BAB 1 - Penculikan

Half Blood

Pada malam ke tiga puluh satu bulan ke dua belas, menjelang matahari terbenam, balai desa menjadi markas perkumpulan para pria dewasa. Mereka sibuk berbagi tugas; mengasah pedang, memasang jebakan dan merencanakan waktu jaga malam. Sementara para wanita terus bersenandung tanpa henti melafalkan doa-doa kebajikan di gereja.

“Bagaimana mungkin seluruh penduduk percaya pada legenda bodoh itu?” kata Yuri terkejut menyaksikan kekacauan di mana-mana.

“Karena memang benar.”

“Astaga, jangan katakan jika kamu juga percaya pada cerita murahan yang dijual di pasar raya.”

“Tentu saja aku percaya,” balas Jessica memutar bola matanya.

“Bahwa seorang guru menculik anak-anak kemudian membawa mereka ke sekolah. Belajar kekuatan sihir untuk membunuh dinosaurus.”

“Dinosaurus itu hanya dongeng.”

“Itu maksudku. Omong kosong. Tidak ada yang namanya penculikan.”

“Lantas mengapa ada anak hilang setiap tahunnya?”

“Mereka adalah anak-anak tolol yang pergi menyelinap ke hutan, berharap bisa menemukan kehidupan lain di luar sana, tapi mereka malah tersesat lalu dimakan serigala.”

“Itu penjelasan paling bodoh yang pernah kudengar. Pertama, tidak ada serigala yang memakan manusia.”

“Jika maksudmu adalah serigala berdarah campuran, itu mungkin benar. Tapi aku pernah melihat dengan mata kepalaku sendiri, seekor serigala betina membuka mulutnya lebar-lebar sementara rubah kecil mencicit di bawahnya.”

Yuri berhenti tertawa melihat air muka yang mengeras. Sepertinya selera humor mereka jauh berbeda. Ya, bagaimana pun kisah itu telah lama berlalu.

“Ayo,” ajaknya mengulurkan tangan.

Jessica menoleh. “Ke mana?”

“Menjauh dari kegilaan.”

Saat matahari meredup menjadi bentuk bulat kemerahan, dua orang gadis duduk berdampingan di tepi danau. Ujung jari Yuri menjentikkan batang korek api yang tersulut ke dalam air. Lalu mengulangnya lagi untuk yang kedua, ketiga, keempat dan kelima. Yuri berhenti pada batang korek api kesepuluh setelah menyadari bara api berpindah ke mata sahabatnya.

“Jangan melotot begitu. Ini membuatku tenang,”

“Mengapa anak-anak itu ketakutan?”

“Memangnya orang gila mana yang ingin meninggalkan keluarga mereka untuk selamanya?” dengus Yuri memberi tanda kutip di penghujung kalimat.

“Jadi, kamu menganggapku tidak waras?”

“Kupikir semua orang sependapat. Kamu pergi ke kuburan setiap hari saja sudah aneh.”

“Itu karena rumahmu berada di sana.”

“Lagi pula siapa yang meminta kamu datang? Aku baik-baik saja sendirian.”

“Tapi kamu selalu membuka pintu dan membiarkan aku masuk.”

“Ya, kamu terlihat kesepian dan aku merasa kasihan.”

Mata cokelat itu berkilat tajam. Selama ini Jessica telah bersusah payah menjalani hidup mandiri selepas kepergian ibunya. Dia tidak perlu mengumpulkan perasaan simpati dari orang lain karena itu tidak membawa perubahan.

“Kamu beruntung karena ada yang mau berkunjung ke rumahmu sewaktu tidak ada lagi yang peduli pada tanah kuburan terbengkalai. Kamu juga beruntung sebab aku mau menjadi temanmu. Dan kamu sangar beruntung bertemu orang sebaik diriku.”

“Sudah kuduga! Aku hanya sekedar objek kebajikan untuk memenuhi nilai fantasi konyolmu!”

Jessica terdiam cukup lama tersandung di antara ribuan kata yang tumpang tindih. “Mungkin pada awalnya aku memang mendekatimu untuk membuat Sang Guru terkesan. Tapi sekarang lebih dari itu.”

“Tentu saja karena niat burukmu sudah ketahuan,” gerutu Yuri tersulut emosi.

“Karena aku menyukaimu.”

Kali ini Yuri yang kehilangan kata-kata.

“Tidak ada seorang pun penduduk desa yang bisa memahamiku,” lanjut Jessica sambil memandangi permukaan danau yang tenang. “Tapi kamu berbeda. Kamu bisa melihat siapa aku sebenarnya. Itulah sebabnya aku selalu datang kembali. Kamu bukan lagi objek untuk mendapat nilai kebaikan.”

Jessica mendekap erat kedua lutut yang tertekuk ke atas. Memiringkan kepala ke samping kanan menatap gadis berambut hitam. “Kamu temanku.”

Telinga Yuri merona merah. Rasanya dia ingin mengepakkan sayap lalu terbang ke mana saja. Namun, tangan Jessica akan lebih dulu menangkap ekornya sebelum dia sempat melarikan diri. Jadi yang bisa Yuri lakukan adalah menarik penutup kepala di belakang punggung.

“Ada apa?” Jessica mengerutkan kening.

“Hm.. Itu.. Aku.. tidak terbiasa dengan persahabatan.”

Jessica tersenyum dan meraih tangannya. “Nah, mulai sekarang kita akan menjadi teman baik.”

Yuri mengerang dan meremas jari-jari yang ada dalam genggaman. “Bagaimana jika Sang Guru benar-benar menculikmu malam ini?”

“Luar biasa. Aku sangat menantikannya.”

“Kenapa kamu begitu ingin meninggalkan tempat ini? Kamu tahu bahwa cerita itu sebenarnya tidak nyata.”

Mata Jessica bertemu dengan tatapan Yuri yang tulus. Untuk kali pertama gadis itu membiarkan orang lain mengasihani dirinya. Suaranya yang sumbang bergetar dalam gelombang keraguan. “Karena aku tidak bisa tinggal di sini. Aku tidak dapat menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja.”

“Kamu memang gadis aneh. Tidak heran jika aku menyukaimu.”

“Karena kamu juga orang aneh?”

“Karena kamu membuat aku merasa seperti orang biasa. Dan hanya itu yang kuinginkan.”

Dentang berat yang berasal dari bunyi lonceng raksasa di menara jam mengalun suram sebanyak tujuh ketukan. Ketika gemanya melemah menjadi dengungan samar yang kian menjauh, Jessica dan Yuri sama-sama membuat permohonan tak terucap.

Di mana pun mereka berada, suatu hari nanti, mereka tetap saling menemani.

***

Ketika sinar matahari padam, sekawanan anak serigala berhamburan melompat dari jendela kamar tidur. Mencuri sedikit kayu bakar dari rumah penebang pohon untuk menyalakan api unggun di tengah hutan. Mereka berkumpul merayakan malam perpisahan. Ya, barangkali salah satu dari mereka akan menghilang pada keesokan harinya.

Ada setitik kesedihan tapi bukan berarti ketakutan. Berbeda dari desa Lavarton yang mempunyai jenis populasi beraneka ragam, keturunan serigala cenderung memisahkan diri bersama kelompoknya. Mereka dilatih untuk menjadi pemberani dalam menghadapi takdir walaupun itu menyakitkan.

“Aku membongkar gudang persediaan tapi sayangnya aku tidak menemukan daging rusa.”

Taeyeon melempar karung coklat kusam di dekat perapian. Lalu merogoh ke saku celana mengambil pisau lipat. Dalam hitungan detik, tumpukan ranting pohon telah memiliki ujung yang runcing.

“Jagung bakar sangat cocok bagi serigala vegetarian,” kelakar Hyoyeon di seberang sana.

“Oh, ayolah. Aku tidak sekejam itu untuk meninggalkan teman-temanku dengan perut kosong. Setidaknya aku membawa beberapa ikan segar.”

“Terima kasih kawan tapi aku tidak suka mencium bau amis dari hewan yang hidup di air. Ada yang mau ikut berburu? Kita masih memiliki banyak waktu hingga tengah malam.”

“Aku ikut,” ujar Amber langsung lompat dan mengekor di belakang Henry.

“Pergilah bersama mereka.” Hyoyeon menyikut lengan sepupunya dengan keras.

Taeyeon meringis. “Kenapa aku?”

“Mereka masih anak-anak. Mereka tidak tahu garis wilayah kekuasaan kita. Kalau sampai mereka berjalan melewati batas akan timbul masalah besar.”

“Lalu kamu pikir aku bukan anak-anak?”

Hyoyeon menyunggingkan senyum miring dan menyipitkan mata. Apa pun yang ada di pikiran gadis itu pastilah bukan sesuatu yang ingin Taeyeon dengar. Dengan nada suara rendah yang mengejek dia berkata, “aku menilaimu cukup dewasa dengan keberanian meniduri seekor rubah.”

“Aku tidak menidurinya,” desis Taeyeon melalui barisan gigi yang mengatup kuat.

“Kamu memeluk gadis itu dengan kulit telanjang.”

“Dia bisa mati kedinginan sehingga aku memeluknya dalam wujud serigala.”

“Tidak ada yang peduli pada kebenaran yang membosankan. Orang-orang akan berasumsi sesuka hati mereka. Jika tidak mau cerita itu tersebar luas, aku sarankan kamu segera pergi mengejar Henry dan Amber.”

Dengan berat hati Taeyeon menyeret alas kakinya bersama sebuah obor di tangan kanan. Sesungguhnya nyala api itu tidak terlalu diperlukan. Iris matanya mampu beradaptasi dengan baik di kegelapan.

Taeyeon mengendus ke kanan dan ke kiri mencari aroma yang khas dari kawanan serigala. Mereka belum lama pergi jadi seharusnya itu perkerjaan yang mudah. Dia mencium bau menyengat dari asap pembakaran, tanah lembap, batang kayu lapuk, wangi kuncup bunga yang mekar lalu.. rubah dan burung gagak? Dia tidak mengerti bagaimana caranya anak-anak desa Lavarton itu bisa lolos dari sekrup-sekrup yang mengunci jendela mereka.

Namun, itu bukan urusannya. Dia harus segera menemukan serigala nakal yang berburu babi hutan atau mungkin rusa jika beruntung. Kebiasaan serigala yang menatap bulan di atas langit membuat Taeyeon terperanjat. Dia tidak mungkin salah lihat. Sepasang mata merah berkilat sedang menatapnya.

Tidak ada hujan, tidak ada angin; tiba-tiba obor di tangannya padam. Mata biru itu tidak berkedip menyaksikan bayangan hitam melayang di atas pohon-pohon. Dia teringat cerita tentang sosok Sang Guru, penculik berbadan besar seperti raksasa. Jauh berbeda dengan apa yang dilihatnya saat ini. Bertubuh tinggi, kurus dan sedikit bungkuk.

Perlahan bayangan itu berjalan melewati tubuh kaku gadis berambut abu-abu. Dia tidak mengincarku, batin Taeyeon merasa lega. Sedetik kemudian gelombang rasa panik yang baru tiba-tiba menghantam.

Rubah.

***

Jessica merasa tubuhnya meninggalkan rerumputan halus dan menyapu tanah berbatu. Dahinya berkerut memikirkan pakaiannya yang kotor. “Aku sungguh mengira akan ada pesuruh yang datang menjemput,” katanya pada bayangan hitam. “Atau paling tidak kereta kuda.”

Yuri kalang kabut mengejar Jessica yang hampir menghilang di balik pepohonan. Dia berusaha berubah wujud, tapi sialan, kakinya bergetar hebat.

Melihat desa Lavarton yang gelap gulita, Jessica merasa lega mengetahui tidak ada yang bisa menyelamatkannya sekarang. Dia melempar ciuman jauh pada kutukan akan kehidupan biasa. Dia juga melihat sahabatnya berada di bawah, berlari dan melambaikan tangan. Sebagai teman yang baik maka Jessica turut membalas lambaian tangannya bak seorang putri kerajaan. Namun, tiba-tiba dia terdiam. Telinganya menangkap suara berisik dari balik semak-semak.

“Tidak!” jerit Jessica dengan bola mata yang nyaris terlepas menatap seekor serigala melompat ke atas tubuhnya.

Lalu, segalanya menjadi gelap.

***

“Dasar serigala bodoh!” raung Jessica di dalam kegelapan; memukul, mencakar, mencabik-cabik rambut abu-abu yang tumbuh lebat dari ujung kepala hingga ekor. “Kamu mengacaukan segalanya!” teriak Jessica pada sepasang mata biru yang menyala.

“Bisakah kamu diam sebentar.”

Jessica tertegun mendengar suara yang bukan miliknya. Dan ya, serigala tidak berbicara bahasa manusia dalam wujud hewan berkaki empat. Jadi yang terlintas dalam kepalanya hanya satu. “Yuri?”

“Ya,” jawabnya tidak bersemangat. Yuri merogoh korek api dari bajunya. Warna merah muncul dari ujung batang pinus yang terbakar. “Kita perlu ranting, daun atau apa pun untuk menyalakan api. Di sini terlalu gelap.”

“Kalian perlu api?” sahut gadis lain ikut bergabung ke dalam pembicaraan dengan membawa bola api yang melayang di atas telapak tangannya.

“Astaga!” pekik Yuri sambil merangkak mundur.

“Stephanie?”

“Ya.”

“Bagaimana kamu bisa berada di sini?”

“Kupikir sama seperti kalian.”

“Aku diculik tapi mereka berdua tidak.” Jessica merasa bangga telah dipilih oleh Sang Guru.

“Aku sudah berada di sini beberapa jam yang lalu. Bertanya-tanya siapa yang menjadi korban berikutnya.”

“Lantas apa yang sudah kamu lakukan selama beberapa jam itu?” sindir Jessica. Dia tidak suka mengetahui fakta bahwa dirinya adalah pilihan kedua.

“Tidak ada. Aku hanya menunggu kalian di sini.”

“Ggrrrr..” suara geraman rendah keluar dari sela-sela gigi taring yang tajam.

“Aku tidak bodoh,” katanya menatap mata serigala yang melebar. Taeyeon hampir lupa jika selain menyemburkan api, keluarga burung phoenix juga dapat memahami semua bahasa binatang.

“Aku sudah terbang ke atas dan melihat sebuah kastel di sebelah barat.”

Jessica berdiri sempoyongan lalu menarik seikat rambut di kepalan tangan untuk mengumpulkan keseimbangan. Taeyeon meringis namun tetap diam. Sementara Yuri baru tersadar dari kematian singkat setelah mendapat tendangan keras di pantatnya.

“Baiklah, kita pergi sekarang.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
winwin_sone #1
Chapter 4: Masih menunggu update nya, makin seru soalnya
kun90ero
#2
Ada yulsic