PART 3 : ALICE IS (NOT) LIVING IN WONDERLAND

THAT SPRING

2014 : Spring

Wendy menggenggam tangan Taehyun. “Lihatlah. Jinwoo oppa begitu cerah setiap diselah Jiwon Onnie. Onnie sukses membuat oppa tersenyum. Benar tidak?” taehyun menoleh pada seorang yang kini tengah menggenggam tangannya. Jantung Taehyun berdegub kencang, dan mendadak tangannya berkeringat. Rasa nervous merayapi dirinya.

Taehyun tak pernah begitu sebelumnya. Perlahan genggaman tangan Wendy melonggar. Menyadari itu Taehyun segera mempererat kembali genggaman tangan Wendy. Wendy menoleh menatap wajah Taehyun dari samping. Figure Taehyun yang wajahnya semakin tegas membuat sesaat Wendy terpana. Bagaimana mungkin aku tidak jatuh cinta pada dia? Bisik hatinya.

“Jangan melihatku terus, Son Wendy. Nanti kau jatuh cinta padaku lagi.” Ujar Taehyun pelan. Wajah Wendy bersemu merah, dengan cepat dia menarik tangannya dari Taehyun. Taehyun berbalik menghadap Wendy, “Hei, kenapa dilepaskan?”

Wendy menatap Taehyun balik, “Apanya yang dilepaskan?” tanyanya. Taehyun tersenyum, “Kau barusan menggenggam tanganku.”

“Tidak.” Jawab Wendy sambil berbalik pergi meninggalkan Taehyun. Wajahnya sudah sempurna memerah. Wendy merutuki dirinya sendiri karena ceroboh malah menggenggam tangan Taehyun tadi. Gerakan antusiasinya karena melihat jinwoo dan Jiwon bersama.

“Ya!!! Son Wendy!! Berhenti kataku!! Katakan apa yang barusan!! Hei!! Wendy!!” Taehyun berkali-kali berteriak namun Wendy memilih mengabaikannya. Taehyun tersenyum senang. Setidaknya setahun terakhir ini dia sudah memulai kembali berteman dengan Wendy dan pelan-pelan hubungan mereka terus membaik meskipun hanya berlabel teman.

“Oppa!!! Taehyuni oppa!!!” Joy berteriak sambil melambai-lambaikan tangannya. Taehyun mempercepat langkah kakinya menghampiri dimana Joy sudah menggelar karpet piknik warna hijau. Dibawah rindangnya pohon sakura Joy, Irene juga Mino, Seungyoon dan Seunghoon nampak duduk disana. Tak jauh dari mereka, Jinwoo sedang menatap bunga-bunga dengan tersenyum bersama gadis bernama Jiwon.

Taehyun tersenyum melihat Wendy kesulitan melepaskan sepatunya. Dengan gerakan cepat sehingga Wendy tak dapat menghindar, Taehyun melepaskan sepatu Wendy.

“Aigoo… kalian ini, romantis sekali. Aku jadi iri sekali.” Goda Seunghoon. Wajah Wendy memerah sementara Taehyun tersenyum senang digoda demikian.

Mereka yang duduk disana mengawasi Wendy dan Taehyun terbahak-bahak. “Makanya oppa cepat cari pacar dong, jangan menunggu Joy terus.” Ujar Wendy. Sejujurnya Wendy mengetahui sesuatu karena seusai Wendy berkata seperti itu, matanya mengerling kearah Irene dan tangannya mengacak-acak rambut Joy yang kehijauan.

“Memangnya kita pacaran, Son?” kali ini Taehyun menggoda Wendy, sedikit dia tahu maksud Wendy menggoda Seunghoon dan Joy, dan karena Joy sepupunya tentu dia ingin sedikit membelanya.

“Eh.. engg… kita… ummm… molla.” Ujar Wendy salah tingkah. Mereka tertawa bersama melihat Wendy salah tingkah begitu. Taehyun mengulum senyumnya dengan puas. Sementara Joy mengucapkan terima kasih pada Taehyun tanpa suara. Taehyun menepuk singkat pundak Joy. Sementara Wendy memilih duduk disebelah Mino dan Irene.

“Jinwoo oppa! Jiwon-nie! Makan dulu!!” Irene berteriak memanggil pasangan yang sedang menatap bunga sakura. Keduanya menoleh dan tersenyum. Jinwoo berdiri lebih dulu dan kemudian menarik tangan Jiwon, “Yuk.” Ajak Jinwoo. Jiwon mengangguk dan mengikuti kemana Jinwoo berjalan.

……

 

2 months ago

“Taehyun-ah, kau mau menunggu sebentar? Aku akan segera kembali, setelah itu kita ke tempat Jinwoo menyelesaikan semuanya, okay?” ujar Daehyun pada Taehyun. Taehyun menatap bergantian pada pamannya juga Jiwon, gadis yang dia temui bersama pamannya di busan beberapa jam yang lalu. “Arraso, paman. Aku akan menunggu di café disana.” Ujar Taehyun sambil menunjuk seberang jalan tepat  didepan gerbang rumah warna putih.

Daehyun membuka pintu kursi penumpang dan mengulurkan tangannya pada gadis bernama Jiwon. Jiwon yang matanya masih bengkak menatap tangan Daehyun yang merah karena kedinginan. Dia memilih mengabaikan. Dengan senyumnya, Daehyun berjalan menuju ke pintu gerbang warna putih nomor 90. Jiwon mengiringi langkah Daehyun masuk kedalam rumahnya.

“Omo! Jung Daehyun-ssi?” suara ibunya membuat Jiwon merasa sesak nafas. Ibunya mengenal Daehyun dengan baik. “Yeobbo. Kemarilah sebentar, ada Daehyun datang bersama Jiwon. astaga. Ada apa ini?” teriak Kim Nayeon. Mata Jiwon kembali memanas, entah dia siap atau tidak menghadapi ini.

Himchan keluar rumah dengan Koran terlipat ditangannya. Hari ini hari sabtu diawal bulan april. Musim semi yang memukau menurut Himchan. Karena Himchan selalu menyukai musim semi. Senyumnya lebar namun Himchan sudah menduga apa yang akan terjadi saat dia menatap putrinya, mata yang bengkak dan hidung yang memerah. Himchan selalu tahu.

“Hyung! Apa kabar?” sapa Daehyun sambil memeluk Himchan erat.

“Baik Daehyun-ah.”

“Nuna, kau bagaimana?” Daehyun beralih pada Nayeon. Nayeon tersenyum sambil memeluk Daehyun, “Aku baik-baik saja Dae. Kau makan dengan baik?” tanya Nayeon. Daehyun terkekeh.

“Tentu saja. Ah sudah lama sekali tak kesini. Aku kira akan kembali sepuluh tahun lagi sesuai rencana. Jongup akan segera datang bersama Junhong. Semalam dia sudah mengirimku email, apa Jongup mengabari hyung juga?” ujar Daehyun.

Himchan mengangguk. “Ya, dia mengabariku kalau dia akan mampir di Seoul 3 hari baru melanjutkan perjalanannya ke London bersama Junhong.” Daehyun duduk di ruang tamu keluarga Kim, mengikuti Himchan dan nayeon. Sementara Jiwon masih berdiri diambang pintu, hatinya sesak seperti dia akan dieksekusi mati.

“Annyeong haseyo.” Sebuah suara muncul dari belakang Jiwon. jiwon berbalik dan menemukan wajah Junhong bersama pria yang berwajah dingin, pasti ini yang namanya Paman Moon Jongup. Bisik hati jiwon.

“Uppie!! Hongie!!!” suara ceria Daehyun nampak begitu kontras dengan aura diruangan itu yang sama sekali tidak hangat. Mereka kemudian duduk di ruang keluarga. Mulai dari Kim Himchan dan istrinya, Nayeon, lalu ada Daehyun, Jongup dan Junhong. Serta Jiwon. mereka duduk dengan pandangan yang terfokus pada Jiwon.

“Jiwon-ah, kenapa kau tak menanyakan apa yang ingin kau tanyakan?” ujar Daehyun membuka suasana hening itu. Jiwon mendongak dan menatap ayahnya. Juga kepada ibunya. Dia menarik nafasnya dalam-dalam, seolah mencari kekuatan leboh dari udara yang dia hirup. Ada yang selama ini mengganjal dirinya, dia selalu ingin mencari tahu dan bertanya-tanya. Tapi siapkah aku mendengarkan semuanya? Tanya hatinya. Jiwon kemudian menutup matanya. Ingat sebuah kalimat yang selalu ditekankan ibunya.

 

“Jika suatu ketika kau merasa ragu dan tak yakin pada sesuatu, maka pejamkanlah matamu. Bayangkan langit biru yang luas dan bunga sakura yang bermekaran. Tersenyumlah dengan menatap itu. Lalu bayangkan kami, aku dan ayahm ada disampingmu, untuk selalu mendukungmu. Lalu buka matamu, lihatlah satu titik. Maka terlihat jelas yang menjadi tujuanmu. Maka keraguanmu akan hilang.”

 

“Maafkan aku sebelumnya ayah dan ibu. 14 tahun yang lalu ibu berkata aku adalah putri ibu, begitupun ayah mengatakan tidak ada yang boleh mengungkit hal ini lagi. Aku.. aku merasa penasaran. Aku semakin bertambah umur dan aku semakin ingin tahu, siapakah aku yang sebenarnya. Kenapa kalian merahasiakan siapa aku? Aku tahu ada yang terjadi, tapi kenapa kalian tak memberitahuku?”

Himchan menarik nafasnya. “Jiwon-ah, kemarikan buku harianku. Aku tahu kau menyimpannya.” Jiwon mengeluarkan buku harian yang merupakan milik ayahnya, Himchan kemudian menarik sebuah foto. Foto enam orang lelaki muda.

“Dulu, aku punya lima orang sahabat. Yongguk, Daehyun, Youngjae, Jongup dan Junhong. Kami memiliki kesamaan ketertarikan. Lalu kami mendirikan grup band bernama B.A.P. Yongguk yang seorang pewaris tunggal BChannel, Aku yang seorang pewaris tunggal Sekolah music Kirin. Lalu Daehyun yang merupakan putra pengusaha J Export, ada pula Youngjae yang merupakan putra kedua dari Yoo Music Enteratinment. Lalu Jongup yang merupakan putra ketiga dari Moon Academy di LA serta Junhong yang kedua orang tuanya pemilik saham terbesar di A-class Dance Academy di Paris.

Tapi bukan karena latar belakang itu kami berteman. Kami berteman karena kami merasa satu hati. Kesamaan selera music dan juga kesamaan cara pikir. Sejak SMP hingga Kuliah kami bersekolah di sekolah yayasan yang sama sehingga membuat interaksi kami semakin intense. Sampai akhirnya Yongguk menikah dengan Jieun, lalu aku juga menikah dengan Nayeon. Semua tak berubah.” Himchan kemudian berdiri membuka lembaran kliping dibuku hariannya.

“Apakah kau membaca semua bagian buku harian ayah?” tanya Himchan. Jiwon mengangguk. “Bagian kliping ini, apakah kau menyadari sesuatu?” himchan menyodorkan buku hariannya. Jiwon diam, dahinya berkerut, namun tangannya tetap terulur menarik buku harian ayahnya. Membacanya ulang.

 

Putra kedua Yoo Music Entertaintment ditemukan melakukan Suicide

Putra kedua yoo Music Ent, YYJ, 24 tahun. Ditemukan telah meregang nyawa. Disampingnya terdapat sebotol minuman keras dan beberapa butir obat penenang dosis tinggi serta sebuah surat. YYJ dikabarkan mengalami stress berat karena saham perusahaannya turun ….

 

Jiwon tak melanjutkan membaca, kepalanya terangkat menatap bergantian 4 orang disekitar ayahnya. “Kenapa tak kau lanjutkan? Kenapa kau hanya membaca yang ingin kau cari? Harusnya kau membaca seluruh isi bukuku, Jiwon-ah. Maka tanpa menghubungi ketiga pamanmu kau akan mengerti.” Ujar Himchan.

Mata Jiwon membulat. Itulah kesalahannya. Dia tidak membaca seluruh isi buku. Lalu dengan bernafsu Jiwon membuka halaman berikutnya.

 

Bchanel berduka! Pewaris tunggalnya meninggal dunia

Bang Yongguk dengan istrinya Song Jieun ditemukan tewas ditempat setelah mengalami kecelakaan beruntun di daerah Sadang. Sementara putri tunggal mereka yang baru berusia 2 tahun dikabarkan terlempar ke jurang dan dipastikan tidak selamat. Saat ini polisi masih mencari keberadaan jasad putri keduanya sementara tubuh pasangan Bang ini sudah nyaris tak dikenali karena luka bakar.

Kondisi mobil yang menjorok ke jurang membuat keluarga kecil ini tidak terselamatkan …

 

Jiwon membuka halaman berikutnya. Ada sebuah foto disana, foto sepasang suami istri dengan seorang bayi perempuan.

 

Kelahiran pertama generasi kedua B.A.P. Bang Yongguk, Song Jieun dan Bang Ji~

 

Ada tanda coretan setelah kata Ji. Mata Jiwon mendadak memanas. Lalu tangannya terus membuka lembaran berikutnya. Sebuah potongan tulisan tangan disebuah robekan kertas kecil.

 

Himchan-ah, berjanjilah menjaga Ji~~~ kecilku.

 

LAGI-LAGI ADA TANDA CORETAN SETELAH KATA “Ji”! Jiwon mendadak menangis histeris. Kemudian dia berlari keluar rumah. Tak mempedulikan panggilan ayah dan ibunya ataupun paman-pamannya. jiwon terus berlari dan berlari. Menyeberangi jalan didepan rumahnya dan mencari taksi secepat yang dia bisa.

Sementara itu Nam Taehyun yang mengenali sosok Jiwon, bersikap waspada. Taehyun bangkit dari kursinya, mempertimbangkan untuk mengikuti kemana Jiwon pergi atau tidak. Lalu ponsel Taehyun bordering.

 

Daehyun-samchun calling…

“Pamana, Kim Ji…”

Kau kejar dia Taehyun. Tolong jaga dia, bawa kemanapun asalkan aman, lalu hubunig aku segera. Tolong Taehyun.” Belum sempat Taehyun menyempatkan apa yang dilihatnya, suara Daehyun sudah memotongnya. Dan tanpa berpikir lagi Taehyun bergegas keluar café dan mengendarai mobilnya. Mengejar Jiwon.

Jiwon menghentikan taksi yang digunakannya dan bergegas keluar begitu sampai di taman didekat Banpo. Kakinya melangkah gontai, air matanya tak berhenti sementara disekitarnya semua pasangan tengah tersenyum bahagia.

Bug!

Jiwon menabrak tubuh seseorang. “Maafkan saya. Saya tidak..”

“Kim Jiwon?” seseorang menyebut nama Jiwon. jiwon mengangkat kepalanya dan menemukan seseorang bermata mirip mata rusa menatapnya. Menyadari Jiwon tak mengenalinya, pria itu mengulurkan tangannya. “Ah, kau pasti lupa. Aku Kim Jinwoo, yang kau temui di studio dulu, juga saat kau menemui paman Junhong. Apa yang kau lakukan disini?”

Jiwon mendadak merasa lemas, tubuhnya seketika ambruk beruntung dengan sigap Jinwoo meraih tubuh Jiwon sebelum terjatuh ke aspal. “Hyung!” taehyun terengah-engah memanggil Jinwoo. “eh, Taehyun-ni, ada apa kau disini?” tanya Jinwoo.

Taehyun mengatur nafasnya kemudian dia membantu Jinwoo mengangkat Jiwon, “Bawa dia ke mobilku, aku mengejarnya dari tadi, diminta tolong paman Daehyun.” Ujar Taehyun.

Jinwoo mengernyit, “Paman Daehyun? Kenapa?”

Taehyun menggeleng, “Akupun tak mengerti. Kita bawa dulu ke mobilku. Karena dekat dengan apartemenmu, kita bawa dulu kesana. Ada Wendy kan?” tanya Taehyun. Jinwoo mengangguk. Berdua mereka membawa Jiwon ke apartemen Jinwoo.

“Omo!! Ada apa ini?” begitu teriak Wendy saat membuka pintu dan menemukan Jinwoo tengah menggendong seorang perempuan yang pingsan. Wendy bergerak minggir memberikan ruang pada Jinwoo. Kemudian Jinwoo membawa Jiwon kedalam kamarnya.

“Hyung, aku telepon paman Daehyun ya. Emm, Wendy bisa minta tolong siapkan air hangat dan handuk. Tubuh gadis itu dingin.” Ujar Taehyun. Wendy makin bingung, “Tapi siapa dia?”

“Seorang teman. Cepatlah.” Ujar Taehyun, barulah Wendy bergerak menyiapkan apa yang diminta Taehyun dan masuk kembali kedalam kamar Jinwoo. Jinwoo melepaskan sepatu yang dikenakan Jiwon dan melepas kaus kakinya. Lalu mengusapkan air hangat ke wajah, leher, tangan juga telapak kaki Jiwon. berharap dengan demikian Jiwon segera sadar.

“Apa yang terjadi oppa?” tanya Wendy. Jinwoo menggeleng, “Akupun tak tahu. Aku menabraknya di taman Banpo lalu saat memperkenalkan diriku dia mendadak pigsan.” Jawab jinwoo. Dengan lembut dia terus mengusap-usap kedua telapak tangan Jiwon, mencoba memberikan hawa hangat pada tangannya yang dingin. Melihat itu Wendy tersenyum senang. Jinwoo oppa berbeda sekali. Batinnya.

Jiwon membuka matanya perlahan, menarik perhatian Jinwoo, “Kau sadar?” tanya Jinwoo. Jiwon mengerjap-ngerjapkan matanya, “Dimana aku?” ujarnya sambil mencoba untuk duduk. Jinwoo dengan sigap membantunya duduk, “Wendy-ya, bawakan air minum. Yang hangat ya.” Pinta Jinwoo. Wendy mengangguk dan bergegas menuju ke dapur. Meninggalkan Jinwoo dan Jiwon.

“Kau Kim Jiwon kan?” tanya Jinwoo. Jiwon menatap pria didepannya lalu mengangguk, berusaha mengingat-ingat siapa pria itu. Jinwoo tersenyum, “Kau tak mengingatku?” tanyanya. Jiwon mengangguk. “Tidak. Sama sekali tidak.”

Jinwoo kemudian mengeluarkan Kalung dengan bandul berbentuk pita warna merah dari laci disebelah tempat tidurnya, “Kalau ini tentu kau mengingatnya. Betul kan?” jiwon membelalakkan matanya lalu meraih kalung itu, ada ukiran huruf ‘J’ dibelakangnya.

“Kau, bagaimana? Bagaimana kau menemukan ini?” tanya Jiwon.

Jinwoo kemudian menarik kursi dari meja bacanya, senyumnya merekah, sementara Wendy masuk dan mengulurkan segelas air putih hangat. Jiwon menerimanya dan meneguknya pelan. “Aku menemukannya setahun yang lalu, sekitar musim semi. Seorang perempuan hampir ditabrak motor saat menyeberang dan aku tak sengaja menolongnya. Saat terjatuh dia tak sengaja menjatuhkan kalung ini. Namun dia sudah pergi saat aku menyadari kalung itu miliknya.”

Jiwon terkesiap. Wajahnya memerah. Terlebih saat menyadari kalau saat ini dia menggunakan jam tangan milik penolongnya dulu. “Aku kehilangan jam tangan itu. Jam tangan klasik pemberian sahabat dari pamanku. Ada ukiran nama disana J.W.Kim.” tambah Jinwoo.

Jiwon menyadari kalau Jinwoo sudah mengenalinya. Dengan malu-malu Jiwon tersenyum dan melepaskan jam tangan dipergelangan tangannya. “Jadi ini milikmu, kan?” ujarnya. Jinwoo mengangguk. Wajahmu memerah, nona. Batin Jinwoo.

“Lalu bagaimana kau mengenaliku?” tanya Jiwon. jinwoo menatap Jiwon bergantian dengan Wendy yang tersenyum penuh arti. Mendengarkan kalimat penjelas Jinwoo tadi membuat Wendy mengerti siapa gadis yang kini duduk dihadapan Jinwoo. Gadis yang oppa sukai. Bisik hati Wendy.

“Kita bertemu sebelum insiden malam itu kita terjatuh. Kita bertemu di studio music. Seperti yang aku bilang sebelum kau pingsan tadi. Kau mencari studio Rose yang dimiliki oleh pamanku dulunya. Lalu kita bertemu lagi beberapa minggu yang lalu saat kau menemui pamanku, paman Junhong.” Ujar Jinwoo.

Jiwon mencerna kalimat demi kalimat yang diutarakan oleh Jinwoo. “Kau keponakan paman junhong?” tanya Jiwon akhrinya. Jinwoo mengangguk. “Dia adik dari ibuku. Ibuku adalah putri tertua di keluarga, dan paman junhong adalah adik bungsunya.” Jawab Jinwoo.

Jiwon mengangguk-angguk, “Lalu apa hubungannya kau dengan paman Daehyun?” tanya Jiwon sambil menatap lurus ke arah pintu. Disana berdiri Nam taehyun yang melipat kedua tangannya didepan dadanya, wajahnya yang memang selalu nampak arogan, hanya menatap tajam pada Jiwon.

“Aku tak ada hubungannya dengan Paman Daehyun. Urusan kami hanyalah masalah surat-menyurat perjanjian pembangunan studio music yang kami beli.” Jawab Taehyun.

“Kami?” ulang Jiwon. Jinwoo tersenyum, “Kami yang dimaksud Taehyun adalah Aku, dan Taehyun juga ketiga teman kami. Namanya Seungyoon, Seunghoon dan Minho. Kami berlima membeli studio music Rose milik paman Junhong dan teman-temannya yang tak terpakai bertahun-tahun.” Jawab Jinwoo.

“Hari ini aku tadinya cuma berjalan-jalan saja, namun tak sengaja aku menabrakmu. Lalu kau pingsan dan Taehyun berlari mengejarmu. Dia bilang mengikutimu. Lalu kami berdua membawamu kemari.” Tambahnya.

Jiwon mengangguk-angguk. Lalu dia teringat sesuatu, “Kalian juga mengenal personel BAP?” tanya Jiwon. Jinwoo terdiam. Kemudian melirik Taehyun yang kini sudah berada disebelah Wendy. Kemudian Jinwoo mengangguk, “Kalau aku mengenal seluruh anggota BAP sejak aku kecil. Tapi paman Youngjae meninggal saat aku berusia 3 tahun. Lalu saat aku berusia 5 tahun, paman Yongguk meninggal. Sejak itu aku tak bertemu mereka lagi. Kecuali saat aku berusia 8 tahun, paman Himchan datang kerumahku bersama ketiga paman yang lain, mereka merayakan ulang tahunku dan memberikan jam tangan itu sebagai hadiah titipan dari paman Yongguk.” Jelas Jinwoo.

Jiwon menahan nafasnya. Kini dia mengerti. Meskipun tidak semuanya, tapi dia mengerti.

 

Ding dong. Ding dong.

Suara bel pintu terdengar menginterupsi mereka. “Wendy, tolong bukakan pintunya. Itu pasti paman Daehyun.” Ujar Taehyun, Wendy segera bergegas kearah pintu. Mata Jiwon membulat. “Kau meberi tahukan aku disini pada mereka?” tanya Jiwon. Taehyun memandang Jinwoo lalu kepada Jiwon, “Tentu saja. Paman Daehyun yang memintaku untuk mengabari dimana keberadaanmu.” Jawab Taehyun.

“Jiwon-ah… jiwon-ah…” suara Himchan terdengar panik, lalu dia muncul di kamar Jinwoo diikuti dengan ketiga sahabatnya dan juga istrinya. “Jiwon-ah, kau baik-baik saja?” tanya Himchan. Sementara Nayeon langsung memeluk Jiwon. “Mianhae. Maafkan ibu dan ayah Jiwon. maafkan kami semua. Ini semua demi kebaikanmu.” Ujar Nayeon.

Jiwon terisak mendengar kalimat-kalimat dari ayah dan ibu angkatnya. mereka bertiga larut dalam suasana haru dan rasa bersalah terhadap satu sama lain. Sementara Daehyun, junhong, Jongup, juga Jinwoo, Taehyun dan Wendy hanya menatap ketiganya. Khusus Jinwoo, Taehyun dan Wendy hanya bengong tak mengerti.

“Dengarkan Jiwon, ayah akan jelaskan semuanya. Kau memang bukan putriku dan Nayeon. Tapi kau adalah putri dari sahabat baikku, Bang Yongguk dan istrinya Song Jieun. Yongguk dan Jieun menikah dan kemudian mereka memilikimu setahun kemudian. Namun saat kau berusia sekitar dua tahun, Youngjae yang tak lain adalah member kami terbunuh karena suatu hal. Dan kebetulan saat itu Yongguk menjadi saksi kunci.

Yongguk kemudian melaporkan pembunuhan Youngjae yang selama itu dikabarkan telah melakukan bunuh diri. Hal inilah yang menempatkan Yongguk sebagai seorang saksi dan akhirnya Yongguk mendaftarkan dirinya juga istrinya dibawah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Yongguk juga mengatur agar kau seolah-olah adalah anak yatim piatu dari sebuah panti asuhan sejak saat itu.

Dua tahun kemudian, hari dimana Yongguk dan Jieun meninggal dunia, saat itu sebenarnya kau sudah berada dirumahku dan Nayeon. Hari itu, Yongguk dan Jieun berencana untuk menyembunyikan diri mereka ke London. Mereka berencana meletakkan kau di Panti Asuhan hari itu, semua mereka atur agar kau selamat. Dan tugaskulah yang akan mengantarkan kau disana.

Hari itu, Yongguk dan Jieun membawa semua perlengkapanmu, mengkamuflase seolah-olah kau ikut bersama mereka, padahal tidak. Lalu kecelakaan itu terjadi. mereka tewas seketika. Aku dipanggil untuk mengkonfirmasi kemuatian keduanya dan sekaligus aku mengkonfirmasi kalau kau sudah pasti hilang. Begitupun dengan Daehyun, Jongup dan Junhong, mereka bertiga meverifikasi kalau hari itu kau dibawa oleh mereka. Kami sepakat membuat alibi sedang mengadakan pertemuan dirumah Jongup sebelum keberangkatan Yongguk dan Jieun.

Sesuai wasiat Yongguk yang aku simpan dalam buku harianku, aku menitipkan kau di panti asuhan selama dua tahun baru aku mengadopsimu. Dengan demikian kau akan aman.” Himchan mengakhiri ceritanya. Wajah Himchan yang menua namun tetap memperlihatkan garis-garis ketampanan dan ketegasan. Perlahan wajah itu terlihat lelah. Wajah dan ekspresi yang cukup membuat Jiwon merasa bersalah.

“Maafkan aku Ayah, Ibu.” Hanya itu yang terujar dari mulut Jiwon. selebihnya hanya tangisan yang tak berhenti.

“Hyung, aku rasa kita perlu memberikan waktu pada Jiwon.” begitu kalimat Daehyun menginterupsi keluarga kecil itu. Himchan menoleh pada adik yang juga sahabatnya. Kemudian dengan lembut Himchan membawa tubuh Nayeon yang nampak melemas. “Jiwon-ah, aku dan ibumu akan pulang lebih dulu. Kau boleh menginap dimanapun, tapi meskipun begitu, ayah tetap ingin kau pulang kerumah, karena bagaimanapun kau adalah putri kami. Bahkan sejak kau lahir, kau sudah menjadi putri kami.”

Himchan kemudian beranjak meninggalkan kamar Jinwoo bersama istrinya. Lalu diikuti oleh Daehyun, Jongup dan Junhong juga Wendy dan Taehyun. Tersisalah Jinwoo yang terus menemani Jiwon.

“Jinwoo-ssi, bolehkah aku pinjam sesuatu?” tanya Jiwon. jinwoo yang tadinya hampir memutuskan untuk meninggalkan Jiwon sendirian dikamarnya sekarang menoleh kearah Jiwon. senyumnya simpul, “Boleh. Tentu saja boleh.”

Jiwon tersenyum membalas jawaban Jinwoo. “Aku pinjam lenganmu ya, aku boleh menangis disana?” dan tanpa menunggu jawaban Jinwoo, Jiwon sudah lebih dulu memeluk lengan Jinwoo. Kemudian Jiwon terisak dan menolak berhenti. Tangisan yang menurut Jinwoo cukup memilukan. Jinwoo menunggu gadis didepannya menangis sampai pada akhirnya dia berhenti dan kelelahan. Ditariknya tubuh Jiwon dalam pelukan.

Jiwon menangis dalam pelukan Jinwoo. Terasa sekali rasa hangat merayapi hati dan tubuhnya. Setidaknya aku tak merasa sendirian. Ujar hati Jiwon. Setelah menit menginjak puluhan, Jiwon akhirnya berhenti menangis. Dia merasa lelah dan matanya sudah cukup bengkak untuk lanjut menangis. Jiwon mengusap air matanya, dibantu oleh Jinwoo yang kini sudah melepaskan pelukannya.

Jinwoo tersenyum, “Kau baik-baik saja?” tanya Jinwoo. Jiwon menatap sosok Jinwoo yang menemaninya menit belakangan. Jiwon mengangguk.

“Aku antar pulang ya?” tanya Jinwoo. Jiwon diam namun akhirnya menggeleng.

“Kau mau kemana?” tanya Jinwoo lagi. Jiwon menatap sepasang mata Jinwoo. Dia menarik nafasnya dan menghelanya lembut. “Kau tak ingin aku disini?” tanya Jiwon. mata Jinwoo melebar, terkejut sekaligus senang.

“Tentu aku merasa kau lebih baik disini. Setidaknya paman Himchan dan yang lainnya tahu kau akan aman disini.” Jawab Jinwoo. Jiwon tersenyum. Mereka kembali terdiam.

“Aku tak tahu, Jinwoo-ssi. Bagaimana aku harus menghadapi ayah dan ibu angkatku? Tentunya akan terasa aneh sekali.” Ujar Jiwon lirih. Jinwoo bergerak mendekati Jiwon, tangannya meraih kedua telapak tangan Jiwon. jiwon mengangkat kepalanya dan mendapati Jinwoo yang tersenyum lebar padanya.

“Kau tahu Jiwon-ssi, semua orang punya cara sendiri untuk menghadapi takdir mereka. Kenapa kau bingung, tadi kau dengar sendiri kalau mereka tetap menginginkanmu. Kalau saja aku menyadari bagaimana dulu paman Yongguk begitu bahagia, mungkin sekarang aku bisa menceritakannya padamu.” Ujar Jinwoo. Jiwon mengerjapkannya matanya berkali-kali.

Embun di matanya kembali menghampiri. Dia ingin menangis, sekali lagi.

Everybody likes to go their own way-

to choose their own time and manner of devotion (Jane Austen)

…….

 

Jinwoo membukakan pintu penumpang mobilnya. Disitu nampak Kim Jiwon yang wajahnya sudah tidak sayu dan bengkak karena menangis. Yang ada hanyalah jiwon yang ceria dan bahagia seperti biasanya. Perlu 3 hari bagi jiwon untuk menenangkan diri. Dan selama tiga hari itu dia memilih tetap tinggal ditempat Jinwoo bersama Jinwoo juga Wendy.

Wendy memenuhi semua permintaan Jiwon. membantunya banyak hal, terutama menemaninya tidur dikamar Jinwoo yang luas. Sementara Jinwoo, dengan gentlemannya memilih tidur diatas sofa didepan TV. Semalam saat jiwon mengatakan pada Jinwoo yang sedang menonton TV sementara Wendy bepergian dengan taehyun, Jiwon mengutarakan maksudnya untuk kembali kerumah keluarga Kim. Keluarga yang selama dua puluh tahun terakhir menyayanginya. Mendengar semua rencana Jiwon, Jinwoo nampak sangat bahagia. Karena itulah dia bersemangat sekali hari ini.

Jiwon meraih uluran tangan Jinwoo, hari ini Jiwon mengenakan pakaian warna merah yang dibelikan Jinwoo kemarin. Hadiah dari jinwoo setelah Jiwon mengatakan ingin pulang.

Jiwon menggenggam tangan Jinwoo erat. Rasa khawatir merayapi hatinya. Bagaimana kalau mereka tak mau menerimaku? Bagaimana kalau aku dibuang? Pikiran jiwon terus melayang-layang dengan berbagai asumsi.

“Mereka akan menerimamu dengan baik, mereka sangat menyayangimu. Dan kau harus ingat, kau tak pernah dibuang oleh siapapun.” Bisik Jinwoo pelan sebelum mereka melangkah memasuki teras depan rumah bergaya eropa itu. Jiwon menoleh menatap Jinwoo, matanya tak percaya seperti merasa Jinwoo membaca pikirannya.

Jiwon tersenyum, “Kau seperti bisa membaca pikiranku, oppa.”

Oppa? Jinwoo menoleh menatap jiwon. kakinya berhenti melangkah. Telinganya mendengar kata yang dia rasa mustahil sekali dikatakan oleh Jiwon. “Kau memanggilku apa barusan?” tanya Jinwoo. Jiwon menoleh namun kemudian berpaling dengan wajah bersemu. “Aku tak akan mengulanginya.” Jinwoo terkekeh.

Mereka berdua melanjutkan langkah mereka. Memasuki rumah keluarga Kim, dimana nampak Kim Himchan dan kim Nayeon menunggu keduanya.

……

 

“Onnie!!” suara ceria Wendy membuat Jiwon berpaling dan menemukan sosoknya. Jiwon tersenyum, kakinya melangkah menuju meja dimana Wendy duduk dengan saxophonenya. “Sudah lama Wendy?” tanya Jiwon. sejak seminggu terakhir, keduanya makin dekat dan akrab seolah satu sama lain menemukan pasangan jiwa mereka yang hilang. Wendy menganggap Jiwon sebagai kakaknya sebaliknya, Jiwon menganggap Wendy seperti adiknya. Dan perlahan pembatas diantara keduanya hilang.

Dengan mudahnya keduanya membaur dan berbagi satu sama lain, perlahan tidak ada rahasia antara keduanya. Wendy menemukan kenyamanan saat berbincang dengan Jiwon, mungkin karena selama tiga tahun terakhir dia hanya memiliki Jinwoo. Yang tentunya berbeda saat memiliki sahabat perempuan.

“Tidak kok, onnie. Aku juga baru sampai 5 menit yang lalu. Onnie mau pesan apa?” tanya Wendy bergantian. Jiwon mengerutkan keningnya, “Iced Americano.” Jawab Jiwon. wendy tersenyum.

“Hei kenapa kau tersenyum?” tanya Jiwon saat merasakan senyuman Wendy. “Mirip sekali dengan Jinwoo oppa. Oppa sangat suka Iced Americano. Hmm.” Jawab Wendy. Jiwon tergelak, “Tidak begitu. Ayahku menyukainya juga, mendiang ayah kandungku juga menyukainya. Bukan karena Jinwoo tahu aku menyukai iced Americano.” Jawab jiwon.

Wendy mengangguk-angguk, “Begitukah?” kali ini Jiwon yang mengangguk. Kemudian, mengalirlah pembicaraan mereka mengenai ide Jiwon untuk memasukkan Wendy ke sekolah music miliknya. Jiwon menganggap Wendy yang berbakat sayang sekali jika tidak dimanfaatkan untuk mengajar di sekolah music miliknya. Selama ini memang Wendy sudah mengajar di Gurim, tapi Jiwon merasa jam kerja Wendy yang hanya satu minggu sekali itu masih bisa dimanfaatkan untuk mengajar di sekolah music milik keluarga Kim. Sekolah music Kirin. Dan hari ini seharusnya menjadi hari penentuan bagaimana proses dan jam kerja Wendy.

“Hey ladies..” sapa seorang pria. Baik Jiwon maupun Wendy menoleh kearah asal suara. Jiwon matanya membulat saat mendapati wajah jinwoo yang super ceria sementara dibelakangnya diikuti Nam Taehyun yang selalu berawaj dingin. Jiwon menoleh kearah Wendy.

“Aku pikir hari ini akan quality time denganmu saja, Son Wendy.” Sindir Jiwon halus. Wendy tertawa lemah, tapi kemudian dia menjawab “Ah, aku soalnya mau pergi dengan Taehyun, onnie. Kalau begitu, kami pergi dulu. Oiya, besok ada pertemuan dengan Winner dan Red Velvet. Jangan terlambat oppa dan onnie. Bye.” Ujar Wendy cepat sambil menarik tangan Taehyun keluar.

Setelah cukup jauh, Wendy melepaskan pegangannya pada Taehyun. Taehyun yang sudah membeku akhirnya mendapatkan kesadarannya kembali. Senyumnya merekah. “Ayo pulang.” Ajak Wendy. Taehyun mengernyit, “Loh, bukannya kita mau pergi?” tanya Taehyun. Wendy menoleh sambil memukul lengan Taehyun. “Mau kemana? Tadi itu cuma alasan supaya Jinwoo oppa bisa bersama Jiwon onnie. Kau mau mengantarku pulang apa tidak?” ujar Wendy.

Taehyun menghela nafasnya, ada raut kecewa namun Wendy tak melihatnya. “Baiklah. Ayo.” Akhirnya Taehyun menyerah. Dia selalu menyerah jika berurusan dengan Wendy.

Sementara itu pasangan Jinwoo dan Jiwon hanya saling diam saat Wendy dan taehyun pergi. Jinwoo yang pada dasarnya tidak suka mengabaikan seorang perempuan, terlebih jika dia dia menyukainya, berinisiatif mengajak Jiwon pulang. Tawaran yang disambut baik dengan Jiwon.

Perjalanan mereka terasa sangat sunyi. Jinwoo terus menerus melirik jiwon dengan takut-takut. Sedangkan Jiwon yang menyadari pandangan Jinwoo itu terus merasa bingung. Bingun dan terlebih malu setelah apa yang terjadi seminggu yang lalu. Jiwon selalu ingat bagaimana dia terus menerus melakukan kebodohan didepan jinwoo.

Mulai dari menagis, mendengar kisah hidupnya, sampai akhirnya Jiwon memeluk lengan Jinwoo. Belum lagi bagaimana berhari-hari Jiwon tinggal dirumah jinwoo. Semua factor yang membuat jiwon malu pada Jinwoo.

Mereka akhirnya berhenti didepan pagar putih bergaya eropa keluarga Kim. Jiwon membereskan bawaannya, “Terima kasih, jinwoo-ssi.” Ujarnya seringan mungkin. Jinwoo mengangguk, namun dia menahan tangan Jiwon. “Tunggu!”

Jiwon menghentikan gerakannya yang ingin beranjak dari kursi penumpang mobil Jinwoo. Jiwon menoleh, sepasang matanya menatap Jinwoo yang nampak ragu-ragu. “Kenapa?” tanya Jiwon. Jinwoo memejamkan matanya lalu kemudian sepasang matanya menatap lekat wajah dan mata Jiwon. dalam hatinya sudah bulat. Dia sudah bertekad.

“Aku menyukaimu, Kim Jiwon. atau Bang jiwon jika kau ingin aku menyebutmu dengan nama lahirmu.” Ujar Jinwoo. Jiwon terpengarah, tangan jinwoo terlepas. “Maakan aku, Jinwoo-ssi.” Begitu kalimat Jiwon.

……

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
ELF813
#1
Chapter 3: Duh greget sama si Taehyun & Wendy, kirain udah balikan lagi -_-
yooyra #2
Chapter 2: Yass! Setelah nungguin sequel empty akhirnyaa! Pas pertama liah cast nya kok Kim Ji Won sih? Si Bobby? Eh tau nya Ji Won aktris. Yampunn deh.

Next chaptahh ditunggu loh thor hehe
ELF813
#3
Chapter 1: ini sequel EMPTY?
Wendy & Jiwon is my bias <3