Stranger

More Than Word

            Baekhyun mengedarkan pandangannya ke seluruh kantin dengan gelisah. Dipikirannya sekarang hanya terbayang satu wajah. Kwan Ji Han. Ia mendatangi setiap meja untuk melihat apakah gadis itu sedang duduk di antara mereka. Ia menghentikan langkahnya begitu melihat sosok gadis yang dicarinya sedang berjalan keluar dari barisan yang mengantri makanan. Ji Han berjalan dengan langkah yang hati-hati sambil membawa nampan berisikan makan siangnya. Dengan mantap, Baekhyun berjalan ke arahnya dan mengambil alih nampan tersebut dari tangan Ji Han. Ia kemudian membawa nampan itu ke sebuah meja dekat jendela dan meletakkannya di sana. Ji Han yang masih terkejut karena tingkah Baekhyun hanya mengikutinya dari belakang. Ji Han lalu menduduki kursi yang berhadapan dengan orang yang terus menatapnya itu. Ia mengangkat bahunya tak peduli dan menarik nampan itu untuk lebih dekat ke arahnya. Tapi Baekhyun tiba-tiba memegangi sisi seberang nampan, menahannya untuk bergerak lebih jauh. Ji Han mendengus kesal.

            “Aku harus mengantri untuk mendapatkan ini!”

            “Woah...kau ini benar-benar. Aku tidak mengerti. Aku mencarimu kemana-mana dan sangat mengkhawatirkanmu. Dan kau masih bisa tenang-tenang saja dengan situasimu sekarang?”

            “Eish! Sekarang aku tidak bisa tenang. Kau puas?” Ji Han melepaskan pegangannya pada nampan dengan kasar, membuat makanan di atasnya melompat sedikit. “Kau boleh mengambilnya. Aku jadi tidak selera.”

Baekhyun melihat makanan itu dan Ji Han bergantian. Baekhyun menghela napas dengan frustasi. Ia menarik lengan kiri Ji Han, mengangkatnya dan memperhatikan luka di sekitar sikut.

            “Aku sudah diobati. Lukanya juga tidak seberapa.” Ji Han menjauhkan lengannya dari Baekhyun.

            “Tidak seberapa?!” Baekhyun meninggikan suaranya yang membuat seisi kantin kini meliriknya. Baekhyun menyadarinya dan langsung menunduk meminta maaf ke setiap arah. Ia melanjutkan perkataannya dengan nada yang lebih tenang. “Ya! Perawat itu bilang bahwa lenganmu retak!”

            “Wanita tua itu terlalu melebih-lebihkan. Tidak ada yang serius. Sungguh. Aku masih bisa melakukan puluhan push-up jika kau ingin lihat.”

            “Tidak. Kepalaku akan sakit jika melihatnya.” Baekhyun menarik kursinya lebih rapat ke meja. “Sekarang jelaskan padaku kenapa kau bisa seperti ini? Kenapa tadi pagi kau bisa pingsan dekat gerbang sekolah dan penuh luka?”

            “Ini salahmu. Semuanya terjadi karena salahmu.”

            “Kenapa jadi salahku? Memangnya apa yang ku lakukan, huh?”

            “Ini salahmu karena kau tidak berangkat sekolah bersamaku! Kau menurunkan posisiku. Kau tidak lagi menjadikanku prioritas utamamu!”

            “Ya! Jangan berbicara seperti itu. Kau selalu jadi yang utama. Aku punya urusan yang mendesak tadi pagi. Dan kau juga bukan anak kecil yang harus didampingi saat pergi ke sekolah.”

            “Tapi sekarang aku seperti ini karena kau tidak mendampingiku.” Baekhyun memperhatikan lengan Ji Han sekali lagi. Perkataannya memang tidak bisa di bantah. Hal ini mungkin tidak akan menimpa Ji Han jika ia berada di sampingnya. Rasa menyesal menyeruak ke seluruh dadanya.

            “Mianhae...”

            “Hm. Sudah lupakan. Tadi pagi aku melihat beberapa orang mengganggu seorang pelajar di jalan. Aku mengancam akan melaporkan ke polisi. Lalu mereka mengejarku.”

            “Selalu begini. Kau selalu bertindak tanpa berpikir. Kenapa kau tidak membiarkannya saja? Mereka punya masalah sendiri. Jangan ikut campur urusan orang lain.”

            “Aku tidak mungkin tidak ikut campur. Orang itu sedang di intimidasi. Itu sangat mengerikan. Pelajar itu terlihat sangat tidak berdaya. Mana mungkin aku pura-pura tidak lihat dan berlalu begitu saja? Kau juga tidak akan diam saja jika ada di sana.”

            “Setidaknya jangan bertindak sendiri. Jika sekarang mereka terus mengejarmu bagaimana? Apa yang akan kau lakukan?”

            “Aku tinggal bersembunyi di belakangmu.” Ji Han menyeringai lebar. “Kau kan mempelajari Happkido sejak kecil untuk melindungiku.”

            “Aku tidak pernah bilang itu untuk melindungimu.”

            “Heol. Apa kau amnesia?”

            “Ck! Jangan pasang ekspresi menjijikan seperti itu.” Baekhyun memalingkan pipi Ji Han ke arah lain dengan telunjuknya.

            “Eyyy kau malu?” Ji Han tertawa mengejek.

            “Ani.”

            “Ck ck ck. Kau menggemaskan. Biarkan aku menciummu sekarang.” Ji Han mencondongkan tubuhnya ke depan. Baekhyun mengangkat lengan kanannya dan Ji Han spontan mundur sembari melindungi kepalanya.

            “Silahkan jika kau ingin bibirmu berlumuran kuah cabai.”

Ji Han hanya mendecak dan mencibir Baekhyun.

            “Mwoya...hanya satu kecupan. Anggap saja dari ibumu.”

            “No. Hanya membayangkan kau jadi ibuku saja aku sudah tidak sanggup. Hoek~” Baekhyun melakukan gestur orang yang sedang mual. Ji Han mengerlingkan matanya kesal. Detik kemudian Baekhyun tertawa melihat reaksi Ji Han. Tunggu...hal ini membuat Baekhyun teringat sesuatu. Ia menegakkan tubuhnya. “Aku jadi ingat, ibuku melihatmu berbicara dengan seorang yang tidak ia kenal tadi malam. Siapa itu?” Ji Han mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan Baekhyun. Ia menerka-nerka kembali ingatannya tadi malam.

            “Ah...itu...” Ji Han menatap ekspresi Baekhyun yang sangat ingin tahu. “Kekasihku.”

            “Huh?”

            “Kenapa? Dia kekasihku. Orang yang berbicara padaku tadi malam adalah kekasihku.” Ji Han menegaskan kembali perkataan sebelumnya.

            “Jangan bohong. Itu tidak mungkin.” bantah Baekhyun, menggeleng.

            “Kenapa tidak mungkin?”

            “Karena kau tidak sedang dekat dengan pria manapun. Aku tahu itu.”

            “Aku memang tidak dekat dengan siapapun. Kau satu-satunya pria yang dekat denganku. Aku tidak mengenal pria itu.”

            “Kau tidak mengenalnya?!” Bakhyun berteriak histeris seolah mendapati kucing persianya mati karena racun tikus. Sekali lagi ia menunduk minta maaf ke seluruh penjuru kantin.

            “Aku tidak kenal. Tapi aku seperti pernah melihatnya. Ia mungkin tinggal di daerah yang sama denganku. Dia tiba-tiba muncul di depan rumahku saat aku pulang sekolah tadi malam.” Ji Han menopang dagu di atas meja. “Yaaa pesonaku benar-benar luar biasa kan?”

            “Ya!” Baekhyun menampar kepala Ji Han. “Kau gila?! Kenapa kau gegabah seperti itu?”

            “Ya!” Ji Han balas berteriak. Baekhyun mendorong wajah Ji Han dengan telapak tangannya. Ji Han bersumpah hal itu membuat leherny seperti patah ke belakang..

            “Astaga...” Baekhyun memukul-mukul dadanya dengan dramatis.

            “Jangan berlebihan. Sekarang kau terlihat 20 tahun lebih tua. Menjijikan.”

            “Aku tidak bisa hidup seperti ini terus. Aku harus mengusirmu dari hidupku jika aku ingin hidup lebih lama.”

            “Such a drama queen! Ini bukan hal yang besar. Anggap saja ini seperti kencan buta. Oh? Apa mungkin kau cemburu?”

            “Tidak. Aku hanya khawatir dia bukan orang baik-baik.”

Ji Han menekuk wajahnya begitu mendengat perkataan Baekhyun. Ia mendengus, “tidak mungkin. Penampilannya sangat rapi. Dia memakai stelan jas yang di desain oleh desainer terkenal. Dia juga berbicara dengan etika yang baik. Dan yang terpenting, dia sangat tampan.” Ji Han sengaja memberi tekanan pada kata ‘tampan’.

            “Apanya yang desainer terkenal? Itu mungkin imitasi.” desis Baekhyun

            “Pokoknya penampilannya membuat mataku silau.”

            “Jangan tertipu oleh penampilan.”

            “Ah terserah. Jangan menjelekkan kekasihku. Kau juga bukan orang tuaku. Tidak perlu dapat izin darimu untuk berkencan dengannya kan?” Ji Han berdiri dari kursinya dan bergerak pergi meninggalkan kantin.

            “Ya ya ya! Kwan Ji Han! Aku belum selesai! Kenapa kau pergi?” Baekhyun berlari mengejar langkah Ji Han.

            “Kau menyebalkan. Selalu menganggapku seperti gadis kecil. Usiaku 17 tahun Byun Baekhyun! Asal kau tahu saja!”

 


 

            Aku memperhatikan pria asing yang menyandarkan punggungnya di pagar rumahku. Ia tersenyum begitu melihatku. Aku mendekatinya dan menanyakan ada urusan apa. Tapi kemudian dia mengatakan sesuatu yang mengejutkan.

            “Aku menyukaimu. Berkencanlah denganku.” Aku rasa petir menyambar telingaku. Woww haruskah aku senang? Ini pertama kalinya seseorang menyatakan cintanya padaku. Tapi kenapa aku ingin menonjok wajahnya begitu mendengar nada bicaranya?

            “Aku sering memperhatikanmu. Tapi baru sekarang aku berkesempatan menemuimu.” Dia tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Aku memperhatikan dirinya dengan seksama. Dia memegang buket bunga—yang aku sendiri tidak tahu jenisnya apa. Itu untukku? Oh tentu saja itu untukku. Tapi kenapa kau memegangnya sangat erat seolah aku akan mencurinya darimu? Ada apa dengannya? Pakaiannya juga...oh ya ampun. Kaos panjang dan celana jeans. Dan apa dia habis olahraga? Untuk beberapa alasan, penampilannya membuatku takut. Aku beralih ke wajahnya. Matanya lurus menatapku. Dia masih muda. Mungkin usianya tidak jauh denganku. Kulitnya pucat. Rahangnya tegas dan panjang. Tapi Baekhyun seratus kali lipat lebih tampan.

            “Ini terlalu mendadak untukmu? Kita bisa mulai dengan berteman dulu. Aku rasa itu ide yang bagus.” Waahh dia benar-benar penuh percaya diri. Aku bahkan belum mengatakan apa-apa sejak tadi. Dasar tidak punya sopan santun. Memutuskan seenaknya saja. Kau berbicara sepatah kata lagi, dan aku akan memanggil polisi.

            “Kau diam saja. Apa aku membuatmu sangat terkejut?” Kalau sudah tahu, kenapa kau tidak enyah dari hadapanku. Membuatku kesal saja. Aigoo.

            “Chogi—” Pria itu menggerak-gerakkan tangannya di depan wajahku. Aku mengernyit melihatnya. Aku menelusuri sosoknya sekali lagi. Kepalaku sakit, aku kedinginan, lelah, mengantuk, dan merindukan Baekhyun. Aku mengambil ranselku dan mengeluarkan secarik kertas. Aku menyunggingkan senyum paksa padanya sambil memberikan kertas itu. Aku tidak peduli jika ia datang lagi padaku besok. Hanya saja aku harus membuatnya pergi sekarang. Pria itu balas tersenyum sambil melambai-lambaikan kertas itu lalu menghilang dari hadapanku.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet