First Dandelion pt. 1

Description

Apa yang lebih menyedihkan dari menyongsong usia sembilan belasmu dengan keadaan masih perawan? Tidak ada.Huft.

 

 

Kulemparkan majalah fashion ke atas karpet kamarku. Bosan. Inikah kesan di hari terakhir aku berumur 18? Tegakah aku membuat kenangan seperti ini untuk diriku?

 

 

Aku sedang di rumah sendirian. Papaku seorang pengacara yang bekerja di firma hukum, entah jam berapa dia akan pulang, kalaupun pulang. Mamaku, dia seorang tante fashionista sosialita yang mengunjungi club lebih rajin dari aku. Satu-satunya teman dekatku adalah Jungkook, sahabatku sejak high school. Setahun ini kami sudah tidak menempuh pendidikan di tempat yang sama, dia kuliah di jurusan seni pertunjukan, sedangkan aku kuliah di jurusan hukum, sesuai kemauan orang tuaku. Huft, lagi.

 

 

Tidakkah ada yang ingat bahwa besok aku berulang tahun? Aku ingin mengakhiri keperawananku di usia sembilan belas. Tidak ada kaitannya memang. Entah, aku sedang ingin saja. Ya, aku masih perawan di usia ini. Aku bukan gadis buruk rupa, teman-temanku sering meledekku sebagai Selena Gomez versi Asia. Beberapa kali fotoku pernah dicetak di teenmag fashion ataupun di flyer butik-butik lokal. Setidaknya kau bisa bayangkan bagaimana wujud fisikku. Bisa saja justru karena itulah banyak pria yang tidak punya nyali untuk mendekatiku. Atau karena banyak yang mengira Jungkook itu pacarku? Entahlah, aku tidak terlalu peduli dengan apa yang disebut pacar. Nyatanya, orang tuaku dulu pacaran, aku hadir, mereka menikah, membayar orang untuk membesarkan aku, lalu kembali bersenang-senang dengan cara masing-masing. Jadi, pacar itu tidak penting.

 

 

Lain halnya dengan Jungkook, dia itu penting. Sangat penting. Seperti seorang adik. Aku anak tunggal, dia yang lebih muda 11 bulan dariku bisa membuatku banyak tertawa dan merasa bahagia. Tidak kutampik bahwa dulunya kami pernah sama-sama berpikir apakah sebaiknya kami melanjutkan ke hubungan yang lebih serius yang disebut pacaran (aku sendiri ragu apakah pacaran memang lebih serius dari persahabatan), tapi akhirnya kami sepakat untuk tidak ke arah sana karena entahlah, kami rasa itu terlalu konyol.

 

 

Line video call  ku berbunyi membuyarkan carut marut pikiranku. Jungkook. Lalu tampaklah wajahnya yang berminyak di layar smartphone ku."Lady Mary! Jayeux anniversaire! Hahaha""Hahaha. Sinting. Sekarang masih jam setengah sebelas, pabo""Ha? Kamu lupa, mamamu pernah bilang padaku bahwa dia mulai mengalami bukaan kehamilan jam setengah sebelas sebelum akhirnya kamu lahir jam setengah satu""Eh? Ooh iya sih..""Selamat ulang tahun! Aku akan tiba jam setengah satu!"Lalu video call nya diakhiri.

 

 

Kado ulang tahun terindahku sudah terjadi. Itu tadi. Ucapan selamat dari Jungkook. Jangan menganggapnya remeh, itu sangat berarti bagiku. Jadi, aku bisa tidur sekarang, dengan perasaan cukup senang. Mengenai dia akan datang pukul setengah satu, hiraukan, dia hanya bercanda. Empat tahun kulalui ulang tahun bersamanya, dia tidak pernah datang tepat saat aku dilahirkan, jam setengah satu dini hari. Sekarang, biarkan aku terlelap.

 

 

"Nona.. Nona.. Ada Jungkook ingin menemuimu", suara satpam melalui intercom di kamarku mebangunkan aku.

 

Setengah satu. Ya Tuhan, dia serius rupanya. Aku segera melompat dari ranjangku, dan menjawab satpamku.

 

"Maaf nona aku mengganggumu, tapi dia bilang dia sudah ada janji denganmu".

 

"Iya Pak, terima kasih, tidak apa, suruh dia masuk".

 

Aku turun ke ruang tamu di mana sudah ada Jungkook di sana. Dia memakai celana pendek hitam dan kemeja pink yang hanya kancing atasnya yang dipasang, membuat kaos merah di lapis dalamnya terlihat dari luar. Aku menghampirinya dan menyambut dua hal manis yang disodorkan dua tangannya. Aku membelakkan mataku lalu mengerutkan mataku sebagai respon terkejut dan gemas.

 

"Hahaha", aku tertawa lepas, bahagia, aku ingin menangis terharu, tapi tidak bisa jika dengan Jungkook, otomatis tangis akan berubah jadi tawa.

 

"Dandelion..?! Puding stroberi..?!".

 

"Aku tidak punya uang untuk membeli buket baby's breath, jadi tadi sore aku mengumpulkan dandelion. Selamat ulang tahun".

 

"Terima kasih", aku menggengam buket dandelion yang diikat pita pink di tangan kananku dan menjinjing kotak puding stroberi di tangan kiriku. Aku menuntun kami duduk di sofa. Saat kuletakkan buket dandelion itu di meja, biji-biji berambutnya beterbangan ke mana-mana, lucu sekali.

 

"Kau bilang tadi sore kau melihat buku yang sampulnya seperti puding stroberi, jadi kupikir baiknya aku belikan itu saja", Jungkook mengutarakan alasannya tanpa aku tanya.

 

"Iya, judul bukunya Mood of Love, sampulnya pink muda", aku mulai membuka kotak puding itu dan menyuapi kami bergantian. Manis yang tidak terlalu manis. Dingin dan renyah. Kenyalnya pun pas.

 

"Pink itu merah muda.. Bukan pink muda..", Jungkook mengkoreksiku di sela-sela suapan dariku.

 

"Bukan, maksudku pinknya hanya sedikit dan tipis, berpadu dengan putih", kilahku.

 

"Novel?", tanyanya lagi.

 

"Bukan, hanya kumpulan sajak", jawabku.

 

"Penulisnya?".

 

"Entah, mungkin hanya pria melankolis yang banyak menghabiskan waktu menyendiri di ruang kerjanya", jawabku asal.

 

Setelah itu, topik beralih ke berbagai macam hal. Obrolan yang mengalir begitu saja. Kantukku hilang untuk beberapa jam, tapi tidak dengan Jungkook sepertinya, dia tampak mulai lelah dan banyak diam.

 

Pukul setengah empat, kutawarkan pada Jungkook untuk menginap saja tidur di salah satu kamar pembantu yang sedang kosong seperti yang biasa dia lakukan jika bermalam di sini. Tapi dia menolak, dia bilang dia ingin tiduran di sini saja dan akan pulang pukul lima. Aku mengiyakannya, lalu menyibukkan diriku dengan membersihkan sisa puding dan minuman kami.

 

Aku kembali dari dapur, kulihat Jungkook sudah tertidur pulas dengan mulut terbuka. Hihihi lucu sekali. Aku duduk di sampingnya, mengamati muka polosnya saat tidur. Jika dia adikku, mungkin sudah kugendong untuk kutidurkan di kamarnya. Aku terdiam, mengamati bagaimana perutnya naik turun saat dia bernafas. Kujelajahi tubuhnya dengan penglihatanku, leher dan jakunnya yangmanly, dagu belahnya yang mirip milikku, bibirnya yang juga berbelah di tengahnya (yang ini tidak sama dengan punyaku), hidungnya yang mancung dan besar (yang juga jelas jauh beda dengan milikku). Dia sangat pria.

 

Mengamatinya membuat perasaan gamang muncul di hatiku, namun perasaan itu dikalahkan oleh rasa kantuk. Aku meringkuk tidur, meletakkan kepalaku di pangkuan Jungkook. Sangat nyaman. Setidaknya sampai pukul lima saja aku ingin tetap seperti ini.

 

'Beep beep beep', alarm dari smartphone Jungkook membangunkan kami.

 

Pukul tujuh.

 

"Ah! Aku terlambat! Aku ada kuliah jam delapan!", Jungkook berdiri menyingkirkan kepalaku dari pangkuannya dan segera berlari menuju kamar mandi.

 

Ah, kami bangun terlambat. Aku juga harus mempersiapkan diri untuk kuliah jam sepuluh. Kulihat mobil mama dan papaku sudah ada di halaman, tapi saat kucek kamar mereka masih terkunci, mungkin mereka masih lelah dan tidur. Aku menuju dapur untuk menyiapkan beberapa sandwich untuk Jungkook dan diriku sendiri. Tidak lama kemudian, Jungkook sudah menyusulku ke dapur dengan rambut yang masih basah.

 

"Kau bisa pakai handuk di lemari kamar pembantuku yang kosong", perintahku tanpa menengoknya. Aku sibuk menuangkan sereal dan susu ke mangkokku.

 

"Iya, aku memang ambil handuk dari sana tadi", jawabnya."Kau mau sereal?", aku menawarinya menu lain untuk sarapan.

 

"Tidak, terima kasih, roti saja, cukup", ucapnya.

 

"Kau harus bergegas, sebentar lagi sudah jam delapan", ujarku mengingatkan.

 

"Tidak. Barusan temanku menelpon, dosennya membatalkan kuliah pagi ini, dia menggantinya jam 2 siang nanti.

 

Jungkook memutuskan untuk tinggal selama beberapa jam lagi sampai aku berangkat kuliah. Itu bagus, aku jadi punya teman mengobrol saat sarapan.

 

"Ada satu kado lagi yg ingin kuberikan padamu. Kau ingat, beberapa hari yang lalu kau menceritakannya, tentang first ?", ucapnya mengejutkanku.

 

Aku terdiam menatapnya, menimbulkan jeda di antara suapan serealku. Aku tersenyum masam, lalu menunduk mengetuk-ngetuk mangkok serealku.

 

"Tidak denganmu, kita sahabat", aku berujar pelan.

 

Jungkook menyudahi sarapannya dengan mengenggak teh tanpa gula yang dia buat sendiri tadi. Dia lalu berdiri mendekatiku, dirampasnya lembut mangkok serealku lalu diletakkan di buffettempatku bersandar. Dia memagari tubuhku dengan tubuhnya. Kami tidak pernah skinship secara berlebihan sebelumnya, jadi berada di posisi ini membuatku gugup.

 

Jungkook melirik pada mangkokku yang berisi sereal di 1/8 bagiannya.

 

"Apa sarapanmu sudah selesai?", tanyanya sambil menyodorkan segelas air putih yang berada di sampingku.

 

Aku tidak menjawab. Kuteguk air itu perlahan. Tapi karena gugup, aku tersedak, "Uhuk! Uhuk!".

 

Jungkook segera meraih tisu dan mengelap bibirku yang sedikit basah.

 

"Hihihi, kamu gugup sungguhan?! Aku kan cuma bercanda", ucapnya dengan seringai senyum puas.

 

Ah sialan, kupikir tadi dia serius. Fiuh. Aku jadi sedikit lega. Kami tetap berada di posisi yang sama saat tiba-tiba Jungkook hendak pergi berbalik dan spontan aku tahan pergelangan tangannya.

 

"Jungkook, aku mau", ucapku.

 

Jantungku berdesir. Apa ini. Kenapa aku ucapkan hal bodoh itu.

 

Jungkook menatapku, lalu mempat-pat kepalaku. Dituntunnya tanganku dan berkata, "Aku juga mau first  ku bersamamu. Ayo kita lakukan di kamarmu".

Foreword

Jungkook menatapku, lalu mempat-pat kepalaku. Dituntunnya tanganku dan berkata, "Aku juga mau first  ku bersamamu. Ayo kita lakukan di kamarmu".

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet