prologue

COMEBACK

"Menurutmu, mengapa aku suka menyanyi?"

"Karena sebagian besar keluargamu menyukai musik."

"Kau salah."

Seorang perempuan kecil berumur sembilan tahun itu menyeka keningnya yang sudah dipenuhi peluh. Ia menatap teman sebayanya yang tengah bermain-main dengan bola basket, melakukan intruksi yang pernah diberikan kakak lelakinya beberapa minggu lalu.

"Kau jelas-jelas suka bola. Jangan membohongiku," rajuk perempuan kecil yang tengah ikut-ikutan bermain bola. "Kau bilang itu hanya untuk membuatku jengkel, sebab aku tak suka menyanyi."

"Tapi, suaramu bagus. Kau harus bersyukur."

Perempuan kecil itu berlari kecil untuk menghampiri teman sebayanya. Ia merebut bola basket dari tangan temannya, kemudian dengan mudahnya memasukan bola pada ring yang sengaja dibuat cukup rendah.

"Aku tidak suka menyanyi. Membosankan," gumamnya sambil tersenyum senang saat melihat bolanya masuk ring. "Kau lihat? Main bola jelas lebih menyenangkan. Memangnya untuk apa aku menyanyi?"

Laki-laki yang tampak sebaya dengannya itu kelihatan sedang berpikir. Keningnya agak mengerut, ia menatap ring bola yang kelihatan terlalu tinggi untuknya.

"Nah, kau tak bisa menjawab 'kan," timpal si perempuan, kentara sekali terdengar puas. "Jangan ngomong tentang itu lagi. Aku tidak suka."

Tepat setelah si perempuan berkata seperti itu, lelaki kecil tersebut menoleh dan tersenyum percaya diri pada teman perempuannya.

"There's the answer, Nara, listen to me carefully. Singing is a special way to communicate with everything whether it is your friend, mom, or even God. Get that?"

"Aku tidak mengerti."

"Listen, di masa mendatang aku bakal benar-benar jadi penyanyi dan aku seratus persen yakin kau juga bakal menyukai musik," ujar laki-laki kecil itu. Ia menatap langit. "Nah, sudah sore, lebih baik kita pulang."

"Kau mengada-ada. Aku sangat yakin akan tetap tidak suka menyanyi sampai kapan pun," jawab si perempuan. Ia berjalan menjejeri temannya dengan tangan memeluk bola. "Saking yakinnya, ayo taruhan."

"Oke. Tapi, sampai kapan kita harus menunggu hasilnya?"

"Sampai kita dewasa," balas si perempuan dengan cukup percaya diri. "Dewasa muda. Tujuh belas tahun, deal?"

"Itu bukan dewasa. Tujuh belas jelas-jelas masih remaja."

Si perempuan merajuk. Ia berdecak, "Berarti deal. Yang kalah akan menuruti segala permintaan dari pemenang selama sehari penuh."

"Terdengar bagus. Aku setuju."

Si perempuan tersenyum. "Aku sudah tidak sabar untuk menang. Kau harus bersiap-siap mentraktirku es krim dalam satu hari penuh, Mark Lee."

Laki-laki kecil bernama Mark Lee itu tertawa ringan. Ia mengambil bola yang tengah dipeluk Nara dan mulai memantul-mantulkannya sembari berjalan.

"We'll see, Nara Pearson. Aku belum tahu ingin minta apa padamu. Tapi, aku juga tak sabar melihatmu di umur tujuh belas nanti." []

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
sacrifar-kun
#1
Good fanfic. Agak susah nemu fanfic bahasa indonesia NCT yang well written. You did it good. Keep writing, okay!