Chapter 01

Bobby and Me
Please Subscribe to read the full chapter

~Jiyoung~

 

Dear, Song Mino Oppa..

Aku tak tahu perasaan apa ini yang muncul pada diriku. Tapi ketika kau tak ada di sisi ku, aku rasa belahan jiwaku yang lain mengatakan bahwa aku sebenarnya merindukanmu. Dan entah mengapa, setiap kali aku on air dan bertugas untuk memutarkan lagu, aku sangat ingin memutar lagu kesukaanmu. Lalu di saat aku mendapat pelajaran baru, aku ingin membaginya denganmu. Ketika kesialan datang tiba-tiba menabrak tubuhku yang mulai lunglai, satu-satunya hal yang ingin kuingat hanyalah dirimu.

Ada dorongan dari dalam tubuhku untuk menghapus jejakmu. Aku tak yakin aku bisa. Kau mempengaruhi setiap atom dalam kegiatanku, kedatanganmulah yang membuat segalanya berbeda.

Kau menatapku sebagai adikmu. Itu yang membuatku rapuh. Rasa cintaku yang berlebihan menggerogoti balik ragaku. Tampak utuh di pandang orang lain, namun keropos ketika aku bercermin di depan cerminku.

 

Hanya adikmu,

 

Choi Jiyoung

 

@@@

 

Setelah membuang jauh-jauh lembaran kertas yang kubuat semalam, aku mengurung diriku di dalam kamarku seharian. Aku membatalkan semua janjiku, bahkan aku berhenti siaran radio untuk seminggu. Kegiatan sosial sengaja kutinggalkan. Aku rasa aku perlu kesendirian. Mungkin benar kata orang, sendiri akan membuatmu berpikir tentang jati dirimu yang sebenarnya.

Kamarku terlihat sangat lusuh. Tak ada niat untuk membersihkannya, aku malah membuatnya semakin berantakan. Ini cinta pertamaku. Rasanya seperti tak sakit secara fisik, tapi kosong secara mental dan perasaan. Untuk bocah macam aku, bermain-main dengan cinta seharusnya hal terakhir yang akan kulakukan di dunia ini.

“Jiyoung-ah, Bobby berkunjung!!”

Aku memegang selimutku dengan kepalan kedua tanganku. Keadaanku sangat kacau. Sebenarnya, pikiranku belum siap untuk bertemu orang luar, termasuk Bobby. Walaupun sebenarnya aku tengah membutuhkannya untuk keadaanku yang lemah. Tapi kuurungkan niatku. Dan tembok adalah tempat terbaik untuk menyandarkan punggungku yang penuh dengan rasa bersalah.

“Hei, wassup?!”

Pintu kamarku terbuka. Aku menangkupkan wajahku dalam-dalam ke selimut yang kupegang. Bobby juga ada hubungannya dengan semua ini. Jadi sebaiknya ia tak mengunjungiku terlebih dahulu.

Aku mendengar langkah kaki mendekat. Tiba-tiba saja sebuah tangan kekar menyentuh rambutku yang paling atas. Terasa tulus dan lembut. Aku ingin menangis lagi rasanya. Itu tangan yang selalu menangkapku ketika aku jatuh, tangan Bobby.

“Jangan dilanjutkan, masih ada Pororo di sini.”

Tanganku di balik selimut bergetar. Bobby yang lama telah kembali padaku. Aku ingin memeluknya sekarang, menangis di bahunya, tapi siapa aku? Lagi pula dia adalah adik seseorang yang mengkhianatiku.

Tapi, hei! Mino Oppa dan Bobby berbeda, tolol!

“Kau mau cokelat?” suara lembut itu terdengar lagi, walau tanpa direspon olehku. “Aku membawakan banyak untukmu,” kata Bobby, tangannya masih berada di atas kepalaku.

Bukan cokelat yang kubutuhkan, Bobby, yang kubutuhkan adalah wajah kakakmu yang siap kucakar. Sedetik kemudian aku sadar bahwa, Bobby bukanlah Mino Oppa yang kejam. Bobby lebih pendiam, lebih logistik dan lebih dalam segala hal. Bodohnya, aku baru menyadari itu akhir-akhir ini.

“Kau mau aku melakukan apa? Aku selalu menurutimu, bukan?”

“Jadilah sedikit gaul seperti Mino Oppa, kau terlalu cupu, Bobby! Pergi ke bar untuk pertama kalinya tidak akan membuatmu kehilangan harga diri!”
“Aku bingung denganmu, apa hanya buku teman keseharianmu? Belilah kaset musik dan film, itu akan membuat harimu lebih berwarna, Bob!”
“Kamarmu terlalu kaku, bodoh, perempuan mana yang akan mau denganmu jika kau bertingkah selugu ini?”
“Apa? Krystal suka denganmu? Jangan sampai kau terima dia, ya? Dia itu jahat dengan laki-laki, apalagi laki-laki bergenre blues macam dirimu ini, haha.”

Ingatan sederetan ucapan yang kulontarkan pada Bobby menerobos dalam pikiranku yang kosong. Bobby memang selalu melakukan apa yang kuucapkan. Namun dari lubuk hatiku, Bobby terkesan terlalu baik untuk berteman dengan perempuan sepertiku. Anehnya dia masih berteman denganku sampai sekarang ini.

“Sekarang aku mendekor ulang kamarku dan aku juga sering mengunjungi Mino Hyung sepulang bermain basket di taman pusat kota. Aku berharap kau juga menuruti perkataanku seperti aku menuruti perkataanmu, Pyururu,” kata Bobby lagi, kali ini ada nada kesedihan di balik ucapannya. Dan sekarang yang kurasakan adalah sebuah tangan di kaki belakangku dan punggungku tengah mengangkatku. Secara otomatis wajahku yang tertutup selimut terbuka. Bobby tersenyum melihat wajahku yang berantakan. “Sekarang, kau harus tidur di kasurmu dan aku akan menemanimu sampai kau tertidur pulas.”

Dia menurunkanku di atas ranjangku dengan hati-hati. Tubuhnya yang terbungkus kemeja hitam dengan kancing putih yang kontras juga dengan celana jeans longgar panjang itu terlihat menawan seperti biasanya. Dia menarik bangku kecil yang dibelikan ayahku beberapa tahun lalu, kemudian dia duduk di situ, di dekat ranjangku. Ia menarik selimut dan menyelimutiku hingga seatas dadaku. Tangan kanannya menari di atas rambutku lagi, dan ia menjatuhkan kepalanya sangat dekat denganku.

“Tidurlah, Pyururu, aku sendiri yang akan memastikanmu aman bersamaku.”

Aku menutup mataku perlahan-lahan. Jujur saja, aku memang lelah semalaman duduk menyandar tembok, dan kakiku yang kutekuk itu terasa kaku. Aku tak ingin terlihat menyedihkan, sebenarnya, tapi kekuatanku untuk bangkit dan menaiki ranjang tak ada sama sekali semalam.

Yang kurasakan setelah aku

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
itszigz
#1
Chapter 4: hanbin suka jiyoung juga....?
keyhobbs
#2
yeyy,,chapter pertama.well,menurutku gak ngebosenin kok,tapi entah mengapa pikiranku jadi ngeres pas baca scene yg bobby nya itu ngangkat jiyong terus dia turunin d ranjang:D haha and semangat buat UTS nya authornim^^ moga lancar dan dapet nilai yg bagus yah^^