Kyungsoo selalu benci dengan rumah sakit. Bahkan hanya berdiri didepan bangunan yang-menurutnya-berbau-busuk ini sudah membuatnya mual. Tapi, yang paling ia benci dari itu semua adalah obat-obatan. Ia bisa mencium bau obat dimanapun, dan itu membuat kepalanya berputar ekstrim. Kyungsoo keluar dari rumah sakit sesaat setelah para polisi itu membawanya untuk diperiksa lebih dalam.

Ia benci ketika dokter yang memeriksanya memandang kasihan dan mempertanyakan darimana bekas luka-luka mengerikan itu didapat. Benci harus memberikan alasan palsu namun logis untuk dinyatakan. Jelas luka - luka itu tercipta akibat kekerasan fisik yang telah berlangsung sejak lama.Untungnya ia memberikan identitas palsu untuk memenuhi surat- surat rumah sakit sehingga mereka tidak dapat mencari tahu lebih dalam tentang dirinya.

Kyungsoo mengetik cepat pada layar ponselnya, ‘Jemput aku di RS dekat Cheon-dam dong,’

Ia kemudian men-tap layar ponselnya kembali. Melihat jam digital yang tertera menunjukkan pukul 23:29. Jika perkiraannya tidak meleset, semua temannya seharusnya sudah berada dirumah Chanyeol atau apartemen milik Chen. Orang tua Chanyeol selalu melakukan perjalan bisnis keluar kota atau negara sedangkan Chen memang diberi kebebasan untuk hidup sendirian. Selain dari mereka harus mematuhi peraturan rumah yang begitu ketat. No drugs. No drunk. Jika hal itu dilanggar maka tidak ada rumah yang bisa mereka tempati.

Kyungsoo menggerakkan kaki kanannya lagi, masih sama. Terasa ngilu dan sialnya sekarang terdengar bunyi ‘krek’ ketika digerakkan. Sambil menghela nafas panjang Ia menyender disalah satu mobil yang terparkir disana. Menyeleting kembali jaket hitamnnya sampai menutupi setengah wajahnya. Tak lama kemudian, sesuatu yang bergerak mengejutkannya. Membuat jantungnya berdebar. Matanya serasa akan keluar dari kelopaknya. Bibir tebalnya membuka-mengatup untuk menambah oksigen yang terasa menipis.

‘Sial!! Ternyata hanya manusia. Fuuuucckkk,’ umpat Kyungsoo setelah  melihat dua orang; laki-laki muda dan tampan dengan seorang wanita yang cantik—masih berbalut piyama rumah sakit, keluar dari pintu utama rumah sakit itu. Pemuda tampan berkulit tan itu melingkarkan lengan kirinya pada pinggang sang wanita yang terlihat anggun itu dan tangannya yang lain memegang perut wanitanya. Begitu protektif dan berhati-hati.

Ia mengerjapkan mata bulatnya berkali- kali sampai bisa memastikan bahwa pemuda itu adalah Kim Jongin. Pemuda sialan, serangga pengganggu, kotoran terkotor yang pernah ada dibumi ini dan makhluk penghuni neraka terdalam. Ia meringis, matanya masih mengekori dua orang pecinta itu yang mengarah ke mobil mewah— Porsche hitam.

‘Sudah kuduga ada yang salah dengan tikus kotor ini, wanita tua heh? Apa mungkin wanita itu hamil? Atau Jongin membawanya kabur dari  rumah sakit?’ Kyungsoo berpikir keras. Tanpa ia sadari mobil mewah itu telah meluncur keluar dari parkiran. Meninggalkan Kyungsoo dengan segala asumsi liarnya.

‘atau mungkin... wanita itu adalah Ibunya? Tidak. Jongin bahkan memiliki kulit seperti tanah liat, sedangkan kulit wanita itu bersinar dimalam hari. Tidak mungkin ibunya, tapi siapa? Tunggu. Kenapa aku harus peduli,’

Suara deruman motor matik terdengar berisik mendekati pelataran parkiran. Kyungsoo sudah tahu siapa pemiliknya. Seseorang yang sejak tadi ia tunggu-tunggu. Ia mendekati sang pemilik motor matic berwarna putih yang sedikit penyok dibagian kanannya. Seorang pemuda berkulit pucat dengan wajah yang berkerut. Alisnya bertaut menandakan kekesalan yang memuncak. Ia mengambil helm untuk Kyungsoo dan memakaikannya. Pas. Kyungsoo terlihat seperti pororo dengan helm pilotnya.

“Sudah kubilang berapa kali, jangan menggunakan motor ini sembarangan, ini bukan motor yang bisa dibeli dengan uang, kau tahu?” terdengar nada kesal disana namun lembut dan tenang. Kyungsoo mengernyit dan naik dibelakang.

Seorang pemuda tengah duduk disebuah kursi rias, memandang pantulan wajahnya yang tampak menyedihkan dicermin.Ia bahkan tidak mampu mengenali dirinya. Juga tidak tahu mana dirinya yang asli. Pandangannya kosong dan sedikit mengabur, bulir- bulir liquid bening mengaliri pipinya. Ia tersenyum pahit. Mengumpat dalam hati kepada penciptanya. Berharap semua kepedihan ini terlimpahkan pada orang lain selain dirinya. Hatinya seakan tercabik, tidak. Ia bahkan tidak ingat pernah memilikinya. Ia hanya makhluk tak berjiwa. Terus hidup karena sebuah kata klasik yang bernama cinta.

Jongin beranjak dari meja riasnya, membuka baju terusan yang ia kenakan. Menampakkan tubuh laki-laki yang begitu y dan menggairahkan bagi tiap jenis manusia yang memandang. Sebuah potret kesempurnaan yang didambakan setiap laki-laki. Badan yang tegap dan terlatih, tinggi badan semampai, perut six-packs yang sempurna juga wajah maskulin dimana setiap wanita ataupun kaum gay akan bertekuk lutut untuk ia sentuh.

Ia lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang untuk satu orang yang super empuk, tubuhnya seakan tertelan karenanya. Ia hanya mengenakan boxernya, satu-satunya benda berwarna gelap yang terdapat dalam kamarnya. Menatap nanar kearah langit- langit kamar,  warna pink susu dengan hiasan bintang berwarna- warni. Ia meringis sebelum akhirnya kesadarannya memudar. Terlelap dalam mimpi dimana hanya ada kegelapan. Sebuah ruang dimana ia bisa menikmati ketenangan. Sendirian.

Flawie's note.

A-Yooo! Flawie kembali hadir dengan new chappie >< and more shorter than before, ryt? atau malah terlalu pendek :c hehe well,  Please give a comment/vote/ subscribe  if you like this chapter.  Ayo berikan teriakan kalian untuk chapter ini! yeeheet ~! Oiya, saya juga mau ucapkan terima kasih untuk yg udah mensubscribe fiksi ini hix flawie terharoooo >< Okidoki! Flawie pamit ~ /saliman sama emak /terbang 

Adios~~