Boyfriend?

More Than Word

            “Dia tidak disini?”

            “Ne. Dia jarang di kelas jika sedang istirahat.”

            “Dia di taman. Di taman.” Seorang pria menyaut dari dalam kelas. Pria yang ada di hadapan Ji Han menggangguk membenarkan pernyataan temannya. Setelah tahu dimana keberadaan pria itu, ia langsung menuju tempat yang disebutkan seniornya. Ia berjalan secepat mungkin. Ia ingin cepat-cepat menyerahkan jaket itu dan tidak berurusan lagi dengan si pemilik jaket. Di taman, Ji Han melihat pria itu dan dia sedang duduk di bangku dengan...Baekhyun? ‘Oh? Apa mereka saling kenal?’ tanya Ji Han dalam hati.

            “Byunnie?” Ji Han memastikan kalau itu memang Baekhyun.

            “Byunnie?” Kai mengulang perkataan Ji Han. Ia tertawa geli dan menatap Baekhyun, “ada apa dengan panggilanmu?”

            “Mwo? Mwo? Mwo? Kenapa kau mengikutiku terus?” kata Baekhyun dengan jengkel.

            “Aku tidak mengikutimu.” Jawab Ji Han datar. Kai menggigit bibir menahan senyumannya.

            “Aku rasa dia kesini untukku.”

Ji Han mengangkat paperbag cokelat yang dibawanya dan menyerahkan ke tangan Kai.

            “Jong In-ssi, ini...”

            “Oppa~” Ralat Kai. ‘Jangan harap aku akan memanggilmu dengan sebutan seperti itu.’ Tolak Ji Han dalam hati

            “Ah ne..ini..terima kasih ya.” Kai membuka paperbag itu dan mengendus isinya.

            “Woah kau mencucinya?”

            “Ada apa dengan situasi ini?” Baekhyun menatap Ji Han dan Kai bergantian. Ia kemudian menyambar paperbag itu dari tangan Kai dan mengeluarkan isinya. “Ini milikmu hyung? Kenapa Ji Han bisa membawanya?”

            “Kembalikan. Kau akan membuatnya kotor.” Kai merebut jaketnya dan menepuk-nepuknya dengan sayang sebelum dimasukkan kembali ke dalam paperbag. “Aku pinjamkan padanya tadi malam.”

            “Tadi malam?! Kalian pergi berdua? Kemana? Tanpa sepengetahuanku?!” 

Baekhyun berteriak histeris. Suaranya benar-benar melengking—entah berapa oktaf. Ck ck ck ia seperti itu lagi. Sekarang adalah seorang ibu protektif yang menangkap basah anaknya bermain dengan seorang pria asing hingga larut malam. Ji Han sangat membenci sisi Baekhyun yang seperti itu. Ia punya banyak peran yang akan muncul dalam situasi tertentu. Seperti menjadi anak kecil jika menginginkan sesuatu, menjadi pria tua cerewet jika seseorang menginjak rumput di halaman rumahnya, menjadi pria mesum jika melihat majalah dewasa—ah yang satu itu mungkin semua pria akan begitu—dan masih banyak lagi. Ia seperti memiliki kepribadian yang banyak. Tapi terlepas dari itu semua, kenapa peran yang diharapkan Ji Han tidak pernah sekali pun muncul.

            “Ah, itu...dia—”

            “Waaaaaa...” Kai berteriak memotong perkataan Ji Han dan berlari kesampingnya, “waaaktu itu kita kebetulan bertemu di halte bus. Aku tidak tega melihatnya kedinginan jadi kupinjamkan jaketku.”

Ji Han menengadah menatap Kai dengan kening mengkerut. Kai tersenyum dengan mata memohon. Kai menepuk pundak Ji Han dengan agak keras, memaksanya mengatakan sesuatu untuk mendukung pernyataannya.

            “Ne. Kami bertemu di halte bus malam itu.” Ji Han menjaga suaranya agar tetap tenang dan datar. Kai membisikkan sesuatu ke telinga Ji Han, “itu adalah rahasia kita. Kau mengerti?” Ji Han menjawabnya dengan anggukan yang mantap.

            “Ahh begitu rupanya...Ku kira kau sudah berselingkuh...” gumam Baekhyun.

            “Berselingkuh?” Kai yang memiliki pendengaran tajam mendengar dan bertanya heran karena ia tahu bahwa Ji Han tidak punya kekasih.

            “Kau tidak tahu? Dia bilang sudah memiliki kekasih—yang aku sendiri belum tahu siapa. Jadi sebaiknya kau tidak usah berharap lebih dari pertemuan kalian kemarin.” Baekhyun memperingatkan.

            “Kau punya kekasih? Sejak kapan? Kenapa aku bisa sampai tidak tahu? Siapa dia?”

            “Huh? Memangnya kau siapa sampai harus tahu?” Ji Han menatapnya dengan tatapan aneh. Sekarang Ji Han sudah benar-benar membulatkan tekadnya untuk menjauhi pria itu. Dia aneh. Super aneh. Harusnya Ji Han menjauhinya sejak insiden pagi itu. Harusnya dia sadar kulit gelap miliknya itu memang aneh untuk ukuran asia timur. Dia mungkin imigran gelap, mata-mata atau semacamnya. Ia seharusnya tidak panik saat ada dua pria besar kelas herkules itu menghajarnya. “Ah sudahlah! Aku akan pergi duluan. Kalian mempersempit waktu makan si—omo!”

Saat berbalik, Ji Han menabrak seseorang. Hal itu membuat wajahnya kesakitan akibat benturan dengan tubuh orang itu.

“Dasar kau—!” Ji Han sudah menyimpan kata-kata umpatan di ujung lidahnya yang siap untuk dilontarkan. Tapi amarahnya lenyap begitu saja saat ia melihat sosok yang bertabrakan dengannya. Pria itu! Kedua tangannya menggenggam 3 cup bubble tea. Ia reflek mengangkat tangannya ke udara saat bertabrakan dengan Ji Han untuk tindak penyelamatan minuman favoritnya itu.

“Wow...lihat siapa ini!” Kata Sehun itu dengan riang.

“Eo? Hyung!” Baekhyun dengan sigap mengambil alih bubble tea dari tangan Sehun.

            “K-kau..kau kenapa bisa ada disini?” Ji Han benar-benar terkejut dengan apa yang dilihatnya. Seragam yang dikenakan pria itu! Oh God! Kenapa akhir-akhir ini Ji Han selalu berurusan dengan orang dari sekolahnya—yang tidak dikenalinya? Ia bersumpah akan menghapal semua wajah siswa di sekolah ini mulai dari sekarang. Ji Han berpikir apa mungkin dirinya lahir dengan ketidak beruntungan yang besar. Semuanya kini berputar-putar. Ia bahkan tidak mampu untuk berdiri tegak karena semua persendian di kakinya tiba-tiba lemas.

             “Apa aku salah dengar? Kau tanya ‘kenapa’?” Sehun menatap Kai sekilas, mengingat perkataan Kai padanya saat itu, “kau benar-benar tidak tahu siapa aku?” Sehun menatap Ji Han tidak percaya. Jadi dia memang tidak mengenalnya? Sama sekali tidak kenal? Meskipun dirinya adalah seorang yang sangat penting di sekolah ini?! Apa dia perlu menerapkan peraturan yang mewajibkan seluruh siswa untuk mengenalnya?

            “W-wae? Apa kau orang yang sangat penting sehingga aku harus tahu siapa kau?” Ji Han bertanya dengan takut. Ia ingin menutup lubang telingnya rapat-rapat sekarang. Seharusnya ia tidak membuang permen karet yang ditemukannya di bawah meja tadi pagi. Ia tidak ingin mendengarkan kata-kata yang akan diucapkan pria itu. Bagaimana kalau di bilang bahwa ia adalah anak perdana menteri korea? Atau seorang keturunan kerajaan korea? Dan bagaimana jika dia bilang bahwa dia sangat marah dan terhina atas kejadian malam itu? Oh sial. Ji Han sekarang benar-benar menyesal telah mengabaikannya dan memperlakukannya seperti itu. Dan sebentar lagi akan ada orang-orang dengan pakaian serba hitam lengkap dengan kacamata hitam yang keluar dari mobil yang hitam pula. Dan mereka akan menyeretnya lalu menjatuhinya hukuman yang teramat berat. Dan mungkin keluarganya akan diasingkan ke sebuah pulau tak berpenghuni. Seluruh keturunannya akan dibuat miskin—ah itu terlalu berlebihan sepertinya. Argh!

            “Ne.” Holy crap. Ji Han tidak siap. Ji Han tidak siap mendengarnya. Ia menutup erat kedua matanya. Ini seperti mendengarkan putusan pengadilan perihal kapan hukuman matinya dilaksanakan. “Aku seorang presiden di sini.”

            “P-presiden?” Ji Han membuka matanya yang langsung melotot. Raut wajahnya melembut. Ia menepuk lengan Sehun dengan cekikikan. “Eyy aku bukan anak kecil. Aku tahu siapa presiden kita. Kalau kau ingin menipuku, tolong cerdaslah sedikit.”

            “Dewan siswa.” Sehun menambahkan.

            “Hm?” Ji Han mengedip-ngedipkan matanya lucu.

            “Presiden.Dewan.Siswa.” Sehun menekankan tiap katanya.

            “M-mwo?” Ji Han terkejut. Sangat terkejut bisa dibilang. Dewan siswa? Presiden? Dia adalah orang yang memiliki kekuasaan tertinggi diantara seluruh siswa disini! Bahkan jabatannya bisa dibilang setara dengan komite sekolah. Ia adalah salah satu orang yang memiliki kendali penuh atas sekolah ini. Ia bisa membuat peraturan atau menghapusnya. Ia mengatur segala kegiatan yang ada di sekolah. Semua pembangunan sarana sekolah tidak akan dilaksanakan jika tidak ada izin darinya. Dan kekuasaan terburuk yang dimilikinya—yang Ji Han pikirkan sekarang—ia dapat mengeluarkan siapa saja dari sekolah ini. Siapa saja! Itu meliputi guru, siswa atau pekerja lainnya di sekolah ini. Memang butuh izin dari pihak sekolah dan harus memiliki alasan yang jelas dan masuk akal. Tapi jika dia tidak memiliki itu untuk mengeluarkan Ji Han, ia pasti akan membuat alasan yang masuk akal dengan segala cara. Ia akan merekayasa semuanya. Arrgghhh... ini buruk. Sial.

            “Apa lagi ini?” Baekhyun lagi-lagi menyela dengan bingung.

            “Ah. Dia adalah orang yang—mphghd” Ji Han dengan cepat membungkam mulut Sehun.

            “Di-dia kekasihku!” Kata-kata itu keluar begitu saja dengan lancang. Ia sendiri bahkan terkejut. Ia bersumpah akan memberi pelajaran pada bibirnya yang kurang ajar ini.

            “Kekasih?!” Bakhyun, Kai, dan Sehun—dengan mulutnya yang terbungkam—menjerit berbarengan.

            “Ah! Orang itu...jadi orang itu adalah Sehun hyung?! Dia orang yang menyatakan cintanya padamu?!”

            “Ada apa ini? Kekasih? Siapa? Sehun? Dengan siapa?” Seseorang tiba-tiba ikut dalam pembicaraan mereka. Semua kepala kini tertuju pada wajah sang pemilik suara. Ia berdiri tepat di samping Ji Han. Ia melayangkan tatapan bingung dan ingin tahu pada semua orang di sana. Dia adalah Suho. Wakil presiden dewan siswa. Ia kebetulan lewat dan melihat Sehun. Kini semuanya menatap Suho dengan sama bingungnya. Sehun melepaskan tangan Ji Han dari mulutnya dengan kasar. Ia menatap Ji Han dengan kilatan kesal. Hal itu membuat Ji Han menciut ketakutan. Sehun kemudian beralih pada Baekhyun.

            “Baekhyun-ssi laporan yang kuminta akan ku ambil sekarang.” Sehun mengedip-ngedipkan matanya.

            “Laporan?” Baekhyun tidak mengerti maksud Sehun yang sedang membuat alasan untuk pergi dari sini saat ini juga. Sehun akhirnya menyeret lengan Baekhyun karena ia belum bergerak juga.

            “Ah, aku...aku harus ke toilet.” Kai menyusul Sehun dan Baekhyun meninggalkan Ji Han dan Suho. Kai sadar situasi sekarang akan menyulitkannya jika ia terlalu lama berada di sana. Suho kemudian memperhatikan Ji Han dengan alis terangkat. Ia menatap wajah Ji Han dengan lekat.

            “Apa mungkin kau dan Sehun berkencan?”

Ji Han merasakan angin dingin melewati tengkuknya. Perasaan tidak enak mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia tahu bahwa kehidupannya yang tenang akan berakhir sekarang.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet