다섯

FATE
Please Subscribe to read the full chapter

----

----

 

Sandara Park menyusuri jalanan Seoul yang padat dengan Range Rover miliknya. Kedua tangannya menggenggam erat setir kemudi dan pandangannya jauh menerawang ke depan, memikirkan hal yang baru-saja-terjadi di dalam studio kurang lebih sekitar 15 menit yang lalu dan sukses semburat merah jambu menghiasi kedua sisi pipinya.

 

Flashback

 

"Dara..kau membuatku gila."

Tatapan tajam Jiyong yang mengarah padanya, lengan kekar yang memeluk pinggangnya, aroma maskulinnya.. membuat dunia Dara serasa berhenti. Dan di saat itu pula, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia tidak mengerti kenapa jantungnya berdetak begitu kencang. Lagi.

Mereka berdua masih berada dalam posisi itu, posisi dimana jarak wajah keduanya amatlah dekat, kedua mata hazel yang saling menatap lekat, dan hening.

Sesaat yang Dara tahu ia melihat bibir Jiyong mulai mendekat padanya, salah satu tangan namja itu menyentuh pipinya tanpa mengucapkan sepatah katapun.

'Apa ini? Ada apa denganku?' pikir Dara. Namun setelah itu dering ponsel miliknya seolah menyadarkan keduanya untuk saling melepaskan diri.

Jiyong lantas memijat pelipisnya pelan, mengalihkan pandangannya.

Tut.

"Y-yeoboseyo?" Dara akhirnya memutuskan untuk mengangkat telponnya.

"Dara? Eodiya? Apa kau sudah berada di rumah? Oh, aku meminta Dina untuk mengantarkanku ke rumahmu malam ini.."

"Arasseo. Aku akan segera pulang. Apa ada sesuatu yang kauinginkan untuk malam ini? Aku akan mampir ke supermarket dan memasak untukmu."

"Jinjja? Mm.. geurom, kimchijigae? Dan es krim Jagung! Neeeeh?"

Dara tersenyum, sesekali menatap Jiyong di hadapannya yang tengah menyilangkan kedua tangan menatapnya.

"Aigoo, arasseo." Balas Dara lagi sebelum mengakhiri panggilan lalu mendesah pelan.
 

"Bom noona?"

"Hmm."

Jawaban Dara membuat Jiyong tersenyum, "Kau harus mengajarinya masak sesekali."

"Geurae? Dia hanya terlalu mencintai kuku-kukunya.."

"Dan kau sangat memanjakannya, Dara. Kau seperti memiliki dua orang anak."

"Ya!" Dara pun tertawa hingga kedua matanya tenggelam. Ya baiklah, Dara tidak pernah "sempurna" dalam hal memasak tapi ia selalu berusaha. Dan dia mulai terbiasa memanjakan setiap orang yang disayanginya mengingat bahwa ia adalah anak tertua dalam keluarganya.

"Baiklah, aku harus segera pergi. Kau tau.."

"Supermarket?"

"Ya, supermarket."

Jiyong dan Dara pun tertawa.

"Dan kurasa aku juga harus segera pulang. Ini melelahkan." Namja itu menghela nafasnya lalu mengusap wajahnya dengan telapak tangan sekali lagi.

"Berhentilah menyusahkan dirimu sendiri. Apa ada hal yang kau pikirkan, Ji?"

Keduanya bersama-sama keluar dari studio recording, berjalan menuju lift di ujung ruangan.

"Ani..hanya cukup bosan. Hanya untuk hiburan."

-

Ah..keheningan di dalam lift nampaknya akan menjadi hal yang biasa untuk Dara. Sesekali ia menatap Jiyong yang tengah memejamkan kedua matanya.

Tampan.
 

Namja itu menoleh, menyadari sepasang mata yang mengawasinya sejak tadi. Sebuah smirk pun menghiasi sudut bibirnya.

Ting.

"Annyeong." Ucap Jiyong sembari mengusap lembut rambut Dara sebelum melangkah keluar dari lift, meninggalkan Dara yang hanya dapat berkedip menatap punggung namja itu dari kejauhan.

Ya.. dirinya mengagumi namja itu sejak mereka berada di akademi.

Namja misterius yang sangat suka menghabiskan waktu senggangnya dengan menulis lagu di rooftop akademi seorang diri..

Namja yang sangat menyukai sandwich dan ramyun..

Namja yang selalu menolongnya disaat-saat tak terduga..

Ya..ia selalu mengagumi Jiyong.

Kwon Jiyong.

Jiyong sahabatnya, sahabat suaminya, baby brother-nya.

 

Tapi.. apa maksud dari degup jantungnya tadi?

Flashback End

 

 

Suara klakson yang bersautan menyadarkan Dara dari lamunan singkatnya. Ia pun menyadari, bahwa mobilnya kini masih berhenti di depan sebuah lampu lalu lintas yang telah berganti warna.

Dara mengerjap-ngerjapkan kedua matanya.. lalu segera menginjak pedal gas dan kembali melaju menyusuri jalan. Bayangan wajahnya terpantul dari cermin yang bergantung di atas kemudi, menampakkan kerutan tipis di keningnya yang menunjukkan adanya beban di dalam sana.

Perjalanan itu telah berlangsung selama kurang lebih 10 menit.

Setelah ia tiba di supermarket dan baru saja akan keluar dari mobil, pandangan Dara terpaku pada sebuah foto yang terletak di atas dashboard.

 

Ia tersenyum, "Saranghae..neo aelji?"
[aku mencintaimu, kau tau itu bukan?]

****

 


"Wasseo?" Dong Youngbae menoleh ke arah pintu masuk kamar apartemen dan mendapati salah satu sahabatnya -namja dengan tubuh tinggi dengan coat dark gray panjangnya- memasuki ruangan dengan wajah lelah yang terpampang jelas.

"Eo. Dan kau, kau sungguh tidak pernah mengganti password-mu."

Youngbae tertawa ringan, "I've been always welcoming.. bagaimana perjalananmu? Apa yang kau dapatkan kali ini, hyeong?"

Choi Seunghyun, berjalan menuju kulkas dua pintu yang terletak di sudut ruangan minimalis itu dan segera mengambil sebotol air putih dingin, menenggaknya dengan rakus. "Baik. Hm mengenai apa saja yang kubeli,itu tidak banyak, hanya lukisan Mark Grotjahn, lukisan Andy Warhol, lukisan Jina Park, kursi buatan.. ah sudahlah, kau tidak akan mengerti."

"Ckckck.. seni adalah istrimu, benar? Apa noona tidak merasa cemburu pada lukisan-lukisan atau bahkan semua kursimu itu?"

Seunghyun mendekat, memainkan jari telunjuknya dan menggoyangkannya ke kanan lalu ke kiri di hadapan wajah Youngbae sambil tersenyum bangga, "Aaaani. Bom sangat mengerti tentang perasaanku. Sejak dulu hanya dia yang memahamiku. Oh! Apa sebaiknya akumemberinya sebuah kursi sebagai hadiah ulang taun? Kursi dengan pita raksasa? Kursi-bermotif-jagung?"

Kini namja itu merangkul pundak Youngbae yang hanya dapat menggelengkan kepalanya pasrah. "Kau sungguh tidak pengertian.."

"Aish, aku hanya bercanda, i paboya! Aku paling tau betapa menyeramkannya dia saat marah." Seunghyun melompat dari balik sofa dan duduk di sisi Youngbae, menyandarkan tubuhnya.

"Kenapa kau tidak langsung pulang kerumahmu dan harus datang kemari?"

"Andwenya?! [apa tidak boleh?!] Aku harus menjemput Bom di rumah Dara malam nanti dan itu jauh lebih dekat dari sini. OH. Aku merindukanmu." Seunghyun merentangkan kedua tangannya.

Youngbae tersenyum, membuat kedua mata sipitnya semakin menghilang.

"Kapan Seungri dan Daesung akan kembali, Bae?"

"Mungkin lusa."

"Aah, geurae?"

"Kita semua berhak menikmati liburan." Balas Youngbae singkat sebelum pada akhirnya ia teringat akan sesuatu, ia lekas mendongak. "Hyeong."

"Mwo?"

"Berbicara tentang 'kita', kau tau, Kwon leader sangat aneh beberapa hari ini."

Seunghyun pun mengerang malas di sisinya, "Dia memang tidak pernah bisa ditebak, biarkan saja atau kau akan menjadi pelampiasan emosinya."

"Ani.. dia sungguh bertingkah aneh, hyeong. Sebelumnya dia menulis beberapa lirik lagu melankolis hingga berhari-hari terlihat seperti seorang zombie, lalu beberapa hari belakangan kuperhatikan ia sering berpesta di beberapa club seperti orang kurang waras. Apa menurutmu yang mengganggu pikirannya?"

Namja yang lebih tua darinya mengerutkan alis, nampak berpikir, menegakkan posisis duduknya sambil memainkan bibir bawahnya dengan telunjuk. "Mwoji?" [apa ya?]

Youngbae mengangkat bahunya lagi.

"Aaaah, seolma?!" [ aaah, apa mungkin?! ] Mata Seunghyun terbelalak sempurna.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
dinasptvd
hi, there Indonesian-daragon-fans! please kindly check my stories and subscribe thankyou!

Comments

You must be logged in to comment
mistyblack
#1
hi is there an English version?
kang2noh
#2
is this jaedara?
it looks like jaedara.
is there anyway to have an english
translation?
mars2611
#3
Can you make it in English version, please??
Maria0801 #4
English translation pls