-His Voice-

Please Subscribe to read further chapters

Description

Rating                  : T

Genre                  : Romance

Author                 : Lovein

                             @LoveLoveinn

 

Lovein©

Foreword

Kau rengkuh dalam sepimu

Kau tenggelamkan dalam kepergianmu

Hati yang dipenuhi palung kekosongan

Bulir waktu terus berlalu

Bagai es beku, terus menunggu

Tinggal selangkah lagi aku menuju bibir jurangmu

Akankah kau kembali?

Untukku....

 

---------------

 

 

Kemacetan merupakan masalah global. Hampir setiap ibukota negara mengalami masalah ini, sama halnya dengan Seoul. Setelah berjibaku dengan kemacetan, akhirnya ia dapat menjejakkan kakinya di Bandar Udara Incheon. Jadwalnya akhir-akhir ini memang sangat padat. Ia harus bolak-balik keluar negeri untuk menggelar konser atau sekedar melakukan interview.

Tidak cukup gampang untuk meminta ‘Healing Time’ ke managernya. Rencananya ia ingin berlibur selama satu minggu penuh, namun jadwalnya yang padat hanya memberikannya lima hari untuk mengambil liburan.

Ia benar-benar sendiri kali ini, tidak ada member lain,tidak ada manager dan tidak ada kamera. Bang Yong Guk benar-benar sendiri kali ini.

                                                                                                         ---------------

London—ibukota Inggris, menjadi pilihan liburannya. Setelah dua belas jam perjalanan akhirnya, Yongguk resmi berada di London. London memiliki beragam tempat wisata menarik, mulai dari situs-situs sejarah,museum-museum dan Katerdral. London juga merupakan salah satu mahkota bagi penikmat musik Klasik dan Pop, dengan arena-arena pagelaran musik berkelas Internasional seperti Earls Court dan Wembley Arena. Kota ini juga berperan penting dalam revolusi musik UK Garage maupun Hip-Hop. Dengan adanya fakta itu, ia berharap liburannya kali ini akan menyenangkan.

                                                                                                          ---------------

Tak ada kata sunyi untuk London, entah bagaimana cara membedakan siang dan malam di sana kecuali sang matahari yang menyinari salah satunya. Lalu lalang kendaraan semakin ramai, gemerlap lampu malam semakin menjadi-jadi.

Tak ada Aktifitas yang ingin Yongguk lakukan malam ini, selain meringkuk malas diatas sofa empuknya, setelah seharian penuh ia berkeliling London untuk memuaskan hasratnya. Malam ini adalah malam terakhirnya di London, besok ia sudah harus bersiap meninggalkan Kota London. Handphonenya sengaja ia non-aktifkan,hanya malas terus-terusan dihubungi teman satu grupnya untuk memesan oleh-oleh. Walaupun ada sedikit rasa bersalah disana karena ia menonaktifkan Handphonenya.

Aku ingin mengunjungi Bigben.

                                                                                                       ---------------

 

Sinar matahari bergelayut lembut diatas awan,menyinari dengan anggun pepohonan di Kota London.

Yongguk telak bersiap, merapihkan barang-barangnya. Keberangkatannya kembali ke Korea tinggal enam jam lagi. Acaranya, hari ini ia akan mengunjungi Katerdral Santo Paulus, setelah itu ia akan ke Piccadilly Circus untuk melihat Patung Eros. Yongguk juga ingin mencicipi Lancashire Hotpot— makanan khas Inggris, berupa semangkuk daging dan sayuran yang dicampur dengan topping kentang yang diiris tipis-tipis. Dan yang terakhir ia ingin mengunjungi Big Ben.

                                                                                                         ---------------

Pukul 15.00, 2 jam sebelum keberangkatannya kembali ke Korea. Setelah menyelesaikan agenda sebelumnya dan mengisi perut. Akhirnya dia menginjakkan kakinya di bawah menara jam raksasa—Big Ben atau yang sekarang disebut Elizabeth Tower. Entah apa nama menara itu, walaupun pihak kerajaan telah meresmikannya menjadi Elizabeth Tower,namun nyatanya hanya 30% warga Inggris yang menyetujui perubahan itu.

Tower of Bigben atau yang sekarang disebut menara Elizabeth adalah menara jam yang berada di tepi sungai Thames—sungai yang membelah kota London. Menara ini juga merupakan lambang kota London seperti Menara Eiffel di Paris dan Patung Liberty di Amerika. Menara ini dibangun tepat satu kompleks dengan wahana London Eye.

Bigben dibangun sebagai salah satu dari rencana pembangunan ulang istana, setelah terbakarnya West Minister pada 1834. Menara dengan gaya Gothic Victoria ini sendiri ditopang oleh 312 keping kaca Opal, sehingga membuatnya mirip seperti jendela berwarna.

Kamera Digital Bang Yongguk sedari tadi bergelantungan di lehernya. Memang bukan hobinya untuk mengabadikan gambar, namun kali ini ia ingin membuat kenangan atas dirinya sendiri.

Udara hari itu sangat cerah, matahari tidak terlalu panas menyengat kulit, tetapi juga tidak terlalu lembek dengan adanya mendung. Angin seoi-sepoi membelah helaian surainya, menggelitik kulitnya lembut. Namun hal itu tidak terlalu dihiraukan oleh sang empu. Ia terlalu sibuk untuk mengarahkan lensa kameranya ke titik-titik menarik, sesekali ia mendongakkan kepalanya,berputar-putar dan beralih-alih posisi untuk mendapatkan angle terbaiknya.

Arah edarannya tiba-tiba berhenti, menyita beberapa detik miliknya untuk tetap memperhatikan titik itu. Tak lebih dari sepuluh meter di sisi kanannya, berdiri seorang wanita menggunakan potongan gaun putih santai sebatas lutut dengan luaran cardigan biru pastel. Surai hitamnya terus menerus jatuh dan menghalangi sebagian wajahnya.

Sungguh mengganggu.

Sedari tadi otak Yongguk telah memerintahkan dia untuk memindahkan mata lensa itu, namun hatinya terlalu lemah, diambilnya gambar wanita itu berkali-kali.

Saat wanita itu tiba-tiba membalikkan tubuhnya, memandang dua manik mata Yongguk. Iris mereka bertemu. Surainya tak lagi menghalangi wajahnya.

Dia Cantik.

 Waktu terasa berjalan lebih lama. Setiap dentingan detik di Jam Bigben terdengar lebih keras. Ada buncahan rasa di hati Yongguk, semburat merah tergambar jelas di kedua belah pipinya. Seulas senyum terlukis lebih jelas.

1... 2... 3...

“ Domine Salvam Fac Reginam Nostram Victoriam Primam — Oh Tuhan lindungi Ratu Victoria yang pertama. Aku resmi jatuh cinta”

 

                                                                                                             ---------------

 

Cahaya mentari pagi menembus tirai kamar tidurnya. Hari ini jadwalnya kosong—seingatnya.

Aku memiliki waktu lebih lama untuk memejamkan mata. Pikirnya.

Yongguk menggeliat-geliatkan badannya, handphonenya berbunyi sedari tadi . Ia kesal. Ia bersumpah mengutuk benda ‘sialan’ itu —beserta  siapa saja yang berani meneleponnya di pagi buta. Dengan malas ia terpaksa membuang sedikit kalorinya untuk meraih ponsel di atas laci kecil.

Yoo Young Jae

“Halo Young Jae? “ sapanya dengan suara parau.

“Oh Hyung! Kau dimana? Hari ini adalah perayaan yayasan kan? Cepat kemarilah!”

Terdengar suara Yong Jae di ujung telepon.

“Ne?” Yongguk membelalakan matanya. Refleks, ia menengok ke arah jam yang tergantung di dinding putih kamarnya.

! Aku salah melihat jam!

Hyung, cepatlah acaranya dimulai satu jam lagi!”

Yongguk membelalakan matanya ia benar-benar lupa kalau pagi ini adalah perayaan yayasan penyandang cacat miliknya —milik grupnya lebih tepat.

“Baiklah aku akan segera kesana”

Dibuangnya ponsel hitam itu secara sembarangan Yongguk segera meyibakkan selimutnya dan berlari ke kamar mandi.

                                                                                                  ---------------

“Ah ne, Terimakasih Yongguk-ah, Yongjae-ah kau sudah hadir dalam acara ini, bagaimana menurutmu anak-anak? Mereka sangat lucu.”

Ibu Asrama Yayasan menyalami keduanya lembut, acara perayaan tahunan Yayasan sudah selesai sejak sepuluh menit lalu. Para undangan dan bintang tamu pun sudah meninggalkan tempat acara. Tinggal Yongguk,YongJae dan Ibu Asrama yang masih berbincang — anggota lain sedang berada di China untuk keperluan agensi.

“Jadwal ku kosong beberapa minggu kedepan bu, rencananya saya akan sering datang kesini.”

“Kau ingin meneruskan Pelajaran Bahasa Isyaratmu’ Hyung?” tanya Yongjae.

Yongguk hanya menganggukan kepalanya.

“Pasti, anak-anak akan sangat senang. Mereka sangat menyukaimu,” ujar Ibu asrama.

“ Benarkah? Baiklah... haruskah aku dipanggil ayah?” Canda Yongguk.

Ibu Asrama hanya bisa terkekeh.

Abeoji? Terdengar cocok untukmu,” celoteh Yong Jae.

                                                                                                           ---------------

Sisa waktunya hari ini dia habiskan dengan pergi ke kedai kopi favoritnya. Duduk di bangku pojok ruangan sambil menyesapi cairan pekat itu dari mulut gelas. Sudah dua jam ia menghabiskan waktunya di kedai kopi. Yongguk memutuskan untuk kembali ke apartemenya, dia segera mengemasi barangnya dan beranjak keluar. Sudah diangkatnya tubuh itu, sesuatu menyita pandangannya.

Wanita itu...

Ditajamkan iris hitamnya, memastikan bahwa wanita yang dilihatnya sedang berjalan keluar dari ruangan kedai kopi, adalah wanita yang ditemuinya di Big Ben beberapa bulan lalu.

Tiba-tiba jantungnya berdegup-degup, ada perasaan cemas diantaranya. Masih tersimpan dengan rapi file tentang wanita itu. Enenrgi ditubuhnya merangsang kakinya untuk segera berlari keluar kedai. Diedarkan pandangannya ke sekitar halaman kedai. Wanita itu hilang. Entah kemana. Namun hatinya yakin betul, kalau wanita itu adalah wanita yang sama dengan yang ditemuinya di Big Ben. Atau mungkin kerinduan telah mengirimkan virus ke otaknya dan membuatnya berimajinasi —senyata ini.

                                                                                                       ---------------

Hari ini adalah hari yang menyesakkan , seharian penuh ia harus tampil di berbagai stasiun TV. Hampir menjelas tengah malam ia dapat terbebas dari rutinitasnya. Kedai kopi langganannya buka selama 24 Jam, hal ini cukup membantunya. Yongguk terduduk di meja dekat jendela —tempat favoritnya. Dilihatnya sama-samar salju turun di jalanan, menutup semua yang ada di bawahnya. Begitu putih. Yongguk tersandar di kursinya, menenangkan setiap beban pikirannya, walaupun otaknya terus aktif, mencoba merangkai kata demi kata untuk album baru grupnya. Tak ada kata yang tercetak di atas kertas putihnya, tinta di pulpennya tidak mengalir sedikitpun. Hanya kepulan asap dari Espresso yang terus beradu. Tinggal ada tiga pelanggan di kedai ini. Kesunyiaan terasa begitu menyita waktu.

Alunan musik klasik memenuhi ruangan kedai kopi. Merambat menyentuh corong pendengaran Yongguk, menggetarkan selaput pendengarannya. Bel di pintu bendencing seseorang memasuki ruangan kedai kopi. Mata Bang Yongguk membulat sempurna. Wanita yang mengisi hatinya akhir-akhir ini, wanita yang menyelipkan kerinduan di hati Bang Yongguk muncul di depan pintu. Hatinya mereka-rekah bagai ada jutaan letupan kembang api disana. Yongguk ingin segera bangkit dari kursinya,mendekati wanita itu dan  memeluknya. Namun otaknya dapat membekukan langkah Yongguk dengan sempurna. Ia mengurungkan niatnya.

Wanita itu ada didekatku,dia ada didekatku.

Sebuah senyum mengembang sempurna di bibirnya.

                                                                                                        ---------------

“Anak-anak appa pulang dulu ne? Terimakasih telah mengajariku banyak hal baru hari ini.”

Yongguk menggerak-gerakkan tangannya—mencoba mengaplikasikan sandi-sandi yang telah ia pelajari. Anak-anak yang ada di depannya mengangguk-angguk, lalu berlarian memeluk Yongguk hangat.

Yongguk segera melangkah ke arah pintu keluar, setelah berpamitan dengan Ibu pengasuh Yayasan. Namun tiba-tiba seseorang menabraknya—atau dia yang menabrak orang itu. Tepat di pintu keluar. Seorang wanita. Yongguk menjatuhkan barang wanita itu—secara tidak sengaja.

Banyak sekali yang jatuh? Baju anak-anak dan snack

Yongguk membantunya mengambil baju-baju yang berserakan itu.

“Maaf aku tadi tidak sengaja,” ucapnya.

Mata Yongguk membulat.

Wanita itu

Wanita itu hanya tersenyum—tanpa mengucapkan sepatah katapun. Yongguk mulai kehilangan kesadarannya—atau mungkin kendali jiwanya. Dia benar-benar mati gaya, dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Yongguk hanya terbengong,menatap wanita dihadapannya,lidahnya kelu. Melihat keadaan Yongguk—yang sangat tidak rasional. Wanita itu mulai melangkahkan kakinya pergi.

“Tunggu!” Tangan Yongguk mencengkram tangan wanita itu.

“Bolehkah ku tahu namamu?” Wanita itu hanya tersenyum—lagi. Ia mengalihkan pandangannya ke arah tangan Yongguk.

“Oh maaf.. aku tidak bermaksud—ah..jadi siapa namamu?” Wanita itu menatap Yongguk . Membuka mulutnya lebar-lebar seperti ingin mengucapkan beberapa kata pada Yongguk—tanpa suara.

Dia bisu.

“Maaf, tadi kau bilang apa? Aku—aku tidak menger—”

Kata-kata dari mulut Yongguk terhenti. Wanita di depannya menyentuh-nyentuh telinganya seperti ingin memperjelas perkataan Yongguk

Dia bisu dan tuli.

“ Kau..tadi..bilang..apa? Aku..tidak...mengerti.... Siapa..namamu..nona?”

Yongguk memperlambat tempo berbicaranya, membuka mulutnya lebih lebar agar gadis itu tahu maksud perkataannya. Ia juga menggerak-gerakkan tangannya mencoba mengaplikasikan kembali pelajaran singkat yang telah ia lakukan dengan ‘anak-anaknya’ beberapa saat lalu.

Wanita itu merespon perkataan Yongguk kali ini. Ia kembali membuka lebar-lebar mulutnya.

“Namaku Park Haneul,”  ujarnya sambil menunjuk langit.

“Oh.. jadi namamu Park HaneulHaneul berarti langit ?” Tangan Yongguk mengikuti tangan gadis itu—menunjuk langit.

Wanita itu mengangguk-anggukkan kepalanya dengan semangat.

“Baiklah, Park Haneul. Maaf aku telah menjatuhkan barang-barangmu. Perkenalkan aku Yongguk. Bang Yongguk,” ujarnya sembari Ia menjabat tangan Haneul.

“Tidak apa-apa” ucapnya menggunakan bahasa isyaratdan dimengerti Yongguk kali ini. Keduanya tersenyum.

Begitu tulus bagai langit tanpa awan

Begitu tenang bermandikan cahaya senja

Walau terkadang kau akan tertutup mendung

Bukankah selalu ada pelangi yang indah setelah hujan?

Bersabarlah langitku, Park Haneul.

                                                                                                        ---------------

3 bulan sudah sejak pertemuannya dengan Park Haneul, dia tahu ada yang bergejolak disana, jiwanya berontak ia ingin menemui gadis itu. Terselip rindu di hati Yongguk. Hatinya bahkan tak bisa lagi menahan rindu yang ada. Tapi kakinya masih beku diam disana, mematung dengan tatapan yang sama bekunya. Tak ada yang bisa ia lakukan.

Bang Yongguk menggelengkan kepalanya cepat. Ia menepis semua rasa yang ada.

“Aku tidak merindukannya,aku tidak rindu”

                                                                                                      ---------------

Angin musim gugur berhembus kencang, menjatuhkan tangkai daun yang sudah terlalu lemah. Langit hari ini begitui cerah tidak ada gulungan awan yang tersebar diantaranya.

Bagaimana kabarmu langitku?

 Yongguk berjalan keluar dari kantor agensinya, ia ingin menikmati satu jam waktu luangnya untuk pergi ke kedai kopi favoritnya. Aktifitas Yongguk sebagai entertainer memang menyita waktu, ia benar-benar tak sempat memanjakan dirinya sendiri dengan bersantai. Harus diakui hati kecilnya, ia rindu dengan kehidupannya sebelum terjun ke dunia hiburan . Ia bisa dengan bebas menikmati harinya tanpa harus dimarahi manager  atau mendapatkan perlakukan  luar biasa aneh dari member satu grupnya. 

Tapi aku telah bertemu dengan orang-orang yang luar biasa

                                                                                                      ---------------

Park Haneul memasuki  kedai kopi favoritnya, tidak banyak pengunjung yang ingin mengunjungi kedai kopi pada pukul 3 sore. Haneul tersenyum. Ia senang, meja di sudut ruangan itu masih kosong.

Meja Bang Yongguk

                                                                                                      ---------------

Bel di Pintu masuk berdencing, Yongguk memasuki ruangan Kedai Kopi. Alunan musik instrumen nan lembut menyerbu indera pendengarannya. Ia segera menuju meja favoritya. Seorang gadis sudah duduk disana. Sebelah alis Yongguk terangkat. Di hampirinya gadis itu.

“Park Haneul?”. Pemilik nama itu mendongakkan kepalanya. Ada segaris senyum di wajah ayu nya. Pipi  Yongguk bersemu merah. Wanita yang dirindukannya, wanita yang mengisi hatinya , telah tersenyum dihadapannya.

Karena Rindu adalah candu bagi hati yang resmi dibudak asmara.

Karena Rindu adalah belenggu bagi mereka yang disinggahi bulir-bulir cinta.

                                                                                                    ---------------

“Lama tidak bertemu, Park Haneul,” Yongguk membuka pembicaraan, setelah pesanan mereka bersarang di atas meja. Haneul menganggukan kepalanya . Asap dari Espresso Yongguk beradu, ia mengangkat gelasnya, menyesap sedikit isinya.

“Jadi bagaimana kabarmu?”  Ujar Yongguk kembai melimpahkan pertanyaannya. Ia tidak bisa berakting lagi kali ini. Rindu di hatinya sudah tidak bisa dipungkiri lagi.

“Aku baik-baik saja,sedangkan Yongguk sendiri bagaimana? Apakah harimu menyenangkan?”

Tangan Haneul bergerak cepat, banyak kata yang ingin ia sampaikan kepada Yongguk namun keterbatasannya hanya bisa membuat dia bertanya ala kadarnya.

“Maaf.. Sebentar aku tidak bisa memahaminya, itu terlalu cepat,” Yongguk meracu ia benar-benar tidak bisa memahami bahasa isyarat Haneul dengan kecepatan yang luar biasa itu.

Haneul hanya tersenyum,memang wajar baginya, kalau Yongguk tidak bisa mengerti semua yang dia utarakan. Haneul membenahi posisi duduknya. Ia akan mencoba mengatakan semuanya dengan lebih pelan.

“Aku baik-baik saja,”  Sekarang mulutnya mencoba mengeja kata demi kata yang bisa membantu Yongguk memahami gerakannya—walau tanpa suara.

“Aku baik-baik saja, ah.. Haneul-ssi baik-baik saja ya?” Yongguk mengulang kata yang sudah diucapkan Haneul

Yongguk sendiri bagaimana?”

Yongguk sendiri bagaimana? Aku? Ya.. aku baik-baik saja,”  Yongguk sudah bisa memahami cara kerjanya sekarang, dan dia menikmatinya.

‘Berbicara tanpa suara’  batinnya.

Lalu, apakah harimu menyenangkan?”

“Apakah hariku menyenangkan?” 

Haneul mengangguk cepat, Yongguk terdiam kali ini.

Aku merindukanmu,itu membuat hariku jadi tidak menyenangkan.

“Oh, ada beberapa hal yang membuatnya tidak menyenangkan.Tapi aku bisa mengatasinya,“  Akhirnya hanya kata itu yang bisa ia ucapkan.

Yongguk tersenyum, ia ingin mengenal wanita dihadapannya lebih dalam. Tiba-tiba Handphone Yongguk berdering. Ada panggilan masuk.

“Ah, sial!”

Yongguk mengumpat panggilan masuk itu. Momen berharga di hidupnya dirusak oleh benda yang diangapnya sebagai benda ‘sialan’. 

“Haneul, maaf tapi sepertinya manager ku menelepon, aku harus mengangkatnya sebentar,” ucapku sambil buru-buru keluar dari kedai.

Haneul memasang tampang bodohnya . Kali ini ia yang tak bisa menangkap maksud perkataan Yongguk.

Yongguk mengerti maksud Haneul. Ia mengulangi perkataannya —menggunakan bantuan bahasa isyarat.

“Managerku.... Dia.... Menelepon...”

“Oh.”  Haneul menganggukkan kepalanya lagi.

“Angkatlah,dia akan marah.”

Yongguk mengiyakan Haneul, ia segera berdiri dari posisi duduknya. Dan berjalan menjauh.

“Ada apa?” ucap Yongguk pasrah.

“ Ya! Kau tidak tahu sekarang jam berapa?”

Refleks Yongguk melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya

Persetan dengan semua ini!

“Cepat kembali kita harus melakukan interview!”

“Baiklah Manager-nim.”

Yongguk segera bergegas memasuki  kembali ruangan kedai kopi, Haneul masih setia duduk dibangku pojok ruangan.

“Haneul, aku harus pergi. Managerku sudah menelepon.”

“Benarkah?”

Yongguk bisa membaca air wajah Haneul. Ia tampak kecewa. Yongguk terkikik.

Oh iya, Park aku ingin kita bertemu Hari Kamis minggu depan di Yeouido. Apakah kau ada waktu?”

Lagi-lagi Park Haneul menganggukkan kepalanya cepat seraya tersenyum.

“Baiklah akan kutunggu kau Pukul empat di taman utama!”  Yongguk mengusap puncak kepala Haneul lembut.

Akan ku nyatakan semuanya Park.

                                                                                                  ---------------

Waktu terasa bergulir begitu cepat. Hari ini adalah hari dimana aku akan bertemu dengan Park Haneul. Aku sudah membuat janji dengannya pukul empat sore. Aku benar-benar gugup kali ini. Sekarang masih pukul tiga lebih seperempat. Aku memang sengaja datang satu jam lebih awal untuk mempersiapkan diri.

Rencananya hari ini aku ingin menyatakan perasaanku pada Haneul—ya dia membuatku gila akhir-akhir ini. Tapi aku  takut. Kita baru saja bertemu beberapa kali. Dan tiba-tiba aku menyatakan cinta padanya. Aku hanya tidak ingin dia menganggapku sebagai lelaki gila yang barusan terkena amnesia—Semoga tidak.

Aku hanya bisa mondar-mandir. Aku menjadi tambah gugup ketika duduk.

“Pukul empat kurang seperempat,” gumamku.

Memanfaatkan waktu,kucoba mengingat-ingat kembali kata apa saja yang akan aku katakan saat dia datang nanti.

“Tidak, tidak bisa seperti itu! Ini akan terlihat tidak natural! Aku harus membiarkan semuanya mengalir.” 

Kubuang jauh-jauh kertas contekanku itu. Aku tambah gelisah. Sekarang sudah pukul empat lebih sepuluh namun Haneul belum juga menampakkan batang hidungnya.

“Mungkin ia terjebak macet.”

Aku mencoba berpikir rasional.

Menit demi meni berlalu, berganti menjadi jam. Sudah satu jam dari perjanjian semula, tapi Haneul belum datang juga.

Perasaan gugup Yongguk hilang sudah,berganti dengan perasaan cemas akan keadaan gadisnya.

“Apakah dia salah mengartikan perkataanku? Apakah dia benar-benar tahu maksudku kalau aku menunggunya di Yeouido? Atau dia sedang menunggu di bagian lain taman ini?”

Yongguk segera bangkit dari duduknya. Ia ingin berkeliling untuk memastikan bahwa Haneul tidak menunggunya disisi lain taman. Nihil. Hasilnya nihil. Ia kembali pada posisi awalnya, duduk disana dan memilih untuk menunggu.

Sekarang pukul sembilan—lebih tepatnya enam jam setelah  kedatangannya.  Latte ditangannya dingin sudah. Hembusan angin semakin menjadi-jadi. Yongguk pasrah kali ini. Kekecewaan besar menohok hatinya. Park Haneul,dia tidak datang. Dia mengingkari janjinya.

Park Haneul dia tak akan pernah datang

                                                                                                  ---------------

Ku hempaskan tubuh lemasku di atas sofa ruang pemilik Yayasan. Aku benar-benar lelah. Hari ini yayasan mengadakan pesta tahunannya. Yongjae dan yang lainnya sudah pulang. Hanya saja ibu asrama memaksaku berada disini lebih lama untuk mengecek beberapa berkas. Aku sudah menyelesaikan semuanya. Tanda tangan ini-itu dan mengecap stempel di sana-sini.

Setahun sejak menghilangnya Haneul, besok adalah peringatan satu tahun pertemuanku dengannya. Tapi nyatanya dia malah enyah sekarang—entah kemana. Bukan berarti aku pasrah akan kepergiannya. Aku sudah mondar-mandir kesana –sini untuk mencari tahu tenatang keberadaanya namun itu tak membuahkan hasil. Aku sudah bertanya pada ibu asrama yayasan tentang gadis bernama Park Haneul namun beliau benar-benar yakin tak pernah ada donatur bernama Park Haneul. Aku juga sudah membayar beberapa orang pegawai kedai kopi kalau-kalau mereka melihat Park Haneul. Namun nyatanya tetap nihil.

“Yongguk-a.” Ibu asrama menyembulkan kepalanya di balik pintu.

“Ya, ada apa bu?”

“Ada yang ingin bertemu. Mari masuk. Dia adalah donatur Yayasan ini.”

“Benarkah? Silahkan masuk”

Aku terperanjat dari dudukku.

Mirip sekali dengan Haneul.

Aku mengerjap kan mataku,berharap ini bukan ilusi.

“Oh Annyeong Haseyo. Aku adik Kim Eun Bin. Aku mewakilinya datang kesini untuk menyantuni anak-anak.”

Ah Ne, boleh ku tahu siapa namamu?”

Ah Ne, aku Park Harim adik kandung Kim Eun Bin. Kau pasti Bang Yongguk-ssi kan? Ibu asrama telah memberi tahuku.”

Marganya Park

“Maaf, tapi tadi kau bilang margamu Park bukan? Tapi kakakmu bermarga Kim?”

Aku terlihat bodoh sekarang.

“Ah iya aku lupa memberi tahu Yongguk-ssi. Kim Eun Bin,itu hanya nama samaran saja. Kakak tidak suka kalau namanya disebut-sebut. Yah, jadi dia menyamarkan namanya”

“Siapa nama kakakmu?”

“Park Haneul.”

Bagai ada kilat yang menyambar hatiku saat ini. Aku tidak bisa mengontrol emosiku . Aku bersumpah dimanapun kau saat ini Haneul aku akan menemuimu sekarang juga.

“Dimana! Dimana orang itu?”

“ Kenapa? Apa Yongguk-ssi mengenal kakakku?”

“ Harim-ssi, kumohon beritahu aku dimana kakakmu?”

Harim tertegun. Mataku masih berbinar-binar. Aku benar-benar senang kali ini. Ada secercah harapan.

“Apakah mungkin kau Jepp?”

DEG!

“Ya, itu namaku sebelum aku debut, tidak maksudku kau tahu kan kalau aku seorang entertainer

Harim nampak sedang menulis sesuatu.

“Ini. Datanglah besok ke rumah kami,pukul sepuluh.”

“Apa?”  Aku benar-benar bingung kali ini—dan sedikit kaget.

“Aku tidak bisa menceritakannya sekarang, banyak yang harus kutunjukkan. Aku harap kau datang Yongguk-ssi.” 

Park Harim beranjak dari tempat duduknya.  Dan aku hanya bisa terpaku melihat alamat yang tertera di sobekan kertas itu.

“Oh iya, yang ingin ku katakan tadi  adalah, aku dan kakakku akan terus mendonasi untuk yayasan ini. Dan jangan lupa ku tunggu besok pukul sepuluh, Jepp,”  tambahnya sebelum benar-benar menghilang di balik pintu.

Feelingku tidak enak.

 

 

                                                                                                         ---------------

Pukul delapan. Aku sudah bersiap-siap menaiki mobil putihku,menuju alamat rumah keluarga Park. Aku berdandan rapi sekali pagi ini—dan terlihat sangat formal. Entah kenapa perasaanku tidak enak sejak semalam. Berbagai macam pikiran negatif juga bersarang disana.

Bagaimana kalau sebenarnya ini adalah pesta pertunangan Haneul? Atau pesta pernikahannya dengan laki-laki lain?

Tapi sudah kubulatkan tekadku, akan kusampaikan semua perasaanku pada Haneul entah apa yang terjadi. Entah itu di depan mempelai prianya sekaligus, aku sudah tak bisa memendam perasaan ini.Ku tatap sekilas foto Haneul saat berada di Bigben,lalu kembali aku masukkan foto itu ke saku Tuxedo ku.

                                                                                                              ---------------

Pukul sembilan lebih tiga puluh. Yongguk hanya memondar-mandirkan tubuhnya di depan rumah keluarga Park—sejak satu jam lalu. Tangannya belum berani menyentuh pagar hitam itu. Ia benar-benar gugup bukan main kali ini. Kakinya bak kehabisan tenaga untuk sekedar melangkah masuk. Bibirnya tak henti-hentinya merapal do’a—terlebih sejak diketahuinya fakta tak ada acara pernikahan Haneul dengan lelaki lain. Ia ingin sekali mencabut semua sumpah serapahnya tadi dan berlari pulang. Namun kapan lagi ia akan melakukannya kalau tidak sekarang?.

Yongguk mengambil nafas dalam-dalam. Mengurai karbondioksida itu perlahan melalui bibirnya. Ia mengumpulkan segenap tenaganya, di dorongnya dengan hati-hati tumpukan besi dingin itu. Rumah ini cukup luas. Ia yakin kalau orang tua Haneul adalah orang berada. Diketoknya pintu kayu itu. Ia berharap Haneul yang membukanya.

“Yongguk-ssi.”

Park Harim yang membukanya.

“ Oh.. Annyenghaseyo.

“Silahkan masuk.”

Ne.” balas Yongguk.

Ruang tamu rumah itu cukup luas. Dengan desain interion gaya Klasik Victorian, dengan warna putih gading sebagai dominasinya. Tak ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumah itu kecuali Park Harim sendiri. Yongguk semakin penasaran.

 Kemana Haneul?

“Silahkan duduk, aku ke dalam sebentar,” ujar Harim, sambil masuk ke ruangan lain dari rumah itu. Tinggal Yongguk sendiri yang duduk di kursi ruang tamu keluarga Park. Ia berharap segera bertemu Haneul.

Harim kembali setelah beberapa saat, tak ada tanda-tanda Haneul di belakangnya. Hanya kotak merah muda berukuran sedang yang sedang di dekapnya.

“Ini.” ucap Harim seraya memberikan Kotak itu pada Yongguk.

“Ini kotak apa?”

“Entahlah, aku menemukannya dan tertulis nama Jepp. disana. Jadi aku pikir ini pasti ada hubungannya denganmu.”

Benar memang ada tulisan Jepp. di penutup kotak .

Yongguk penasaran, dibukanya kotak merah muda itu.

Tak ada yang spesial. Hanya album foto berukuran besar, buku dan beberapa lembar kertas.

Jemari Yongguk menyentuh album itu perlahan. Dilihatnya sampul bagian depan album foto biru dengan ornamen bunga-bunga kecil.

Jepp. and His Memories

Kata itu yang di nobatkan menjadi judul album . Yongguk makin tak sabar. Dibukanya halaman pertama album foto Haneul.

Foto dirinya waktu tampil pertama kali  dengan grup underground. Yongguk menatap Harim.

“Yah, kakakku sepertinya fansmu.”

Di bukanya lembar demi lembar album foto itu. Semuanya berisi tentang kegiatan grupnya baik Underground maupun B.A.P . Mulai dari Comeback stage,Interview ataupun Fansmeeting. Album itu belum penuh, terbesit dibenaknya untuk membalik halam terakhir Album itu.

Par k Haneul disini. Ini album khusus ku tentang perjalanan karir Jepp. Aku tahu sekarang, bahwa Jepp adalah seorang penyanyi. Banyak fans yang akan berteriak-teriak mendengarkan suaranya saat bernyayi. Aku benar-benar ingin mendengar suara mu Jepp. Lagu-lagu grupmu yang membuat semua penonton berjingkrak-jingkrak. Aku ingin mendengar suaramu.

 “Dimana dia sekarang?”

“Apa kau yakin tak mau membaca seluruhnya sebelum aku memberitahumu Jepp?”

Yongguk segera menyambar kumpulan kertas warna-warni itu. Ia mengambilnya secara acak dan membacanya.

Hari ini aku datang di acara tahunan yayasan. Yah aku donatur disana. Dan aku bertemu Jepp. Aku duduk di belakangnya. Tidak, aku tidak berada tepat di belakangnya. Sedikit serong ke kanan ku pikir. Aku bisa melihat wajahnya dengan jelas dari sini. Dia juga sempat beberapa kali tertawa. Ulah teman disebelahnya mungkin. Jepp aku ingin mendengar suara tawamu! Sangat!

Yongguk mengambil satu lagi kali ini berwarna peach pudar.

Kedai Kopi Favoritku aku berjumpa dengan Jepp. disana! Dia duduk di pojok ruangan. Apakah dia masih mengingatku? Aku pernah bertemu dengannya di Big Ben. Aku sangat malu saat itu,aku segera berlari keluar ruangan kedai. Aku harap Jepp mengingatku!

Mata Yongguk panas, ia berusaha sekuat tenaga menahan air matanya agar tak jatuh.

Hari ini aku pergi mengunjungi Big Ben di London. Akhirnya aku bisa menjejakkan kakiku di sana,aku sangat bahagia. Dan jga aku bertemu seorang pria. Dia Jepp. Tatapannya bagitu hangat. Dia tampak sibuk memotret jam Big Ben. Tatapan kita bertemu,aku ingin mengenalnya. Hanya saja dunia ini terdengar begitu sepi.

Air mata Yongguk tak dapat terbendung lagi kali ini. Ia menangis. Dia hanya terkesan begitu bodoh. Dia tak pernah perduli dengan orang lain,dia hanya memikirkan dirinya. Dan dia tidak menyadari keberadaan Haneul—selama ini.

“Kakakku, dia tidak bisu dan tuli sejak kecil,”

Harim mulai membuka pembicaraan.

“ Dia mengalami kecelakaan, dan itu merusak bagian Lobus Temporal Otakknya. Ia menjadi sulit mendengar, dan lama-lama tuli. Ia menjadi sangat pemurung, padahal awalnya kakak adalah pribadi yang ceria. Bahkan kakak sempat tak memiliki semangat hidup. Dan yang paling ekstrem kakak melukai pita suaranya sendiri dan membuatnya bisu.”

“Apa?”  Yongguk kaget bukan kepalang kali ini. Banyak anak-anak tunawicara di yayasannya yang ingin berbicara, sedangkan Haneul malah merusak pemberian Tuhan itu.

“Dia mengatakan, lebih baik aku bisu daripada aku bisa berbicara tapi aku tak bisa mendengar suara ku sendiri

Jawaban Harim menggetarkan hati Yongguk.

Sebegitu putus asakah dirimu?

“Oh iya Yongguk-ssi. Ini, aku menemukannya di lemari kakak. Aku yakin ini untukmu,” ujar Harim seraya menyodorkan amplop berwarna merah muda kepada Yongguk.

“Kemana dia? Kemana perginya Park Haneul?” Yongguk kehilangan kesabarannya.

“Kakakku, dia menjadi semangat akhir-akhir ini. Dia menjadi mau membuka diri. Padahal sebelumnya dia hanya berada dirumah. Kakak juga mau berkunjung ke kedai kopi dan juga yayasan anak cacat. Padahal sebelumnya kakak selalu berkata. Dunia ini menyakitkan Harim. Dunia ini sama sepinya Harim. Dan aku menjadi sangat sedih. Tapi entah sejak ia pulang berobat dari Inggris, dia menjadi sangat bersemangat. Dan belakangan aku tahu itu karena kau, Jepp.”

Park Harim mengambil nafas berat.

“Dia juga menjadi sangat ngotot. Dia ngotot untuk melakukan operasi Lobus temporalnya. Walau dokter mengatakan bahwa kemungkinan berhasilnya kecil. Dia sangat ngotot,dia bilang dia mau mendengarkan suara seseorang sekali seumur hidupnya sebelum ia meninggal. Dan surat itu aku temukan di almari kamar kakakku dirawat.”

Yongguk kemudian cepat-cepat membuka suratnya,membaca isinya dengan liar.

Untuk : Bang Yongguk

Aku tidak yakin apakah kau akan membacanya, tapi jika beruntung Harim akan menemukannya dan menyerahkannya padamu. Mungkin saat kau membaca surat ini,aku masih tergolek lemah di ranjang rumah sakit. Mungkin juga aku akan koma untuk beberapa minggu. Maafkan aku Yongguk, aku mengingkari janjiku untuk bertemu dengamu di Yeouido Park. Hari dimana aku membuat janji adalah hari dimana operasiku dilaksanakan. Tapi aku janji aku akan menemuimu secepatnya saat aku sudah sadar. Dan saat itu aku sudah bisa mendengar suaramu! Suara tawamu,suaramu saat bernyanyi maupun suaramu saat berbicara padaku. Akan kudengar semua! Jadi tunggulah aku Bang. Dan maafkan aku karena aku tidak memberi tahumu sebelumnya. Yang terakhir adalah, aku mencintaimu Bang Yongguk.

Park Haneul

Kristal bening dari mata Yongguk meleleh.

“Dan aku juga menemukan sesuatu di dalam buku itu.”

Harim menunjuk buku merah marun di dalam kotak.

Yongguk menyeka air matanya. Segera ia ambil buku itu. Ada kertas kecil terselip di halaman pertamanya.

Hal-hal yang ingin kulakukan dengan Yongguk :

1.Aku ingin mendengar suaranya

2.Aku ingin dia menyanyi untukku

3.Aku ingin mendengar dia bercerita dan tertawa

4.Aku ingin pergi ke Big Ben bersamanya

“Dirumah sakit mana ia dirawat?”

                                                                                                  ---------------

Sisa-sisa rintik hujan membasahi pundaknya, Yongguk berlarain. Ia memperlambat langkahnya kemudian . Air matanya tak henti-hentinya menetes. Ia mengingat percakapannya dengan Harim tadi.

“Dirumah sakit mana ia dirawat?” Yongguk bertanya pada Harim

Harim mengambil nafas berat.

“ Sayang operasinya gagal. Kakak meninggal, sebelum ia bisa mendengar suaramu.”

Kristal itu kembali cair, Yongguk bersimpuh di hadapan pusara Haneul. Ada rasa bersalah di benak Yongguk.

Kalau saja kau tak bertemu denganku.

Yongguk teringat seseuatu, dikeluarkannya Foto Haneul saat berada di bawah menara Big Ben.

“Hai Park Haneul, lama tak berjumpa ne? Ini ... kau lihat ini?”

Ia mendongakkan kepalanya,mencoba sekuat tenaga menahan air matanya agar tak jatuh kembali.

“Oh iya.. Haneul-a,  ada yang ingin kusampaikan padamu. Kau ingat kan waktu kau berjanji akan menemuiku di Yeouido Park? Sebenarnya yang ingin mengatakan sesuatu padamu, dan yang ingin ku katakan adalah—“

Sekali lagi Yongguk mengambil nafas dalam-dalam.

“—aku mencintaimu Park Haneul.”

Yongguk tersenyum nanar. Menatap bongkahan batu yang ditancapkan ke tanah itu.

“Dan juga ini. ‘Hal-hal yang ingin kulakukan dengan Yongguk’ . Harim meberitahuku soal ini, dan aku akan mengabulkannya sekarang—walau terlambat.”

“Oke.. yang pertama. Aku ingin mendengar suaranya. Bisakah kau dengar aku? A—a—a. Ya kira-kira beginilah suaraku. Cukup dalam kurasa. Dan yang kedua , Aku ingin dia menyanyi untukku”

Sebenarnya aku bukan penyanyi Haneul, aku adalah seorang Rapper. yah kau tahu, Rap. Adalah  teknik vokal yang berkata-kata dengan cepat. Tapi karena kau ingin mendengarkannya baiklah aku akan bernyanyi”

I make believe
That you are here
It's the only way
I see clear
What have I done
You seem to move on easy
And everytime I try to fly
I fall without my wings
I feel so small
I guess I need you baby
And everytime I see you in my dreams
I see your face, you're haunting me
I guess I need you baby
I may have made it rain
Please forgive me

My weakness caused you pain
And this song is my sorry

“Suaraku tidak terlalu bagus ya, apakah kau tahu lagu itu? Ya lagu itu menceritakan seseorang yang ditinggal kekasihnya—“

Yongguk tak meneruskan kalimatnya,matanya terasa panas kembali.

“Dan yang ke tiga, Aku ingin mendengar dia bercerita dan tertawa.”

Baiklah aku akan mulai bercerita. Namaku Bang Yongguk, dan satu tahun yang lalu ketika aku berlibur ke London, aku bertemu dengan seorang gadis cantik. Sangat cantik. Tapi dia punya kekurangan dia bisu dan tuli. Tapi tak apa aku bisa menjadi mata dan telinga baginya. Sekarang dia sudah tidak ada, dia pergi dahulu ke surga. Dan aku mencintainya.”

Energi diseluruh tubuh Yongguk bagai tersedot seseuatu. Kakinya bergetar hebat. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia menyesal, kenapa ia tak menyadari ke hadiran Haneul, kenapa ia tak segera menyatakan perasaannya. Hanya penyesalah yang tersisa kini. Hanya penyesalan.

Yongguk bangkit dari posisinya. Ia mendongakkan kepalanya.

“Hei Park Haneul. Kutahu kau disana. Ku tahu kau melihatku. Karena kau adalah langitku! Maafkan aku, aku tak pernah menyadari keberadaanmu. Maafkan kebodohanku.”

Yonggur berteriak sekencang-kencangnya. Ingin dia pastikan Haneul mendengarnya dari atas sana.

“Aku tahu kau pasti di surga sekarang. Tunggulah aku,tunggulah saat dimana kita akan bersama. Aku akan berdo’a kepada tuhan agar kau dan aku di persatukan kelak. Aku akan berdo’a pada tuhan agar kelak kau bisa mendengar suaraku. Agar kau bisa mendengar semua cerita dan tawaku.”

“Park Haneul aku mencintaimu!”

Yongguk menutup matanya sejenak. Ia menenangkan gejolak-gejolak di dadanya. Bekas rintik hujan tak lagi ada. Yongguk membuka matanya. Ada semburat tujuh warna di langit—pelangi. Yongguk tersenyum.

Park Haneul kau masih disana. Kau mendengarku sekarang.

                                                                                                   ---------------

Hari ini sudah mulai menginjak senja. Semburat oranye mulai menghiasi langit sore kota London.  ‘Aku ingin pergi ke Big Ben bersamanya’.

Yongguk memandang air sungai Themes. Berkilau-kilauan terkena mentari sore seperti perak. Ia menikmati harinya. Yongguk mendongakkan kepalanya. Melihat langit biru di hiasi cahaya keemasan. Ia membiarkan angin menerpanya lembut, menggelitik pori-porinya pelan.

Aku sudah disini Haneul.

Sekali lagi angin menyebrangi indera perabanya,merengkuhnya dan seolah memeluknya hangat.

Haneul memeluknya, memeluk Yongguk dengan hembusan angin.

Aku juga tahu kau disini.

Yongguk tersenyum, ia akan membiarkan Haneul mengawasinya dari atas sana. Dan membiarkan palung-palung hatinya tetap kosong. Sampai seseorang kembali mengisinya.

                                                                                               -END-

Comments

You must be logged in to comment
MilkytaLee #1
sudah bagus kok....alur dan semuanya. cm ada beberapa kata yg rancu, kaya "tidak cukup gampang" itu lebih baik jadi "tidak cukup mudah" ^^
tanda bacanya di perhatiin lagi ya...penempatan huruf kapital juga. ini bahasanya udah bagus banget ^^ udah tertata rapi. dulu waktu aku seumur km tulisan aku gak sebagus ini loh ^^
semangat ya ^^ nulis terus !!^^
Spyzee10 #2
Hy, this is your friend. Sebenarnya tidak pantas saya memberi banyak masukan sedangkan karya saya sendiri belum lahir sempurna. Tapi mungkin sedikit pesan ini berguna buat kamu. ^^
Semua perjalanan dimulai dari nol -pada umumnya. Namun permulaan ini tak bisa dibilang amatir meski juga belum professional. It's a nice story. Good poster too. Dari segi bahasa, sudah cukup rapi -karena tidak membuat reader sakit mata. Dari segi penulisan, masih terdapat beberapa kesalahan, seperti penggunaan tanda baca yang kelupaan, kesalahan hidupnya capslock -maksudnya penempatan huruf kapital-, sedikit kata asing yang tak dimiringkan, dan pemberian spasi. Contoh, pada kata ganti ku- yang seharusnya serangkai dengan kata yang mengikutinya. Juga -ku serangkai pada yang mendahuluinya. Tapi kesalahan tata penulisan tidak terjadi pada setiap kalimat. Hanya beberapa yang mungkin adalah kekhilafan tersendiri bagi manusia -saya pun tak berbeda jauh kalau menyangkut masalah kekhilafan. Tidak ada typo -setidaknya jika saya teliti.
Note buat author : "Selalu tulis impianmu, meski tangan telah rapuh. Selalu tulis imajinasimu, meski tak tajam lagi otakmu."
Semangat menulis! Imbangi dengan membaca.
(Penilaian berdasarkan cerita dengan pedoman buku panduan EYD)