Come Back Home

Peculiar Fate

Pikiran kosong Taehyung membutuhkan tenggang lima menit untuk memproses keadaan kamar serba putih yang terekam melalui pandangannya yang mengedar. Tirai yang menggantung di jendela berpintu kaca besar itu berbeda dengan tirai yang kemarin; berwarna putih, bercahaya karena ditembus oleh bias mentari pagi yang menyapu kegelapan dalam kelopak matanya dengan hangat. Langit-langit sangatlah tinggi, dengan ukiran yang mengelilingi setiap lampu. Detik jarum merah di antara lengan pendek dan panjang hitam di dalam jam dinding putih itu berdetak memanggilnya untuk beringsut menuruni tempat tidur. Tirai disisihkannya dengan ragu, memutar knop berwarna emas yang dingin, kemudian tiupan angin beku menusuknya yang hanya terlindungi selapis katun piyama. Bulatan es yang jatuh dari angkasa perlahan mencair di telapak tangannya yang ia julurkan, seiring selintas ingatan datang padanya dengan pasti. Awal mula yang menjawab tanya mengapa ia sampai berada di rumah ini.

"Bermain salju?" Suara rendah kepunyaan gadis yang mulai terasa familier itu tidak lagi membuat Taehyung terkejut. Dia yang berada di ambang pintu balkon itu, Min Yoonbi, adik perempuan Min Yoongi yang merupakan pemilik raga yang dihuninya saat ini. Suhu berada jauh di bawah angka nol, Taehyung yakin, namun entah dari mana ia bisa merasakan bila sorot gadis itu menyalurkan kehangatan dan itu lebih dari cukup untuk menarik ujung bibirnya membentuk kurva yang manis.

"Mereka hanya akan memperburuk kondisimu." Gumaman Yoonbi cukup terdengar meski hanya serupa racauan samar. Kantuknya belum hilang rupanya, lantaran sesekali ia masih menguap dan matanya sedetik-sedetik memejam. Taehyung tidak ingin memberikan penolakan berbentuk apa pun ketika Yoonbi—seraya memeluk tubuhnya sendiri—menarik lengannya untuk kembali menghangatkan diri di dalam ruangan. "Sejak kapan kau menyukai musim dingin? Kau sangat membenci itu, pun aku."

Andai gadis itu tahu bahwa Taehyung menyukai semua musim, namun adik perempuan Min Yoongi yang sedang menutup pintu balkon itu menceritakan betapa mereka menghindari musim dingin yang sering membuat bibir mereka kering dan pecah-pecah, juga membuat mereka kewalahan setiap harus membersihkan cerobong asap. Taehyung ingin melukiskan hal-hal yang indah meski demikian. Musim dingin benar-benar menyenangkan, sejuk, dan seluruh kota tampak istimewa di saat terselimuti kelembutan salju. Ia ingin membuktikannya pada Min Bersaudara dengan mengajak mereka berkeliling kota di saat malam, bermain ski, dan melihat-lihat hiasan lampu warna-warni yang memperindah cemara di setiap halaman rumah.

Tapi ia tidak bisa.

"Jadi, sejak kapan kau menyukai musim dingin?" Getaran aneh mengiringi lontaran Yoonbi yang kedua seusai ia mengunci pintu. Juntaian rambut yang mengarah sembarangan di kepalanya tampak tidak membuat ia terganggu ketika menatap Taehyung dengan kernyitan curiga.

"Tentu saja," tidak ada alasan bagi Taehyung untuk mengatakan hal selain, "aku tidak suka."

::

Mereka mengisi perut di pagi hari dengan sepanci bubur buatan Yoonbi dan sewadah sup ayam ginseng dari keluarga Jeon. Taehyung menahan lidahnya yang nyaris menanyakan siapa itu keluarga Jeon, tentu saja, jadi ia sekadar mengangguk ketika Yoonbi memberitahunya perihal tersebut sembari menyajikan semangkuk bubur mengepul pada kakaknya. Di antara denting peraduan alumunium dan porselen yang bermain solo mengisi senyap, dan lahap pelan yang Taehyung lakukan, ia memperhatikan gerik tergesa si gadis. Yoonbi menyelesaikan sarapannya sangat cepat, lantas berlalu lebih dulu menuju konter dapur untuk mencuci piring.

"Aku harus bergegas. Reporter Oh terus menghubungiku sejak dini hari. Tapi ...," gadis itu berbalik setelah meletakkan peralatan makannya di rak, memandang Taehyung yang sama sekali belum menyentuh kembali buburnya, "bisakah kau mengembalikannya pada Nyonya Jeon nanti? Aku tidak boleh terlambat terlalu lama."

Taehyung meremas sendok yang tangan kirinya genggam. Canggung memaksa detik bergerak lebih lambat, dunia di lingkungannya berhenti, mencekat kerongkongannya yang tidak mampu terenggang dari sorotan fiksasi Yoonbi. Min Yoongi tentu tahu siapakah Nyonya Jeon beserta seluk beluk yang tidak ia mengerti. Seorang kakak yang keren seharusnya telah membalas 'Oke, kau berangkat saja. Serahkan padaku', bukan berupa sebuah tanya yang hilang akal seperti 'Siapa itu Nyonya Jeon? Ke mana aku harus pergi?'.

Menyedihkannya, opsi pertama memikul beban yang muskil ia atasi andai benar-benar lolos dari bibirnya, dan Yoonbi sudah berpijak di depan hidungnya saat ini. Sekilat ketakutan terbaca dari dasar mata gadis itu, ketika ia memberangkatkan telapak tangannya menyusuri kening Taehyung, membelai surai kakaknya ke belakang. Ia berhenti di perban luka yang belum mengering di sana, seiring dagunya mengangguk dan ia berucap lemah, "Maaf, pekerjaan membuatku lupa. Panggil aku gila jika bersikukuh pergi hari ini."

"Berlebihan jika meninggalkan rutinitasmu hanya karena aku." Taehyung berkata. Dalam hati bertanya-tanya apakah semua orang bersaudara kandung di dunia semenenangkan ini, apakah semua adik perempuan terlahir begitu hangat dan menenteramkan napas kakak yang sedarah.

Yang mengherankan, sorot tatapan Yoonbi yang membujur lurus di depannya berubah mengalir sangsi setelah lamat-lamat memandang sendok yang masih bersarang kuat di tangan kiri Taehyung.

"Tidak. Kau kakakku. Tidak ada yang berlebihan." Gadis itu berucap perlahan, dan tersurat ada notasi keraguan.

::

Taehyung membatu ketika berhadapan dengan dua buah sikat gigi dalam cangkir di atas tepian wastafel. Terombang-ambing di antara hitam dan putih bersama air yang terbuang demi memecah sunyi. Yoonbi menunggu di sampingnya dengan sorot menelisik seorang guru, Taehyung bisa melihatnya di pantulan cermin, juga melihat wajah lelaki yang sangat putih yang masih terlampau asing baginya—wajah Min Yoongi. Satu kesalahan saja akan memperkuat aroma kejanggalan setelah insiden musim. Taehyung berpikir keras. Min Yoongi dan Min Yoonbi, kakak dan adik, laki-laki dan perempuan, melindungi dan dilindungi, hitam dan putih. Kemudian dengan kebimbangan yang masih mengendap, ia menggerakkan tangan kirinya meraih sebatang yang berwarna hitam.

"Itu punyaku." Seutas kalimat Yoonbi menyambar. Taehyung terlonjak, tidak mampu berkutik lagi ketika gadis itu mendengus dan menaruh pasta gigi di sikat bergagang putih. "Kesukaanmu warna putih, kauingat? Punyamu putih, hitam punyaku," katanya. "Sekarang buka mulutmu."

"Aku bisa melakukannya sendiri."

"Jangan sok jagoan," dan satu decakan, "kau akan menyesal kalau cidera tangan kananmu bertambah parah karena terus bersikap sombong padaku. Lalu jika tanganmu tidak bisa digunakan lagi, tidak bisa menggunakan senapan lagi, kau ingin aku bagaimana? Tertawa? Ha-ha-ha, begitu?"

Belum lama Taehyung menyadari betapa keras kepalanya perempuan itu, hembusan kehangatan kembali bertiup dalam udara yang terhela masuk ke dalam rongga dadanya. Ucapan demi ucapan gadis itu perlahan menggelitik perutnya. Segaris senyum terulas manis. "Kau lucu."

::

Taehyung mulai dapat memahami sedikit mengenai gadis yang ternyata jauh dari kelembutan kesan pertamanya itu. Perban yang tidak rapi di mana melilit lengan kanannya adalah salah satu bukti yang merupakan hasil karya si gadis yang dilakukannya dengan desis dan umpatan tak terhitung, termasuk alasan berupa 'Ini sama sekali bukan bidangku' dan alibi lain-lain. Bagaimanapun, meski begitu Yoonbi tidak membubuhkan coretan apa pun yang biasanya dilakukan oleh orang-orang. Terlihat kotor, katanya, dia tidak suka, dan Taehyung seketika mengangguk ketika dia mengumpan balik, "Bukankah kita memang tidak menyukai hal-hal seperti itu?"

Ponsel Yoonbi tidak mendapatkan waktu istirahat hingga sore menjelang. Panggilan yang terus-menerus berasal dari dering yang sama kian membuat si gadis kalang kabut. Sudah empat kali tungkainya terantuk kaki meja karena mondar-mandir selama menerima telepon, seingat Taehyung, sempat juga keningnya menumbuk permukaan kayu pintu dan membentur kulkas satu kali saat tenggorokannya membutuhkan minum. Ternyata gadis itu hanya meneguk minuman dingin. Taehyung berulang kali mendengar kata 'Reporter Oh', pikirnya Yoonbi bekerja di perusahaan pertelevisian divisi berita, mungkin. Saat Yoonbi menyentuh lehernya sembari menghela napas panjang lagi, Taehyung mengisi gelas kosong Yoonbi di konter dapur dengan air mineral baru dari lemari pendingin.

"Bernapaslah, setidaknya," kata Taehyung, menyodorkan gelas dan tersenyum.

"Oh, terima kasih." Kelegaan tampak melalui udara yang dihembuskan Yoonbi. Namun Taehyung tidak menyangka yang terjadi sepersekian sekon berikutnya. Ada jeda yang beku, dingin, dan tatapan Yoonbi yang asing meresap dan menyumbat paru-parunya ketika arah atensi gadis itu terpaku pada tangannya yang menggenggam gelas.

"Separah itukah?" Pandangannya lambat laun merangkak ke atas, kegelisahan menyelubungi gadis itu. Ia menggeleng dengan wajah yang ketakutan. "Sesuatu di dalam sana baik-baik saja, 'kan?" Taehyung menelan ludahnya yang pahit saat merasakan gemetar telapak tangan gadis itu meraba pipi hingga belakang kepalanya. "Yoongi, kau bukan orang kidal, kau selalu memakai tangan kanan. Yoongi, apakah masih terlalu sakit?" Suara rapuh itu menahan isakan yang kentara.

"Seseorang membutuhkanmu," lafal Taehyung ketika dering ponsel di atas meja menginterupsi, berhasil memaksakan lidahnya yang kelu lantaran khawatir gadis itu mengirimnya kembali ke rumah sakit bila mengutarakan takdir aneh yang menimpanya dan Min Yoongi.

"Dokter tidak mengatakan apa pun tentang luka dalam tapi kenapa ...."

Taehyung memutuskan untuk meraih ponsel milik adiknya. Bersamaan dengan itu, empat buah bunyi berurutan terdengar, berujung pada nada yang Taehyung kenal menandakan bahwa kunci pintu utama rumah terbuka. Taehyung mengikuti langkah menyeret Yoonbi yang berjalan menuju ruang tamu, mengaktifkan pengeras suara setelah menyilakan masuk panggilan telepon dalam ponsel agar mampu mencapai pendengaran perempuan itu.

"Aku pulang." Seorang pemuda berwajah pucat tampak dari balik pintu, terseok-seok menempati sofa terdekat, tubuhnya yang nyaris pingsan meringkuk lunglai. Ucapan salam suara basnya menggema seantero ruangan dalam rumah yang senyap.

Taehyung terperanjat.

"Dengan saudari Min Yoonbi, wakil dari pasien Kim Taehyung? Mohon maaf karena mengganggu kenyamanan Anda, Nona, tetapi kami harus menyampaikan kabar bahwa pasien Kim Taehyung telah menghilang!"

===

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
Chapter 3: Ditunggu updatenya ^^
Sky_Wings
#2
❤_❤
Sky_Wings
#3
Kereeennn