The Chaebol(s) : Part 2

Something Kinda Crazy
Please log in to read the full chapter

 

Keluarga Bae

 

Mobil sedan hitam yang ditumpangi oleh Irene dan Sooyoung berjalan secara konstan memasuki daerah kawasan elit yang sangat familiar bagi Irene. Tanpa sadar professor ekonomi tersebut kembali menarik napasnya dalam-dalam. 

 

Walau setiap tahunnya ia selalu mengunjungi Seoul, namun kunjungannya kali ini memberikan rasa nostalgia bagi Irene. Terdapat perasaan senang bercampur khawatir dalam dirinya. Senang karena ia tidak sabar memperkenalkan seisi kota kepada Wendy dan khawatir apabila kota ini ternyata tidak memberikan memori yang indah bagi kekasihnya. 

 

Lagi-lagi Irene menelan ludahnya pelan dan hal ini tidak luput dari pengamatan Sooyoung. Gadis yang lebih muda itu menepuk-nepuk punggung tangan Irene dengan pelan. 

 

“Gwaenchana unnie…. Gwaenchana….. kalau kita mau berkata jujur dan adil, di antara semua orang tua kita, Gomo dan Samchon adalah sosok yang paling liberal. Selain itu mereka juga cukup dekat denganmu, nggak kayak orang tuaku atau bahkan orangtuanya Taeyeon unnie. Kita nggak usah bahas Kijoon samchon atau Hanchul samchon karena mereka udah beda jenis keanehan. Jadi aku rasa selama unnie nggak keras kepala, pasti Gomo dan Samchon mau dengar. Seenggaknya samchon sih.” ujar Sooyoung berusaha menyemangati Irene. 

 

Irene tidak memalingkan wajahnya sedikitpun namun ia menerima maksud ungkapan Sooyoung barusan. Sayangnya ia tidak begitu yakin dengan pernyataan Sooyoung bahwa kedua orang tuanya adalah orang tua yang liberal. Ia tidak tahu apakah kedua orang tuanya memang liberal atau mereka hanya tidak ingin kehilangan anak semata wayang mereka. 

 

Lahir sebagai satu-satunya keturunan dari Bae Woosung dan Kim Heeae memberikan dirinya banyak sekali privilege dan Irene menyadari hal itu. Sejak kecil kedua orang tuanya selalu memperhatikan dan memberikannya kasih sayang serta hal-hal materiil lainnya. Irene juga selalu dibebaskan dengan pilihannya walaupun ia tahu sebenarnya ibunya itu selalu berusaha menanamkan keinginan-keinginannya pada diri Irene, tetapi setidaknya hingga saat ini ibunya belum pernah memaksakan secara berlebihan. 

 

Butuh beberapa waktu bagi Irene untuk menyelesaikan pikirannya yang berkecamuk sebelum ia menyunggingkan senyumannya ke arah Sooyoung dan balas menepuk punggung tangan Sooyoung yang masih menggenggam tangan kanannya. 

 

“Ara…. omong-omong ada sesuatu yang aku sadari setelah semua kegilaan ini terjadi.”

 

“Eung?”

 

“Entah apakah ini karena kamu bakal nikah dalam waktu dekat atau memang aku yang baru sadar, tapi kamu udah bertambah dewasa. Aku nggak nyangka kalau kamu yang akan ngasih ceramah panjang lebar kayak gini. Di bayanganku Taeyeon unnie yang bakal cerewet kasih nasihat sampai kupingku panas.”

 

“Aku?”

 

“Iya, Park Sooyoung, kamu.”

 

Sooyoung tertawa pelan, “Kayaknya akibat stress sih.”

 

Irene tidak merespons. Ia tetap diam dan bersandar pada jok sedan mewah tersebut, memahami bahwa Sooyoung akan melanjutkan kalimatnya. Dibalik kepribadiannya yang sangat periang, cerewet, dan biang gosip, Irene tahu bahwa Sooyoung seringkali tidak percaya diri dan memiliki gangguan kecemasan, apalagi jika berhubungan dengan titah dari harabeoji. 

 

Ada kalanya Sooyoung terlihat ceria namun ia sebenarnya sedang memendam semua kecemasan maupun kekhawatirannya dan akan melampiaskannya pada Irene. Mungkin dari segi umur mereka terpaut jarak yang cukup jauh, namun dari segi emosional keduanya sangat dekat. 

 

Keheningan yang tercipta diantara keduanya membuat Sooyoung menarik napasnya dalam-dalam dan segera menghela napasnya panjang. 

 

“Atau mungkin sebenarnya kita semua nggak pernah berubah. Unnie tetap sama aja dari dulu, Bae Juhyun yang cerdas, anggun, dan menawan. Putri mahkota keluarga Bae yang nggak tersentuh, bebas dan selalu tahu apa yang dia mau.”

 

Sooyoung kemudian menunjuk dirinya. 

 

“Aku, Park Sooyoung, selalu menyukai hal yang sama persis dengan yang disukai oleh Bae Juhyun. Tapi bedanya unnie selalu punya pilihan dan aku, bahkan hingga sekarang belum pernah bisa membuat satu pilihan pun. Dari kecil kedua orang tua ku selalu menanamkan kalau apa yang kita lakukan harus bisa memuaskan harabeoji. Satu-satunya kunci supaya hidup enak ya cuma itu. Jadi sebenarnya sedikit banyak aku dari kecil memang sudah dipersiapkan untuk ini semua dan alam bawah sadarku sekarang lagi berteriak, mengingatkan aku kalau gak boleh ada yang salah.”

 

“Jadi maksudmu sebenarnya kamu kayak gini karena kamu khawatir acara pernikahanmu bisa kacau karena aku?”

 

Sooyoung tersenyum getir. “Mianhae unnie…” 

 

Irene paham betul bahwa Sooyoung saat ini berbicara jujur dengannya tanpa ada intensi buruk dan ia pun menerima hal ini. Rupanya dibalik kegilaannya ini, ia melupakan bahwa keluarganya adalah satu rombongan sirkus besar yang saling mempengaruhi satu sama lain. 

 

Agaknya Irene sudah pergi terlalu lama. 

 

Bagaimana ia bisa lupa bahwa dulu sekali, harabeoji bahkan sampai hampir menghapus salah satu nama sepupu mereka dari daftar nama keluarga karena sepupunya itu memilih jalan yang terbilang “ekstrim” bagi keluarga mereka dengan memilih untuk menggeluti bidang entertainment. ‘Apes’-nya sepupunya itu sempat tersangkut masalah penggunaan obat-obatan yang tergolong terlarang di Korea hingga sempat membuat heboh negara ginseng itu, walau sejujurnya di negara tempat sepupunya berada, penggunaan obat-obatan tersebut tergolong legal. 

 

Bahkan akibat dari kelakuan sepupunya itu, harabeoji sempat bertindak ekstrim dengan melarang semua cucunya untuk melanjutkan sekolah di luar korea. Harabeoji sampai menarik pulang Taeyeon yang waktu itu memang sudah menjalani pendidikan menengah hingga sarjananya di Amerika. 

 

Bagaimana ia bisa lupa bahwa tindakan satu orang jika cukup memberikan dampak yang besar bagi harabeoji dapat mengubah mood laki-laki tua itu dan mempengaruhi satu keluarga besar. 

 

Sooyoung perlahan sedikit khawatir melihat Irene yang tidak memberikan respon. Ia merasa bahwa ia harus sedikit memperjelas maksudnya. Karena sejujurnya walaupun ia khawatir tindakan Irene dapat menghancurkan mood harabeoji, namun ia juga khawatir dengan nasib Irene setelahnya. 

 

“Aku beruntung karena benar-benar jatuh cinta dengan Jiyul. Tapi unnie tahu kan kalau pernikahan aku lebih dari sekedar itu? Kalau aku boleh sedikit berlebihan, pernikahanku adalah sebuah merger terselubung yang sudah didesain sedemikian rupa dan bisa mempengaruhi satu negara ini. Bisa dibilang, sekarang harabeoji paling puas dengan ‘pencapaian’-ku diantara semua sepupu kita. No offense buat Taeyeon unnie tapi Jiyul kastanya ada di atas oppa.” 

 

Irene tertawa pelan. 

 

Memang benar adanya.

 

Walau suami Taeyeon juga merupakan keluarga konglomerat, namun level keluarga suaminya itu ada di bawah keluarga mereka. Bahkan beberapa tahun lalu sempat tertendang keluar dari sepuluh besar top konglomerat negara ini, didepak oleh keluarga Kim Yerim. 

 

“Taeyeon unnie lahirnya kecepetan.” goda Irene. 

 

“Jadi maksudnya kalau Taeyeon unnie seumur aku, dia yang bakal sama Jiyul?!”

 

Wajah Sooyoung yang cemberut marah membuat Irene tertawa lepas. 

 

“Aku nggak bilang gitu. Kamu sendiri yang menyimpulkan.” 

 

“Haish! Nyebelin! Tapi ya intinya itu! Harabeoji sekarang puas sama aku dan keluargaku. Sedikit salah langkah dari unnie, bisa jadi Woosung samchon kehilangan tahtanya. Unnie mau? Aku sebenernya nggak peduli itu semua, aku udah puas dengan yang aku punya sekarang. Tapi unnie paham maksudku kan?”

 

Irene tersenyum singkat. 

 

“Ara….Sooyoung-ah….nado ara…” ujar Irene dengan pelan dan sedikit memberi jeda, mempertimbangkan apakah ia harus memberitahu Sooyoung tentang berita ini dan pada akhirnya ia memutuskan untuk berkata jujur pada Sooyoung. 

 

“Ini rahasia tapi harabeoji sudah sempat beberapa kali menghubungi ku secara personal dan disetiap percakapan itu, harabeoji selalu berusaha untuk menjodohkanku. Seberapa banyak pun aku mencoba untuk membayangkan kehidupanku di masa depan nanti, disana selalu ada Wendy. Jadi aku cuma ingin secepatnya membungkam harabeoji. Aku janji keinginanku itu nggak akan menghancurkan pesta pernikahanmu. Tapi sekarang seenggaknya aku mau orang tuaku paham dulu bahwa aku sangat mencintai Wendy dan nggak ada pilihan lain selain Wendy.”

 

Sooyoung terkesiap mendengar penuturan Irene. Ia kira selama ini Irene cukup ‘terbebas’ dari bayang-bayang harabeoji dan sifatnya yang selalu mengatur semua hal sedemikian rupa.

 

“Unnie…. Aku nggak tau itu kabar baik atau kabar buruk tapi aku rasa sih kabar buruk. Berarti harabeoji sebenernya udah punya pilihan dan…..unnie bakal nolak itu? Lebih memilih Wendy unnie yang….commoner….. Astaga….No offense, aku suka Wendy unnie. She’s good, smart, and brilliant! Beautiful too karena aku tau unnie itu selalu suka sama orang dari tampangnya duluan….”

 

“Hey hey! Tampang itu penting. Emang kamu mau seumur hidup bangun tidur liat orang yang nggak enak dipandang?”

 

“Ya enggak sih… tapi intinya…. Wendy unnie cuma kurang beruntung aja karena nggak lahir dari keluarga konglomerat. Kalau Wendy unnie lahir dari keluarga terpandang, aku rasa harabeoji gak bakalan peduli walaupun kalian sama-sama perempuan. Dia cuma peduli untuk membangun dinastinya lebih besar di setiap generasinya.” cibir Sooyoung. 

 

“Itu yang ingin aku ubah.”

 

“Well aku akan berdoa keras buat unnie deh walau agak mustahil.” ujar Sooyoung sembari bergurau dengan menangkupkan kedua tangannya di depan dada, seolah-olah sedang memanjatkan doa.

 

“Nggak ada yang mustahil Sooyoung.” 

 

Sooyoung menepuk lengan Irene dengan cukup kencang, saking kesalnya ia saat mendengar jawaban kakak sepupunya. “Sekarang bakal aku jelasin kenapa mustahil. Unnie bawa dompet kan?”

 

Irene mengelus-elus lengannya sembari dengan pasrah menyerahkan dompetnya. Sebuah card holder tidak bermerek, berwarna biru navy namun Sooyoung menyadari bahwa ‘dompet’ tersebut terbuat dari kulit asli dan kemungkinan besar merupakan handmade buatan khusus. 

 

“Ini edisi terbatas atau apa ya? Aku baru sekali lihat tapi aku tau ini kulit asli.”

 

“Itu buatan Wendy. Dia waktu itu iseng ikut kelas crafting dan yeah… dia tahu aku lebih suka sesuatu hal yang compact.”

 

Mulut Sooyoung menganga, sedikit terkejut dengan fakta yang diberikan oleh Irene. Namun ia segera mengingat alasan mengapa ia meminta dompet milik kakak sepupunya itu. Dengan segera Sooyoung mengeluarkan SIM internasional milik Irene dan menunjukkannya di depan wajah sang professor. 

 

“Sekarang baca namanya siapa?”

 

Irene memutar kedua bola matanya dengan malas namun ia tetap mengikuti kemauan Sooyoung. “Bae Juhyun”

 

“Siapa marganya?”

 

“Bae.”

 

“NAH! ITU! Sekarang yang marganya masih Bae tinggal anak-anaknya Woosung Samchon, Hanchul Samchon, dan Kijoon Samchon. Anaknya Hanchul samchon itu masih pada kecil-kecil! Masih anak SMA! Ya sama ada anak dari istri kedua tapi yang itu udah pasti dicoret dari daftar ahli waris. Terus anaknya Kijoon samchon? Unnie nggak lupa kan apa yang kejadian sama dia? Bisa pulang dari Jerman dan datang ke chuseok besok aja udah kemajuan! Jadi sekarang satu-satunya ‘Bae’ yang eligible ya cuma Unnie aja! Putri mahkota keluarga Bae ya cuma Bae Juhyun! Terlebih lagi, harabeoji selalu menyukai unnie dari dulu.”

 

“Jangan berlebihan….”

 

Sooyoung mendesah malas. Irene selalu keras kepala dan berpikiran bahwa kekayaan mereka bukan segalanya. Mungkin bagi Irene memang demikian, tetapi kakak sepupunya itu harus bangun dari mimpi indahnya. Mereka hidup di kehidupan nyata dimana uang adalah segalanya. 

 

“Terserah deh, terus aja berpikiran bahwa uang tidak penting dan semua orang itu sederajat. Tapi unnie, kalaupun sekarang putri mahkota keluarga ini bukan Bae Juhyun, fakta bahwa unnie memang lahir di keluarga Bae aja udah bikin unnie jadi santapan hangat orang tua-orang tua konglomerat untuk menjodohkan anak mereka sama unnie.”

 

“Kamu lupa kalau mereka semua dan anak-anaknya nggak pernah bertahan kalau dapat tatapan tajamku?”

 

“Iya karena dulu mereka punya santapan lain, yaitu aku! Sekarang aku udah bukan gadis yang available lagi. Jadi santapan mereka sekarang ya tinggal unnie seorang.”

 

Irene belum sempat membalas ucapan Sooyoung saat ekor matanya menangkap bahwa mereka sudah memasuki kompleks elit tempat rumahnya berada. Mata Irene tertuju pada taman yang terletak tidak jauh dari pintu gerbang kompleks tempat kediaman keluarga Bae berada. Di taman itu lah dulu ia sering duduk menikmati malam hari. Bukan karena ia tidak memiliki taman sendiri di rumahnya, namun karena disana ia bukanlah siapa-siapa. Irene dapat menikmati kesunyian dan cahaya bintang dari taman itu dengan nyaman. 

 

“Unnie, sejujurnya ya. Aku udah cukup sebal dengan tingkahmu yang satu ini. Stop berpikiran naif! Satu lagi, unnie itu jahat banget tau. Sampai sekarang Wendy unnie nggak tahu siapa Irene Bae yang sebenarnya. Emang menurut unnie dia nggak bakalan shock pas tau ini semua?”






 

= Something Kinda Crazy =






 

Heeae tidak pernah menyangka jika dirinya akan dikejutkan oleh keponakannya yang kini tengah berdiri di ruang tamu kediamannya bersama dengan putri semata wayangnya. 

 

Awalnya ia sempat sedikit heran dengan tingkah pelayan-pelayan rumah mereka yang sempat berbisik-bisik saat menghampiri dirinya dan suaminya di halaman belakang. Ia hanya mendapatkan informasi kalau keponakannya sudah datang dan sedang menunggu di ruang tamu. 

 

Dirinya tidak menangkap adanya hal yang aneh mengingat Sooyoung memang sudah berjanji akan berkunjung sekaligus untuk memberikan undangan pernikahannya. Namun siapa sangka Sooyoung justru datang bersama dengan putrinya. 

 

Heeae semakin heran saat melihat Juhyun datang dengan setelan casual, dress berwarna putih dengan cardigan rajut berwarna krem serta sepatu kets berwarna senada dengan dress yang ia kenakan. 

 

Putrinya tidak terlihat seperti orang yang baru melewati penerbangan selama belasan jam. 

 

Mau tidak mau secara otomatis kening Heeae mengkerut. Ia berusaha memahami situasi yang ada saat ini. 

 

Sementara itu, Sooyoung pun memahami bahwa bibi-nya itu menangkap gelagat keanehan. Ia hanya bisa berharap dirinya dapat segera kabur dari situasi ini dan membiarkan Juhyun yang menyelesaikan kegilaan yang diciptakan sendiri olehnya.

 

“Annyeonghaseyo gomo!” sapa Sooyoung dengan ramah. Berusaha untuk sedikit terlihat ceria seakan-akan tidak memahami situasi. 

 

“Oh…ne Sooyoung-ah….. Kalian ketemu di depan atau…”

 

Pertanyaan Heeae terputus kala Juhyun tiba-tiba memeluk ibunya dengan hangat. Heeae sendiri cukup terkejut karena biasanya dirinya yang justru menginisiasi kontak fisik dengan Juhyun. Putrinya itu memang terkadang cukup canggung dalam menunjukkan afeksinya terhadap dirinya ataupun suaminya. 

 

Apalagi sejak ia ‘dimarahi’ oleh Harabeoji ketika Juhyun kecil pernah merengek untuk minta digendong oleh ayahnya ditengah acara jamuan formal. Sejak saat itu Juhyun selalu menjaga jarak dengan kedua orang tuanya walaupun sebenarnya komunikasi di antara mereka tetap terjaga. 

 

“Eomma…..sehat kan?” tanya Juhyun yang masih memeluk Ibunya dengan erat. 

 

Heeae mengangguk sembari mengelus punggung putrinya. Sedikit merasa sedih karena ia bahkan tidak bisa mengingat kapan terakhir kali ia memeluk Juhyun seperti ini. 

 

Begitu pula dengan Juhyun yang sejujurnya hanya bertindak secara spontan. Mungkin ia rindu, tetapi mungkin Juhyun juga sedikit khawatir apabila hari ini tidak berjalan lancar maka ada kemungkinan ia tidak bisa memeluk ibunya seperti ini lagi. 

 

Setelah beberapa saat Juhyun melonggarkan pelukannya dan menatap sosok ibunya dari atas ke bawah, berusaha mencari sedikit perbedaan atau hal yang janggal pada ibunya. 

 

“O-oh…. Ya begitulah. Sedikit nyeri disini dan disana, tetapi itu hal yang wajar untuk orang seumuran Eomma…” 

 

“Hmm Eomma tahu kan kalau eomma berbohong aku bisa cek sendiri ke dr. Doh?” 

 

Heeae tertawa pelan. Tangannya menepuk-nepuk pipi Juhyun lalu menyingkap rambut putrinya ke belakang telinga. 

 

“Kamu cek aja. Nggak ada yang eomma tutupin. Eomma bukan wanita dengan sejuta rahasia kayak seseorang.”

 

Juhyun tersenyum pahit. Ia tahu bahwa sindiran barusan ditujukan kepadanya namun Juhyun memilih untuk tidak merespon sindiran tersebut. Ia justru memilih untuk memeluk ibunya satu kali lagi. 

 

“Appa di halaman belakang?” tanya Juhyun seusai ia memeluk Heeae. 

 

“Ya, bersama Daehan dan Minguk. Ahreum lagi dibawa grooming.” jawab Heeae yang melihat putrinya menoleh kesana dan kemari. 

 

“Oh… untung aja.” ujar Juhyun lega. 

 

 “Ehem!” 

 

Sepasang ibu dan anak itu menoleh saat mendengar dehaman yang dikeluarkan oleh Sooyoung. 

 

“Uhm, gomo ini undangan pernikahanku. Sesuai janji aku datang kesini untuk mengantarkan ini. Jadi sekarang aku mau pamit pulang. Supaya gomo ada waktu sama Juhyun unnie juga.” 

 

Sang calon mempelai wanita itu mengeluarkan undangan pipih berbentuk persegi seperti sebuah kepingan emas dan menyerahkannya kepada kakak sepupunya. Setelahnya Sooyoung dengan segera membungkukan badannya dan melambaikan tangannya kikuk sebelum akhirnya ia kabur dari ruang tamu kediaman keluarga Bae tersebut.

 

Juhyun dapat melihat Sooyoung mengepalkan tangannya memberikan semangat bagi dirinya. 

 

“Telepon aku jika butuh apa-apa!” ujar Sooyoung tanpa bersuara namun dapat ditangkap dengan jelas oleh Juhyun. 

 

Melihat gelagat keponakan dan putrinya itu, Heeae semakin yakin bahwa selama ini Juhyun menyimpan rahasianya rapat-rapat dari dirinya dan mendapatkan bantuan dari sepupu-sepupunya itu. 

 

“Juhyunie, kapan kamu sampai di Korea? Kenapa tidak bilang eomma?” tanya Nyonya Bae sembari membawa putrinya ke halaman belakang, tempat dimana suaminya sedang menikmati harinya. 

 

“Uhm, kemarin aku sampai di Korea. Aku sengaja ingin memberikan surprise untuk eomma dan appa.”

 

“Kejutan? Eomma harap bukan kejutan buruk. Sudah cukup Hanchul dan Taeyeon yang memberikan kejutan buruk kali ini.”

 

“Taeyeon unnie?! Dia kenapa? Aku kira dia baik-baik aja?”

 

Heeae menggelengkan kepalanya serta mengibaskan tangannya, meminta putrinya untuk tidak membahas lebih lanjut. 

 

“Panjang ceritanya. Eomma baru mengendus masalah awal tapi ini bisa jadi gawat kalau tidak segera diselesaikan. Tetapi untuk membuat hatimu sedikit lebih tenang, masalahnya bukan di kakak sepupu kesayanganmu itu. Suaminya yang berulah.”

 

Alis Juhyun mengkerut tidak suka. Sejak awal ia tidak pernah suka dengan suami Taeyeon. Hal ini juga salah satu alasan mengapa Juhyun sangat tidak setuju dengan perjodohan. Ia tidak mau berakhir dalam ikatan pernikahan dengan sosok yang tidak ia cintai. 

 

“Taeyeon unnie tahu?”

 

“Sudah eomma beri sedikit petunjuk kemarin. Omong-omong, Eomma dengar dari Taeyeon katanya kamu tertarik dengan salah seorang profesor di Amerika sana? Apa itu benar?”

 

Juhyun menghentikan langkahnya tepat sebelum ia dan ibunya melewati pintu terakhir yang akan membawa mereka ke halaman belakang. Ia menarik napasnya dalam-dalam kemudian menatap manik mata ibunya. 

 

Seumur hidupnya, orang-orang selalu mengatakan bahwa Heeae dan Juhyun bagaikan pinang dibelah dua. Bentuk wajah keduanya sangatlah mirip dan keduanya sama-sama seorang wanita yang tegas dan berpendirian. Pancaran mata keduanya serupa walau tidak sama. Pembawaan keduanya juga sangat mirip. 


Baru sekarang ini Juhyun mengakui ucapan orang-orang tersebut. Ia dapat melihat dirinya di dalam sosok ibunya. Jika memang ia dan ibunya adalah pinang dibelah dua, maka Juhyun berharap ibunya akan menghargai kejujuran sebagaimana Juhyun sangat menjunjung tinggi kejujuran. 

 

“Ada banyak hal yang ingin Juhyun sampaikan hari ini. Juhyun harap eomma dan appa mau mendengar Juhyun.”

 

Heeae tertegun mendengar jawaban putrinya. Ia kira Juhyun akan sedikit mengulur-ulur waktu. Namun kini yang terjadi justru Heeae yang mengulur jawabannya. Heeae tidak segera merespon ucapan Juhyun, ia justru melanjutkan langkahnya menuju teras halaman tempat dimana suaminya masih berada. 

 

“Yeobo… kenapa lama sekali-.....” ucapan Bae Woosung terhenti saat melihat sosok putrinya. 

 

“Juhyun?” 

 

Juhyun membungkukan badannya sebagai bentuk sapaan. 

 

Sementara itu Heeae berjalan memutar dan duduk tepat di sebelah suaminya. Ia kemudian memberikan tanda pada putrinya untuk duduk  di hadapannya. 

 

“Tadi Sooyoung datang untuk kasih undangan pernikahannya. Lalu aku dikagetkan oleh putrimu ini, makanya aku lama.”

 

Mendengar jawaban istrinya itu cukup menarik perhatian Woosung. Sang kepala rumah tangga memilih untuk diam dan membiarkan istri serta anaknya yang akan berbicara terlebih dahulu. 

 

“Kamu bilang ada yang mau kamu sampaikan ke eomma dan appa. Sekarang eomma dan appa sudah ada disini, jadi apa yang mau kamu sampaikan?” tanya Heeae. 

 

Juhyun terdiam. 

 

Ia tidak tahu harus memulai darimana. Semua yang ia lakukan hingga hari ini hanya berdasarkan pada insting dan spontanitas. Ia sama sekali tidak memiliki rencana baku yang akan ia jalani. Memang Taeyeon sudah membriefing dirinya, namun Taeyeon sama sekali tidak mempersiapkan Juhyun untuk menghadapi momen saat ini. 

 

Maka seperti apa yang ia lakukan sebelum-sebelumnya, Juhyun

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Bltrx82 #1
Chapter 6: too much plot twist 😭🤣🔥
Myheart210210 #2
Chapter 6: Ya tuhan nggak sabar jika ini harus update chapter selanjutnya dalam waktu lama😭
Krystaloxygen #3
Chapter 6: Surprise but not surprise. Tapi kek. Waw banyak sekali yang terjadi 🤣🤣
Krystaloxygen #4
Chapter 6: 😱😱😱😱😱😱
xabillx #5
Chapter 6: wendy: "surprise apa lagi ini ya tuhan 😫"
Irenebae32
#6
Chapter 6: Jadi Taeyeon dan Wendy adalah mantan wah bagaimana kelanjutannya yaa jadi penasaran dan bagaimana nanti tanggapan Irene
Irenebae32
#7
This story is really fun
idkfaw #8
Chapter 6: Àaaaasssdgdhhxjckxkckc
envyou2908
#9
Chapter 6: Wtf wentae!
Demima #10
Chapter 6: Wentae supermacy!! Aaagghhhh, cliffhanger-nyaaa… astagaaaa, kuatkan aku sampai next update, jebbaaaalll 🥹