BAB 2 - Kekuatan Rahasia

Half Blood

Yuri berjalan sempoyongan mencium bau busuk yang meluap dari kubangan lumpur hitam. Itu lebih menjijikkan dari kaos kaki basah maupun bangkai tulang ikan yang dibawa oleh kucing hitam peliharaannya. Beberapa kali terbatuk dan nyaris muntah tetapi dia terus berjuang menyeret alas kaki atau pukulan keras akan mendarat di belakang kepala. Terima kasih kepada si pirang yang baik hati.

“Kamu yakin kita tidak salah jalan?” tanya Jessica dengan suara parau akibat lubang hidung yang tertutup ujung jari.

“Ya, tetapi tidak ada salahnya jika aku memeriksanya sekali lagi.” Stephanie membentangkan kedua lengan sebelum melesat ke atas meninggalkan mereka dalam kegelapan.

“Dasar bodoh. Seharusnya dia membuat api unggun terlebih dahulu untuk kita,” gerutu Jessica sambil meraba-raba ruang kosong di sekelilingnya.

“Ouch!” pekik Yuri saat kakinya terinjak sementara sang pelaku tidak cukup peduli untuk meminta maaf. Itu hanya luka kecil yang tidak disengaja. Mereka bahkan pernah saling menggigit satu sama lain lalu melupakan hal tersebut di keesokan hari.

“Kita tidak salah jalan hanya saja sedikit bergeser sekitar tiga derajat.” Stephanie menepuk butiran api yang melayang di udara. Dia hanya gadis remaja yang masih berusia belasan tahun. Transformasinya belum bisa dikatakan sempurna tetapi dia mencoba meminimalisir kekacauan.

“Tiga derajat,” gumam Yuri berpikir keras menghitung dengan sepuluh jari tangan kemudian mendengus kesal. Perhitungan matematika terlalu rumit. Yuri berniat meminta bantuan pada sahabatnya tetapi gadis berambut panjang keemasan itu tidak terlihat.

“Jessica menghilang!” seru Yuri menjerit histeris dengan mata melotot. “Sang Guru pasti sudah membawanya pergi.”

“Aku juga berharap demikian sehingga tidak perlu repot-repot berjalan kaki.”

Secara naluri kepala Yuri mendongak mengikuti arah sumber suara. “Jessica, apa yang kamu lakukan di atas punggung anak serigala?”

“Grrr..” Taeyeon memamerkan barisan gigi tajam dengan mata biru menyala. Dia tidak senang ketika disebut sebagai anak-anak. Bukankah itu sudah sangat jelas, mereka hanya bisa berubah wujud ketika melewati batas umur tertentu yang lebih dikenal dengan istilah usia dewasa.

“Aku tidak sanggup berjalan lebih jauh lagi,” balas Jessica dengan nada dibuat-buat; lemas dan tidak bertenaga.

Tiba-tiba suara gemuruh jatuh dari langit bersama sekumpulan burung tulang yang terbang menembus cakrawala, menjepit anak-anak malang yang berteriak di antara cakar dengan ujung runcing.

“Kita harus segera pergi dari sini. Bisakah kamu terbang? Itu lebih cepat dari pada berlari dengan sepasang kaki bersepatu,” tanya keturunan sayap penyembuh yang bersiap kembali ke wujud burung merah keemasan.

Di sisi lain Yuri merasakan aliran panas menjalar di sepanjang pembuluh darah. Dia sangat panik, takut, berantakan dan sepertinya tidak ada kata yang cocok untuk menggambarkan seberapa buruk kekacauan mental yang dialaminya.

Taeyeon menggeram. Tidak sabar dan frustrasi. Dalam satu gigitan kuat, serigala itu menarik kerah belakang baju Yuri dan melemparnya ke udara. Yuri hampir saja tergelincir dari tumpukan rambut abu-abu yang lebat jika bukan karena tangan Jessica yang menyelamatkannya tepat waktu.

“Ikuti aku.”

Burung phoenix melesat cepat, berjuang melewati hutan kayu yang rimbun. Dia tak punya waktu untuk memperhatikan apa yang dilihatnya—rumput berduri, mahkota bunga beracun, akar yang menjerat bangkai babi hutan—hingga kilatan cahaya membutakan pandangan matanya.

“A-apa i-itu?” Yuri tergagap menyaksikan petir yang menyambar dari gumpalan awan hitam.

Di hadapan mereka berdiri sebuah kastel bermandikan cahaya emas berkabut. Bangunan menara kecil berwarna merah muda berada di empat penjuru mata angin. Tidak ada yang tahu siapa orang-orang di balik dinding batu itu. Mungkin makhluk setengah dewa seperti mereka. Atau justru sebaliknya, monster bawah tanah yang bangkit dari kematian.

“Di sana.” Telunjuk Jessica mengarah pada gerbang utama setinggi tiga meter dengan sepasang patung gargoyle yang bertengger di sudut atas kanan dan kiri. Rasa antusias membawa gadis tersebut meluncur ke bawah tanpa peringatan dan mendarat sempurna di atas permukaan tanah.

Yuri tanpa ragu melompat dari punggung anak serigala. Ketinggian bukan masalah besar. Sesungguhnya dia bukan terlahir sebagai seorang penakut. Hanya saja terkadang rasa panik yang berlebihan dapat mengacaukan segalanya.

“Apa kamu akan tetap berjalan dengan empat kaki? Kepalamu mungkin akan membentur pintu masuk.” Yuri terus mengoceh untuk mengaburkan perasaan gugup setiap kali kakinya bergerak satu langkah lebih dekat menuju apa yang diyakini sahabatnya sebagai sekolah sihir.

“Dia tidak tahu cara untuk kembali ke wujud manusia,” sahut Jessica ketika melihat Taeyeon enggan berbicara.

“Bagaimana kamu tahu?” tanya gadis lain yang nyaris tersandung ketika sepatunya menyentuh permukaan tanah. Sejak awal Stephanie sudah menaruh kecurigaan terhadap hubungan rubah dan serigala.

Kali ini keduanya, baik Taeyeon maupun Jessica, terdiam seribu bahasa. Apa yang dapat mereka ceritakan? Malam dingin, bulan purnama, ribuan bintang di langit. Itu konyol.

“Baiklah, sekarang kita hanya perlu jalan sepuluh langkah ke depan lalu kehidupan baru akan dimulai.”

“Bangunan tua itu sama sekali tidak mirip dengan gedung sekolah,” bisik Yuri masih meyakini bahwa kedatangan mereka di sana merupakan sebuah kesalahan besar. Jika boleh memilih, dia ingin kembali ke rumah meski itu berarti menjalani hari yang membosankan bersama hinaan dari bocah-bocah sialan.

“Jangan bodoh. Lavarton hanya desa kecil tanpa masa depan.”

“Tapi aku meninggalkan kucingku di rumah.”

Jessica memutar bola matanya. “Yuri..”

“Siapa yang akan memberinya makan? Aku bahkan belum sempat berpamitan.”

Stephanie menggeleng pelan lalu berjalan lebih dulu meninggalkan keributan yang tak kunjung usai. Langkahnya berhenti tepat di depan pintu. Terpana, matanya menatap ukiran kasar pada pilar besar yang menyebar seperti sekumpulan ular. Gadis pemberani itu baru saja hendak mendorong pintu ketika terdengar suara ledakan memekakkan telinga.

Entah apa yang telah terjadi. Mereka menemukan seseorang terlempar jauh ke belakang. Tidak ada lagi serigala abu-abu bertubuh besar, hanya tersisa perempuan berkulit putih pucat dengan luka bakar di sekujur tubuhnya.

Jessica berteriak, “Taeyeon!”

Yuri berlari memeriksa keadaan. Dalam kondisi linglung tubuhnya jatuh terduduk setelah memastikan hilangnya detak nadi di pergelangan tangan Taeyeon.

“Lakukan sesuatu untuk menolongnya,” desak Jessica menoleh ke belakang. Jika ada yang bisa diandalkan dalam situasi semacam ini, maka itu adalah mereka yang berasal dari golongan penyembuh.

“Aku tidak bisa ke sana.”

“Apa maksudmu?”

“Sesuatu menghalangiku.” Stephanie menggedor apa yang tidak dapat mereka lihat dengan mata telanjang. Itu adalah lapisan perisai yang melindungi kastel selama ribuan tahun dari ancaman dunia kegelapan. “Bawa Taeyeon mendekat.”

Dalam serangkaian upaya yang dapat mereka lakukan; Yuri berjongkok untuk menunggu beban yang diletakkan di atas punggungnya. Tentu saja serigala lebih berat dari pada sekarung beras. Yuri tidak berusaha menggendong Taeyeon dengan lembut atau dia akan kehabisan tenaga sebelum sampai di perbatasan.

Sayangnya, pada setengah perjalanan tiba-tiba kaki Yuri menegang. Pikirannya dikaburkan dengan suara lengkingan panjang dari atas langit. Seekor burung raksasa, yang hanya berupa kerangka tulang, menukik tajam ke arah mereka.

Lalu semuanya menjadi gelap.

***

“Mereka tidak boleh berada di sini. Itu terlalu berbahaya.”

“Ayolah, jangan kejam begitu. Mereka hanya anak-anak.”

“Anak-anak katamu? Apa matamu buta? Kamu tidak lihat bagaimana rubah itu menciptakan perisai parabola untuk melindungi teman-temannya?”

“Bukankah itu alasan kita sepakat untuk memilihnya?”

“Ya tetapi tidak dengan burung gagak dan serigala. Kita harus mengeluarkan mereka berdua dari tempat ini.”

“Pasti ada alasan mengapa Yoona mengizinkan mereka masuk ke dalam.”

“Aku tidak peduli. Peraturan tetap harus ditegakkan. Nama yang tidak tercantum dalam daftar tidak berhak untuk tinggal di sini. Itulah sebabnya serigala tersebut tersengat listrik saat berjalan menembus perisai. Dia bukan yang terpilih dan dia sudah mati.”

“Namun burung gagak masih hidup.”

“Justru karena itu aku merasa khawatir. Kita tidak pernah menculik anak gagak lantaran mereka berpotensi membawa sihir kegelapan.”

“Kendalikan dirimu, Henry. Mungkin saja   selama ini kita yang salah. Ketakutanmu terlalu berlebihan. Kamu butuh semacam minuman herbal untuk menenangkan diri. Aku bisa meraciknya jika kamu mau.”

“Kamu tidak mengerti, Seohyun.”

“Aku tahu jika hubungan ular dan gagak cukup rumit di masa lalu. Tapi aku harap kamu bisa percaya kepada Yoona. Dia pasti punya rencana. Aku yakin itu.”

“Aku tidak yakin tapi.. Ah, sudahlah. Jika  rencana itu berakhir buruk, maka aku akan mematahkan leher burung gagak dengan kedua tanganku sendiri.”

“Tidak!” Yuri terlonjak dari tempat tidur dengan butiran kristal membasahi pelipis kepalanya.

“Kamu sudah bangun?”

“Aku harus pulang ke rumah. Seseorang ingin mematahkan leherku.”

“Siapa orang itu? Apa kamu mengenali wajahnya?”

“Aku tidak tahu tetapi aku mendengar nama mereka dengan jelas. Henry dan Seohyun.”

“Begitu rupanya. Jadi, burung gagak bisa menguping pembicaraan orang lain. Ini sangat menarik.”

“A-apa?” tersadar dengan suara asing di telinganya, gadis itu bergerak mundur ke belakang. “S-siapa kamu?”

“Aku Yoona. Murid-murid di sini biasa memanggilku dengan gelar profesor meski sebenarnya aku tak menyukai hal itu,” kata seorang wanita berparas cantik bagai bidadari yang berhasil mencuri perhatian yang termuda hingga tak kuasa untuk berkedip selama lima belas detik. Yuri mengerjap cepat lalu menjadi kikuk dan salah tingkah.

“Astaga, apa maksudmu dengan murid-murid? Tempat ini benar-benar gedung sekolah?”

Yoona tersenyum dan mengangguk kecil. “Selamat datang di Nymphaeum Mieza.”

“Nym— apa?”

“Bahasa Yunani kuno yang artinya tempat bagi para peri.”

“Kalau tempat ini adalah sekolah khusus peri maka aku boleh pulang, kan? Aku bukan golongan peri bersayap.”

“Pada awalnya memang begitu tapi dunia telah berubah dan kami membutuhkan lebih banyak kekuatan untuk melawan pasukan kegelapan.”

“Aku tidak mengerti.”

“Kamu akan mengetahui lebih banyak lagi pada mata pelajaran sejarah namun saat ini temanmu memerlukan pertolongan.”

“Jessica! Ya ampun, bagaimana aku bisa melupakannya. Di mana dia sekarang?”

“Rubah baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena kehabisan tenaga. Tapi serigala bisa benar-benar kehilangan nyawa jika kamu tidak segera menolongnya.”

“Aku? Kenapa? Seharusnya kalian yang menolongnya. Aku hanya seekor burung gagak."

“Kami bisa mengobati orang sekarat tapi tidak dengan kematian. Hanya golongan burung gagak yang bisa mengembalikan roh yang tengah melayang.”

***

Yoona menatap wajah mereka satu per satu ketika para pengajar dipanggil untuk duduk mengelilingi meja panjang. Dia telah menyaksikan mereka tumbuh dari remaja hingga menjadi seperti sekarang. Sebagian adalah orang pilihannya dan yang lain merupakan warisan dari leluhur.

Itu tidak adil melihat Yoona yang berusia ratusan tahun tampak jauh lebih muda dibanding mereka yang belum mencapai angka seratus. Bukan akibat sihir ataupun ramuan awet muda. Perkembangan sel dalam darah kelompok rusa merupakan yang terlambat dalam menjalani masa pertumbuhan. Mereka menilai itu berkah dari langit. Namun, di mata Yoona sendiri itu menjadi kutukan ketika dihadapkan pada kematian orang-orang di sekitarnya.

“Pertimbangkan sekali lagi keputusan itu, Profesor. Kamu membahayakan kita semua demi seekor serigala yang bahkan namanya tidak masuk dalam daftar.”

“Ramalan hanya mencatat nama Jessica dan Stephanie.”

“Kita sudah mendapatkan keduanya. Tak ada alasan mempertahankan yang lain.”

Suasana tegang di aula sekolah semakin bertambah buruk. Tak ada yang berpihak kecuali Seohyun. Mereka cenderung lebih mempercayai ramalan dari sebuah buku raksasa yang terbuka lebar di atas meja batu putih dengan pena bulu angsa yang secara ajaib menggantung di udara.

Gambaran yang dilihat Yoona saat malam itu terlalu nyata untuk dikatakan sebagai bunga tidur. Apa mereka akan percaya apabila sang kepala sekolah menceritakan mimpinya? Itu tidak mungkin diterima. Bahkan Yoona sendiri agak ragu terhadap mimpinya yang sering kali berubah dari waktu ke waktu.

Yoona menekan siku di atas meja dengan menautkan jari-jari tangan. Dalam nada suara rendah dia berkata, “rubah sudah ditandai. Aku mencium bau serigala di bagian inti tubuhnya.”

“Astaga, ini sulit dipercaya. Bagaimana anak-anak bisa melakukan hal semacam itu.”

“Bukankah serigala hanya menyukai yang berasal dari kawanannya?”

“Mungkin rubah menggunakan kekuatan sihirnya. Aku bisa mencium aroma manis tubuh rubah itu saat dia dibawa masuk.”

“Pasti ada cara untuk memutus ikatan mereka,” ucap Profesor Henry menutup mulut orang-orang yang terus bergosip.

“Sayangnya tidak,” bantah Yoona dengan cepat. Perlahan dia bangkit dan berjalan mendekati jendela, melihat cahaya bulan yang mulai redup. “Jika aku tahu caranya, aku sudah membiarkan bangkai serigala membusuk di luar sana. Serigala itu harus tetap hidup atau kemungkinan besar Jessica tidak akan berhasil menahan rasa sakit ketika melewati masa transisi pada saat bulan merah.”

“Kita sudah mempunyai lima anak rubah di sekolah ini. Lupakan Jessica. Kita bisa menculik satu lagi di tahun depan. Biar aku lihat siapa nama yang muncul dalam daftar.” Sunny berlari kecil menghampiri bulu angsa yang menari-nari di atas buku. Mendadak air mukanya mengeras ketika mendapati tidak ada nama anak lainnya di bawah nama Jessica.

“Sepertinya ada yang salah dengan buku ramalan ini,” kata Sunny gemetar sambil membolak-balik halaman buku.

“Apa yang salah?” tanya Henry berjalan mendekat.

“Entahlah. Tidak ada nama yang tercatat meski penanya terus bergerak. Mungkin sihirnya melemah karena usia yang sudah tua.”

“Kalau begitu tidak ada pilihan lain. Aku akan membuka segel kekuatan burung gagak.” Yoona bergegas meninggalkan ruang aula; setengah berlari mengejar waktu yang tersisa.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
winwin_sone #1
Chapter 4: Masih menunggu update nya, makin seru soalnya
kun90ero
#2
Ada yulsic