[v] their re-start

COMEBACK

Sejak masa-masa menjadi trainee hingga masa ketika ia menjadi idol, Mark hanya takut akan dua hal. Pertama, diketahui alamat rumahnya oleh orang asing. Kedua, dikuntit oleh orang yang tahu alamat rumahnya.

Kabar buruk yang baru ia dengar dari Ten merupakan ketakutan yang ada pada poin pertama. Mark sama sekali tak menyangka bahwa di hari comeback stage pertamanya, ia bakal mendapatkan berita yang membuatnya was-was setengah mati.

"Rasanya kurang logis. Kau seharusnya belum punya sasaeng," komentar Jaehyun saat itu. "Maksudku, kita kan baru debut sekitar satu tahun. Popularitas kita masih perlu dikembangkan."

Di dalam ruang tunggu itu hanya terdapat Mark, Jaehyun, dan Johnny. Member yang lain tampak sedang tidak ada di sana meskipun kelihatannya sebentar lagi mereka bakal tampil.

Mark duduk di hadapan kedua hyung-nya. Ia memegang sebuah ponsel bermerk ternama, kedua tangannya membolak-balik ponsel itu, mencari kejanggalan yang mungkin terdapat dalam fisik ponsel itu meski hasilnya nihil. Ponsel yang ia pegang terlihat dan terasa sangat normal, kecuali sebuah notes yang tertempel pada case belakang ponsel.

"Jeno pernah diikuti oleh seseorang selepas pulang sekolah," timpal Mark. Ia menghela napas pelan. "Kata Jeno, cewek itu mengikutinya sepanjang jalan hingga dia sampai rumah. Kejadian itu terjadi sebelum dia debut, kalian ingat 'kan?"

Johnny mengambil ponsel itu dari genggaman Mark. Ia memperhatikan tulisan tangan yang tertera pada notes itu, alisnya agak mengernyit. "Ditulis dengan alphabet biasa. Ditemukan di bandara. Apakah Ten tidak mengatakan petunjuk yang lain?"

Mark menggeleng lesu. 

"Dia hanya menemuiku, mengeluhkan sesuatu semacam 'aku salah masuk pesawat dan berakhir di Canada' kemudian menyerahkan ponsel ini dan pergi begitu saja."

"Kau sama sekali tidak menanyainya?"

Mark menyenderkan punggungnya pada senderan kursi. Ia mengangguk.

"Aku bertanya, tentu saja. Ten hyung cuma berkata dia menemukan ponsel ini di bandara dan melihat catatan yang berisi alamat rumahku. Kemudian dia langsung saja mengambilnya dan berinisiatif untuk memberikannya padaku. 'Siapa tahu dia kerabatmu atau siapalah' katanya."

"Dia berkata semudah itu?" tanya Johnnya tidak menyangka. "Tak heran dia bisa salah masuk pesawat. Segala hal dianggap mudah olehnya."

Kini giliran Jaehyun yang memutuskan untuk mengecek benda persegi itu. Ia membolak baliknya dan menekan tombol on untuk menyalakan ponsel. Hasilnya nihil.

"Kau harus mengisi daya baterainya. Siapa tahu ada petunjuk," ujar Jaehyun. "Dengan harapan si pemilik ponsel tidak mengunci ponselnya."

"Begini, Hyung," balas Mark. "Pertama, aku tidak punya charger merk iPhone. Kedua, kita tidak bisa membuka privasi orang lain."

Jaehyun menilik jam dinding yang berada di tembok samping mereka. Ia menjawab, "Begini, Mark. Pertama, sebagian dari kita punya charger ponsel itu. Kedua, si pemilik ponsel baru saja melanggar privasimu dengan menuliskan alamat rumahmu di sebuah notes. Kau tentunya berhak melakukan yang sebaliknya. Kau hanya perlu informasi, benar?"

Johnny mengangguk. Ia bergumam, "Kita semua bisa membantumu. Pak Manager tak perlu turun tangan."

Mark mengernyitkan dahinya, tampak ngeri begitu mendengar nama 'Pak Manager'. Ia menggelengkan kepala sembari berujar, "Beliau tak perlu mengerti. Begitu juga dengan yang lain. Aku tak mau orang-orang menjadi khawatir. Masalah ini cuma hal biasa."

Haechan tampak memasuki ruangan. Ia sedang tertawa dengan Taeil. Yuta, Winwin, Doyoung, dan Taeyong menyusul di belakang.

Jaehyun segera mengembalikan ponsel tersebut pada Mark. Ia berbisik, "Perkataan Ten mungkin ada benarnya. Kau sebaiknya mengingat-ingat siapa kerabat jauh yang ingin menemuimu. Lalu, sebaiknya juga, jangan sampai Taeyong tahu masalah ini. Dia bisa jadi sangat kepikiran. Selain itu, Donghyuck, jangan sampai dia--"

"MARK HYUNG! KUDENGAR KAU DAPAT KIRIMAN HANDPHONE BARU DARI TEN?"

Baik Mark, Jaehyun, dan Johnny langsung menghela napas secara reflek. Mark segera menyembunyikan ponsel itu sementara Johnny bergumam, "Kurasa kau bakal mendapat masalah baru, Mark."

Sebelum Mark sempat menjawab perkataan Johnny ataupun Haechan, mereka sudah lebih dulu disuruh untuk bersiap diri. Beberapa orang staf mulai memakaikan microphone untuk mereka. Para stylish juga tengah memperbaiki riasan wajah para anggota boyband itu.

Semua kegitan tadi hanya berlangsung sekitar lima menit. Kini mereka semua sudah berada di atas panggung, termasuk Mark. Suara teriakan para penggemar terdengar jelas di telinganya. Mark tentunya merasa senang. Ketika musik mulai beralun, Mark melakukan koreografi bagiannya. Sepanjang lagu, ia bisa menampilkan peforma yang baik, meski jauh di dalam dirinya ia masih agak kepikiran dengan ponsel temuan itu.

Siapa yang menyangka kalau awal tahunku bakal jadi semenarik ini? 

↘↖↘↖

Menurut kalian, apa reaksi Hyori tepat setelah Nara meminta bantuan penuh kepadanya? Apakah kalian berpikiran bahwa cewek berambut pendek tak rata itu bakal membantu Nara begitu saja? Jika kalian berpikiran seperti itu, maka sayang sekali, jawaban kalian salah. Hyorin bukan tipe orang murah hati yang ikhlas membantu teman. Dia merupakan pilihan terakhir yang mengesalkan, bagaikan buah simalakama, sama-sama membuat rugi Nara apa pun keputusannya saat itu.

Nara mencoba berdiskusi sengit dengan Hyori sepanjang perjalanan. Yang dimaksud perjalanan di sini bukanlah perjalanan menuju penginapan ataupun rumah Hyori, teman mengesalkan itu menyebutnya sebagai 'Pencarian Tempat Tercocok Untuk Menggelandang Bagi Nara'. Bayangkan, kurang kejam apa dunia?

"Aku akan mengantarmu ke sebuah resto yang sedang mencari karyawan. Kau bisa cari uang di sana untuk kembali ke Vancouver," kata Hyori kala itu.

"Aku bisa membobol bank komersial kalau aku mau."

"Baiklah, aku bisa membantu. Kapan kau mau melakukannya?"

Singkat kata, kalau aku menuliskan semua percakapan mereka, kalian semua dipastikan pusing selama tiga jam berturut-turut. Kedua cewek itu berdiskusi dengan gaya khas mereka. Biasanya, sebuah diskusi akan merujuk pada kesepakatan. Tetapi, untuk kasus Nara, diskusi itu hanya membuatnya merasa semakin terjerumus ke sebuah gorong-gorong kotor yang dipenuhi tikus tanah. Pilihan yang disediakan temannya itu membuat Nara serba salah. Ujung-ujungnya ia tetap mendapat kerugian.

"Kau bisa menginap di rumahku dengan jaminan bahwa bulan depan kau bisa membayarnya dua kali lipat harga sewa hotel umum," ungkap Hyori. Ia mengetuk-ngetukan jarinya pada setir mobil. "Aku tidak berkewajiban membantumu menemukan ponsel atau apalah. Aku hanya menyediakan sewa kamar dan kau harus membayarnya bulan depan."

Nara memandang lurus jalan raya yang tengah mereka lewati. Suasana kota Seoul yang jelas berbeda dengan London harusnya membuat Nara menikmati semua pemandangan yang ada, tapi ia malah berakhir suram seperti ini. 

Berdasarkan otaknya yang sedang mendung, Seoul kelihatan tak jauh berbeda dengan kota utama pada umumnya. Perbedaannya hanya pada plang-plang dan papan iklan yang ditulisi dengan huruf hangul alih-alih alphabet umum. Kabar baiknya ; Nara cukup bisa berbicara dengan bahasa Korea, tapi ia butuh waktu khusus untuk memulihkan kemampuan membacanya. Semua tulisan itu cukup sukses membuat kepalanya makin pusing. Perkataan Hyori yang ada di sampingnya melengkapi rasa pusingnya saat itu.

"Aku ingatkan, ponselku jatuh karena kau menyeretku lari-lari," timpal Nara. "Kang Hyori, kau harus mengingatnya. Bertanggung jawablah."

"Kuharap kau juga ingat dengan apa yang kau lakukan terhadap rambutku."

Setelah perkataan Hyori itu, Nara tidak berminat untuk menjawab lagi. Ia jelas masih ingat dengan apa yang terjadi dengan rambut Hyori, apa yang menyebabkan cewek tomboy itu mempunyai rambut pendek yang tidak rata. 

Anggap saja begini, Nara yang memotong rambut temannya itu. Tapi yang sebenarnya terjadi bukanlah seperti itu. Bukan hanya Hyori yang jadi korban, tetapi ia juga korban. 

Ceritanya, saat itu Nara dan Hyori baru saja memutuskan untuk genjatan senjata, baca ; sepakat untuk tidak mengusik satu sama lain, tapi ada satu cowok sialan yang membuat keduanya salah paham dan berakhir saling menjambak rambut di tengah-tengah keramaian kantin. Untuk mengatasi situasi itu, guru BK mereka mengambil keputusan bijak. Guru itu memotong rambut yang tengah digenggam oleh Nara dan Hyori.

Itulah sejarah singkat tentang gaya rambut keduanya yang cukup tragis. Salon di komplek sekolah sudah berusaha membantu, tetapi tetap saja ... kedua cewek itu punya potongan rambut yang agak janggal.

Selama dua minggu berturut-turut, Hyori selalu saja meneriakinya dengan perkataan, "Harusnya kau tidak menjambak rambutku banyak-banyak!"

Kembali ke realita, Nara pun menghela napas. Ia baru saja ingin menyetujui kesepakatan satu pihak dari Hyori ketika cewek itu memasuki sebuah gerbang rumah dan memarkirkan mobilnya di sebuah halaman rumah yang kelewat luas.

Sembari mematikan mesin mobil dan mencabut kuncinya, Hyori berkata, "Kau harus melunasi bayaranmu satu bulan mendatang."

Ketika itu juga Nara ingin sekali menggunduli teman sekelasnya yang satu ini. Ia mengikuti Hyori sampai ke dalam rumah. Jarak antara halaman rumah dengan pintu masuk rumah sangat jauh--atau hanya Nara yang merasa seperti itu, kesialan ini membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Ia memasuki rumah dan selama seperkian detik merasakan kesamaan antara mereka berdua. Hyori punya rumah besar, tapi terasa kosong. Persis seperti apa yang diraskan Nara tiap kali kembali ke Vancouver.

Saat menatap jam hias besar, Nara sadar bahwa mereka sudah menghabiskan waktu selama empat jam hanya untuk berputar-putar tak tentu arah. Sekarang jam sudah menunjukan pukul sembilan dan tiba-tiba saja Nara merasakan keinginan untuk rebahan setelah melihat beberapa sofa empuk di ruang tengah. 

"Kelihatannya anak itu sudah berangkat," ungkap Hyori ketika ia melewati sebuah kamar yang terbuka dan tampak kosong. Ia menuntun Nara menuju sebuah kamar kosong yang tersedia di rumahnya. "Jangan lupa, bayar dua kali lipat, bulan depan."

Nara mengekor di belakang Hyori. Ia memperhatikan kamar berdesain warna serba cokelat, kemudian menaruh tas ranselnya di atas kasur dan berujar, "Maksudmu Jia? Saudara sepupumu yang bersekolah di sekolah khusus seni?"

"Bulan depan kau harus membayarku tiga kali lipat jika masih berniat untuk membahas anak tengil itu."

"Aku tidak akan menginap di sini sampai satu bulan. Hanya dua minggu," timpal Nara. Ia memang berniat mengunjungi Seoul hanya dalam waktu dua minggu. Tak peduli dengan hasil apa yang bakal didapatnya. Sebab, jika dia terlalu lama, ibunya jelas sekali bakal curiga.

Hyori bersender pada dinding dekat pintu. Ia tampak enggan menghampiri Nara dan berdecak cukup keras setelah mendengar perkataannya. "I will make sure that you would stay here in a month straight."

"Aku punya firasat kalau sebenarnya kau sengaja mengulur waktu sampai jam ini hanya untuk menghindari Jia."

"Bayaranmu benar-benar kunaikan jadi tiga kali lipat."

Nara mengabaikan omongan Hyori. Ia masih berceloteh. "Kenapa kau tidak masuk sekolah seni bersama dia? Kulihat kau cukup terobsesi dengan musik sampai-sampai sangat memusuhi grup vokalku dan berusaha keras membajak akun youtube-ku."

"Empat kali lipat, Nara Jung."

"Oke, aku tutup mulut," ujar Nara ringan. Ia mengedipkan matanya beberapa kali, merasakan kelopak mata yang semakin memberat dari waktu ke waktu. "Apa yang bisa kulakukan untuk menurunkan tarif sewa ke harga awal?"

Hyori kelihatan hendak berbalik pergi ketika ia menjawab perkataan Nara. Dengan posisi tubuh membelakangi temannya, Hyori menjawab dengan enggan, "Kau hanya perlu tutup mulut sepanjang waktu dan jangan pernah berusaha akrab dengan anak tengil itu."

Nara hampir membiarkan Hyori pergi begitu saja hingga kemudian dia ingat bahwa nasibnya bakal tamat kalau dirinya hanya berpasrah diri tanpa berusaha sedikitpun untuk menemukan ponsel.

Kuingatkan, ponsel itu teramat berharga. Semua data yang ia miliki tercatat di sana. Poin tambahan ; Nara tidak membawa laptop, yang artinya tidak ada back up data password rekening bank yang menjadi tonggak hidupnya. Ia bisa menghubungi ibu, tetapi masalahnya bakal jadi tambah ruwet. Nara tak mau ambil resiko yang bersangkutan dengan orang tuanya.

Keadaan ngantuknya saat ini rupanya memberi Nara ide konyol yang semoga saja bisa membantu masalahnya. Nara memanggil Hyori sebelum cewek itu hilang dari pandangan.

"Kuingatkan kau, Nara, berbicara denganmu selalu membuat tekanan darahku naik. Kau lebih baik meminimalisir bercakap-cakap denganku kalau tak ingin kutendang dari lantai dua ini sampai ke lantai dasar."

Nara ingat bahwa ia pernah kabur dari asrama sekolah lewat jendela, saat itu kamarnya berada di lantai dua. Tapi, saat ini ia mengubur pikiran itu dalam-dalam. Tak ada gunanya menanggapi omong kosong cewek tak sabaran semacam Hyori.

"Aku tak peduli kalau bayaran sewa kamarku akan naik tiga kali lipat lagi, tapi aku harus meminjam ponselmu. Menghubungi nomor teleponku melalui ponselmu tidak akan membuatmu naik darah 'kan? Tenang saja, aku siap mengantarmu ke rumah sakit, kok." [] 

_________________________

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sacrifar-kun
#1
Good fanfic. Agak susah nemu fanfic bahasa indonesia NCT yang well written. You did it good. Keep writing, okay!