Chapter 03

Bobby and Me
Please Subscribe to read the full chapter

Seminggu setelah hari itu, Bobby tak pernah ke rumahku. Rumah makan ibu sedang ramai, itu sebabnya mengapa ia tak pernah menanyai dimana Bobby berada. Sehari setelah hari itu kami masih berkomunikasi, bahkan Bobby bilang bahwa dia akan selalu berusaha untuk mengabariku. Omong kosong! Dia pembohong terbrengsek! Lihat saja jika dia jalan keluar dengan Krystal, aku akan kembali pada Mino. Oh, aku cabut ucapanku, aku tak ingin kembali dengan orang seperti Mino.

Nomor misterius meneleponku. “Hallo?”

“Keterlaluan! Kau benar-benar wanita jalang yang keterlaluan!”

Suara Krystal menjerit ada di sana, “hei, Krystal, ada apa?”

“Bobby sedang sekarat dan kau belum sama sekali mengunjunginya? Brengsek!” desis Krystal

“Apa?!”

Entah kenapa itu membuatku membanting ponselku sendiri. Aku menguncir rambutku acak-acakan dan dengan cepat memakai jaket Richard Burn ku seperti biasa. Dan anehnya lagi, aku berlari terburu-buru meuju rumah sakit. Aku jarang sekali terburu-buru hanya karena seseorang.

“Eomma, aku berangkat!”

“Ya! Cepat pulang!”

Aku masuk ke dalam Taxi tanpa peduli lagi berapa uang yang aku keluarkan jika menggunakan taxi mahal itu. “Rumah sakit sekarang, pak, cepat!!”

Tak beberapa lama kemudian, aku melihat rumah sakit di depanku. “Pak, ambil saja kembaliannya!”

“Tapi, Nona, uang anda kurang.”

Aku mengeluarkan uang lagi dari dompetku. Mendesah dan keluar dari taxi dengan langkah sebesar yang belum pernah kulakukan. Bahkan pakaian casual yang kupakai ini tak memalukan, mengapa orang-orang melihat ke arahku? Oh, rambutku!!

“Suster, pasien bernama Pororo ada? Eh, maksud saya Bobby, suster,” aku tersenggal-senggal. Nafasku sekarang melebihi Bobby ketika asmanya kambuh. Oh, aku sepertinya benar-benar khawatir dengannya. Aku selalu dikerjai olehnya, maka dari itulah aku tak pernah percaya jika ia sakit.

“Ruang VVIP Forehold Nomor 1134 lantai empat.”

Aku melesat ke arah lift yang nyaris menutup. Untung saja seorang nenek tua berkacamata dan tubuhnya disangga oleh sebuah tongkah kaki empat itu menghentikan pintu lift. “Terimakasih, nek.”

“Apa yang membuatmu sangat terburu-buru, anak muda?”

Kuusap keningku dan beberapa butir keringat menempel di sana. “Temanku sekarat, nek.”

“Kau pasti sangat mencintainya.”

“Ya,” ucapku kelelahan, “tapi tunggu, bagaimana nenek tahu?”

“Anak muda selalu begitu, haha” tawa nenek itu lalu terbatuk pelan. “kuharap aku bisa melihatmu lagi, nak.”

Pintu lift terbuka. Aku membungkuk pada nenek itu dan membantunya keluar dari kotak lift. Lalu melesat menuju kamar Forehold bla bla tadi. Tapi tubuh kurus Krystal yang memakai mini dress menghalangi langkahku masuk ke ruangan yang kutuju.

“Krystal, aku ingin melihatnya,” ucapku sambil menggigit bibir bawahku sendiri.

“Kita tak bisa masuk, dokter tak mengizinkannya!” bentak Krystal lalu menyeretku untuk duduk di ruang tunggu dengan kasar. “Kenapa kau datang?”

“Krystal, ada apa denganmu? Kita semua teman! Kau, aku, Bobby, Mino Oppa, semuanya,” ucapku sedikit panik. Tanganku gemetaran, entahlah kenapa.

“Kita teman? Tidak lagi sejak Mino Oppa dipenjara karena kau!” desis Krystal.

Aku mengusap wajahku sendiri sampai pintu ruangan dimana Bobby dirawat terbuka. Dokter menatap kami berdua bergantian. “Siapa diantara kalian yang bernama Ruru?”

“Aku, dokter!”

Tentu saja aku tak mengakuinya. Jika Krystal tahu bahwa Ruru yang selalu dimaksud Bobby adalah aku, mungkin aku akan mati seketika dicekik oleh Krystal. Kupikir jika Krystal mengakuinya, aku akan aman. Dan karena Krystal yang mengakui itu, dia diperbolehkan masuk terlebih dahulu.

“Nona, bisa kita bicara sebentar? Anda kerabat pasien, bukan?”

“Ya, dokter.”

“Tiga hari lalu asma pasian hanya kambuh, tapi tadi pagi pasien hampir saja mengalami koma. Pikirannya terlalu berat. Saya harap anda sebagai kerabat harus benar-benar menjaganya. Jika ia bangun, berikan ia segelas air mineral dan ajak dia berkeliling. Saya mengatakan ini pada anda karena wanita yang bernama Ruru itu tadi tak bisa diajak bicara sama sekali. saya permisi.”

Aku membungkukkan tubuhku dan melirik Krystal yang tertidur dengan cepat di sebelah Bobby. Ia sangat lelah. Ia sudah menunggui Bobby dari kemarin. Kelihatannya Krystal jauh mencintai Bobby.

Kugeser pintu ruangan VVIP itu lalu berjalan ke arah si pasien. Bobby tertidur dengan wajah polosnya. Aku mengusap permukaan wajahnya dengan tangan kananku dan memastikan alat bantu pernafasannya berfungsi. Aku menuangkan air ke dalam gelas, berharap nanti ketika siuman ia langsung mendapatkan air.

 

@@@

 

Aku merasakan tangan yang dingin menyentuh tanganku. Mataku terbuka perlahan. Dan aku mendapati aku tertidur dengan duduk di atas sofa ruangan Bobby dirawat. Aku melihat diatas ranjang rumah sakit Krystal tertidur dengan wajah malaikatnya di atas ranjang dan berbalut selimut. Dan ketika aku mendongak untuk melihat siapakah orang yang kusandari itu aku melihat senyuman Bobby terlihat dibalik alat bantu pernafasan.

Ia memajukan wajahnya dan menarik alat itu kebawah. Bobby menciumku kilas di bibir dan tersenyum lagi. “Darimana kau tahu jika aku di rumah sakit? Tapi, omong-omong, aku rindu ciuman tadi, dear.”

“Krystal meneleponku p

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
itszigz
#1
Chapter 4: hanbin suka jiyoung juga....?
keyhobbs
#2
yeyy,,chapter pertama.well,menurutku gak ngebosenin kok,tapi entah mengapa pikiranku jadi ngeres pas baca scene yg bobby nya itu ngangkat jiyong terus dia turunin d ranjang:D haha and semangat buat UTS nya authornim^^ moga lancar dan dapet nilai yg bagus yah^^