Hot~ Hot~ Hot~

HELLO, TROUBLE CUPID! {Stupid, Cupid! Sequel}

 

“Terima kasih, ada yang bisa saya bantu lagi?” Tanya Na Ra pada nasabahnya. Wanita tua yang tengah berdiri dihadapannya menggeleng dengan tersenyum kecil.

            “Nona, tolong terima ini…” kata wanita itu sambil menyodorkan tas mini yang mungil. Na Ra sedikit tercengang, wanita tua itu memang cukup sering memberikan Na Ra makan siang—setiap kali wanita itu datang untuk menabung Ia pasti akan membawakan khusus untuk Na Ra.

            “seperti biasa, ini makan siang untuk Nona.”

            “Ah, bibi tidak perlu repot-repot seperti ini.”

            “tidak apa-apa, Nenek sudah menganggap Na Ra seperti cucu sendiri.” kata wanita itu dengan ramah. “kalau kau menolak, aku tidak akan menabung disini lagi.. ahahaha” Kata nenek itu setengah bergurau.

            “ahaha bibi jangan begitu. Bibi salah satu nasabah kami, baiklah. Aku akan memakannya di jam makan siang nanti,” kata Na Ra sambil menyunggingkan senyum tidak enak. Semua teller meliriknya dengan penasaran. Setelah wanita itu pergi, Na Ra lekas  meletakkan tas kecil itu di meja kerjanya lalu memanggil nasabah yang lainnya. “Selanjutnya…”

 

            Saat Pelatih memanggil Sandeul untuk maju ke depan, Sandeul maju ke depan. Di sisi lain, Sandeul  menyempatkan diri melirik jam tangannya, pukul 12.35 a.m. sebentar lagi jam makan siang berakhir, rencananya Sandeul ingin mampir menemui Na Ra. Ia hanya ingin memastikan Na Ra makan siang, karena terkadang gadis itu terlalu focus bekerja sampai tidak menyempatkan diri untuk makan.

 “Sandeul…” Pelatih meminta Sandeul menarikan tarian MAMA – EXO M. semua trainee yang satu angkatan dengan Sandeul, mereka belum mampu menguasai tarian tersebut dengan sempurna. Saat lagu mulai dimainkan, Sandeul mengambil posisi dan mulai menari.

 

Saat Jia selesai dengan latihannya, Ia menelusuri lorong dan Ia mendengar lagu EXO-M bergema di sebuah ruangan. Jia ingin tahu siapa yang tengah menari di ruangan itu, Jia meraih ganggang pintu yang ada di sisi kirinya dan mendapati Sandeul tengah menari. “Astaga! Dia keren sekali!” Jia diam-diam masuk dan memerhatikan Sandeul dari jauh.

Sandeul berputar. Bergerak kesana dan kemari. Seluruh tubuhnya menari mengikuti irama. Keringat yang membasahi tubuhnya terkadang menetes. Dan Jia suka itu. Pria akan terlihat y saat mereka menari dan berkeringat seperti itu. Entah mengapa Jia membayangkan menari Trouble Maker dengan Sandeul. Membayangkan jika keduanya menari seperti layaknya sepasang kekasih yang saling mencintai. Pikiran itu tiba-tiba saja muncul dan Jia tidak bisa melawan imajinasi itu.

“Sunbae! Sunbae! Hey?” seseorang membuyarkan pikiran Jia. Sebuah tangan melambai dihadapan matanya, Ia menangkap tangan itu dengan tangan kanan Jia dan mendapati Sandeul berdiri dihadapannya.

“Kau…” kata Jia setengah terkejut.

“kau kenapa? Tadi kau melamun, hahaha!” kata Sandeul sambil mengelap peluhnya dengan handuk biru pororo.

“Haha, tidak. Aku hanya sedang berusaha mengingat sesuatu,” jawab Jia asal. Dia tidak bisa dengan tepat mencari alasan—untuk mengatakan betapa terpesona dirinya dengan tarian Sandeul barusan.

“Hmm,” kata Sandeul sambil meneguk minumannya.

Jia terdiam, lalu “kau mau makan siang denganku atau tidak?” tanya Jia.

Sandeul terdiam. Jia mendapati tatapan Sandeul tengah menatapnya, namun tatapan itu kosong. Pria itu seperti teringat sesuatu dan Jia tidak bisa menembus tatapan itu—untuk sekedar mencari tahu apa yang membuat Sandeul tiba-tiba terdiam.

“mian, aku sudah ada janji dengan… temanku.” Jawab Sandeul dengan nada suara tidak enak. Jia bisa mendapati Sandeul merasa bersalah karena sudah menolak ajakan makan Jia dua kali. Suasananya menjadi sedikit canggung dan Jia bisa menyadari itu.

“ehm, gwenchana.” Sahut Jia tersenyum kecut. “aku tahu, temanmu pasti sudah menunggu,” tambahnya dengan tersenyum paksa. Entah mengapa, rasa kecewa tiba-tiba merayapi kakinya. Jia ingin bisa melangkah mundur perlahan dan kemudian lari. Ia sepertinya harus menyadari bahwa Sandeul tidak mungkin suka padanya atau membuat Sandeul menyukainya sedikit, sepertinya tidak akan bisa.

“Apa aku boleh pergi sekarang?” tanya Sandeul mencoba memecahkan keheningan.

“oh,ya.” Jawab Jia singkat. Sandeul berlalu begitu saja dengan meninggalkan seulas senyum hangat. Senyum yang membuat rasa kecewa Jia lenyap dalam hitungan detik. Tidak bisakah Ia tersenyum itu hanya untuk Jia?

***

            “nomor yang anda tuju sedang tidak aktif.” Na Ra mendesah pasrah. Sejak Sandeul mulai menjadi trainee, Ia merasa kesepian. Biasanya, anak itu akan datang tepat jam makan siang dan menemani makan. Sandeul pasti akan menghabiskan semua makanan yang Na Ra dapat dari nasabahnya. Na Ra melirik jam tangannya, 12.35 am, sebentar lagi jam makan siang akan berakhir. Bagaimana ini? Na Ra mendesah kebingungan. Tiba-tiba sebuah nama muncul di benak Na Ra. Ya, dia pasti bisa.

            “JB?” Na Ra melirik ponselnya dan dalam sekejap Ia menekan beberapa tombol dan tak lama JB menjawab ponselnya di dering pertama. “Hallo? JB?”

 

            JB  segera masuk dan mendapati Na Ra duduk diantara meja di café aldante diseberang kantornya. Ia melihat 3 tas mini tertumpuk di meja itu. “Wah?! Apa ini? makan siang?” tanya JB. Ia memang kebetulan baru masuk jam istirahat dan hendak mengajak Na Ra makan. Tapi ternyata gadis itu sudah menghubunginya terlebih dahulu. Ya, selama ini setiap JB berniat mengajak makan siang dengan Na Ra—hanya berdua. Ia selalu didahului Sandeul. Anak itu terlihat tidak biasa kalau tidak makan siang dengan Na Ra.

            Na Ra mengangguk lemah. “Aku mengajakmu supaya menghabiskan ini semua, hehe” kata Na Ra dengan tawa terkekeh.

            “kau sengaja membawakannya untukku?” tanya JB penasaran. Ia lekas duduk dihadapan Na Ra dan menyambat semua tas itu. membukanya satu per satu. ada kimchi, sup ubur-ubur dan bibimbap. “WOAAA!!!”

            “itu dari nasabah, JB. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan makanan ini.” cerita Na Ra. JB  meraih sendok dan mencicipi setiap makanan yang ada.

            “sering-sering saja, nasabahmu seperti ini.” kata JB sambil melahap semuanya.

            “Kau mirip sekali dengan Sandeul, nafsu makannya besar.” Kata Na Ra sambil tersenyum menatap ke arah JB penuh arti. JB menangkap tatapan mata itu, Bola mata yang hitam itu tengah menatapnya dengan hangat. Tatapan yang selalu Ia berikan pada Sandeul, pada JB dan semua orang. Tatapan yang selalu berhasil meneduhkan hati JB.

            “kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya JB terlihat risih.

            “Hihi, tidak. Aku memang suka menatap orang-orang yang menikmati makanannya.” Aku Na Ra jujur. JB mengabaikan kata-kata Na Ra, wajahnya cukup terasa panas dan semoga saja Na Ra tidak menyadarinya.

 

            Sandeul berlari kecil memasuki tempat kerja Na Ra, Namun Ia tidak mendapati Na Ra di meja teller. Mungkin ia sudah di Aldente, pikir Sandeul. Café itu adalah café favourite Na Ra sejak Ia bekerja di bank tersebut. Kalau sedang libur dan menganggur, Na Ra pasti memilih menghabiskan waktu di café itu untuk sekedar memuaskan isi perutnya. Café itu hampir setiap musim selalu mengeluarkan menu baru yang tidak akan membosankan. Dan Na Ra selalu mendapatkan kursi favouritenya di dekat Jendela café itu.

            Saat Sandeul ingin menyebrang, Ia bisa melihat Na Ra dari luar, tertawa pada seseorang seperti saat Ia tertawa dengan Sandeul. Menatap seseorang dengan hangat seperti tatapannya pada Sandeul. Siapa yang bisa membuat Na Ra tertawa seperti itu selain Sandeul?

            Ia melangkah menyebrangi jalan. Memasuki café dan berjalan mendekati meja yang ada di dekat jendela.  Sandeul bisa melihat punggung Na Ra yang tengah membelakanginya. Na Ra yang hari itu mengenakan Blazer hitam dan rok selutut. Sandeul bisa dengan jelas mendengar suara tawa Na Ra yang terbahak-bahak. Seorang pria yang duduk di depan Na Ra.

            Sandeul berdiri disana. Tepat di belakang Na Ra, Ia Menggertakkan rahang mencoba menahan hatinya yang tiba-tiba terasa panas. Ia tahu perasaan apa yang tengah berkecamuk didalamnya. Ia mendapati mata tajam itu menatapnya sengit. Pria itu melahap makan siang yang nasabah Na Ra biasa bawakan. Tatapan mata itu bukan tatapan yang biasa Sandeul kenal. Tatapan yang mengatakan bahwa Sandeul sudah telat mengambil langkah.

            Dan, pria itu menegurnya. Mencoba mencairkan suansana yang sejenak terasa seperti perang dingin. “Hai, Sandeul!” sapa JB.

            Na Ra yang menyadari keberadaan Sandeul segera menoleh menatap Sandeul, matanya yang hitam itu mengarah ke arah Sandeul. Mata yang secara tidak langsung menyapanya tanpa bersuara. “Sandeul!” panggil Na Ra.

            “Kau kemana saja? Dari tadi aku menghubungimu, ponselmu tidak aktif ya?” tanya Na Ra dengan suaranya yang polos. Nada suaranya sedikit khawawtir. Namun mendengar Na Ra berbicara padanya saja, membuat rasa panas di hati Sandeul menjadi padam.

            “lowbatt.” Jawab Sandeul ketus. Ia segera menarik kursi dan duduk disebelah Na Ra.  Gadis itu menyodorkan makan siang yang masih cukup banyak. Bibimbap, kimchi dan sup ubur-ubur.  Na Ra juga menyodorkan sekotak nasi pada Sandeul. Nasi itu sangat banyak, tentu saja itu bukan porsi Na Ra. Sandeul meraih sendok yang Na Ra tujukan padanya dan segera mencaplok semua makanan itu. saat sandeul menyuapkan semua makanan itu ke dalam mulutnya, Ia mendengarkan Na Ra berbicara.

            “ku kira kau terlalu sibuk latihan sampai tidak sempat datang, jadi aku menghubungi JB untuk membantuku menghabiskan makanan.” Cerita Na Ra.

            Dan nafsu makan Sandeul tiba-tiba hilang. Tidak bisakah kau menunggu sebentar? Batin Sandeul geram. Rasa panasnya kembali muncul, Ia melihat JB yang sejak tadi diam sejak kedatangan Sandeul. Sepertinya anak itu cukup tahu diri, karena Na Ra sudah lebih pasti bercerita lebih banyak pada Sandeul, atau mungkin Na Ra sudah mencerikannnya terlebih dulu pada JB sampai anak itu terlihat santai atau JB sudah pasti tahu keberadaannya disiana adalah untuk menggantikan Sandeul. Ah.. semua dugaannya itu hanya membuat hatinya makin panas dan nafsu makannya makin memburuk.

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet