Day 1
Fantasy The Series Eps. 1 : The KnightSiang itu di arena pertarungan di sisi barat Istana tampak ramai oleh pelayan perempuan dan beberapa penjaga yang sedang tidak bertugas. Mereka ingin melihat pangeran muda mereka berlatih pedang bersama salah satu ajudannya. Dan tentu saja, suara riuh paling kencang terdengar dari kumpulan pelayan perempuan.
“Ah, Pangeran Min benar-benar tampan.”
“Andai saja aku seorang putri, mungkin aku bisa mendapatkan kesempatan bersamanya.”
“Tampan, baik hati dan pandai bertarung. Dia sempurna.”
Jisoo menaikkan sebelah alisnya mendengar celotehan pelayan lain di belakangnya. Ia bisa merasakan aura berbunga-bunga dan pelangi di udara dari mereka. Tipikal pelayan yang kasmaran dengan tuannya.
Menjijikkan.
Ia menyilangkan kedua tangannya didepan dada. Pikirannya kembali ke saat setelah mereka keluar dari kantor Jaeri dan berkumpul di tempat parkir.
“Ada sesuatu yang aneh,” ujar Seokjin tiba-tiba. Wajahnya serius. Ia menatap Namjoon lurus-lurus, seolah berusaha menyampaikan sesuatu lewat tatapannya.
Namjoon mengangguk.
“Apa maksudmu?” tanya Taehyung sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya. Mengapa dua orang itu harus bermain telepati begitu, sih?
Jungkook dan Jaeri yang bersandar di pintu mobi juga ikut menatap Seokjin tak mengerti.
“Karena kalian hanya bekerja di lapangan, kalian tidak pernah bertemu dengan Jaeri.” Seokjin menyuruh seluruh orang masuk ke mobilnya sebelum berujar, “Dia tak pernah memberi kita waktu. Maksudku, jika dia ingin kita menyelesaikan misi, dia ingin kita melakukan secepatnya.”
Yang pertama kali menyadari maksud Seokjin adalah Jisoo. “Jadi, menurut kalian ada yang aneh jika Jaeri memberikan waktu satu minggu untuk misi ini, begitu?”
“Bingo!” Namjoon membentuk tangannya menjadi pistol dan seolah menembak Jisoo.
Seokjin tampak berpikir keras. “Dia tak pernah memberi kita waktu lebih dari tiga hari. Mengapa sekarang justru dia memberi kita waktu seminggu?”
“Padahal jika dia mau kita bisa langsung melenyapkan laki-laki itu sebelum matahari terbit besok pagi.” timpal Namjoon.
Jungkook yang sedari tadi belum bersuara kemudian berujar, “Jadi apa yang harus kita lakukan? Apa kita tetap menjalani misi ini?”
Helaan napas berat terdengar dari mulut Seokjin. Laki-laki itu mengangguk.
“Kita sudah mendapatkan bayaran. Lagipula aku sudah menghubungi Hoseok dan Jimin. Mereka sudah berada di lingkungan Istana sekarang.”
Kedua mata Jisoo membulat. Hoseok dan Jimin? Bukankah kedua laki-laki itu sedang menjalani misi di Razior?
“Mereka sudah selesai?”
Seokjin menyeringai. “Tentu saja. Bahkan beritanya sudah keluar di koran pagi ini. Saat mereka meneleponku, mereka bilang bahwa kantor walikota itu habis terbakar.”
Taehyung bersiul. “Wow. Mereka pasti menggunakan bahan peledak itu lagi.”
“Baiklah. Kita tidak bisa membuang-buang waktu. Aku ingin kalian pergi ke hotel di dekat Istana, Jimin sudah menyewanya untuk malam ini. Dan besok pagi, kalian akan menyusup ke lingkungan istana. Hoseok dan Jimin akan membantu kalian.”
Sebelah alis Jisoo terangkat tinggi. “Lalu apa yang akan kalian lakukan?”
“Kami akan menyelidiki apa yang sedang disembunyikan oleh Jaeri.”
Itulah alasan mengapa saat ini ia memakai pakaian pelayan dengan rambut di sanggul tinggi. Sejujurnya ia tak pernah suka menyamar sebagai pelayan seperti ini. Apalagi untuk satu minggu penuh.
Pandangannya teralih pada dua orang yang tengah bertarung di tengah arena.
Jangan sampai kamu benar-benar menyerangnya, Jimin.
Ya, laki-laki berambut merah yang menjadi lawan bertarung Min Yoongi siang itu adalah Park Jimin yang sedang menyamar sebagai salah satu ajudannya. Ia memicingkan kedua matanya ketika melihat Yoongi melayangkan pedangnya ke arah perut Jimin.
Jimin dengan cepat menangkis serangan itu. Beberapa kali ia mengarahkan pedangnya ke leher dan bahu Min Yoongi, namun laki-laki itu dengan luwes langsung menghindar.
Suara riuh terdengar ketika Jimin mengayunkan pedangnya ke perut Min Yoongi. Tetapi Min Yoongi langsung mengelak sehingga Jimin hampir saja kehilangan keseimbangan.
Ketika Jimin lengah, Min Yoongi menempelkan pedangnya ke punggung laki-laki itu.
Jisoo menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar sorakan yang melengking berasal dari belakangnya. Ia tahu Jimin membiarkan Yoongi menang. Mereka pernah berada di satu tim dan menjalankan misi bersama. Dan mereka harus melawan hampir dua lusin tentara saat itu.
Ia tahu betul Jimin jauh lebih kuat dari itu.
Tetapi, tentu saja Jimin harus membiarkan laki-laki itu menang. Karena jika tidak, tentu saja penyamarannya akan terbuka. Lagipula, dia tak mungkin membunuh Min Yoongi sekarang.
Ketika pandangan mereka bertemu, Jisoo menganggukkan kepalanya.
Sayang sekali ia tidak bisa ikut bertarung. Padahal sudah lama ia tidak melakukannya menggunakan pedang. Akhir-akhir ini misi yang ia lakukan lebih sering menggunakan pistol.
“Hey, Lee Jihyo! Ayo cepat kembali ke dapur, sebentar lagi kita harus menyiapkan makan malam.”
Jisoo mengerang pelan. Lee Jihyo adalah nama samaran yang ia gunakan selama berada di sini. Dengan enggan, ia bangkit dari tempat duduknya dan mengikuti pelayan lainnya keluar dari arena.
Malam itu Jisoo menyusup keluar dari kamar pelayan ketika Hana dan Yoori, teman sekamarnya sudah terlelap.
Ia menyusuri lorong istana yang temaram. Baru saja ia menerima pesan dari Namjoon yang menyuruhnya untuk pergi ke hutan di belakang istana.
Ketika sampai di pintu gerbang belakang, ia mendapati Taehyung dan Hoseok sedang memakai pakaian penjaga. Mereka menyeringai ketika melihat Jisoo melangkah mendekat.
“Hey, Soo. Sudah lama tak bertemu. Apa kabar?” tanya Hoseok sambil tersenyum lebar
Jisoo menepuk kening Hoseok. “Kita bertemu tiga hari yang lalu, Bodoh.”
Hoseok mengerang kesakitan sambil memegangi keningnya. Taehyung terkikik geli di sebelahnya. Jisoo memicingkan matanya sambil menoleh ke segala arah. Dimana Jungkook dan Jimin?
“Apa yang terjadi? Mengapa kami berlutut begitu?”
Ia menoleh. Jimin berlari-lari kecil ke arah mereka dengan ekspresi bingung sedangkan Jungkook berada tak jauh di belakangnya.
Jungkook mengangguk paham melihat Hoseok yang masih mengusap-usap keningnya. “Ah, kamu baru saja merasakan kekuatan tangan Jisoo, ya? Lain kali kamu harus hati-hati. Tangannya kasar seperti kuli. Sangat menya— Aw!”
Taehyung dan Jimin tertawa mendengar teriakan Jungkook yang melengking. Dengan kedua mata menyipit, Jisoo memandangi Jungkook sinis.
“Mengapa kalian terlambat?”
Jungkook memegangi belakang kepalanya yang masih berdenyut. Benar-benar tangan kuli, pikirnya.
“Aku harus memasukkan pil tidur ke kopi para penjaga. Mereka tidak bisa melihat kita,” ujarnya. Kali ini, Jungkook menyamar sebagai salah satu juru masak di dapur.
“Baiklah, tunggu apa lagi? Kita hanya memiliki setengah jam sebelum mereka mulai curiga.”
Maafkanlah segala typos yang terjadi. Soalnya gue bener-bener nulis ini dari hape. Dan ini tengah malem. Plis, jangan jadi silent reader. Terimakasih😊
Comments