Irene Bae dan Wendy Son

Something Kinda Crazy
Please log in to read the full chapter

Agustus 2023

 

“Permisi…..” 

 

Irene Bae, salah seorang pengajar di University of California, Berkeley atau UC Berkeley, terlihat tengah kesulitan berjalan di antara lautan manusia yang memenuhi lorong gedung. Ada beberapa mahasiswa yang sempat menyampaikan kata ‘maaf’ mereka ketika tidak sengaja menabrak Irene, namun tak sedikit pula yang hanya lewat begitu saja. 

 

Ia tahu bahwa saat ini memang jam yang cukup padat mobilitasnya mengingat beberapa kelas sore selesai hampir bersamaan. Sehingga Irene tidak ambil pusing ketika ia bersenggolan bahu beberapa kali dengan mahasiswa maupun pengajar yang berlalu-lalang. Akan tetapi tetap saja ia menghembuskan napasnya kesal. 

 

“I wish I was taller” batin Irene. 

 

Setidaknya jika ia lebih tinggi sekitar sepuluh sentimeter saja ia bisa bernapas lebih lega dan dapat melihat kerumunan dengan lebih jelas. Tentu saja itu hanyalah angan belaka, tidak mungkin dirinya bertambah tinggi hingga sepuluh sentimeter. Jangankan sepuluh, bahkan dua senti pun agaknya cukup mustahil. 

 

‘Pertempuran’-nya berakhir ketika wanita 32 tahun tersebut tiba di ruangan yang sejak awal ia tuju, walaupun itu terjadi setelah ia sempat terdorong kesana-kemari di lorong Morrison Hall tersebut. 

 

Senyum di wajah Irene merekah ketika ia melihat bahwa Center Stage, komunitas dimana kekasihnya menjadi salah satu dosen penanggung jawab, baru saja menyelesaikan latihan mereka. 

 

Beberapa mahasiswa fakultasnya cukup terkejut melihat keberadaan dosen mereka disana, namun bagi mahasiswa yang mengetahui alasan di balik kehadiran Irene mereka justru tersenyum jenaka. Begitu pula dengan beberapa dosen penanggung jawab lainnya. 

 

“She’s yours Miss. We just finished.” ucap Seulgi, salah satu dosen dari Department of Theater, Dance, and Performance Study, yang juga merupakan teman dekat Irene. 

 

Wanita korea dengan monolid eyes khasnya tersebut muncul tepat di belakang Irene dengan senyum jenakanya. 

 

“Shut up Seul!” tawa Irene sembari menonjok bahu Seulgi. 

 

Seulgi mengusap bahunya beberapa kali untuk mengurangi rasa nyeri yang ia rasakan sesaat setelah mendapat tinjuan dari sang primadona department of economics tersebut. 

 

“Sakit tau!” protes Seulgi. 

 

“Kalau gitu, stop teasing me!” 

 

Baru saja Seulgi hendak melontarkan kalimat balasan, namun sebuah buket bunga tulip ungu tiba-tiba menghalangi pandangan Irene dan Seulgi. Lantas keduanya menoleh ke arah pemilik tangan yang terjulur tepat disamping mereka. Wanita dengan rambut hitam potongan wolf cut pendek sebahu tersenyum ke arah Irene dan Seulgi, menunjukkan deretan gigi putihnya.


“Sayangnya percakapan kalian berdua harus terhenti disini…..” ucap Wendy sembari menaruh tangannya di pinggang Irene dan menarik wanita tersebut untuk berdiri tepat disampingnya. Ia mengecup singkat pipi Irene sebelum kembali menatap Seulgi. “....karena hari ini we have an important dates.”

 

Seulgi tertawa ke arah Irene yang terlihat tersipu malu. “Kan…… bukan salah aku kalau banyak yang bercandain kamu. Liat tuh kelakuan pacar kamu, nggak tau tempat!”

 

Wendy hanya mengendikkan bahunya dan meringis kesakitan ketika Irene mencubit pinggangnya. 

 

“But anyway, pretty flowers for my beloved professor.” ucap Wendy yang memberikan buket bunga tulip tersebut kepada Irene. 

 

Irene menerima buket tersebut dan aroma khas dari bunga tersebut memenuhi indera penciumannya untuk beberapa saat, membuat mood-nya meningkat drastis. Wendy tidak pernah absen untuk membuatnya merasakan kupu-kupu berterbangan di perutnya. 

 

“Okay, okay……kayaknya daripada aku jadi third wheel disini, mending kalian pergi aja deh. Katanya ada dates?” 

 

Wendy mengangguk mantap, “See you tomorrow?”

 

“Yup, inget ya besok gladi. Malem ini jangan aneh-aneh kalian! Terutama kamu Wen!” 

 

Wendy kembali meringis kesakitan ketika Irene lagi-lagi mencubit pinggangnya saat Wendy menjulurkan lidahnya jahil ke arah Seulgi.


“Nggak usah bikin orang mikir aneh-aneh deh kamu tuh!” protes Irene. 

 

“Lho, aku nggak ngapa-ngapain? Kamu kali yang mikirnya kemana-mana?” tawa Wendy.

 

“Udah sana-sana kalian, jangan ganggu aku yang mau wrap up latihan terakhir hari ini!” 

 

Seulgi mendorong sepasang sejoli itu untuk segera meninggalkan ruang latihan tersebut. 

 

Tangan kiri Irene kini menggandeng tangan kanan Wendy dan memeluk buket bunga tadi dengan tangan kanannya, separuh menyeret Wendy untuk segera berjalan ke arah pintu utama Morrison Hall tersebut. Sementara itu Wendy masih dengan sifat jenakanya membuat ekspresi-ekspresi jahil dan provokatif ke arah Seulgi yang kini sudah mengacungkan tinjunya ke arah Wendy. 

 

“Kamu tuh nggak malu apa ya diliatin mahasiswa kamu kayak gini?” tanya Irene yang sudah menggelengkan kepalanya. 

 

“Nggak tuh, biasa aja. Malah bangga.”

 

Perkataan Wendy tadi mengundang tanya bagi Irene yang kini menoleh ke arah Wendy untuk meminta penjelasan lebih jauh. Namun tak lama setelah ia melihat senyuman jahil di wajah kekasihnya itu, Irene tahu bahwa seharusnya ia tidak usah repot-repot bertanya karena-......

 

“Bangga karena dijemput sama dosen primadona fakultas ekonomi sih, the one and only Professor Bae. Digandeng lagi.” tawa Wendy 

 

Irene memutar kedua bola matanya dengan malas dan menghembuskan napasnya kesal karena digoda. “Tau gitu aku nggak nanya.”

 

“Eeeey, nggak usah sok cool gitu. Suka kan digombalin?” goda Wendy lagi. 

 

“Diem deh.” 

 

Wendy justru semakin tertawa ketika melihat wajah Irene mulai merona merah. Tawa Wendy justru membuat Irene mengerucutkan bibirnya marah. Kenapa juga ia semudah ini digoda oleh Wendy? Kenapa juga ia sampai sekarang masih sering jatuh dalam perangkap kalimat-kalimat manis dari bibir kekasihnya ini? Padahal hubungan mereka sudah berjalan cukup lama, memasuki tahun ketiga jika dihitung sejak Irene menyatakan perasaannya ke Wendy dan hampir sepuluh tahun sejak mereka pertama kali bertemu. 

 

Langkah keduanya terhenti tepat di depan sebuah mobil sedan berwarna putih. Mercedes Benz. 

 

“Uhm…..” Wendy memiringkan kepalanya ke arah mobil tersebut dan menaikkan alisnya meminta penjelasan.

 

Selama ini Irene dan dirinya selalu bergantung pada kendaraan umum. Kalaupun Irene akan menyewa mobil, dosen fakultas ekonomi tersebut tidak akan menyewa mobil mewah seperti ini. 

 

They cannot afford it. 

 

Well, sebenarnya bisa, tapi rasanya sayang untuk menghambur-hamburkan uang sedemikian banyak hanya untuk menyewa mobil mewah. 

 

“Aku pinjem mobil Nick.”

 

“Nick? As in the Nicholas Young? History guy? Smiley face?” tanya Wendy.

 

Irene mengangguk mantap, ia melepaskan genggaman tangannya dengan Wendy dan membuka pintu belakang mobil sedan tersebut. Kemudian ia menaruh buket bunganya di kursi penumpang dan menjulurkan tangannya ke arah Wendy, meminta agar kekasihnya itu memberikan tasnya kepada Irene untuk dimasukkan ke dalam mobil. 

 

“Yes, that Nick. Lebih tepatnya aku tadinya mau sewa mobil, terus Rachel liat pas aku lagi scrolling tempat persewaan mobil and you know wherever she is then there is Nick too. Nick terus nawarin untuk minjemin mobilnya ke aku. Since, they’re going to Singapore right now. Long story short, selama mereka pergi aku dititipin mobil ini. As per Nick’s words, feel free to use.” papar Irene yang sedari tadi sibuk menata kursi penumpang. 

 

Wanita itu kemudian kembali berdiri tepat disamping Wendy dan menyodorkan buket bunga. Buket yang berbeda dengan yang tadi ia terima. 

 

“Great minds think alike. Aku tadi juga mau kasih kamu bunga ini.” ujar Irene malu-malu. 

 

Sementara itu Wendy terlihat cukup terkejut, kedua bola matanya membesar dengan sempurna. Namun tak lama kemudian ia segera menerima buket tersebut dan kembali mendaratkan satu kecupan di pipi Irene. 

 

“I love it.” ujar Wendy yang kemudian mendaratkan kecupan lainnya, kali ini di bibir Irene. “We can be greasy towards each other” 

 

Wendy dapat merasakan Irene tersenyum disela-sela ciuman mereka, sebelum ia kemudian menyudahi public display of affection yang baru saja terjadi. 

 

“I love you.” ujar Wendy. 

 

“Love you too.” 




 

= Something Kinda Crazy = 




 

“Kamu…..yakin?” Wendy bertanya kepada Irene. 

 

Kini keduanya sudah berada di cafe favorit mereka, Marionette, di meja yang biasa mereka tempati tepat di ujung dan dekat jendela. Wendy sesekali melirik ke arah jalanan kota yang dihiasi lampu jalan dan lampu kendaraan. 

 

Tangan Wendy kembali mengaduk milkshake miliknya sedangkan Irene duduk di hadapannya dengan kedua tangannya yang terlipat di atas meja. Menurut Wendy persis seperti tipikal murid yang penurut. Keduanya terhening untuk sesaat setelah Irene tiba-tiba melontarkan ide gila dengan mengajak Wendy untuk pergi ke Seoul selama chuseok tahun ini. 

 

Bahka

Please log in to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Bltrx82 #1
Chapter 6: too much plot twist 😭🤣🔥
Myheart210210 #2
Chapter 6: Ya tuhan nggak sabar jika ini harus update chapter selanjutnya dalam waktu lama😭
Krystaloxygen #3
Chapter 6: Surprise but not surprise. Tapi kek. Waw banyak sekali yang terjadi 🤣🤣
Krystaloxygen #4
Chapter 6: 😱😱😱😱😱😱
xabillx #5
Chapter 6: wendy: "surprise apa lagi ini ya tuhan 😫"
Irenebae32
#6
Chapter 6: Jadi Taeyeon dan Wendy adalah mantan wah bagaimana kelanjutannya yaa jadi penasaran dan bagaimana nanti tanggapan Irene
Irenebae32
#7
This story is really fun
idkfaw #8
Chapter 6: Àaaaasssdgdhhxjckxkckc
envyou2908
#9
Chapter 6: Wtf wentae!
Demima #10
Chapter 6: Wentae supermacy!! Aaagghhhh, cliffhanger-nyaaa… astagaaaa, kuatkan aku sampai next update, jebbaaaalll 🥹