Daniel tidak pernah menyangka jika Byunghun hyung sangat bodoh. Ok, mungkin dia memang tidak pernah bisa mengerjakan aljabar dengan benar, mungkin dia memang selalu menjadi yang terakhir sampai saat lari marathon, mungkin dia memang tidak bisa membedakan mana gula dan mana garam. Tapi, demi Tuhan! Demi nama langit dan bumi, Byunghun yang ada dihadapannya kali ini bermilyar kali lebih bodoh. Geram rasanya ingin mencubit pipinya hingga keduanya lepas dari wajahnya.

Bagaimana tidak, jam 5 pagi pintu apartemennya diketuk kasar tanpa ampun. Membangunknnya dari mimpi gula-gula, unicorn, dan pastel, ke kenyataan yang mengerikan. Disuguhkan padanya mission imposible detik itu juga dia membuka pintu yang membuatnya mempertanyakan kewarasan si sahabat dan juga mempertanyakan kewarasan dirinya sendiri yang masih saja lengket pada temannya yang kewarasannya diragukan.

"Hyung," Daniel berdesah lagi, tangannya mengusap mukanya dengan kesal, kedua sikunya ditopangkan pada pahanya. Suaranya yang serak sehabis tidur dan rambut kusut menambah efek dramatis untuk peran stres miliknya. "Kau harus berpikir rasional."

"Aku melakukan hal rasional." Jawaban yang diberikannya terdengar hampa, sibuk bermain dengan buntalan merah muda yang ada ditangannya. Mengacuhkan sahabat sehidup semati didepannya.

"Bagaimana kau bisa bilang mengadopsi anak yang kau temukan di jalanan adalah tindakan yang rasional?!" Disela omelannya dia bangkit dan mengguncang-guncang dua pasang bahu kecil milik Byunghun. "Hyung