Ombak Besar

Something Kinda Crazy
Please log in to read the full chapter

Irene dan Wendy

 

Déjà vu.

 

Irene merasakan sedikit déjà vu ketika terbangun dari tidurnya pagi itu.

 

Keadaan kamar utama di apartemen milik Taeyeon itu sunyi senyap dan sedikit temaram. Tangan Irene secara random meraba-raba sisi kasur yang ditempati Wendy namun nihil. Sang empunya sudah tidak disana. 

 

Ia kemudian melirik jam dinding dan mendapati bahwa saat itu baru sekitar pukul enam pagi. 

 

Keningnya sedikit mengkerut berusaha mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer serta berusaha mengingat-ingat hal apa yang membuat dirinya merasa déjà vu pagi itu.

 

Ia lalu sedikit mengubah posisinya menjadi terlentang, kini matanya menatap langit-langit kamar apartemen tersebut dan ia harus tertawa saat kembali melihat kaca yang ada di langit-langit kamar itu. 

 

Masalahnya ia teringat ucapan Wendy ketika pertama kali mereka melihat kaca tersebut. ‘Sepupu kamu agak juga ya?’

 

Irene mengusap wajahnya dengan kedua tangannya kemudian ia menyibakkan selimut yang sedari tadi memberikannya kehangatan. Ia duduk sejenak di kasurnya dan meneguk segelas air mineral yang selalu ia sediakan di nakas yang berada di dekatnya. 

 

Setelahnya Irene mengenakan sandal kamar dan melangkah ke arah kamar mandi untuk sekadar mencuci mukanya agar ia merasa lebih segar. Mungkin dengan demikian ia bisa sedikit mengingat-ingat apa yang membuat suasana pagi itu memberikan kesan déjà vu baginya.

 

Betapa terkejutnya ia saat membuka pintu kamar mandi, ia menemukan Wendy dengan bathrobe-nya sedang berdiri di depan wastafel dengan ekspresi yg sangat serius. Tangan kirinya memegang poninya sementara tangan kanannya memegang gunting kecil. 

 

“Uhm… Wen?” 

 

Tangan Wendy yang memegang gunting membuat sinyal ke arah Irene untuk tidak mengganggunya. 

 

Irene tetap berjalan mendekati Wendy. Ia tengok wajah kekasihnya itu kemudian ia tengok pantulan mereka berdua di cermin. 

 

“Kamu mau potong poni? Nggak ke salon aja?”

 

Wendy mendesahkan napasnya panjang, “Aku tadi sempet mikir gitu, tapi emangnya keburu? Orang tua kamu kan udah nunggu kita jam 10 pagi ini?” 

 

Irene mengangguk mengiyakan. 

 

“Or….. I can help you.” tawar Irene. 

 

Mendengar tawaran dari Irene, Wendy segera memberikan gunting yang ia pegang kepada Irene. Lalu ia berjalan ke arah bathtub dan duduk di tepi bathtub tersebut untuk memudahkan Irene saat memotong poninya. 

 

“Jangan terlalu pendek, aku cuma mau ngerapihin dikit aja. Biarin aja tetep segini.” ucap Wendy memberikan instruksi sembari jari telunjuknya membuat garis lurus tepat di depan alisnya.

 

“Yes, love. Aku tau selera kamu kok. Tenang.” 

 

Secara otomatis kedua kaki Wendy terbuka lebar, membiarkan Irene berdiri di antara kedua kakinya. Sementara itu Irene dengan telaten menyisir poni Wendy, tangannya menyentuh dagu kekasihnya untuk sedikit menengadahkan kepala Wendy.

 

Selama beberapa saat kamar mandi tersebut diselimuti keheningan. Bahkan Wendy rasa ia hanya bisa mendengar deru napas dirinya dan Irene yang ada di hadapannya. 

 

Wendy masih terduduk di tepi bathtub dengan kedua matanya yang terpejam. Sementara Irene ia berdiri di sela-sela kaki Wendy dan dengan telaten memotong poni Wendy sesuai dengan permintaan sang kekasih. 

 

Tak butuh waktu lama bagi Irene untuk menyelesaikan tugasnya karena sejujurnya baik Irene maupun Wendy sering melakukan hal ini satu sama lain. 

 

Setelah Irene merasa cukup puas dengan pekerjaannya, Ia kembali merapikan poni Wendy dan kemudian mendaratkan sebuah kecupan di kening Wendy. 

 

“Done.” kecup Irene. 

 

Senyuman tersungging di wajah Wendy saat ia merasakan keningnya dikecup oleh Irene. 

 

“Thank you.” ujar Wendy yang kemudian meremas pinggang Irene yang ada di hadapannya. 

 

Wendy pun berdiri dan merapikan sisa-sisa rambutnya yang terjatuh ke bathrobe yang ia kenakan. 

 

“Ayo mandi aja biar gak ada sisa rambut di badan kamu.” ujar Irene. 

 

“Lah aku udah mandi. Kamu tuh yang belum mandi!” 

 

Irene tertawa, “Iya, maksudnya ayo mandi lagi. I’ll even help you. Kamu tinggal duduk di bathtub, aku sampoin, sabunin, semuanya, you name it.”

 

Sebuah pukulan kencang dilontarkan oleh Wendy ke bahu Irene dan mengundang tawa bagi Irene. 

 

“Mesum! Itu namanya akal-akalan kamu!” 

 

Irene mengangkat kedua tangannya sambil tertawa, “Namanya juga usaha. Tapi tertarik kan? Bonus scrub deh.” 

 

Wendy memicingkan matanya ke arah Irene. 

 

“Plus massage.” tawar Irene lagi. Ia semakin sulit menahan tawanya karena ia tahu Wendy mulai tergiur. 

 

“Okay deal. Tapi no funny business!”

 

“Itu kan setali tiga uang?” tawar Irene lagi namun kini ia sudah tertawa dengan keras saat melihat wajah Wendy memerah kesal. 

 

“Kamu tuh godain aku aja terus! Aku tuh harus tampil perfect hari ini di depan orang tua kamu!”

 

“Okay, Okay, my bad….. Sorry. Yes, no funny business ya…” ujar Irene sambil melepas kancing piyama yang ia gunakan satu persatu dan memasukkan baju kotornya ke dalam keranjang pakaian kotor. 

 

Sementara itu Wendy sudah menghidupkan keran air dan mengisi bathtub dengan air panas dan air dingin, sembari berusaha mendapatkan suhu yang pas bagi mereka berdua. 

 

Saat ia membalikkan tubuhnya, napas Wendy sedikit tercekat ketika melihat Irene yang sudah melucuti semua pakaiannya dan kini sedang menyikat giginya dengan sangat santai. 

 

“Bisa nggak sih normal sedikit? Mau sikat gigi ngapain telanjang gitu sih?”

 

Irene hanya mengedikkan bahunya dan melanjutkan rutinitasnya. Ia kemudian membasuh wajahnya sejenak lalu membalik tubuhnya dan memasukkan tangannya ke dalam bathtub. 

 

“Segini udah cukup hangat menurutku.”

 

Wendy hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia paham betul bahwa ini adalah cara Irene untuk menggoda dirinya. Tentu saja pagi itu ia tidak boleh tergoda! Ia harus fokus pada hari besar ini! 

 

Irene bisa lain kali. 




 

= Something Kinda Crazy =





 

Untungnya Irene menepati janjinya. 

 

Keduanya ‘hanya’ menghabiskan waktu satu jam untuk mandi. Kemudian mereka sepakat untuk memasak sarapan pagi mereka untuk menghemat waktu. Wendy bertugas untuk membuat jus sedangkan Irene sedang sibuk membakar sosis serta menggoreng telur mata sapi untuk mereka berdua. 

 

“Mau pakai roti nggak?” tanya Irene yang berjalan di belakang Wendy ke arah wastafel untuk mencuci tangannya. 

 

Suara blender yang cukup kencang membuat Wendy tidak begitu mendengar pertanyaan Irene. Sehingga akhirnya Irene berjalan mendekati Wendy dan kembali menanyakan pertanyaannya namun kali ini dengan sedikit dramatis. 

 

Irene tiba-tiba muncul di belakang Wendy dan membisikkan pertanyaannya tepat ditelinga Wendy. Tak lupa ia sengaja sedikit meniup tengkuk sang kekasih yang sedang terekspos lantaran Wendy sedang mencepol rambutnya cukup tinggi. 

 

Bulu kuduk Wendy merespon tindakan Irene. Namun Wendy dengan sigap memejamkan matanya dan menarik napas panjang. Ia tidak boleh kalah. 

 

“Uhm, boleh deh, tolong. Toast-in aja tiga sampai empat gitu?”

 

“Okay.” jawab Irene. 

 

Sepuluh menit kemudian keduanya duduk bersebelahan di dinette yang terletak tepat di depan kitchen island dengan hidangan sarapan mereka yang telah siap untuk disantap. 

 

“This feels nice." ujar Irene sembari memotong sosis buatannya ke dalam ukuran yang lebih kecil-kecil. 

 

"Hm?"

 

"Iya ini. Kita berdua kayak gini. Just enjoying our time. Slow life….Kita nggak terlalu sering kayak gini, even back in states."

 

Wendy tidak merespon ucapan Irene. Ia tahu bahwa ini juga satu dari sekian usaha Irene untuk mengajaknya move-in ke apartemen milik Irene di Amerika sana. Jawabannya masih sama, no. Akhirnya hanya terdengar dentingan pisau dan garpu di ruangan tersebut. 

 

Irene sendiri tidak mengambil hati atas jawaban Wendy. Toh, dirinya memang hanya sedikit berusaha sama sekali tidak ada niatan memaksa. 

 

“Oh ya, omong-omong nanti kamu mau pakai baju apa?” tanya Irene tiba-tiba. 

 

Pertanyaan sederhana tersebut nyatanya cukup membuat Wendy kembali nervous. Ia berhenti mengunyah sejenak. 

 

“Kenapa?” 

 

“Cuma mau tau aja. Kalau kamu butuh saran, I’ll give you one.” jawab Irene santai sembari menyunggingkan senyuman ke arah Wendy. 

 

Ia tidak berlarut-larut membahas hal ini karena seperti apa yang ia katakan, jika Wendy membutuhkan bantuan maka Irene akan dengan senang hati memberikan masukan. Selebihnya ia sama sekali tidak berpikir terlalu banyak. Menurut Irene pun, Wendy selalu terlihat cantik tidak peduli dengan gaya berpakaian yang seperti apa. 

 

Sedangkan bagi Wendy, hari ini adalah kali pertama ia akan bertemu dengan tuan dan nyonya Bae. Selama ini bahkan ia belum pernah bertegur sapa dengan kedua orang tua Irene. Otomatis Wendy menginginkan agar hari ini berjalan lancar. 

 

Apapun yang bisa membantunya untuk memenangkan hati tuan dan nyonya Bae akan ia lakukan. 

 

Wendy tidak sadar bahwa ia melamun cukup lama. Dirinya cukup terkejut ketika ia merasakan kecupan singkat di pelipisnya yang disusul dengan usapan di kepalanya. 

 

“Jangan kepikiran. Aku beneran cuma iseng nanya aja kok, okay?” 

 

Wendy mengangguk singkat. 

 

Irene kembali tersenyum dan kali ini ia berjalan ke arah dishwasher untuk menaruh piring kotornya sebelum ia kemudian berjalan ke kamar tidur mereka. 

 

Selama itu pula Wendy memperhatikan Irene dan menatap punggung kekasihnya hingga pintu kamar tidur mereka menutup dengan sempurna. 

 

Sang dosen departemen musik itu menghela napasnya panjang. Ia kemudian memejamkan matanya sejenak. Tidak biasanya ia se-nervous ini. 




 

= Something Kinda Crazy =




 

Janji awal Irene pada orang tuanya adalah mereka tiba di kediaman keluarga Bae pukul sepuluh pagi agar tidak melewati waktu minum teh pagi hari yang biasa dilakukan oleh Bae Woosung dan Kim Heeae. 

 

Sekitar pukul delapan Wendy sudah mulai panik dan cukup membuat Irene bingung. Waktu tempuh dari apartemen milik Taeyeon hingga ke rumahnya tidak sampai satu jam, jadi masih banyak waktu tersisa bagi mereka berdua. 

 

Semua barang-barang juga sudah ditata dengan rapi. Bahkan Wendy bersikeras untuk membawa koper mereka sendiri. Awalnya Irene sudah menawarkan untuk membawa barang-barang yang diperlukan saja, namun menurut Wendy semua barang yang ia bawa dari Amerika adalah penting. 

 

Koper? Sudah selesai dikemas. Kendaraan menuju kediaman keluarga Bae? Terparkir rapi di parkiran khusus penghuni apartemen. Waktu? Masih tersisa 2 jam hingga waktu yang ditentukan. 

 

Lantas Irene kebingungan hal apa lagi yang membuat kekasihnya itu cukup senewen. 

 

“Sayang, calm down okay? Aku yakin eomma dan appa akan baik-baik saja dengan pakaian apapun yang kamu pakai kesana. Asal kamu nggak muncul telanjang atau pakai mini bikini.” tawa Irene. 

 

“Irene!! You are not helping me at all!” kesal Wendy. 

 

Irene tertawa sembari berjalan mendekati Wendy yang sedang berdiri di depan cermin full body yang berada di dalam walk-in closet milik Taeyeon. 

 

“Aku cuma nggak mau menimbulkan kesan yang salah. Stereotype orang Asia tentang orang Amerika udah negatif! Aku nggak mau dikira aku cewek mahal atau justru cewek murahan.” 

 

“Uh uh…” Irene merespon, meminta Wendy untuk melanjutkan ucapannya sembari menaruh kedua tangannya di pundak Wendy. 

 

“Tapi terus sejak kita sampai di Seoul, aku ngerasa mungkin aku nggak kenal kamu sebaik itu. Aku nggak tahu kamu punya kakak sepupu yang seorang pengusaha real estate terkemuka di negara ini. Sepupu kamu ada yang bakal nikah sama anak konglomerat. Terus kamu kemarin tiba-tiba jemput aku pakai mobil mewah yang bahkan kita nggak pernah kepikiran buat sewa mobil kayak gitu back in the states. Sebelumnya aku cuma khawatir apakah orang tua kamu bakal bisa terima aku, tapi sekarang..… I don’t know anymore.....” ujar Wendy. Bahunya terkulai lemas seolah-olah ia sudah kalah berperang.

 

Kedua tangan Irene mendekap tubuh Wendy dari belakang dan merengkuhnya ke dalam pelukan Irene. Dipeluknya Wendy dengan sangat erat oleh Irene yang sudah membenamkan wajahnya di ceruk leher Wendy. 

 

“I’m sorry… aku nggak ada maksud untuk nutupin apapun dari kamu. Yes, my family is rich. We are comfortable. Tapi itu semua kekayaan orang tua aku, not me. The real me, Irene Bae, is the one who met you ten years ago in front of that ice cream parlor. The one who dropped your ice cream accidentally and bought you mintchoco as an apology but turned out you are kinda allergic to that.” 

 

“Is it?” bisik Wendy. 

 

“Yeah… I swear. Nggak akan ada yang berubah Wen. Aku tetep aku yang kamu kenal selama ini.”

 

Kedua mata mereka bertemu di cermin yang ada di hadapan mereka. Wendy berusaha menilai apakah Irene berkata jujur kepadanya. Sedangkan Irene tiba-tiba merasa sedikit khawatir apakah keputusannya untuk membawa Wendy bertemu dengan kedua orang tuanya adalah hal yang tepat. 

 

Namun menurutnya ini semua hanya masalah waktu. Apalagi dengan fakta bahwa harabeoji sudah menekan appa-nya untuk segera mencarikan pendamping bagi dirinya. 

 

“Okay….” ujar Wendy sembari menghela napasnya kembali. 

 

“Okay?” 

 

“Yeah, okay. I believe in you.” sambung Wendy. 

 

“I’ll help you to pick your clothes then I will brief you on my family. The one that is important.”

 

Setelah berganti pakaian beberapa kali, akhirnya Wendy memutuskan untuk mengenakan pilihan terakhir Irene. High waist jeans berwarna navy, kaos putih, serta blazer berwarna senada dengan celana yang ia kenakan. Rambutnya ia blow natural dengan poni yang ia belah tengah serta sedikit ia berikan hairspray agar poninya tidak terlalu banyak bergerak menutupi pandangannya. Kalung white gold berbandul daisy yang merupakan hadiah anniversary pertama mereka sengaja Wendy kenakan hari itu. Yang terakhir, sebuah tas medium saffiano leather pannier bag kulit berwarna hitam bermerek Prada bertengger dengan manis di genggaman

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Bltrx82 #1
Chapter 6: too much plot twist 😭🤣🔥
Myheart210210 #2
Chapter 6: Ya tuhan nggak sabar jika ini harus update chapter selanjutnya dalam waktu lama😭
Krystaloxygen #3
Chapter 6: Surprise but not surprise. Tapi kek. Waw banyak sekali yang terjadi 🤣🤣
Krystaloxygen #4
Chapter 6: 😱😱😱😱😱😱
xabillx #5
Chapter 6: wendy: "surprise apa lagi ini ya tuhan 😫"
Irenebae32
#6
Chapter 6: Jadi Taeyeon dan Wendy adalah mantan wah bagaimana kelanjutannya yaa jadi penasaran dan bagaimana nanti tanggapan Irene
Irenebae32
#7
This story is really fun
idkfaw #8
Chapter 6: Àaaaasssdgdhhxjckxkckc
envyou2908
#9
Chapter 6: Wtf wentae!
Demima #10
Chapter 6: Wentae supermacy!! Aaagghhhh, cliffhanger-nyaaa… astagaaaa, kuatkan aku sampai next update, jebbaaaalll 🥹