The Test

This is War

-Author-

 

 

  Malam begitu sunyi, Park Chorong masih berkutat di ruang penelitian. Sibuk merangkai alat pendeteksi yang ia buat semenjak sore tadi. Hanya alat kecil, namun akan sangat berguna untuk pencarian mutiara hitam mereka nanti.

"Tidurlah, kau butuh istirahat."

  Pria bersurai hitam dan bertubuh tidak terlalu tinggi itu menghampiri Chorong dengan sebuah selimut di tangannya. Chorong mengangkat kepalanya sekilas, cukup untuk melihat siapa lelaki itu gerangan.

  "hm, aku masih banyak urusan, Luhan. Tidurlah duluan, tidak perlu menungguku."

  Mendengar jawaban Chorong, pria itu menggelengkan kepalanya. "Baru beberapa tahun kau mempelajari teknologi dan kau langsung menjadi ahli. Huft, caramu mengutak-atik teknologi mengingatkanku dengan..."

  "Jangan berani sebut nama itu."

  Luhan merapatkan bibirnya, "Maaf." Kemudian ia mengangkat dagu Chorong menggunakan jarinya, mengalihkan Sang Gadis dari perkejaannya. "Aku tahu, kau paling benci dengan situasi ini. Tapi, kau tidak sekuat dulu, Chorong. Jika kau jatuh sakit, akan lebih mudah bagi mereka untuk merampas sisa mutiara hitam milikmu."

  Chorong menghela nafas panjang, ia mengalihkan pandangannya dari tatapan Luhan. "Aku hanya khawatir, Luhan."

   "Percaya lah kepada rekan tim kita. Kita pasti bisa menemukannya." Lanjut Luhan. Chorong menatap dinding kosong dengan sendu, kemudian mengangguk. "Kau tahu apa yang aku butuhkan. Terima kasih. Aku akan istirahat secepatnya." 

  Luhan pun tersenyum. Ia mengusap-usap surai lembut chorong, "Selamat malam." 

   Chorong membalas Luhan dengan senyuman sebelum pria itu menghilang dari hadapannya. Ketika Luhan benar-benar pergi, manik mata Chorong kembali bersinar sendu selagi menatap alat yang sedang dirakitnya. Rasa pedih di matanya menguat hanya dengan melihat benda setengah jadi itu. Tidak, ini bukan saat yang tepat untuk mengingatnya.

 

 

 

 

oOo

 

 

 

 

 

  Tiba-tiba saja Irene terbangun.

  Mungkin tubuhnya belum terbiasa dengan kamar barunya. Ia menghela nafas dan beranjak duduk. Lampu kamar telah dipadamkan. Di seberang ranjangnya, samar-samar Irene melihat Hyuna tertidur pulas. Huft, seandainya ia bisa terlelap sepulas itu.

  Dengan langkah hati-hati, Irene meninggalkan kasurnya. Ia membuka pintu secara perlahan dan mengintip ke jam dinding yang tergantung tepat di depannya. Pukul dua lewat lima belas menit. Irene mengira ia telah tertidur dalam waktu lama. Ternyata hanya dua jam? 

  Gadis bersurai gelap itu menyandarkan kepalanya di sisi pintu. Entah apa yang harus ia lakukan sekarang. Chorong menginformasikan bahwa anggota dilarang membawa ponsel jenis apapun ke markas utama. Klan Apollo memiliki teknologi super canggih bahkan sinyal ponsel pun bisa dilacak. Bagi yang membawanya, maka ponsel dihancurkan di tempat. Untung saja ponsel Irene tertinggal di rumahnya.

  Irene merasakan angin berdesit begitu cepat menuju timur. Hanya beberapa milisekon, tapi sukses membuat bulu kuduk Irene berdiri. Markas ini tertutup, tidak akan ada sembarang angin masuk. Kalaupun memang angin, tidak mungkin juga angin bisa bergerak secepat itu.

  Irene menelan ludah. Ah, ia tidak percaya akan takhayul. Tidak mungkin itu hantu. Lantas siapa?

  Tiba-tiba, Irene merasakan desit angin itu lagi. Bahkan dua kali. Ia menjulurkan kepala sedikit. Terlihat sebuah pintu di sebelah kamarnya terbuka. Sekali lagi, Irene menelan ludah. Memberanikan diri, gadis itu melangkah menuju pintu itu.

  Bahu Irene yang begitu tegang melemas, melihat sosok Taehyung duduk di hadapan sebuah komputer. Seiris pizza tuna ada di tangannya. Taehyung terlihat kaget, matanya terbelalak. "M-maafkan aku. Apa aku membangunkanmu?"

  Irene menyandarkan kepalanya di pintu kamar Taehyung. Menghela napas lega. Kekhawatiran yang memenuhi kepalanya hilang seketika. "Haish.. aku lupa kau memiliki kecepatan super."

  Lelaki itu mengulas cengiran, "Mengapa kau terbangun malam-malam begini?"

   "Entahlah," Irene mengangkat bahu, "Terbangun dengan sendirinya. Mungkin belum terbiasa."

   "Ah.. aku mengerti." Taehyung tertawa kecil, "Ini pertama kalinya kau di markas, kan?"

   "Yap."

   Lelaki itu menepuk-nepuk kursi di sebelahnya, "Kalau begitu, sini. Kuharap kau suka pizza tuna."

 

   Begitu ditawari makanan, senyum Irene melebar. Ia menutup pintu dan duduk di kursi sebelah Taehyung. Tangannya meraih seiris pizza dan melahapnya. "Apa yang sedang kau lakukan?"

   "Hmm? Yah, hanya mencari sedikit informasi." Taehyung tidak mengalihkan fokusnya pada layar komputer.

   "Tentang?"

   Namun lelaki itu mengabaikan pertanyaan Irene. Keheningan berlangsung selama beberapa menit. Suara yang terdengar hanya bunyi ketikan jemari Taehyung pada keyboard. Sesaat kemudian, sebuah gambar muncul di layar. Barulah Taehyung mengalihkan pandangannya ke arah gadis tersebut, menatapnya beberapa saat sebelum menghela nafas. "Baiklah, jangan beritahu siapa-siapa, oke?"

  Kedua mata Irene melebar. Ia mengangguk dengan lugu. Seperti anak kecil yang semangat ketika akan diberitahu sebuah rahasia. Taehyung tidak bisa menyembunyikan senyumnya melihat ekspresi Irene. Ia menunjuk ke arah layar, "Aku sedang mencari kunci ajaib."

  "Kunci.. ajaib?"

  Taehyung mengangguk, "Entah dimana letak kunci itu sekarang. Namun jika aku menemukan kunci itu, aku bisa membuka semua sejarah, ramalan, bahkan rahasia terdalam milik Artemis."

  "Ah... benarkah?" Irene tampak takjub, mulutnya sedikit ternganga. "Ini hal baru bagiku. Mengapa kau ingin menemukannya?"

  "Kau tidak tahu apa-apa, ya?" Gurau Taehyung, "Ini adalah salah satu cara untuk mengalahkan Apollo. Kau harus mempelajari taktik Apollo yang tersembunyi dalam sejarah."

  "Aku mengerti."

  "Dan juga," Sirat wajah Taehyung melembut, ia menatap ke arah meja, "Untuk mengetahui jati diriku. Apa yang membuat keluargaku membenciku."

  "Keluargamu.. membencimu?"

  "Ya. Kau lihat bagaimana Hyuna noona memperlakukanku, kan? Keluargaku membenciku dan aku tidak pernah tahu mengapa. Ibuku dan Hyuna noona, mereka bilang kesalahanku tertera dalam sejarah Artemis. Karena itulah," Taehyung menarik napas, "Aku ingin menemukan kunci ajaib. Aku ingin tahu seberapa besar kesalahanku sehingga mereka membenciku."

   Biasanya, kau tidak akan kesepian biarpun kau dibenci oleh semua orang karena kau masih memiliki keluarga yang mendukungmu. Namun mendengar fakta Taehyung yang terbalik ini membuat Irene terkejut. Tidak disangka seseorang yang terlihat ceria dan bebas seperti Taehyung bisa memiliki masa lalu yang kelam.

  Keheningan melingkupi mereka selama beberapa waktu. Menyadari percakapan mereka menjadi dalam, Taehyung menengok ke kardus pizza dan tersenyum lebar, "Irene-ah."

  "Ya?"

  "Aku tahu kau lapar, tapi bisakah kau sisakan satu untukku? Aku yang membelinya."

  Barulah Irene sadar selama ini ia terus mengunyah pizza tanpa henti. Ia pun menelan makanannya dan tersipu malu, "M-maaf! Habisnya... a-aku-"

  Taehyung tertawa kecil, "Hehehe, tidak apa-apa, kok."

  Irene melahap gigitan terakhirnya sebelum menangkup wajahnya dengan kedua tangannya, "Sudah berapa iris yang aku makan?"

  "Hmm.. tunggu. Satu, dua... tiga iris."

  "Maaf ya. Aku tidak akan makan lagi, kok."

  Taehyung menatap Irene sesaat, "Gimana? Sudah merasa nyaman sekarang?"

  Gadis berambut gelap itu mengangguk dengan cengiran, "Terima kasih, Taehyung-ah."

  "Kalau begitu tidurlah. Kita akan butuh banyak energi untuk latihan besok pagi." Sebuah smirk terulas di bibir lelaki tersebut, "Atau kau ingin tidur bersamaku? Kebetulan aku tidur sendiri di sini."

  Kepalan tangan Irene melayang ke lengan Taehyung, meninjunya pelan sembari tertawa kecil. Walaupun ini pertama kalinya mereka bertemu, hanya butuh sedikit waktu bagi mereka untuk menjadi dekat satu sama lain. 

 

"Selamat malam."

 

 

 

oOo

 

 

 

  Matahari terbit dari ufuk timur. Berkat ilusi mengerikan ciptaan Hyuna, Irene sontak terbangun (Seperti alarm mengerikan. Huft, ia benar-benar harus terbiasa dengan cara gadis itu membangunkannya). Tidak mempedulikan nyawanya yang belum terkumpul sepenuhnya, ia menyeretkan diri ke kamar mandi untuk mencuci muka dan sikat gigi. Sebelum menyambar jaket hijaunya dan bergegas menuju sayap kanan markas, tempat dimana mereka akan berlatih.

  Gymnasium Sayap Kanan jauh lebih besar dibandingkan markas distrik 6, tempat Irene latihan dulu. Ruangan sebesar dua kali lipatnya gymnasium sekolah. Irene hampir lupa ini berada di bawah tanah. Di sudut kiri terdapat beberapa deret sejenis rak kayu dimana berbagai macam senjata bersandat di situ. Panah, pedang, tombak, lembing, dagger, bahkan sampai senjata aneh nan asing yang belum Irene pernah lihat sebelumnya. Irene menelan ludah, tergiur untuk mencoba senjata itu satu-satu.

  Chorong dan Luhan berdiri berdampingan di tak jauh dari deretan senjata. Dua-duanya dengan tangan terlipat di dada. Irene dan ketiga remaja lainnya berlari kecil untuk menghampiri kedua senior (walaupun mereka satu tim, Chorong dan Luhan tetaplah senior. Karena mereka bergabung ke klan Artemis sebelum yang lain.) Chorong tersenyum, "Selamat datang di gymnasium markas. Apakah kalian tidur nyenyak?" Sapanya. Aura semangat berkilat di manik mata Sang Gadis.

  "Sebelum latihan bersama, Chorong dan aku ingin melihat kemampuan kalian dalam bertarung. Kami juga bertanggung jawab sebagai pelatih kalian jadi kami harap bisa memberikan masukan." Luhan terlihat sama semangatnya dengan Chorong. Ia menepuk tangannya, "Bisa kita mulai sekarang?"

  Keempat anggota mengangguk.

Masing-masing anggota mulai menunjukkan kekuatannya sementara Chorong dan Luhan menilai setiap gerakan yang dibuat mereka. Jujur saja, Irene sendiri pun takjub melihat kekuatan yang ditunjukkan rekan-rekannya. Seperti Ilhoon yang membuat panah dan pedang terpelanting begitu menyentuh kulitnya. Anak itu berkata satu-satunya cara untuk membunuhnya adalah mengoyak jantungnya dari dalam. Entahlah bagaimana, membayangkannya saja sudah membuat Irene bergidik ngeri.

  Taehyung memamerkan kekuatan super-cepatnya dengan mengambil pedang di tangan Luhan tanpa sepengetahuannya. Hyuna membuat ilusi monster yang mengerikan. Sementara Irene? Ia melakukan sparring dengan Taehyung. Mudah saja baginya, Irene hanya harus membaca pikiran Taehyung kemana ia akan berlari, kemudian Irene ber-teleport tepat di depannya dan melakukan serangan (tentu, teleportasi jauh lebih cepat dibanding super-speed )

  "Irene, semua jurus dan gerakanmu sangat bagus. Kekuatanmu bisa digunakan secara maksimal ketika kau terkepung. Dan Taehyung, akan lebih baik jika kau memerhatikan arah angin, kau bisa berlari lebih cepat lagi." Komentar Chorong. Irene dan Taehyung mengangguk dan menerima saran Sang Senior.

  Chorong dan Luhan mulai memberikan saran kepada masing-masing anggota. Memperagakan bahkan memperkenalkan jurus baru kepada mereka. Dalam waktu dua jam, progres mereka bisa dibilang sangat baik.

  Irene menyandarkan diri ke dinding, mengatur napasnya sembari meneguk air dingin. Bulir-bulir keringat membasahi pelipisnya. Sebagian dari dirinya bertanya-tanya, dari tadi hanya empat dari mereka yang latihan keras. Mengapa Chorong dan Luhan tidak ikut?

  "Argh, kurasa kakiku akan patah!" Keluh Taehyung yang menghempaskan diri ke lantai, tepat di sebelah Irene.

  Entah apakah ia terlalu lelah, Irene samar-samar mendengar suara aneh. Seperti, langkah kaki. Beribu-ribu langkah kaki yang cepat. Semakin lama semakin jelas suaranya, dan tampaknya berasal dari pintu selatan. Irene menoleh ke arah Taehyung, "Apakah kau mendengarnya?"

  Taehyung mengangguk pelan, air mukanya menunjukkan curiga. Tidak hanya Taehyung dan Irene, anggota lainnya juga tampak kebingungan. Sampai-

 

  BRUAGH!

 

  Dentuman yang sangat keras mengejutkan mereka. Bagaimana tidak? Pintu selatan terlontar dan hancur berkeping-keping. Dan Irene melihat sesuatu mengerikan.

  Badan seperti manusia, tanpa wajah atau rambut dan berwarna coklat muda. Seperti terbuat dari tanah liat. Paling tidak ada tujuh puluh jumlahnya dan beberapa dari mereka menyandang senjata, berlarian membanjiri ruangan. Wajah Irene memucat, makhluk macam apa ini-

  "Apa yang kalian lakukan?! Berpencar!!!" Seruan Chorong menyadarkan Irene dan segera melesat ke rak senjata sebelum kapak menancap di kepalanya. Mengambil apapun yang ada di jangkauannya. Irene mengangkat dagger dan memasang kuda-kuda.

  Para anggota berusaha sebaik mungkin untuk menghancurkan manusia tanah tersebut. Taehyung menggunakan kekuatannya untuk melesat sembari menebas kepala-kepala mereka. Skill Ilhoon dalam menggunakan pisau mampu menjatuhkan para musuh. Sejujurnya, makhluk tersebut mudah hancur. Namun jumlahnya yang banyak serta skill bela diri mereka cukup membuat para anggota kewalahan.

  Hyuna membaluti dirinya dengan ilusi naga hijau dan melempar-lempar makhluk tersebut hingga hancur menggunakan ekor tajamnya. Namun tanpa sepengetahuannya, seorang manusia tanah berhasil memanjat punggung Sang Naga dan menancapkan sebuah pedang. Walaupun tidak terluka, aksi itu cukup membuat Hyuna syok dan kehilangan kontrol. Ilusi naga pun hilang seketika, membuat Hyuna jatuh bebas dan punggungnya menghantam lantai. Gadis itu terbatuk-batuk keras, keringat mengucuri tubuhnya.

  "Hyuna!!" Pekik Irene. Ia ber-teleport ke arah Hyuna dan menghajar makhluk-makhluk tanah yang mengepungnya. Irene sedikit kewalahan, sulit untuk mengalahkan mereka karena mereka tidak punya pikiran untuk dibaca. Tapi ia tidak menyerah dan mengayunkan dagger miliknya ke bahu seorang manusia tanah. Untuk kedua kalinya, Irene hampir mendapati rusuknya tertancap pedang.

 

  Jika saja Ilhoon tidak disitu, menepis pedang menggunakan tangan kosong.

  Pemuda bersurai biru gelap itu menoleh ke belakang dan nyengir, "Seharusnya kau bilang dari tadi, noona."

  "Menunduk!!" Sebuah suara berucap ketika sepersekian detik kemudian, muncul sosok Taehyung menebas kepala manusia tanah secara vertikal sehingga makhluk itu terbelah dua. Pedang Taehyung berakhir memantul di kepala Ilhoon.

  "Ah, aku lupa kau perisai hidup." Taehyung menyeringai. Ilhoon mendengus, "Jangan memanggilku itu."

  "Hyuna, kau tidak apa-apa?" Irene menawarkan tangannya untuk membantu Hyuna berdiri, namun gadis itu tampak terlalu gengsi untuk menerima bantuannya. "Aku tidak apa-apa." Jawabnya singkat, walaupun jelas suaranya terdengar lemah.

  Irene mengalihkan fokus ke makhluk tanah lagi. Sisa sepuluh, semua bersenjata dan memasang kuda-kuda. Taehyung mencengkram pedangnya, "Yah. Apa kalian masih punya sisa energi?"

  "Kurasa iya." Ilhoon menyeringai, "Siap?"

  Begitu mereka bertiga hendak maju, tiba-tiba para makhluk itu menjatuhkan senjata mereka. Bukannya menyerang, mereka malah berdiri tegap, membentuk barisan, dan berderap kembali ke pintu selatan dengan serempak. Terlihat sosok Luhan menurunkan kedua tangannya. Napasnya terengah-engah, namun ia menyeringai bangga.

  "Hmm, beberapa rusukmu patah." Gumaman Chorong membuat ketiga remaja itu menoleh ke belakang, mendapati Chorong berlutut di samping Hyuna, menangkupkan kedua tangan pada rusuk Hyuna sembari menutup mata. Hanya butuh beberapa waktu sampai sinar putih berdenyar di dalam tangan Chorong. Secara ajaib, Hyuna terlihat membaik begitu sinar itu hilang. "Terima kasih, eonnie."

  Barulah Irene sadar, selama ini hanya mereka berempat yang bertarung!

  "Anu.. kalian berdua dari mana?" Tanya Irene.

  Chorong tertawa kecil, "Tentu saja latihan bersama kalian."

  Ilhoon mengernyitkan dahi, "Tidak mungkin... bagaimana bisa-"

  "Luhan butuh mengasah kemampuan telekinesis nya. Karena itu kami ciptakan Gloucher untuk dikontrolnya."

  Irene menganga. Luhan yang mengontrol semua makhluk yang dipanggil gloucher itu? Wah... kekuatan Luhan memang tidak bisa diragukan lagi.

  "Hyuna, kau ingat Gloucher yang menembakkan panah ke arahmu? Akulah Gloucher itu. Aku menyamar sebagai salah satu dari mereka dan menyerang kalian satu-satu." Chorong menyeringai, "Selama ini kami berlatih bersama kalian. Hanya saja kalian tidak sadar."

  "Untuk latihan pertama, kami sangat puas akan kemampuan kalian. Mampu bekerja sama dan bertarung dengan hebat meskipun kalian belum menembus batas kemampuan kalian."

  Tadi hanya latihan pertama? Gila! Latihan pertama saja sudah secapek ini apalagi selanjutnya? Irene menggigit bibir.

  "Yap, terima kasih atas kerja sama kalian hari ini. Kalian boleh membersihkan diri dan beristirahat. Besok pukul sembilan nanti, temui kami disini lagi." Jelas chorong.

  Dengan itu, para anggota pun bubar.

 

  Chorong melipat kedua tangan di atas dadanya, menghembuskan napas, "Alat yang kubuat sudah jadi."

  "Pelacak itu?" Luhan menautkan alis sementara gadis bersurai panjang itu mengangguk sebagai jawaban.

  "Rekan-rekan kita lihai menggunakan senjata dan taktiknya bagus. Kurasa hasil latihan tadi benar-benar di luar ekspektasi kita." Ucap Luhan, "Pearl Tracker pun sudah jadi... berarti, apakah kita siap?"

  "Sedikit lagi." Jawab gadis itu singkat, "Kita sudah menilai mereka, tapi tidak dengan Kapten Siwon, bukan?"

  "Ah.. iya juga."

 

 

 

 

oOo

 

 

 

- Taeyong -

 

 

  Beribu-ribu pertanyaan memenuhi kepalaku. Masing-masing mendesak untuk mencari jawaban.

  Memang, aku lahir sebagai pihak netral, tidak ada darah klan Apollo mengalir dalam tubuhku. Tapi, walau sudah sepuluh tahun sejak aku direkrut, tidak sekalipun aku mengerti cara jalannya klan ini. 

  Suho hyung terlihat sangat membenci klan Artemis. Seakan satu-satunya tujuan hidupnya adalah menghancurkan klan Artemis. Tapi alasan ia membenci Artemis menjadi pertanyaanku selama ini. Mengapa kami harus mengalahkan klan Artemis? Mengapa kami mencuri mutiara hitam dan elixir stone milik mereka? Apa yang membuat klan kami bermusuhan?

  Karena ingin merampas sisa mutiara hitam yang tidak sempat kami ambil, tim kami diberikan latihan extra dengan Suho hyung. Alasannya? Suho hyung mengatakan ia tidak ingin mengecewakan Kapten Kyuhyun, pemimpin klan Apollo.

  "Oke, bagus! Latihan cukup untuk hari ini! Kalian boleh beristirahat. Oh, dan Hyunseung," Suho menengok ke pemuda yang dipanggil, "Panahlah dengan benar. Aku tidak ingin ada panah hendak menancap kepalaku lagi. Mengerti?"

  "Siap." Jawab Hyunseung singkat. Tidak menggubris cengkraman Suho hyung pada kerah bajunya. Ekspresinya tidak berubah sedikit pun.

  "Taeyong, hampiri Seulgi dan katakan padanya aku butuh laporan mengenai Soojung!" Yap, aku mendengar namaku disebut. Kuraih botol minumku dan beranjak berdiri.

  "Cih, dia adalah leader. Bukan bos yang hanya beri perintah." Kudengar Minji menggerutu sembari menyandang tasnya.

  "Yah, kau bisa ditenggelamkan kalau Suho mendengar itu." Hardik Hyunseung, "Maklumlah dia jadi sedikit sensitif. Apakah kau tahu apa yang terjadi di antaranya dan Kapten?"

  "Hh.. tapi tetap saja."

  Huft, Suho hyung memang bijak, tapi ada masa-masa dimana ia sangat menyebalkan, seperti yang digerutu Minji. Apa boleh buat? Aku tidak berhak untuk mengeluh. Tanpa Suho hyung, aku tidak akan direkrut Apollo dan kemungkinan mati di usia muda.

  Sesampainya di kamar Krystal, tampak Seulgi duduk tenang di samping adik Suho itu. Membaluri semacam salep ke lengannya. Aku mengetuk pintu dan Seulgi tersenyum, memperbolehkanku masuk.

  "Suho meminta laporan darimu." Kataku pada gadis bersurai gelap itu.

  "Syukurlah, Soojung sudah siuman. Hanya saja masih terlalu lemah. Kusuruh dia untuk istirahat. Butuh beberapa jam lagi sampai kekuatan mutiara hitamnya dalam kendali penuh." Jelas Seulgi, "Radiasinya kuat sekali, tidakkah kau merasakannya?"

  Aku mengangguk dan kutatap Soojung. Kekurangan sinar matahari membuat kulitnya pucat dan bibirnya kering. Perban di perutnya baru diganti dan tampaknya darah masih mengucur (percayalah, prosesnya menyakitkan sekali sampai aku ragu untuk mendeskripsikannya.) Kuharap perkiraan Seulgi benar, dan kami bisa menyelesaikan misi ini dengan baik.

  "Jikalau kita berhasil menjatuhkan Artemis, kau tidak mungkin menyakitinya, kan? Kau pasti melindunginya seperti waktu itu, kan?"

 

  Kang Seulgi

 

  Gadis itu selalu membaca pikiranku. Segala pernyataan aneh ia lontarkan setiap aku memikirkan Irene bahkan sejak pertama kali aku bergabung dengan tim inti. Beberapa pertanyaannya malah membuat bulu kudukku berdiri. Tapi semakin lama waktu berjalan, aku terbiasa dengan sifat misteriusnya itu.

  "Kau tahu, kau sedikit menakutiku, Seulgi." Jawabku cuek. Seulgi tertawa kecil sebagai reaksi, "Aku hanya penasaran. Apakah keadaan seperti ini mampu membatasi perasanmu."

  Aku hanya mengernyitkan dahi, tidak mengerti satu pun kata yang ia ucapkan.Tanpa sepengetahuan kami, Suho hyung berdiri di ambang pintu. Bibirnya terenggang menjadi senyum bengis. Wajah Seulgi memucat, tahu apa yang akan dikatakan Suho, "Oh, tidak." Gumamnya.

  "Besok malam, ayo kita lacak Artemis dan serang mereka."

 

  "Apa?!"

 

 

 

 

 

 


 

 

 

its been a long time since last updated >< terima kasih readers yang rela ngesubscribe dan ninggalin jejak. see ya in the next chap

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
blackday #1
Chapter 4: Lanjutin thor!! Semangat!! Saya akan dengan setia menunggu kelanjutan cerita...!!
blackday #2
Chapter 4: Lanjutin thor!! Semangat!! Saya akan dengan setia menunggu kelanjutan cerita...!!
NCT_MarkLee #3
Taeyong and irene so lovely..