Part 4

Cinta Tak Pernah Berhutang

Bagian bedah pasti salah satu bagian yang paling menyenangkan seandainya tidak terlalu banyak pasien gawat yang harus ditanganinya. Krystal senang sekali bisa menjahit luka pasiennya. Bisa mereposisi tulang yang patah. Bisa membantu Dokter Yunho mengambil usus bunyu yang meradang.

Tetapi bagian bedah bisa menjadi bagian yang paling merepotkan kalau mendapat seorang pasien seperti yang harus dirawatnya mala mini.

“Dia harus dioperasi mala mini juga.” Kata Dokter Yunho setelah memeriksa pasiennya.

“Siapkan OK, Tal. Hubungi keluarganya. Kita perlu darah.”

“Tapi keluarganya tidak ada, Dok. Dia maling. Tertembak waktu kepergok mencuri di rumah orang.”

“Kalau begitu coba hubungi PMJ. Minta darah 500c. Rumah sakit sudah kehabisan persediaan. Banyak sekali operasi hari ini.”

“Baik, Dok.”

“Satu pesan lagi, Tal.”

Krystal mengehentikan langkahnya dan menoleh.

“Hubungi saya kalau semua sudah siap. Saya masih ada dua pasien lagi di kamar praktek. Yang satu rasanya perlu appendectomy mala mini juga.”

“Beres, Dok.”

Pekerjaannya memang selalu beres, pikir Dokter Yunho lega. Koas yang satu ini selalu bisa diandalkan. Rumah sakit mendapat tambahan tenaga muda yang penuh semangat sejak para koasisten dari Seoul itu bertugas di sini. Rata-rata mereka memang pandai dan terampil. Maklum, lulusan pertama ujian saringan. Jadi secara keseluruhan, tidak mengecewakan.

Tentu saja mendidik mereka cukup merepotkan. Tetapi sebaliknya, bantuan tenaga mereka pun sangat berguna bagi rumah sakit di Sagamihara yang selalu kekurangan tenaga.

--------------------------------*******************************----------------------------

“Tidak ada keluarganya sama sekali, Pak?” Tanya Krystal pada polisi yang mengawal pencuri itu.

“Teman-temannya barangkali?”

“Tidak ada yang mau mengakuinya, Dok. Kerjaannya hanya keluar masuk penjara. Heran. Gak ada kapok-kapoknya.”

“Golongan O, Dok.” Sela petugas yang memeriksa darah maling itu.

“O positif.”

“Masih ada persediaan di PMJ? Rumah sakit lagi kosong.”

“Kosong juga, Dok. Yang terakhir baru dipakai Dokter Suho.”

“Kalau begitu tunggu sebentar. Saya cari diantara teman-teman saya.”

“Mereka mau donor, Dok?”

“Pasti mau. Saya punya daftar golongan darah mereka. Dan mereka semua memenuhi syarat.”

Jadi mereka pasti mau. Dan harus mau!

------------********************************-----------

Tentu saja Luhan heran. Tidak biasanya Krystal datang malam-malam ke kamar jaganya. Apa lagi pada pukul 12 malam. Tidak pernah. Aneh.

“Aku perlu darah.” Katanya sebelum Luhan sempat bertanya. Bahkan sebelum dia sempat meraih kemejanya.

“Golongan O.”

“Bagus. Ngapain lapor sama aku?”

“Ada cito op di Bagian Bedah. Perlu darah.”

“Bagus. Mulai kapan PMJ pindah ke kamarku?”

“PMJ lagi kosong.”

“Bukan urusanku.”

“Golongan darahnya sama dengan darahmu!”

“Peduli apa?”

“Jangan main-main! Kalau tidak perlu sekali, siapa sih yang mau masuk ke kamarmu?” tukas Krystal gemas.

“Kamu yang jangan main-main!” balas Luhan sama marahnya.

“Siapa sih yang mau bercanda jam dua belas malam?!”

“Pasienku butuh darah!”

“Itu urusanmu!”

“Dia perlu darahmu.”

“Kenapa gak minta sama keluarganya?”

“Gak punya keluarga.”

“Dia lahir dari lobang batu?”

“Dia maling.”

“Dan kamu suruh aku ngedonor buat maling? Sorry, Neng! Cari aja orang lain!”

“Tapi maling juga manusia! Dia perlu ditolong!”

“Tapi kenapa aku? Minta sama Sehun! Dia juga darah O! Malah katanya, darahnya biru! Siapa tau malingmu jadi berubah baik!”

“Sehun baru diambil kemarin.”

“Minta sama yang lain! Darahku AB!”

“Bohong! Aku punya daftar golongan darah kita semua!”

“Sebodo amat! Pokoknya aku gak mau ngedonor buat maling!”

“Lalu buat apa kamu jadi dokter?” geram Krystal gemas.

“Yang mau aku jadi dokter ayahku! Nah minta aja sama dia!”

“Begitu?” suara Krystal sedingin tatapannya.

“Kamu emang gak pantes jadi dokter!”

“Oh, kamu bukan orang pertama yang bilang begitu kok.”

“Jadi buat apa kamu susah-susah masuk KKJ?”

“Kan aku udah bilang! Babe tuh yang mau! Tanya sendiri kalau nanti kamu ketemu!”

“Kalau begitu, semoga kamu gak pernah jadi dokter!”

“Gak penting. Di keluargaku, dokter sudah banyak!”

Dan Krystal harus cepat-cepat keluar sebelum dia sungguh-sungguh merasa mual. Lelaki yang satu ini benar-benar lelaki paling menyebalkan yang pernah ditemuinya.

Di hatinya tidak ada perasaan. Tidak ada belas kasihan. Entah terbuat dari apa hatinya.

--------------------****************************------------------

Tetapi ketika Krystal membuka pintu ambulans setengah jam kemudian dan menemukan pemuda itu sedang duduk mengantuk di sana, mau tak mau dia tertegun heran.

“Ngapain di sini?” seraghnya setelah terenyak sesaat.

“Ini ambulans yang mau ke PMJ?” Tanya Luhan sambil menguap.

“Kapan berangkatnya sih? Sekarang atau besok pagi?”

Dan Krystal tidak merasa perlu untuk bertanya lagi. Dia naik ke ambulans setelah berpesan pada perawat untuk membatalkan memanggil Sehun.

Ketika hendak duduk, dia baru menyadari, Luhan sama sekali tidak berniat menggeser duduknya. Dia malah pura-pura memejamkan matanya.

“Ke sana sedikit!” tegur Krystal jengkel.

“Kamu suruh aku duduk di mana?”

“Sebodo amat.” Sahut Luhan seenaknya. Dia merosot santai sambil menguap. Matanya tetap terpejam.

“Asal jangan di pangkuanku.”

Dengan marah Krystal pindah duduk di depan. Pemuda ini memang belum merasa puas kalau belum melihatnya marah. Tapi bagaimanapun, Krystal berterima kasih karena dia sudah mau menyumbang darah. Tidak peduli dia mendadak jadi sangat rewel.

“Cuma aku kobannya?”

“Kita perlu 500 cc. Separo darahmu. Sisanya dari aku.”

“Kamu pikir darah kita gak bakal bertengkar dalam badan maling itu?”

“Bukan urusanmu.”

“Mana Sehun?”

“Ngapain nanya dia?”

“Tadi kamu manggil dia, kan?”

“Dia baru diambil kemarin.”

“Terus buat apa dia dipanggil? Diajak kemari buat menemanimu? Jadi kalau kamu semaput ada yang gendong?”

“Kamu biasanya cerewet begini?”

“Cuma pengen tau aja.”

“Gak perlu.”

“Kamu takut ke sini sendirian?”

“Bukan urusanmu.”

“Urusanku juga kalau aku mesti ikut berkorban.”

“Ngedonor kamu bilang berkorban?”

“Bukan ngedonor. Gendong kamu!”

“Aku gak bakalan minta gendong!”

“Tau kenapa aku berubah pikiran?”

“Berubah pikiran kenapa?”

“Ngedonor buat malingmu.”

“Perlu nanya?”

“Gak mau tau?”

Krystal menatap pemuda itu dengan tajam. Luhan balas menatapnya dengan sama tajamnya.

“Bukan karena aku yang minta, kan?”

Luhan tertawa terbahak-bahak sampai Krystal merasa tersinggung.

“Kamu gak berarti apa-apa, Non! Jangankan kamu. Biar babe yang minta juga gak bakal aku mau nyumbang darah!”

Sialan, maki Krystal dalam hati. Laki-laki ini memang pandai menyakiti hati orang!

--------------***************************-------------

Ternyata yang membuat pusing kepala Krystal bukan hanya Luhan. Sehun juga. Semakin lama, semakin lengket. Tidak salah kalau Luhan menjulukinya “ceweknya Sehun”.

Selama di sini, Sehun memang sudah menganggap Krystal sebagai gadisnya. Mumpung tidak ada Hyunseung. Sehun memang berusaha keras mendekatinya. Dan dia sengaja menimbulkan kesan itu pada semua orang. Terutama Luhan.

Entah mengapa, meskipun Krystal dan Luhan selalu bertengkar. Sehun menganggap pemuda itu sebagai saingan beratnya. Bukan cuma dia yang tau, Luhan sering dipergoki sedang mengawasi Krystal dengan diam-diam. Dan sebagai sesame pria, Sehun tau sekali apa arti pandangan Luhan. Apa artinya kalau seorang pemuda menaruh perhatian lebih pada seorang gadis. Walaupun perhatian itu sengaja ditutupi dengan pertengkaran.

Krystal sendiri tetap misterius. Dia menutupi perasaannya baik-baik sampai Sehun tidak tau siapa sebenarnya pemuda yang disukainya. Tapi Krystal memang begitu. Sejak dulu tidak ada yang dapat mengklaim sebagai pacarnya. Tidak juga Hyunseung.

Krystal tidak menolak kalau Sehun mendekatinya. Membantunya. Mengajaknya jalan-jalan berdua kalau sedang senggang. Sehun malah merasa Krystal sengaja menimbulkan kesan mereka pacaran. Entah untuk apa. Kadang-kadang dia merasa, Krystal sengaja melakukannya untuk menimbulkan cemburu di hati Luhan.

Tapi…untuk apa? Bukankan dia tidak menyukai pemuda itu? Malah cenderung membencinya?

Krystal dan Luhan tidak pernah keliatan dekat. Kalau berdekatan, mereka malah selalu bertengkar. Semua perawat di seluruh bagian juga sudah tau, mereka tidak pernah akur. Tidak pernah berkata dengan suara manis. Tetapi… mengapa Sehun punya firasat, mereka sebenarnya saling memperhatikan?

“Kenapa gak panggil aku?” gerutu Sehun ketika tau apa yang dilakukan Krystal tadi malam.

“Buat apa?” sahut Krystal datar.

“Kamu kan gak mungkin ngedonor lagi. Baru juga di ambil kemarin. Nolong orang kan gak perlu bunuh diri.”

“Tapi kan gak ada salahnya panggil aku.”

“Buat apa?”

“Menemanimu.”

“Ada Luhan.”

“Tumben dia mau donor.”

“Tau tuh mimpi apa.”

“Mungkin karena kamu yang minta.”

“Memangnya aku siapa?”

“Mau narik hatimu, kali.”

Krystal mebelalak pura-pura kesal.

“Kayak yang gak kenal Luhan aja,” katanya judes. Tiba-tiba Krystal terdiam. Sekonyong-konyong dia menyadari, dia baru saja menirukan kata-kata pemuda itu.

“Ya, biar bapaknya yang minta juga dia nolak,” sambung Sehun sinis.

“Tapi kan lain kalau kamu yang minta!”

“Apa-apaan sih kamu?” gerutu Krystal sengit.

“Bora  gak mau di ajak nonton?”

“Bora?” belalak Sehun tidak mengerti.

“Perawat paling cantik di Bagian Bedah! Dia favorit para koas kan?”

“Loh? Kamu cemburu sama Bora?” Sehun menyeringai senang. Bukan main nikmatnya dicemburui gadis yang dikejarnya!

“Gak level!” sahut Krystal enteng.

“Bora sih anak kemarin sore! Bukan sainganku!”

Ditinggalkannya Sehun tanpa menoleh lagi. Sambil melangkah ke UGD, Krystal tersenyum sendiri. Bora! Siapa yang menganggapnya saingan? Dia memang manis. Lembut. Lugu. Tapi dia bukan saingan berat! Saingan berat… dalam merebut hati siapa?

“Nah, mulai senyum-senyum sendiri!”

Celaka. Itu suara yang paling tidak diharapkannya. Lebih-lebih kalau sedang repot begini.

“Kenapa? Ada pasien hipertrofi prostat yang naksir kamu?”

“Bukan urusanmu!” sentak Krystal judes. Dia melangkah cepat-cepat ke meja perawat untuk mengambil status.

Tapi Luhan mengikutinya. Lagaknya menyebalkan sekali!

“Sehun menciummu?”

Sekarang kesabaran Krystal habis. Dia berbalik dengan jengkel.

“Gak ada kerjaan?”

Obgyn sepi. Semua ibu lagi cuti.”

“Mau kerjaan?”

“Berani bayar berapa?”

“Tergantung hasil kerjamu.”

Hecthing Gluteus Maximus?”

“Rectal Touchet.

“Gak usah ya!” Luhan tertawa lebar.

“Nanti siang aku mau makan ayam goreng pakai tangan!”

Dasar brengsek, maki Krystal dalam hati sambil menyambar sarung tangan. Dibawanya status kosong ke ranjang nomor tiga. Ketika melihat pasien yang harus dicolok dubur itu, tiba-tiba Krystal merasa lemas.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet