Black Pearl Princess

This is War

 

 

 

 

  Gadis manis itu dihajar habis-habisan oleh lima orang misterius. Ia memberontak dan mulai melawan lima orang itu dengan sisa tenaga yang ada. 

  "Arggghhhh!!!!" Gadis itu mengerang ketika sesuatu diambil dari tubuhnya secara paksa. Sebuah mutiara hitam sebesar kepalan tangan, perlahan keluar dari tubuh Chorong, menimbulkan rasa sakit yang hebat. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, gadis bersurai cokelat tua itu menyerang kembali.

  Sebelum mutiara hitam yang ada di dalam tubuhnya diambil seluruhnya, gadis itu berhasil kabur dari orang-orang brengsek itu. Dengan tertatih-tatih ia pun berlari, darah terus mengalir dari pelipis dan beberapa bagian tubuh lainnya. Susah payah ia memaksa dirinya untuk fokus, lebam-lebam dan luka-luka yang ia miliki mulai memudar. Ia terus berlari, tanpa tahu dimana dia harus sembunyi.

 

 

 

-Irene-

 

 

 

 

  Malam sudah tiba. Dengan perut keroncongan, aku menyusun buku-buku yang kugunakan tadi untuk membuat laporan akhir semester yang menumpuk ini.

  Ketika aku hendak menaruh buku biologi, sebuah buku kecil terjatuh ke lantai. Aku terkesiap, buku itu berwarna perak berkilauan, terdapat simbol Artemis di tengahnya. Aku mengernyitkan dahi, buku apa ini? Seingatku, aku tidak pernah membeli buku seperti ini.

  Aku menengok kiri-kanan untuk memastikan tidak ada orang di sekitar sini. Penasaran, kuambil buku perak tersebut. Aku mencoba membuka buku itu namun gagal. Ternyata buku tersebut terkunci.

  Aku mengecek isi lokerku, mungkin saja ada kunci nya untuk membuka buku ini. Namun tidak juga kutemukan. Aku mendengus pelan, bagaimana bisa seseorang memberikanku buku ini tanpa memberikan kuncinya?

  Gemuruh di dalam perutku makin menjadi. Huft, sebaiknya kubawa buku ini ke rumah. Siapa tahu aku menemukan cara membukanya.

 

 

 

oOo

 

 

 

  Langit dihiasi oleh bulan dan bintang yang bertaburan. Malam begitu sunyi dan mencekam, namun aku terlalu lapar untuk merasa takut. Aku mencari sesuatu yang bisa aku gunakan untuk memuaskan perutku yang kini sedang meraung-raung.

  Setelah lima menit berjalan, akhirnya aku menemukan warungddukbeokki di seberang jalan. Menghela nafas lega, kuhampiri warung tersebut.

  Namun baru saja tiga kali melangkah, sebuah tangan membekap mulutku. Aku hendak berteriak, namun sosok ini berhasil menggeretku ke sebuah gang.

  "Argh, siapa kau?!"

  Sosok laki-laki itu menatapku dalam-dalam, ia mencengkram kedua bahuku. "Bawakan aku keluar dari sini." Ujarnya dengan napas tersengal-sengal.

  "Eh? Apa-apaan-"

  "Cepatlah! Waktuku tidak banyak!"

  Mataku terbelalak karena syok. Tadinya aku tidak memercayai orang ini, sampai aku melihat darah yang bercucuran di tubuhnya. Ya ampun, dia terluka parah!

  "Kumohon, nona. Bawa aku pergi dari sini!"

  Kalimat itu membuatku tersadar. Tanpa berpikir panjang, kugenggam kedua tangannya dan berteleportasi. Sesaat kemudian, kami mendapati diri kami di rumahku.

  "Terima kasih, nona.." lirih laki-laki itu seraya aku membantunya berbaring di sofa.

  "Tunggu sebentar.. aku akan mengambilkan obat untukmu" kataku. Aku pun mengambil buku catatanku dan bahan-bahan yang aku butuhkan untuk menyembuhkan luka-lukanya. 

  Setelah menyiapkan obat, aku kembali ke ruang tamu. Betapa kagetnya aku sampai-sampai aku hampir menjatuhkan obat yang ada di tanganku. Sosok laki-laki yang kutolong menghilang, berganti menjadi seorang gadis bersurai cokelat tua. Tidak hanya itu, luka-luka di tubuhnya terlihat membaik. Bagaimana ini bisa terjadi? aku bahkan belum mengobatinya. Darah yang tadi mengalir kini tidak terlihat lagi.

  Aku pun mengusir rasa curiga ku dan langsung mengobati luka-luka yang tersisa di tubuhnya. Aku hanya melihat orang ini sekilas, tampaknya ia benar-benar kelelahan sehingga ia tertidur. Selesai mengobatinya, aku memutuskan untuk kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan dan minuman.

  Tepat ketika aku menaruh makanan ke meja tamu, gadis itu membuka mata. Benar-benar aneh, keadaan dia semakin membaik. Aku selalu membuat obat dengan perkiraan yang tepat, tapi kali ini mengapa perkiraanku salah? Biasanya luka seperti ini akan sembuh paling lambat sebulan, paling cepat itu seminggu. Tapi, orang ini, baru saja aku obati, dia langsung sembuh. Gadis ini jelas bukan orang biasa.

Aku berdeham, "Uh.. apakah-"

  Gadis itu beranjak duduk dan mengambil cangkir teh uang kusiapkan untuknya, didekatkannya cangkir itu ke bibirnya. "Aku tahu apa yang kau pikirkan. Aku adalah perempuan, aku hanya menyamar sebagai laki-laki tadi. Dan aku memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diriku sendiri."

  Aku menelan ludah. Bagaimana dia tahu apa yang ku pikirkan saat ini? Baiklah, dia memiliki kekuatan sepertiku. Mungkinkah dia anggota Artemis?

  "B-begitu." Ujarku. "Bolehkah aku tahu namamu?"

  "Park Chorong. Anggota Artemis distrik satu." Jawabnya datar, kemudian ia menatapku. "Senang bertemu denganmu, Bae Irene."

  Ah, pantas saja. Sudah kuduga dia adalah anggota Artemis. Tidak kusangka aku akan bertemu dengan anggota distrik satu di situasi seperti ini.

  "D-darimana kau tahu namaku, Sunbae?"

  "Dunia ini begitu sempit." Gadis bersurai cokelat tua itu tersenyum tipis sebelum menyeruput tehnya. "Bae Irene dari distrik enam, kau anaknya Bae Yongjoon kan?" Tanyanya. Aku pun mengangguk "iya, sunbae. Aku adalah anak dari Bae Yong Joon." Jawabku. Sulit dipercaya, anggota distrik satu yang jelas memiliki pangkat lebih tinggi dariku bisa mengetahui namaku, bahkan nama ayahku.

  Keheningan mulai melingkupi kami. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiranku, namun aku tidak yakin apakah sebaiknya aku tanyakan saja.

  "Apa yang mau kau tanyakan?" ujar Chorong sunbae tiba-tiba, seakan membaca pikiranku (padahal aku yang memiliki kekuatan telepati. Ironis, bukan?) membuatku terkejut dan menunduk malu. 

  "Hhmm, sunbae, setahuku Jungsoo sunbae dan Chorong sunbae memiliki kekuatan yang paling hebat di antara semua anggota di Artemis.. tapi, mengapa sunbae bisa terluka parah seperti tadi?" Tanyaku.

  Ekspresi Chorong Sunbae mengeras, ia mengalihkan pandangan ke permukaan teh. Tatapannya tampak hampa. "Para keparat itu berhasil mencuri sebagian dari mutiara hitam yang ada di dalam tubuhku. Rasanya begitu sakit, karena itulah aku menjadi lemah. Selain itu, kondisiku juga sedang kurang baik, itu mempermudah mereka untuk menghajarku habis-habisan." Jelasnya sambil membenarkan posisi duduknya.

  "Mutiara hitam? T-tunggu.. itu berarti.. kau adalah-"

"Benar." Sebelum aku dapat menyelesaikan kalimatku, Chorong Sunbae sudah mengiyakan. "Akulah the Pearl Princess."

  Kali ini, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kukatakan. "Sunbae.."

"jangan panggil aku sunbae, panggil saja eonnie. Setidaknya, itu membuat kita lebih dekat."

"Ah, baiklah." Ujarku canggung. "Eonnie, jika kau adalah the Pearl Princess, bagaimana bisa kau terluka? Bukankah kau diberi perlindungan oleh para Dewan?"

  Chorong menghela nafas. "Jangankan kau, aku pun memiliki pertanyaan yang sama. Entah bagaimana mereka bisa menemukanku. Yang jelas, aku harus mengambilnya kembali."

  Aku terdiam untuk sekali lagi. Selain Elixir Stone, Artemis memiliki kekuatan inti yang lain yaitu mutiara hitam. Karena mutiara hitam memiliki kekuatan yang lebih kuat daripada Elixir Stone, para Dewan memutuskan untuk menyembunyikannya di dalam jiwa seseorang. Maka dipilihlah anggota-anggota Artemis yang paling kuat di negeri ini. Setiap anggota terpilih tersebut mati, maka mutiara hitam sendiri yang akan memilih siapa The Pearl Prince atau Princess selanjutnya. The Pearl Prince atau Princess pasti mendapatkan perlindungan penuh dari para Dewan, namun bagaimana bisa mutiara itu dicuri dari Chorong eonnie? Ini benar-benar membingungkan.

   Setelah menghabiskan tehnya, Chorong Eonnie beranjak berdiri. "Terima kasih, Bae Irene. Aku berhutang budi kepadamu." Ucapnya sebelum melangkah menuju pintu.

  "Tunggu!" Aku menghentikannya, "Eonnie, aku masih memiliki pertanyaan!" Aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini, masih banyak pertanyaan yang memenuhi pikiranku, dan kuharap Chorong eonnie bisa menjawabnya.

  Chorong menatapku, kemudian mengulas senyum. "Kau tahu, aku memiliki perasaan yang kuat bahwa kita akan bertemu lagi."

  Itulah kalimat terakhirnya sebelum ia menghilang dari pandanganku.

 

 

 

 

 

oOo

 

 

 

  Esok harinya, aku menjalani latihan seperti biasa. Untunglah tidak ada kuliah untuk hari ini. Jadi aku bisa fokus pada latihanku.

  "Irene! Fokuslah!" Seru Guru Park. Aku mengangguk dan menangkis serangan lawanku, Jungkook. Pedang kami kerap beradu, menghasilkan suara dentingan yang cukup keras. Kuhunus pedangku menuju bahunya, dan Jungkook cukup pintar untuk bergerak ke samping. Hanya saja ia kurang cepat sehingga bahunya tergores oleh pedangku, menimbulkan luka kecil.

  Jungkook tidak menyerah dan menyerang balik. Kedua pedang kami kembali berdentingan. Jungkook mengayunkan pedangnya ke kepalaku namun segera kutangkis, sebelum ia dapat bertindak lebih lanjut, kutendang dadanya hingga ia terjengkang ke lantai.

  "Yak, pertarungan ini dimenangkan oleh Irene!" Seru Guru Park. Murid-murid turut bertepuk tangan. Aku melepas helm ku dan mengulurkan tanganku kepada Jungkook.

   Jungkook terlihat lemah, namun cengiran menghiasi wajahnya. "Kau harus mengajarkanku trik itu, Noona." Ujarnya sembari meraih tanganku. Aku tertawa kecil dan membantunya berdiri, "Baiklah. Kapan-kapan, oke?"

  Kami saling membungkuk sebagai tanda hormat sebelum meninggalkan area.

  "Selanjutnya, Hayoung! Jinri! Giliran kalian!"

  Kuraih tasku dan menyandangnya di punggung. Seraya mengelap keringat dari pelipisku, aku berjalan keluar dari ruang sparring. Huft, latihan hari ini benar-benar melelahkan! Namun aku memutuskan untuk melakukan satu latihan lagi. Wendy sedang berlatih memanah, mungkin sebaiknya aku bergabung.

   Sesampainya di area memanah, aku langsung disambut oleh sebuah panah melesat tepat ke arahku. Untung saja reflekku bagus. Kalau tidak, mungkin panah itu akan menancap di kepalaku.

  "Woah! Maafkan aku, Irene! Aku tidak melihatmu!" Seru Baekhyun disertai cengiran. Baru saja aku hendak menyahutnya, sebuah kepalan tangan mendarat di kepala Baekhyun dengan kasar.

  "Aish, bocah ini! Sudah kubilang bidiklah dengan hati-hati!" Gerutu Kangin Saem, guru memanah kami. Baekhyun meringis, "Aw! M-maafkan aku, guru!"

  Kangin Saem yang baru saja menyadari keberadaanku, menatapku kemudian tersenyum. "Yo, Irene. Mau latihan?"

  Aku membalas senyumnya, "Yap. Apakah masih ada busur yang tersisa?"

  "Kurasa ada. Sebentar." Kangin Saem menghilang untuk beberapa menit sebelum kembali dengan sebuah busur dan sejumlah anak panah.

  "Nih, kau bisa latihan sendiri kan? Aku akan mengawasi beberapa bocah-bocah kunyuk dulu. Selamat bersenang-senang!"

  Aku tertawa kecil. Kusandang anak panah dan busurku sebelum mencari target yang kosong. Kulihat Wendy tak jauh dari sini, sedang membidik sebuah target yang bergerak ke kanan dan kiri. Aku pun memutuskan untuk mendekatinya.

  "Hei, Irene. Bagaimana latihan pedangnya?" Tanpa mengalihkan pandangannya, Wendy menyapaku terlebih dahulu.

   Aku menaruh tasku di sudut ruangan, "Yah, begitulah. Aku menendang Jungkook sampai ia terjengkang di lantai."

   "Ah, Jeon Jungkook?" Ucap Wendy. "Kau tahu, kurasa anak itu memiliki potensi besar." Kemudian gadis bersurai cokelat-biru itu menembak targetnya. Panahnya melesat dengan kecepatan tinggi dan menancap tepat di bullseye.

  "Memang," aku mengiyakan. "Dia menguasai skill dasar dengan baik dibanding junior lainnya. Aku juga merasa dia akan menjadi murid yang kuat." Kutengok ke belakang dan menemukan target yang kosong dengan jarak lima meter. Kuambil sebuah panah dan kubidik ke arah target. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu buang perlahan. Mengingatkan diriku untuk tetap fokus. Target kerap bergerak secara vertikal, layaknya seekor tupai yang memanjat pohon. Kulepas panahku, membuatnya meluncur ke arah target, dan menancap ke bullseye.

   Aku dan Wendy menghabiskan waktu satu jam untuk berlatih. Menembak berbagai macam target yang bergerak ke berbagai macam arah. Ada yang berputar, maju-mundur, zig-zag, dengan kecepatan yang berbeda-beda. 

   Setelah menembak target terakhir, aku dan Wendy memutuskan untuk duduk. Meneguk minum kami masing-masing selagi mengatur deru napas kami.

  "Huft! Aku kira tanganku mau copot! Target 15 benar-benar melelahkan!" Komentar Wendy.

   Aku mengangguk setuju, "Menembak tiga panah dalam satu kali serang." Ujarku sambil meneguk minuman energiku. Keheningan mulai melingkupi kami.

  Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Kuraih tasku dan merogoh isinya.

  "Hey, apakah kau tahu sesuatu tentang ini?"

  Wendy menoleh kepadaku. Ia mengernyitkan dahi ketika melihat buku perak yang kupegang. "Buku apa itu?"

  "Entahlah, benda ini muncul begitu saja di lokerku."

  "Hmm." Gadis bersurai hitam-kebiruan itu mengambil buku perak tersebut, memerhatikannya lekat-lekat. "Muncul begitu saja?"

  "Yep."

  "Kelihatannya terkunci." Komentar Wendy. "Kau punya kuncinya, tidak?"

  Aku menghela napas, "Itulah pertanyaannya. Maksudku, bagaimana bisa seseorang memberiku buku ini namun tidak memberi kuncinya?"

   "I see." Wendy masih memerhatikan buku itu. "Hey, ada logo Artemis disini!" Ucapnya terkejut ketika melihat logo Artemis yang berkilat. Kemudian matanya tertuju kepadaku. "Mungkinkah ini buku rahasia itu?"

Aku mengernyitkan dahi, "buku... rahasia?"

  Sebelum Wendy dapat menjawab, tiba-tiba Park Saem datang. Dengan reflek, Wendy menyembunyikan buku itu ke belakang punggungnya.

  "Latihan sudah selesai sejam yang lalu. Kalian belum pulang?" Sapa Park Saem.

  "Ya, kami habis latihan memanah." Ujar Wendy. "Ada apa, Park Saem?"

  "Ah, aku ingin menemui Irene."

  Aku mengerjapkan mataku. "Eh?"

  Park Saem menatapku. "Irene, bisakah kau ikut denganku malam ini?"

  "Uhm, bisa. Memangnya kenapa?"

  "Aku akan menjelaskan semuanya di perjalanan."

   "Uh... oke?" Ujarku tidak yakin. Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada Wendy. Aku beranjak berdiri dan mengikuti langkah Park Saem keluar ruangan. Kemana dia akan membawaku? Apakah ini urusan penting? Entahlah. Sebaiknya aku mengikutinya untuk mencari tahu.

 

 


 

 

 

Terima kasih sudah baca~~ semoga kalian suka ^^ Monggo, jangan sungkan-sungkan buat kasih pendapat

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
blackday #1
Chapter 4: Lanjutin thor!! Semangat!! Saya akan dengan setia menunggu kelanjutan cerita...!!
blackday #2
Chapter 4: Lanjutin thor!! Semangat!! Saya akan dengan setia menunggu kelanjutan cerita...!!
NCT_MarkLee #3
Taeyong and irene so lovely..