Triple S (Seungwan, Seoul, Surprise)

Something Kinda Crazy
Please log in to read the full chapter

 

Wendy Son. 

 

Merupakan sesosok wanita berumur 31 tahun yang kini berprofesi sebagai salah satu dosen pengajar di department of music UC Berkeley. Selama masa hidupnya ia tidak pernah menginjakkan kaki ke tanah kelahiran kedua orang tuanya. Keluarga sedarah yang ia kenal hanyalah kedua orangtuanya. Ia tidak pernah mengetahui wajah sanak saudaranya ataupun sekadar mengetahui nama mereka pun tidak. 

 

Tuan dan nyonya Son hanya menjelaskan sedikit tentang keluarga mereka di Korea. Itu pun hanya dengan sebutan ‘kakek’, ‘nenek’, ‘paman’, ataupun ‘bibi’. Selebihnya tuan dan nyonya Son tidak pernah membahas keluarga mereka. 

 

Sewaktu ia kecil, Wendy sempat penasaran mengapa ia tidak pernah bertemu dengan sanak saudaranya. Namun setelah peristiwa yang cukup menyakitkan hatinya, ketika ia secara tidak sengaja menyaksikan keributan antara orang tuanya dengan paman dan bibinya, Wendy meyakini bahwa tidak mengenal akar silsilah keluarganya adalah hal yang tepat. 

 

Selama itu pula Wendy tumbuh sebagai seorang keturunan Korea yang hampir kehilangan kebudayaan atau sikap dan tindak-tanduk layaknya orang Korea pada umumnya. Selama 31 tahun ia tidak pernah merisaukan hal ini, toh menurutnya yang penting ia tetap tumbuh sebagai pribadi yang sopan dan ramah. 

 

Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa ia akan memaksa dirinya untuk membaca sebanyak mungkin buku, jurnal, maupun artikel tentang kebudayaan keluarga-keluarga di Korea. Jika seseorang memeriksa riwayat mesin pencariannya akhir-akhir ini, orang tersebut pasti akan menemukan setidaknya pencarian tentang ‘budaya sopan santun di Korea’ , ‘10 etika penting yang tidak boleh dilupakan saat berlibur ke Korea’ , ‘tata krama di Korea’, dan lain sebagainya. 

 

Kini Wendy sedang duduk di meja ruang makan rumah keluarganya dan memberikan highlight-highlight pada artikel yang ia baca melalui tablet miliknya. 

 

Sementara itu, tak jauh dari tempat ia duduk, nyonya Son sedang berjalan bolak balik antara kompor dan lemari es. Ibu rumah tangga tersebut sibuk memasukkan bahan makanan ini dan itu ke dalam panci. 

 

“Kamu udah duduk kelamaan disitu, cepet berdiri sekarang! Yang ada nanti malah back pain!” omel nyonya Son sembari mengambil daging sapi yang disimpan di dalam freezer.

 

“Lima menit, ma…” jawab Wendy yang masih terfokus pada artikel yang ia baca. Terlihat kerutan di dahi Wendy ketika ia menemukan beberapa hal yang berbeda dari ingatannya ketika ia membaca jurnal lainnya. 

 

“Lima menit, lima menit! Dari tadi kamu juga ngomong lima menit!” omel nyonya Son lagi. Kali ini ia memukul lengan Wendy agar putrinya itu segera bangkit dari posisinya. 

 

Wendy hanya merespon dengan mengibas-ngibaskan tangannya, meminta agar mamanya itu berhenti memecah konsentrasinya. Sementara itu nyonya Son justru semakin giat untuk memaksa sang putri semata wayang untuk bangkit dari kursi yang telah ia duduki selama berjam-jam. 

 

“Kalian ini ngapain sih berisik jam segini?!” tegur tuan Son yang terlihat menyampirkan alat pancing di bahunya. 

 

“Mama nih lho pa! Daritadi gangguin aku mulu!”

 

“Enak aja! Anak kamu ini lho! Dikasih tau ngeyel!”

 

Kepala rumah tangga keluarga Son itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, “kalian ini ada aja yang diributin tiap hari.”

 

“Eh, lho papa mau pergi mancing?”

 

“Iya diajakin uncle Jo sama anaknya. Eh dia masih mintain nomer kamu ke papa nih.” 

 

Wendy meninju perut tuan Son yang kini sudah berdiri tepat disampingnya.

 

Apa yang diucapkan tuan Son adalah inner jokes antara dirinya dan tuan Son dimana Jay, anak dari uncle Jo, terlihat memiliki ketertarikan terhadap Wendy entah sejak berapa tahun lamanya. Tentu saja Wendy sudah mengatakan bahwa dirinya sudah memiliki pasangan, namun laki-laki itu tetap gigih untuk mencoba mendekati Wendy. 

 

Sementara itu tuan Son justru tertawa melihat respon putrinya.

 

“Preman banget anak papa ih! Awas kebiasaannya kebawa sampe Korea!” goda tuan Son.

 

Ucapan papanya itu sontak membuat Wendy mengerucutkan bibirnya masam, “Jahat banget ih papa godainnya kayak gitu! Udah tau anaknya lagi mental breakdown! Papa kayak Irene dong! Nyemangatin aku kek, bantu ngajarin aku bahasa korea kek! Ini malah digodain gini!”

 

Tuan Son mengacak-acak puncak kepala Wendy kemudian mencium puncak kepala putrinya itu, “Kamu terlalu spaneng tau nggak? Kan papa dan Irene udah bilang, kamu tenang aja. Biarin semua ngalir dengan santai. Kamu kan orangnya ramah dan suka ngobrol, pasti nanti lambat laun orang-orang juga bakal nyaman sama kamu. Udah gak usah kelamaan dipikirin. Mending kamu bantu mama kamu masak sana. Oh! Atau mau ikut papa mancing? Biar nanti kamu sama Ja-...” 

 

Tin!

 

Suara klakson mobil diesel terdengar dari luar rumah. 

 

“Udah sana-sana deh papa cepet pergi aja daripada godain aku gini terus!” 

 

Lagi-lagi tuan Son tertawa dan mengacak rambut Wendy. Ia kemudian mencium pipi istrinya yang sedang memasak sebelum ia pergi memancing dengan temannya itu. 

 

Mungkin untuk ukuran wanita dewasa yang besar dan tinggal di California, fenomena ini terbilang langka. Kebanyakan teman-teman sebayanya sudah hidup mandiri, ada yang sudah memiliki apartemen sendiri dan ada juga yang move-in dengan pasangan mereka, tentu saja tidak sedikit yang sudah menikah dan berkeluarga. 

 

Irene pun sebenarnya sudah beberapa kali mengajak Wendy untuk move-in dengannya dan hidup bersama di apartemen yang dihuni oleh Irene. Namun Wendy selalu menolak dengan alasan bahwa ia lebih memilih untuk tinggal bersama orangtuanya. 

 

“Kalau aku tinggal sama papa dan mama, aku bisa tau keadaan mereka sehari-hari. Lagian mumpung masih bisa tinggal dan makan gratis, kenapa nggak?”

 

Kira-kira begitu ucapan Wendy pada Irene saat terakhir kali Irene mengajak Wendy untuk tinggal bersamanya. 

 

“Omong-omong, kamu udah nyiapin apa aja buat minggu depan?”

 

Kali ini ucapan nyonya Son cukup menarik perhatian Wendy. 

 

“Irene bilang nggak usah bawa apa-apa. Padahal I wanna make a good first impression.” keluh Wendy.

 

Nyonya Son mengecilkan api kompor untuk sesaat sebelum ia kemudian berkacak pinggang. 

 

“Good first impression itu datangnya dari manner! Wendy Son, mama dan papa kamu dari dulu kan selalu ngajarin itu! Cantik itu dari sini….” ujar nyonya Son sembari menunjuk pelipisnya kemudian lanjut menyentuh tulang dadanya “.....dan dari sini.” 

 

“Well… I know… tapi Irene selalu kasih mama dan papa sesuatu. I wanna do that too.”

 

“Gimana dengan culture dan tata krama? Kamu dari kecil tinggal di negara barat yang punya culture berbeda jauh dengan Asia. Jangan lupa kalau keluarga Irene itu semuanya lahir dan besar di Asia. Mama nggak mau nanti keluarga Irene berpikir kalau kamu nggak di didik dengan baik.”

 

Wendy mendesah pasrah. Ia tahu mamanya bermaksud baik, tetapi memiliki waktu kurang dari satu bulan untuk mempelajari culture dan tata krama yang berlaku di Korea, ditambah dengan honorific dan titel panggilan untuk keluarga besar sudah membuatnya pusing. 

 

Oh, jangan lupa, ia pun akan menjadi alien karena sampai sekarang pun bahasa koreanya masih jauh dari kata bagus. 

 

Walaupun kedua orang tuanya besar di Korea dan walaupun Irene sesekali mengajarinya bahasa korea, namun Wendy belum pernah benar-benar serius untuk mempelajari bahasa tersebut. Paling-paling ia hanya belajar dari drama korea dan lagu-lagu yang ia dengar saja. Tentunya itu pun jauh dari kata cukup. 

 

“Belajar sih udah ma… Daritadi juga aku lagi belajar. Tapi kan teori dan praktik kan selalu beda.” 

 

Kali ini nyonya Son benar-benar mematikan kompor dan kemudian memilih untuk duduk di samping Wendy. 

 

“Okay….sekarang kamu nggak perlu berkecil hati kayak gitu dong! Mama kan selalu ngajarin supaya kamu selalu menghadapi semua permasalahan dengan gagah berani. Semua masalah pasti ada solusinya.”

 

Wendy menyandarkan kepalanya di pundak nyonya Son lalu menghela napasnya lagi. 

 

“Tapi yang ini tuh masalahnya double ma… Aku aja nggak tahu gimana sebenernya respon keluarga Irene tentang hubungan kami berdua. Paling aku cuma tau sepupunya aja, Sooyoung. Dia sih selalu supportive. Tapi kalau orang tuanya…..” lagi-lagi Wendy menghela napas. 

 

“Sayang….namanya hidup itu pasti tentang pilihan dan di setiap pilihan pasti ada konsekuensinya.” ujar nyonya Son, tangannya membelai kepala putri semata wayangnya itu. 

 

“I know…. tapi yang ini aku ngerasa bener-bener clueless dan hopeless.” 

 

“It’s okay baby, mama akan bantu kamu untuk prepare semuanya. Kalau perlu, mama bakal bikinin kamu cheat sheet buat kamu bawa-bawa pas di Seoul nanti. The do and dont’s. Tentang restu dari orang tua Irene, mungkin dengan kamu ke Seoul minggu depan kalian berdua akan dapat jawaban kemana hubungan kalian ini akan berlabuh.”

 

“Not helping ma….malah bikin aku makin kepikiran.” dengus Wendy kesal. 

 

Nyonya Son menepuk-nepuk lengan Wendy, sebuah gesture yang ia harapkan dapat sedikit melegakan hati putrinya itu. Kemudian wanita paruh baya tersebut mendorong pelan putrinya dan memegang bahu Wendy dengan kedua tangannya. 

 

“Yang harus kamu pikirin sekarang justru tentang itinerary kamu selama di Seoul. Nginap dimana kamu sama Irene?”

 

“Aku nggak tau.” ujar Wendy sembari meringis. 

 

“Omo! Kamu ini gimana sih!” protes nyonya Son yang kini kembali memukul lengan putrinya. 

 

“Aduh sakit tau ma!” Wendy mengusap lengannya yang kini terlihat sedikit memerah. 

 

“Irene tuh bilang semuanya udah dia siapin. Aku nggak boleh tau karena ini surprise, she said.” lanjut Wendy. 

 

“Haish! Ini tuh info penting! Kamu harus tau kalian bakal nginap dimana!”

 

“Buat apa? Mama mau nyuruh aku mampir ke rumah kakek dan nenek?”

 

Nyonya Son kini menepuk jidatnya dengan kencang lalu menoyor jidat Wendy dan mendengus kesal “Aigoo, justru penting! Kalau kalian akan menginap di rumah Irene, artinya kamu harus bawa baju-baju tidur yang sopan! Nggak kayak gini! Terus kalau kamu nginap di rumah Irene, artinya kamu nggak boleh bangun kesiangan! Harus bantu bersih-bersih rumah! Masak! Tunjukin keahlian kamu dalam memasak! Setiap asian mom bakal menilai kemampuan memasak menantu perempuannya!”

 

Mulut Wendy membulat membentuk huruf ‘o’ lalu ia meringis singkat, “Aku bakal tanya ke Irene nanti deh.”

 

“Weekend ini kamu nginap di apartemen dia?” 

 

Wendy mengangguk. “Sekalian bantuin dia packing.”

 

“Inget, kalau kalian lebih dari packing, apalagi kalau pacar kamu itu hormonnya lagi nggak terkendali, pulang-pulang lehermu dikasih concealer dulu! Pusing mama dengerin papa kamu ngedumel gara-gara terakhir kali liat leher kamu ada hickey-nya! Gitu-gitu papa kamu sering cemburu tau!” 

 

Wajah Wendy memerah layaknya kepiting rebus saat mendengar ucapan nyonya Son. “Ma!” 

 

“Lho, mama bener kan? Itu juga penting buat kamu inget waktu di Korea nanti! Kamu nggak bisa menganggap bahwa semua orang tua akan berpikiran se-liberal mama dan papa kamu! Orang korea yang seumuran mama dan papa masih banyak yang kolot!” omel nyonya Son. 

 

Setelah puas mengomeli Wendy, nyonya Son kemudian bangkit dari kursinya dan menepuk bahu Wendy dengan kencang. Membuat Wendy mengerang kesakitan. Ia berpikiran bahwa tanpa harus diberi hickey oleh Irene pun, kini tubuhnya mungkin sudah hampir sama merahnya. Apalagi setelah digoda dan di-’siksa’ oleh mamanya seperti barusan. 

 

“Nah, sekarang kamu mending belajar masakan tradisional Korea. Sini mama ajarin!” 





 

= Something Kinda Crazy =





 

Biasanya Irene akan selalu merapikan apartemennya sebelum Wendy datang menginap. Pertama karena malu jika melihat tempat tinggalnya itu berantakan dan kedua karena Wendy pasti akan mengomeli dirinya. 

 

Sebenarnya ia bukan orang yang jorok atau tidak bisa mengurus tempat tinggalnya. Hanya saja tumpukan berkas-berkas yang ia bawa dari kampus seringkali tercecer di setiap sudut apartemennya, kecuali dapur dan kamar mandi tentu saja. 

 

Kali ini Irene harus sedikit kewalahan merapikan beberapa berkas skripsi milik mahasiswanya yang ia koreksi dalam dua hari terakhir. Ia harus berjalan mondar-mandir di ruang tengah dan meja makan, kemudian berjalan ke ruang kerjanya untuk menaruh tumpukan skripsi tersebut. 

 

Sebuah ponsel hitam miliknya ia letakkan di atas meja ruang tengah dan terlihat sedang tersambung dengan sepupunya. 

 

“Jadi unnie dan Wendy unnie bakal ke Seoul minggu depan?” 

 

Park Sooyoung dengan suara khasnya yang sedikit melengking mengisi indera pendengaran Irene. 

 

Irene menggeram pelan saat ia sedikit kewalahan menumpuk dan mengangkut tumpukan terakhir yang cukup berat. Setelah ia meletakkan berkas tersebut di dalam ruang kerjanya, Irene kemudian menjatuhkan tubuhnya di sofa yang terletak tepat di seberang meja ruang tengah. 

 

“Iya…rencananya gitu.”

 

“Omo!! Seriusan?”

 

Sang pemilik apartemen berdeham sebagai bentuk jawabannya. 

 

“Yuhuuu asik! Aku bakal ajak Wendy unnie untuk keliling Seoul dan nyobain semua beauty treatment yang populer disini! Aku masih berpendapat kalau Wendy unnie dengan tubuh dan wajahnya itu cocok buat jadi artis di Korea!” 

 

Irene tertawa mendengar ucapan sepupunya itu. Sooyoung memang beberapa kali selalu mengatakan hal yang sama, apalagi setelah terakhir kali mereka bertemu saat natal tahun lalu. Sejujurnya ia cukup khawatir jika sepupunya itu bisa saja berlaku gila saat mereka akan berkunjung ke Korea minggu depan, audisi jalanan dan audisi mingguan merupakan hal yang sangat sering terjadi disana. 

 

“Nggak usah aneh-aneh! Omong-omong, gimana disana? Terutama persiapan acara keluarga pas chuseok?”

 

“Hmm, kayak biasa. Taeyeon unnie udah sibuk disuruh ngurus ini dan itu, tapi kan beberapa tahun ini dia nggak bisa terlalu ngurusin karena udah ada baby Minjeong. Kata Taeyeon unnie sih tahun ini bakal kumpul semua, karena sekalian datang nikahan aku. Bahkan Younjungie juga katanya bakal pulang dari Jerman.”

 

Mendengar penjelasan Sooyoung tersebut, tanpa sadar membuat Irene menarik napasnya dalam serta menggigit bibirnya. Chuseok tahun ini benar-benar membuatnya nervous. 

 

“Tapi unnie….yang harus di khawatirin bukan itu! Aku denger katanya harabeoji tahun ini mau mulai memilih penerus. Dia udah bolak balik minta buat semua orang kumpul dan kayaknya itu bakal terjadi pas chuseok besok. Haish, baru ngebayanginnya aja udah bikin aku males banget buat ketemu beberapa orang!” 

 

Irene kembali tertawa, ia pun menyetujui ucapan Sooyoung. Layaknya keluarga besar pada umumnya, ada beberapa sanak saudara yang memang cukup dekat dengannya seperti Sooyoung dan Taeyeon. Tetapi tidak sedikit pula sanak saudara yang cukup asing baginya dan ada pula yang selalu ia hindari, jika ia bisa. 

 

“Kijoon samchon atau Hanchul samchon?” 

 

“Hanchul samchon! Dia dan anak-anaknya! Apaan sih suka pamer lulusan luar negeri lah, baru liburan di swiss lah! Kampungan banget. Kayak yang lain nggak mampu aja.” dengus Sooyoung kesal. 

 

Lagi-lagi Irene tertawa mendengar gerutuan sepupunya itu. Tetapi ia tidak bisa berbohong bahwa ia pun sebenarnya menyetujui ucapan Sooyoung barusan. Pamannya yang satu itu sering menjadi biang keladi sakit kepala keluarga mereka. 

 

“Ih tau nggak sih, aku denger-denger katanya Hanchul samchon punya istri kedua lho. Nggak tau deh tuh gimana dia bakal nyembunyiin istri mudanya. Kalau harabeoji tau, mati sih dia. Eh tapi masa iya sih ada yang harabeoji nggak tahu? Kan orang suruhannya harabeoji ada dimana-mana”  tambah Sooyoung yang menyuguhkan gosip terkini kepada kakak sepupunya itu. 

 

“Hmm bagus deh, semoga dia berulah pas pertemuan besok. Jadi yang bikin ulah nggak cuma aku.” 

 

Sooyoung menjerit cukup kencang setelah Irene selesai berbicara. “Hah?! Gimana-gimana?! Ih!! unnie mau ngapain?!?!”

 

“Mau minta restu.”

 

“OMO!!! Maksudnya minta restu ke keluarga kita?! Makanya besok mau dateng chuseok sama Wendy unnie?! Aduh kayaknya jangan pas chuseok besok deh. Harabeoji bakal ngamuk nanti!” 

 

“Ya biar sekalian aja, katamu besok dia mau mulai nyari pengganti kan? Harabeoji pasti bakal mulai ngatur-ngatur kayak biasanya. Nah, sekarang dia harus tau kalau nggak semuanya bisa dia atur.”

 

“Aduh gila sih ini…. Emang samchon dan gomo udah setuju?”

 

“Belum juga, orang tuaku belum tau.”

 

“Unnie!! Ampun deh! Yang bener aja!!”

 

Sooyoung langsung mengomeli dirinya panjang lebar namun tidak satupun Irene dengarkan dengan serius. Ia sudah mengaktifkan selective hearing-nya dan kini kepalanya itu sudah sibuk memikirkan rencana-rencana yang akan dia lakukan selama di Seoul nanti. 

 

“Late night drive kayaknya wajib sih.” batin Irene. 

 

Pikirannya buyar ketika pintu apartemennya terbuka, menampilkan Wendy dengan tampilan casual-nya. Celana jeans dan kemeja pink, kemeja miliknya yang dicuri oleh Wendy minggu lalu setelah ia menginap disini. 

 

“Aku tutup ya. Wendy udah dateng. Bye! Jangan lupa jemput aku di bandara minggu depan!” 

 

Tut! 

 

Sang pemilik apartemen dengan segera memutus sambungan telepon dengan Sooyoung tanpa menunggu jawaban dari sepupunya tersebut. Ia kemudian dengan sumringah berjalan ke arah Wendy dan membantunya membawa dua kotak makan. Tebakannya Wendy kembali memberinya masakan buatan nyonya Son. 

 

“Kamu lagi kerja?” tanya Wendy yang sudah berjalan terlebih dahulu ke arah dapur dengan Irene yang mengekor di belakangnya. 

 

“Nope.” jawab Irene dengan mantap. Ia dengan segera mengambil kotak makan yang ada di tangan Wendy dan memeriksa isinya sebelum ia tata di dalam lemari es miliknya. 

 

“Oh? Sooyoung? Kayaknya rahasia banget? Biasanya kalian nggak sampe ngomong full pakai bahasa korea gitu.”

 

“Nggak sayang, nggak rahasia. Kamu tau kan sepupuku yang satu itu cerewet banget. Dia kasih aku gosip keluarga aja. Makanya dia ngomong panjang lebar pakai bahasa korea. Lebih gampang buat dia buat nge-gosip. Plus aku ngingetin buat dia jemput kita di bandara minggu depan.”

 

Mendengar jawaban Irene, sang wanita berambut pendek tersebut terdiam sejenak. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. 

 

“Right….omong-omong ya…. Aku nginap dimana waktu kita di Seoul?” 

 

Jika saja suasananya kali ini tidak terlampau serius, Irene rasa dia sudah akan menggoda Wendy yang saat ini menunjukkan ekspresi khawatirnya dengan kerutan-kerutan yang nampak jelas di dahi Wendy. 

 

Jari telunjuk Irene terjulur dan tiba-tiba ia memencet hidung Wendy dengan jahil. 

 

“Jangan khawatir, semua udah selesai diatur, kamu terima beres.”

 

Jawaban Irene belum memuaskan dirinya yang justru semakin bertanya-tanya. 

 

“Ini beneran?”

 

Wendy kembali bertanya dan kali ini Irene menangkap aura kegelisahan pada diri Wendy. Ia sangat mengenal gelagat kekasihnya itu, ketika ia nervous taraf normal biasanya Wendy akan menjadi sosok yang sangat cerewet dan terus berusaha untuk meminta feedback atas hal yang membuatnya gelisah. Namun jika Wendy nervous dan justru menjadi pendiam, artinya wanita kesayangannya itu benar-benar gelisah bahkan borderline stress dan takut. 

 

Sejak mereka mendapatkan izin dari tuan Son untuk ‘berlibur’ ke Korea saat chuseok, secara tak sadar Wendy mulai mengkhawatirkan banyak hal. 

 

‘Aku harus bersikap kayak apa ke orang tua kamu?’

 

‘Aku harus bawa oleh-oleh apa ya? Orang tua kamu suka apa sih?’

 

‘Seberapa besar keluarga kamu?’

 

‘Kalimat apa yang harus aku pelajari supaya bisa menyapa keluarga kamu dengan sopan?’

 

Pertanyaan demi pertanyaan terus menumpuk dan akhirnya memupuk kegelisahannya. Irene berharap Wendy bisa sedikit lebih tenang dan mengurangi sifat overthinking-nya tersebut. Tentu saja Irene akan selalu ada di sisi Wendy selama mereka berada di Korea. Tidak mungkin ia melepas Wendy untuk diterkam oleh kawanan singa diinterogasi oleh keluarganya. 

 

Irene pun menarik tangan Wendy dan mengajaknya duduk di sofa. Sepertinya ada hal-hal yang harus diluruskan agar Wendy tidak berpikiran negatif terlalu lama. 

 

Baru saja ia hendak membuka mulutnya, ponselnya kembali berdering dengan sangat kencang. Ia melirik sejenak dan melihat nama sepupunya lagi, kali ini Taeyeon. 

 

Ibu jari tangan kanannya segera mengusap layar ponselnya untuk menolak panggilan tersebut. Namun rupanya sepupunya yang satu ini cukup keras kepala karena ia kembali menerima panggilan masuk. 

 

“Angkat dulu aja, siapa tau penting.” ujar Wendy. 

 

“Nggak. Ini sepupu aku.”

 

“Sooyoung?”

 

Irene menggeleng, “Taeyeon.”

 

“Taeyeon? Kakak sepupu kamu itu?”

 

Wendy tidak mengenal Taeyeon sebaik ia mengenal Sooyoung, bahkan ia tidak tahu wajah wanita itu. Wendy hanya beberapa kali mendengar cerita dari Irene tentang kakak sepupunya yang kini telah menjadi seorang ibu satu anak. Irene sendiri sering menunjukkan foto keponakan perempuannya kepada Wendy. Terkadang saat Irene terlalu bersemangat menceritakan tentang Minjeong, keponakan perempuan favoritnya, Wendy menjadi berpikir apakah mungkin Irene juga secara tidak sadar menginginkan untuk memiliki anak dalam waktu dekat ini. 

 

Tentu saja pemikiran tersebut hanya lewat sekilas dalam benaknya karena masih banyak milestones dalam hubungan mereka yang harus mereka lalui terlebih dahulu sebelum mereka berdua mencapai tahap itu. 

 

“Angkat dulu, siapa tau penting.” ulang Wendy. 

 

“It’s okay love, aku punya firasat kalau ini nggak penting.”

 

“Udah angkat dulu. Aku mau mandi, kamu bisa ngobrol sama kakak sepupu kamu selama aku mandi. Setelahnya, kita bakal bicara serius tentang itinerary kita selama di Seoul. Aku nggak menerima penolakan.”

 

Irene mengerucutkan bibirnya sebagai tanda protes namun ia tahu bahwa ucapan Wendy sudah final, tidak ada lagi ruang untuk berdiskusi. 

 

“Nggak usah ngambek!” ujar Wendy sembari menepuk pipi Irene dan bangkit dari sofa. Ia kemudian mendaratkan satu kecupan singkat di bibir kekasihnya sebelum meninggalkan Irene dan pergi ke kamar utama. 

 

“Jangan kelamaan mandinya!” 

 

“Honestly, feel free to join.” goda Wendy yang tertawa saat melihat wajah Irene memerah. 

 

“Nggak usah godain kalau nggak serius!” 

 

Wendy menjulurkan kepalanya diantara celah pintu kamar Irene kemudian ia sengaja men

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Bltrx82 #1
Chapter 6: too much plot twist 😭🤣🔥
Myheart210210 #2
Chapter 6: Ya tuhan nggak sabar jika ini harus update chapter selanjutnya dalam waktu lama😭
Krystaloxygen #3
Chapter 6: Surprise but not surprise. Tapi kek. Waw banyak sekali yang terjadi 🤣🤣
Krystaloxygen #4
Chapter 6: 😱😱😱😱😱😱
xabillx #5
Chapter 6: wendy: "surprise apa lagi ini ya tuhan 😫"
Irenebae32
#6
Chapter 6: Jadi Taeyeon dan Wendy adalah mantan wah bagaimana kelanjutannya yaa jadi penasaran dan bagaimana nanti tanggapan Irene
Irenebae32
#7
This story is really fun
idkfaw #8
Chapter 6: Àaaaasssdgdhhxjckxkckc
envyou2908
#9
Chapter 6: Wtf wentae!
Demima #10
Chapter 6: Wentae supermacy!! Aaagghhhh, cliffhanger-nyaaa… astagaaaa, kuatkan aku sampai next update, jebbaaaalll 🥹