikan Soojung tidak berada di sekitar mereka lagi, Chorong menyentakan tangannya. “Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Tuhan, nampaknya aku harus bersiap-siap mendengar gosip kalau kakak tiriku mengalami gangguan jiwa hingga hampir menyerang seorang gadis yang baru ditemuinya.”

Kris menaikkan sebelah alisnya. Kini ia tidak terlihat seperti banteng, melainkan angry bird yang benar-benar marah. Sangat marah, sampai rasanya ia dapat menghancurkan seluruh babi hijau yang ada dalam sekali hantam. “Siapa yang mengalami gangguan jiwa? Maksudmu, aku?”

“Tentu saja! Memangnya kau pikir tetanggaku? Kris, jangan bersikap konyol. Kau baru datang ke tahun 2013, dan jelas-jelas kau tidak mengenal Soojung. Dan sekali lagi, nama perempuan yang kau temui tadi adalah Soojung. S-O-O-J-U-N-G.” Chorong mengeja setiap huruf dengan gusar. “Dan Krystal? Siapa dia? Astaga, aku yakin sekarang aku sudah gila.” Dipukulnya pelan kening gadis itu dengan telapak tangannya.

Mendengar penjelasan Chorong, Kris hanya terdiam. Tatapannya kosong. Dan bayangan Jung Soojung kembali mampir di benaknya.

“Jadi, siapa itu Krystal, dan apa hubungan Soojung dengan gadis itu?” Tanya Chorong setelah berusaha mengendalikan emosinya agar tidak menendang Kris ke tengah jalan. Sekarang ia benar-benar membutuhkan penjelasan Kris.

            Dan pikiran Kris menjawab semuanya melalui satu embusan napas, yang pelan.

***

            “Kris, dengarkan aku.” Krystal berusaha menahan lengan Kris sehingga laki-laki itu tidak mampu lari lagi. Tidak bisa lagi menjauhinya.

            “Aku rasa aku tidak perlu mendengar apa-apa, Krystal. Semuanya sudah jelas. Aku ditunjuk Dewan Keamanan untuk menjalankan misi ini, dan aku tidak bisa menolak.”

            “Itu berarti kau akan meninggalkanku.” Dengan satu nada final, Krystal meremas lengan Kris. “Kau bisa menolaknya jika kau mau. Masih banyak anggota inisiasi yang berlatih jauh lebih lama darimu.”

            “Dan aku akan membuang kesempatan ini” Kris menghela napas, berusaha mengontrol tensinya. Perlahan, ia meraih kedua tangan Krystal dalam genggamannya, dan meremasnya lembut. “Krystal, Demi Tuhan, misi ini sangat penting. Aku harus melakukannya.”

            “Meski itu berarti kau akan meninggalkanku?”

            “Aku akan kembali.”

            “Aku tidak akan terbiasa.”

            “Aku hanya pergi sebentar.”

            “Tapi aku sudah sepuluh tahun terbiasa dengan keberadaanmu. Aku—“

            “Maka biasakan. Aku tidak mau pergi dengan meninggalkan beban di sini. Krystal,” Kini jemari Kris menyentuh pipi Krystal, dan menggerakan buku ibu jarinya perlahan, membuat gerakan mengusap. “percaya padaku. Aku akan kembali.”

            Krystal tertawa sumbang. “Aku tidak mau menjadikanmu sebagai kakakku lagi, kalau kau telat kembali.”

            “Pegang janjiku. Aku laki-laki dewasa, dan laki-laki dewasa tidak akan mengingkari ucapannya.”

***

            “Jadi, Krystal itu adikmu?” Chorong memiringkan kepalanya kurang dari tiga puluh derajat begitu selesai mendengar penjelasan panjang Kris.

            Kris tertawa kecil. “Adik tanpa hubungan darah. Dia sama sepertiku—orang tuanya meninggalkan Krystal sehingga Krystal juga masuk ke Rumah Pelatihan. Dia orang yang dingin dan ketus.”

 “Sama sepertimu juga kalau begitu.” Chorong menggumam pelan.

            Kris mendengarnya. Tapi untuk saat ini, ia tidak ingin menanggapi komentar atau apapun yang dikatakan Chorong. “Waktu dan keadaan membuatku dekat dengan Krystal. Dekat dan semakin dekat. Sampai kami terlihat sebagai adik-kakak. Dia tidak bisa bersosialisasi dengan baik, sehingga dia hanya bisa menceritakan segala yang dirasakannya padaku.”

            “Aku tidak bisa membayangkan kau bersikap lembut.”

            “Kalau keadaan memaksa, aku bisa saja bersikap lembut padamu.”

            “Menggelikan. Tidak perlu.”

            “Lagipula aku juga tidak mau.”

            Chorong mendelik. Ia mengalihkan pandangannya ke bagian luar kedai kopi tempat mereka berada sekarang. Lagi, Chorong melewatkan hari kuliahnya. Dan semua ini karena ia merasa perlu mendengar penjelasan Kris tentang kejadian beberapa menit yang lalu. “Dan hubungan Krystal dengan Soojung?”

            Kris mengikuti arah pandang Chorong. Mendung menyelimuti langit. Membuat hari terlihat lebih gelap dibanding waktu yang sebenarnya. “Soojung….” Kris menghentikan ucapannya. Sejenak, ia menyesap green tea frappe-nya. “Krystal sangat mirip dengan Soojung. Benar-benar mirip.”

            “Benarkah?” Sedikit terkejut, Chorong kembali menatap Kris. “Benar-benar mirip? Seperti kembar?”

            “Seperti satu orang.” Kris meralat. “Benarkah namanya Soojung? Bukan Krystal?”

            “Dia tidak pernah mengundangku untuk acara pergantian nama sejak pertama dia mengenalkan diri sebagai Jung Soojung.”

            Senyum nanar terbentuk begitu Kris menyelesaikan tegukan terakhir green tea-nya. “Aku takut.” Desis laki-laki berpakaian biru tua itu.

            “Takut? Takut pada Soojung? Dia bukan hantu.” Chorong mengangkat bahu, tidak paham.

            "Bukan, Bodoh." Decak Kris. “Takut kalau ternyata…” Susah payah, ia berusaha menelan gumpalan besar di kerongkongannya. “kalau ternyata Krystal adalah kloning Soojung.”

           Kloning?  “Maksudmu?”

            “Entahlah, tapi begitu melihat kemiripan Krystal dengan Soojung, pikiran kalau Soojung adalah sumber kloning—kami menyebutnya Sumber—tiba-tiba muncul. Aku takut kalau ternyata Krystal berasal dari Soojung. Bagaimana kalau ternyata pikiranku benar? Bagaimana kalau Krystal-ku adalah hasil kloning?” Untuk kalimat terakhir, ucapan Kris hanya terdengar seperti bisikan.

            “Memangnya kenapa kalau dia kloning?”

            “Buruk.” Kris menggeleng sekali.

            “Bisa kau perjelas?”

            “Jika Krystal adalah hasil kloning Soojung—sesuatu yang aku harap tidak benar,” Dipejamkannya mata pemuda itu perlahan. “sehubungan dengan misiku menghancurkan usaha perkloningan, maka nantinya aku juga akan sekaligus menghancurkan Krystal di masa depan. Membunuhnya pelan-pelan dengan menghancurkan usaha perkloningan pada masa ini. Usaha perkloningan yang membuat dirinya bisa hidup dan lahir ke dunia. Ke dunia di masa depan.”

            Dalam diam, Park Chorong berusaha mencerna penjelasan Kris. Oke, mungkin ia tidak bodoh. Tapi semua yang baru saja dikatakan laki-laki di hadapannya ini…benar-benar gila!

            “Selain itu, sebagaimana sudah aku jelaskan sebelumnya, manusia-manusia hasil kloning memiliki sifat dasar merusak. Implikasinya, Krystal juga memiliki sifat itu.”

            “Tapi itu hanya jika Krystal benar-benar hasil kloning, bukan?”

            Sekali lagi, senyap. Dan Chorong menganggapnya sebagai jawaban ‘ya’.

            “M-mungkin hipotesis-mu masih salah, Kris. Bisa jadi Krystal bukan hasil kloning. Walaupun dia memang benar-benar serupa dengan Soojung. Siapa tahu kebetulan.”

            “Di dunia ini tidak ada kebetulan. Tapi aku berharap, apa yang kau katakan benar. Yeah, semoga. Semoga saja…”

***

            Kenapa harus serumit ini?

            Chorong mengembang-kempiskan pipinya. Tubuh gadis ini tepat menghadap langit-langit kamar yang berwarna biru muda. Seusai membicarakan soal Soojung di kedai kopi tadi, Chorong memutuskan untuk langsung pulang. Tentu saja dengan Kris bersamanya.

Kenapa aku harus menerima Kris?

Kenapa 'adik' Kris harus mirip dengan temanku?

Kenapa Kris harus dikirim ke flatku?

Kenapa aku harus hidup?

Untuk pemikiran terakhir, Chorong cepat-cepat menggeleng, menghilangkan pertanyaan bodoh itu.

Dan ini akan membuat hari besok akan semakin sulit.

Hari di mana Kris akan melihat Sooman. Sooman rektor-ku.​

***

“Park Chorong! Cepat ke luar dari kamarmu!”

Di hari ini, pagi datang terlalu cepat, dan Chorong benci fakta itu.

Teriakan tadi adalah teriakan ke-12 Kris dalam lima menit terakhir, dan itu membuat Chorong semakin sengaja berdiam diri lebih lama di dalam kamar. Sebenarnya sejak teriakan Kris yang ke-4, Chorong telah selesai berpakaian. Namun begitu teriakan Kris yang dalam dan mematikan tak kunjung berhenti, gadis ini memutuskan untuk bersembunyi sebentar; mempersiapkan diri untuk meninju Kris sampai pita suaranya patah agar tidak berteriak-teriak lagi.

“Park Chorong! Kalau kau tidak juga ke luar, maka aku akan menghancurkan dapurmu dalam sekali sentuh! Aku bersumpah!”

Tanpa perlu dikomando lagi, Chorong langsung melesat mengambil tas untuk sesegera mungkin ke luar dari kamarnya. Oh, tidak. Chorong tak akan membiarkan Kris merusak salah satu tempat yang ia sebut sebagai surga dunia, yang mampu membuatnya bahagia—tentu saja ini ada hubungannya dengan makanan.

“Hey, Pak Tua! Jangan berani-beraninya menyentuh semili-senti pun dapurku!” Setelah dengan terburu-buru memutar daun pintu, Chorong langsung mengacungkan tasnya tepat ke hadapan Kris yang sudah menantinya di depan pintu. Kris yang melipat tangan di dada, dan menatap Chorong bagaikan atasan yang memandang rendah anak buahnya. Juga Kris yang sudah siap dengan button-up putih, yang seluruh kancingnya dikaitkan.

Well, tentu saja ini adalah baju baru. Baju yang sebelumnya tak pernah Chorong lihat melekat pada tubuh Kris. “Dari mana kau mendapatkan baju ini?” Nada curiga jelas tersirat pada kata-kata Chorong. Apa Kris ada waktu untuk mencuri pakaian milik tetangganya? Atau diam-diam ternyata Kris menyimpan uang banyak?

Secara otomatis, Kris mengerutkan kening. “Kau ini, benar-benar terlalu banyak bertanya, kau tahu?”

“Apa kau mencuri pakaian milik tetanggaku ketika aku tertidur?”

“Kau mau berita kematianmu ada di kolom utama surat kabar besok?”

Kata-kata Kris secara otomatis mengunci urgensi Chorong untuk mengoceh lebih lanjut. Membayangkan headline ‘DITEMUKAN SEORANG GADIS TAK BERNYAWA DI FLATNYA’ terpampang saja sudah membuat perutnya melilit. Sebesar apapun keinginan dirinya untuk mengakhiri hidup, tentu Chorong tak ingin mati di tangan seorang pria yang baru beberapa hari ia kenal. “Kau sudah sarapan?” Chorong berusaha meredam suasana gelap yang mulai mengabuti.

“Rupanya kau masih takut mati. Kukira mati secepatnya adalah keinginganmu.” Dengan jenaka Kris menaikan sebelah alisnya. Ujung kanan bibirnya pun ikut terangkat, membuat wajahnya mengekspresikan kesinisan yang nyata. “Belum. Aku tak tahu harus memakan apa. Maka dari itu aku memintamu untuk bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan.”

Chorong menatap Kris tak percaya, seraya mendengus. Dengan satu gerakan, ia mengangsurkan tasnya pada Kris—secara tak langsung meminta lelaki itu untuk memegangnya—untuk kemudian ia berjalan menuju dapur, hendak memenuhi kebutuhan perutnya dan Kris. “Dengar, ya. Pertama, aku bukan pembantumu yang bisa dengan seenaknya kau perintah ini-itu, terutama untuk urusan makan. Dan kedua, apakah berteriak dengan selang waktu setengah menit sekali bisa dikategorikan sebagai meminta?” Tanpa ada aba-aba, Chorong berbalik. Membuat Kris yang mengekorinya secara mendadak ikut menghentikan langkah. Kini jarak antara Kris dan Chorong tidak terlalu jauh, namun tak bisa disebut sangat dekat. “Itu namanya penganiayaan mental.”

Tak repot-repot melihat ekspresi balasan Kris, Chorong kembali mengambil langkah menuju dapur. “Kau mau membuat ramen lagi?” Tanya Kris.

“Iya.” Chorong menjawab pendek.

“Tak takut ususmu akan keriting? Dulu Kakekku—“

“Kau punya kakek?” Secepat yang ia bisa, Chorong menyela perkataan Kris. Dibarenginya pertanyaan itu dengan putaran badan yang membuat dirinya menghadap Kris—lagi. Pun membuat objek yang ditanya mengerjap beberapa kali. “Bukannya kau bilang kau hanya seorang diri begitu ditinggalkan?”

“Bukan kakek kandung, memang. Itu hanya sebutan yang kuberikan pada pria tua yang kerap mengganti kabel-kabel peralatan inisiasi. Dia sering menceritakan satu, dua, atau banyak hal tentang masa lalunya padaku dan Krystal.” Tidak disadarinya, Kris tersenyum. Bukan senyum sinis, atau senyum yang menyiratkan kesedihan. Tapi senyum yang lembut dan dengan jelas menyuarakan rasa sayang, juga rindu. Senyum yang mau tak mau, membuat bibir Chorong ikut melengkung. “Karena kedekatan itulah aku dan Krystal menyebutnya kakek.”

“Sangat manis,” Komentar Chorong yang sudah berbalik, dan mulai berkutat dengan ramen kemasan yang belum matang. “juga menyayat hati.”

“Tidak butuh komentarmu. Sekarang percepat apapun yang kau masak—sekalipun itu adalah ramen. Dan ayo kita pergi ke acara rapat beasiswa di kampusmu. Aku tidak ingin berlama-lama ada di sana.”

***

“Ya! Kris! Bisakah kau perlambat langkahmu? Memangnya kau pikir aku memiliki kaki sepanjang milikmu?”

Kris mendelik dan dengan malas menuruti apa yang Chorong katakan. Setelah satu jam lalu menyelesaikan sarapan, sekarang mereka telah berada di kampus milik Park Chorong.

Begitu memastikan dirinya sejajar dengan Si Gadis, Kris tak dapat menahan diri untuk tidak berkomentar: “Lebih baik kau operasi kakimu agar lebih panjang. Tidak lelah berjalan dengan kaki pendek seperti itu?”

Buk!

Mendengar sebuah suara pukulan benda, beberapa orang yang ada di koridor kampus menoleh ke arah sumber bunyi. Pandangan mereka selanjutnya disambut figur menjulang Kris yang tengah berjalan sambil mengelus-elus bahunya, setelah dua detik lalu Chorong memukulkan sebuah buku literatur dengan tenaga kuda pada bagian tubuhnya tersebut. “Apa kau gila? Kau mau meremukkan bahuku?”

“Tidak.” Chorong memberi Kris sedikit lirikan. “Aku bermaksud untuk mematahkannya.”

“Terima kasih.” Kris menggeram, namun senyuman manis terpatri di bibirnya. Dan begitu senyum Kris tertangkap indera pengelihatan Chorong, perempuan itu tak segan untuk meminta kantung muntah di ruang kesehatan.

“Simpan senyum konyolmu. Kita hampir sampai di ruang rapat. Jangan membuatku dikira membawa tawanan rumah sakit jiwa, okay?”

“Berapa orang yang akan ada dalam rapat?” Tanpa mengindahkan cibiran Chorong, Kris mendekatkan kepalanya ke arah telinga Chorong dan berbisik.

“Ada banyak, kalau tidak salah—ah!” Seakan teringat sesuatu, Chorong berhenti melangkah. Ia menarik lengan kemeja Kris—membuat lelaki itu tertarik—dan melayangkan tataoan yang berbeda dengan beberapa detik lalu.

Screw this girl and her mood-swings. Pikir Kris tak paham.

“Akan ada Soojung juga dalam rapat ini,” Sedikit memelankan suara, Chorong menatap lawan bicaranya dengan hati-hati; takut membuat Kris marah. “Aku sangat memohon kepadamu, tolong jangan bersikap aneh. Jangan lakukan hal yang mencurigakan pada Soojung. Jangan memperlakukannya dalam cara yang buruk. Dan jangan memanggilnya Krystal lagi.” Dalam kalimat terakhir, penekanan jelas diberikan Chorong pada setiap suku katanya.

Kris menghela napas. Dengan gerakan pelan, ia melepaskan lengan kemejanya dari sentuhan Chorong. “Tidak. Aku tidak akan melakukannya.”

Namun kata-kata Kris belum mampu meyakinkan Chorong. Terbukti dari iris legamnya yang masih memancarkan keraguan.

Seolah dapat membaca ketidakpercayaan pada diri Chorong, Kris kembali berjanji: “Aku tahu beasiswa ini penting bagimu, dan masa depanmu. Maka dari itu, percaya padaku, aku tak akan melakukan apa-apa. Terutama pada Soojung. Jadi jangan khawatirkan hal itu.”

“Aku...aku bisa memercayaimu?”

“Laki-laki dewasa tidak akan mengingkari ucapannya.”

“Uh, baiklah.”

Kedua insan itu melanjutkan langkah masing-masing. Dan keduanya mulai memasuki sebuah ruangan berukuran sangat besar yang disinyalir sebagai tempat rapat. Lampu-lampu berhiaskan kristal yang menempel pada langit-langit ruangan memberikan kesan elegan, sekaligus menyorotkan kehangatan.

“Selamat pagi, Nona Park.” Seorang pria menyambut serta membungkuk ke arah Chorong dan Kris.

“Selamat pagi, Tuan Bang.” Chorong balik memberi hormat. “Ah, Tuan. Hari ini aku datang bersama waliku, Kris. Dia ini kakak tiriku. Kris, kenalkan ini Tuan Bang Yongguk, salah satu pengurus beasiswa.”

Kris hanya sedikit membungkuk, tanpa tersenyum. “Namaku Kris. Senang bertemu dengan Anda.”

“Anda, Park Kris?” Keganjilan terdengar sangat kental saat Yonggok mengeja setiap perkataannya. “Namaku Bang Yongguk. Suatu kehormatan bisa bertemu dengan wali dari mahasiswi cerdas seperti Nona Park.”

Kris nyaris terjungkal; pertama untuk marga Park yang secara tetiba tersemat pada namanya, dan kedua untuk kata-kata Bang Yongguk yang menyebut Chorong dengan istilah ‘mahasiswi cerdas’. “Namaku hanya Kris.”

Bang Yongguk mengerutkan kening, namun urung bertanya lebih jauh. “Baiklah. Kalau begitu, silakan ambil kursi untuk tempat kalian duduk. Di sebelah sana.” Pria yang terlihat beberapa tahun lebih tua dari Kris menunjuk sebuah meja kosong dengan empat kursi. Setelah melihat tempat yang ditunjukkan, Chorong mengucapkan terima kasih, dan buru-buru memberi hormat sebagai tanda undur diri.

“Park Kris? Oh, Tuhan. Rasanya aku ingin tertawa sampai semua isi perutku ke luar. Sungguh, itu nama yang sangat aneh.” Chorong menanggapi nama baru yang terdengar sangat konyol baginya.

Beberapa sekon kemudian Kris mendengus—seusai mengambil tempat untuk duduk, di sebelah Park Chorong. “Maaf, tapi aku tak sedikitpun berminat untuk memiliki nama keluarga yang sama denganmu.”

Sebagai jawaban, Chorong tertawa sumbang. Ia meniup poni, dan mengangkat telunjuknya. “Kau pikir aku mau satu marga denganmu? Hhh, Park Kris? Tidak ada nama yang lebih konyol memangnya?”

“Apa di tahun 2013 mencekik seorang wanita sampai wanita itu kehabisan napas diperbolehkan?”

Kedua kelopak Chorong melebar. Final, ia balik mendengus sembari membuka mulutnya. “Boleh. Namun sesudahnya kau akan jadi pria impoten. Mau?”

“Gila. Oh, Tuhan. Kapan berbicara denganmu akan menjadi lebih mudah?”

“Seharusnya aku yang ber—“

“Mohon perhatian. Selamat pagi, Mahasiswi dan Mahasiswa pilihan yang telah hadir dalam acara rapat hari ini.”

Sebuah suara berat menginterupsi semprotan Chorong. Merasa menang, Kris hanya tersenyum miring sembari menatap Chorong dengan sorot mengejek. Satu-kosong. Begitulah apa yang sekiranya dikatakan pupil mata Kris.

“Juga, selamat datang bagi Wali yang telah menyempatkan waktunya untuk hadir pada rapat hari ini.” Suara berat yang ternyata milik Bang Yongguk, yang tengah berdiri di mimbar tempat pidato, kemudian berhenti. Digantikan sebuah dehaman formal. “Walau sebenarnya, tak ada Wali pun tak apa, karena saya yakin semua mahasiswa dan mahasiswi di sini dapat mengerti apa yang hendak kita bahas. Tapi di atas itu semua, terima kasih telah menyempatkan waktu kalian untuk hadir di rapat kali ini. Dan, uh, sebagai sambutan awal, mari kita perkenankan rektor terbaik yang kampus ini miliki untuk memberikan satu atau dua patah kata mengenai rapat yang memang biasa diselenggarakan oleh pihak kampus bagi mahasiswa-mahasiswi penerima beasiswa.

Napas Kris tercekat. Satu pertanyaan berputar hebat dalam kepalanya: ‘apakah rektor yang dimaksud Lee Sooman?’

“Oleh karena itu, saya panggilkan salah satu rektor terbaik yang pernah ada...” Bang Yongguk member jeda, seolah membiarkan orang-orang menebak siapa orang yang lelaki ini maksud. “Tuan Lee Sooman!”

Tepat setelah kata terakhir yang Bang Yongguk teriakkan melalui microphone, pandangan Kris dan Chorong tak dapat sedikitpun berpindah dari panggung berukuran sedang dengan mimbar pidato berdigdaya di sana. Namun isi pikiran keduanya berbeda: milik Kris tentang wajah Lee Sooman, sedangkan milik Chorong adalah bagaimana reaksi Kris jika ternyata memang benar Lee Sooman, Sang Rektor, ini adalah orang yang dicarinya.

Suara langkah kaki yang sebenarnya tidak kentara bagai bergema di gendang telinga Kris. Membuat lelaki ini mengantisipasi setiap kemungkinan yang terjadi. Membuatnya seperti seorang prajurit perang yang tengah bersiap terjun langsung di medan. Membuatnya seperti—

“Kris...apakah itu Lee Sooman yang kau maksud?”

—seperti seorang polisi yang telah berhasil menemukan buronan.

Bisikan Chorong tak mampu dibalas Kris. Setiap inci bagian tubuhnya mendadak menegang, dan napasnya tanpa sadar tertahan. Begitu orang yang Bang Yongguk sebut sebagai Lee Sooman itu mendongak untuk menyapa para audience...hanya satu hal yang mampu Kris cerna: hancurkan pria itu.

Yeah.” Kris akhirnya mampu mengucap satu kata.

Mendengarnya, kontan Chorong menatap Kris. Sedangkan Kris, masih dengan fokus penuh, tetap menatap objek yang ada di atas panggung. Objek yang membuatnya datang ke tahun 2013. Objek yang membuatnya bertemu dengan seseorang yang menyerupai Krystal. Objek yang membuatnya harus tinggal di rumah Park Chorong.

“Itu...dia. Dia...Lee Sooman yang kucari.”

****

(Akhir Cerita Lima)

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
avrilcheonsa #1
update donk thor...
keren nih ceritanya...

unik...
trus juga jarang nih pairing kris chorong, pdhl aku suka banget...

update soon ya :)
eternalspring
#2
Chapter 6: Woah akhirnya update~~ huhuhu setelah menunggu sekian lama kekekeke
mereka tetap ga akur tapi dalam fase nyaman sekarang... addduuuuuuuuhhhh aku suka dengan hubungan love-hate mereka~~~
semoga updatean selanjutnya segera author-nim kekekeke XD
Sehooney
#3
Chapter 6: akhirnya update juga ;--; kalo bahas ayam aku jadi inget kris waktu di exo showtime ^^ ditunggu cerita selanjutnya ya~
adellakrs
#4
Chapter 6: Yuhuuuu tambahan updatenya saaaangat membantu setelah kemarin ditinggalkan menggantung, terimakasih author!
amusuk
#5
Chapter 1: baru sempet baca chapter 1, bagus author-nim, sukses bikin penasaran~~~
Sehooney
#6
Chapter 5: Makin seru ceritanya ^^ apalagi pas tau ternyata krystal itu adiknya kris, jadi makin penasaran sama ceritanya :)
Update soon ya min~
eternalspring
#7
Chapter 5: Haaaaaa aku juga bertanya2 sebenarnya kenapa kris harus tinggal di flat chorong... apa hubungan chorong dengan kris ?? ugh~ beneran deh aku penasaran... semoga kamu menjelaskan nantinya hehehehe :D
Aku juga berharap krystal dan soojung 2 orang yang berbeda... kasian kris kalo sampai apa yang dia pikirin bener :(
waaa chapter selanjutnya kita bakal tau~ sooman itu apakah bener orang yang dicari kris~~~ yeyy I felt excited XD
tomatoki #8
Chapter 4: jangan2 krystal itu sebenernya dari masa depan juga ya? atau di masa depan ada orang mirip krystal?

penasaraaaan, please update author-nim, your story is interesting :)
Zalukhuhj #9
Chapter 2: Chinguya...
masih ingat aku? huhuhu
baru berkelana di asianfanfics ini
hehehehehehe
aku komen disini aja yah soalnya disini partnya udah byk hehehehehe
oya, makasih udah mau melnjutkan ff itu di ifk yah^^
senang kamu bikin komen kayak gitu

hem, seperti biasa sih
aku sama kayak chorong penasaran dengan misi itu
maksudnya kloning itu bagaimana caranya si kris menghentikannya?
dengan menikah lalu bua anak bareng chorong? kekekekeke
ahhh
mo baca next part dulu yah^^
Sehooney
#10
Chapter 4: huwaa ceritanya bagus ^^ cepet update ya min biar tau lanjutannya~