Student Council

More Than Word

            “Kau di sini.” Kai merasakan benda dingin menempel di pipinya. Ia menengadah dan melihat Sehun berdiri di hadapannya. Sehun kemudian duduk meniru Kai yang selonjoran di bawah pohon.

            “Tumben sekali kau yang datang menemuiku.” Kai mengambil kaleng minuman yang dibawa Sehun. Saat hendak membuka penutup kaleng, Sehun mengambil kaleng itu dan membukakannya. Sehun menyerahkan kaleng itu kembali dan memperhatikan jari-jari Kai yang lecet. Sehun kemudian sadar bahwa Kai sedang berusaha menyembunyikan luka di wajahnya. Kondisi Kai sekarang bukan hal yang aneh bagi Sehun. Tapi entah kenapa setiap kali melihat Kai seperti itu, hatinya selalu resah. Sehun berusaha acuh dan memfokuskan kembali pikirannya. Ia tidak ingin bertanya tentang apa yang terjadi atau semacamnya. Bukan tidak peduli, hanya saja justru hal itu akan menyakiti Kai. Ia sudah pernah mencoba bertanya dan berakhir dengan pertengkaran hebat di antara mereka. Sejak itu Sehun mengerti bahwa itu adalah hal yang tidak ingin Kai bagi dengannya.

            “Bogoshippeo.” Kai menyemburkan minumannya.

            “Aish bajuku jadi orange.”

            “Tapi setelah melihatmu, aku ingin membunuhmu.”

            “Wae? Aku melakukan kesalahan? Itu...tidak mungkin tentang uangmu kan?” tanya Kai tapi tidak menunggu jawaban Sehun. Ia dengan cepat membungkam mulut Sehun.“Jangan di sini.”

Sehun menyingkirkan tangan Kai dari mulutnya dengan kasar. Dengan ketus ia menjawab, “Bukan!”

            “Bukan?” Rasa lega menyelimuti seluruh wajah Kai. Dengan seringai lebar, ia menepuk-nepuk pundak sahabatnya dengan manja. Sehun menghiraukan keinginannya untuk mematahkan lengan yang menempel di pundaknya itu mengingat kondisi Kai saat ini.                       “Aku ingin menenggelamkan diriku saat ini juga. Ah tidak-tidak. Sejak tadi malam aku sudah berpikir untuk melakukan itu.”

            “Kau ingin bunuh diri? Aku tidak akan menghalangimu.” Kata Kai seadanya. “Dan tidak, terima kasih. Aku tidak ingin ikut denganmu.”

            “Aku juga tidak ingin mati bersamamu. Oleh karena itu aku ingin membunuhmu terlebih dahulu.” Kai menatap horror sahabatnya itu. Meskipun ia tahu bahwa perkataan Sehun hanya bercanda tetap saja itu mengerikan. Mengingat bahwa ia pernah bilang bahwa ia menyerahkan seluruh hidupnya pada Sehun. Sekarang ia menyesal mengatakan itu semua.

            “Ck! Baiklah...Apa yang terjadi? Katakan.” Kai yang dengan pengertiannya menghadapkan badannya untuk berhadapan dengn Sehun. Dengan emosi tertahan, Sehun menjelaskan kejadian yang di alaminya tadi malam. Kai juga mendengarkan Sehun dengan emosi tertahan. Dengan susah payah, ia membungkam mulutnya rapat-rapat. Tapi kemudian, belum sampai pada akhir cerita, suara gelak tawa membeludak.

            “Ah mian mian mian.” Kai mengusap air di kedua ujung matanya. “Haha kenapa dengan bunganya? Dasar bodoh!”

            “Aku lupa karena terlalu senang.”

            “Tuhan memang adil. Kau di beri wajah tampan tapi otakmu itu sangat rata-rata.”

            “Aku rasa juga begitu.” gumam Sehun tanpa sadar.

            “Tapi dia memberimu nomernya kan? Bukankah itu pertanda bagus?

            “Di situ masalahnya”

            “Dia ternyata menolakmu saat ditelepon?”

            “Akan lebih baik jika seperti itu saja.”

            “Apa maksudmu?”

Sehun membuat model telepon dari jari-jarinya dan menempelkannya ke telinga, berlagak seperti sedang menelepon. “Yeoboseyo, di sini Byun Ramyeon Shop. Anda ingin pesan apa?’” Sehun menirukan suara wanita tua. “Itu yang ku dengar saat aku menelepon nomer itu.”

Kai berusaha keras menahan tawanya. Ia mungkin akan merusak rahangnya jika tertawa sekarang. “Waahh Gadis itu benar-benar hebat... itu cara tersadis yang pernah ku tahu untuk menolak seorang pria.” kata Kai takjub.

            “Dia menolakku? Jangan bercanda! Dia mungkin bingung dan salah memberiku nomer.”

            “Sudah terima saja! Cinta sepihak yang kau jalani hampir satu tahun itu ternyata berakhir seperti ini.”

            “Itu—” Dering ponsel Sehun memotong perkataannya. “Ne. Yeoboseyo?”

Dengan spontan Kai menggeser duduknya untuk memberikan privasi pada Sehun. Kai harap telepon itu bukan dari Ramyeon Shop. Haha itu menggelikan. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain, mengedarkan pandangannya ke seluruh taman berharap ada hal yang menarik perhatiannya. Kemudian ia menangkap segerombolan siswa yang tidak asing baginya. Mwoya? Apa mereka itu semut? Kenapa jalan saja harus membuat barisan seperti itu? Pikir Kai. Ia memfokuskan matanya pada gadis yang berjalan di barisan paling belakang dengan kepala tertunduk. Meskipun jauh, Kai dapat mengenali sosok gadis itu dengan sangat baik. Tubuhnya paling mungil di antara gerombolan itu. Dan hanya dia yang berambut pendek. Gadis itu adalah salah satu anggota dewan siswa yang tidak di bencinya.

Kai tidak menyukai anggota lainnya karena etika mereka yang buruk terhadap siswa-siswa seperti Kai. Para anggota di pilih berdasarkan prestasi dan derajat. Beberapa orang tua anggota dewan adalah donatur sekolah ini, selebihnya adalah yang memiliki perusahaan besar. Dewan siswa sangat popular di sekolah ini. Para siswa memuja ketampanan dan kecantikan mereka. Kai sendiri heran kenapa wajah mereka semua bisa seperti itu. Mereka bisa dikatakan hampir sempurna. Uang, prestasi, wajah, popularitas. Mereka memiliki semua itu sekaligus. Ah, tapi ada satu orang yang tidak seperti itu.

Semua pikirannya itu membuat Kai menyadari sesuatu, “Oh Sehun.”

            “Mwo?” Sehun yang selesai bertelepon langsung bangkit dari duduknya. “Aku rasa aku harus pergi sekarang.”

            “Tunggu.” Kai memegang lengan Sehun menghentikan langkahnya.

            “Wae??? Aku terburu-buru.”

            “Ya, Oh Sehun. Apa mungkin gadis itu tidak mengenalimu?”

            “Hah?”

            “Maksudku...hal ini terlalu aneh. Kalau dia tahu siapa dirimu, dia tidak mungkin berani memperlakukanmu seperti itu. Benar kan?”

            “Tidak mungkin. Dia pasti tahu siapa aku.”

            “Bagaimana jika tidak? Itu mungkin saja.” Kai bersikeras dengan pendapatnya. “Kau berbeda dengan yang lainnya. Kau hampir tidak pernah terlihat selain di kelas.”

            “Tapi seluruh siswa kelas satu seharusnya tahu. Aku bahkan pernah memberikan pidato di acara penyambutan mereka.” Sehun melepaskan tangan Kai yang menggantung di lengannya.

            “Tapi tetap saja—”

             “Ah sudah hentikan. Nanti kita bahas lagi.” Sehun memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. “Aku pergi.” Kai melihat Sehun berlari kecil dan menghilang ke dalam gedung. Kai masih duduk terdiam di bawah pohon hingga bel masuk berbunyi. Kai bangkit dan menepuk-nepuk bagian belakang seragamnya untuk menghilangkan rumput yang menempel. Ia berjalan sedikit tertatih dengan Sehun dan Ji Han yang masih berseliweran di pikirannya.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet