I Give You Mine

Collection of 2PM One-Shot FF [Chan-Ho]

Thanks guys for waiting to me... I'm sorry for late update~ Enjoy this one. Hope you like it =]


I Give You Mine

 

“Nuneo, aku datang untuk menemuimu… Maaf, sampai sekarang aku masih tetap tidak bisa melupakanmu. Aku tidak bisa berhenti mencintaimu lebih dari siapa pun. Tapi tenang saja, aku tidak akan menyakiti dongsaeng-mu. Aku sangat menyayanginya. Dia satu-satunya yeoja untukku, dan kau satu-satunya namja bagiku. Jadi jangan marah padaku ya… Aku akan melakukan yang terbaik seperti yang kau katakan padaku. Aku merindukanmu Lee Junho.”

 

Seorang namja berparas tampan menaruh serangkai bunga diatas sebuah makam. Sorot matanya menunjukkan kerinduan yang mendalam. Air mata yang menggenang di pelupuk matanya mulai terjatuh perlahan. Seorang yeoja yang sedari tadi berdiri dibelakang namja itu bersama seorang anak kecil, berjalan menghampirinya dan menyodorkan sapu-tangannya.

 

“Gomawo, Suzy-ah.” Ucap Namja bernama Chansung sambil menyeka air-matanya.

 

Yeoja itu tersenyum penuh pengertian, sambil berkata, “Aku dan BamBam akan menunggu di mobil,”

 

“Oppa, aku pulang dulu…” Ucap Suzy pelan kearah makam yang bertuliskan nama ‘Lee Junho’.

 

-2PM-

 

“Eomma, kenapa appa lama sekali?” Tanya anak laki-laki yang bernama BamBam.

 

Suzy membelai rambut anaknya sambil berkata, “Appa sedang berbicara dengan seseorang yang sangat berarti buat appa. Tunggu sebentar lagi, ne?”

 

BamBam memajukan bibirnya cemberut sambil melipat kedua tangannya, sedangkan eommanya hanya terkekeh melihat tingkah anak semata wayangnya itu.

 

“Nanti setelah ini kita mampir ke taman bermain, bagaimana?” Bujuk Suzy.

 

“Sungguh?”

 

Suzy mengangguk lalu tersenyum melihat tingkah BamBam yang berubah 180 derajat dari sebelumnya. Ia mencari contact Chansung di phonebooknya, hendak meneleponnya. Tapi kemudian ia mengurungkan niatnya.

 

‘Oppa…’ Batin Suzy.

 

-2PM-

 

Flashback

 

Chansung terduduk diam diatas tempat tidur. Sudah 3 hari ini dia menolak untuk makan dan berbicara pada siapapun. Appa dan Eommanya sangat mengkhawatirkan keadaannya. Setiap mereka menjenguknya, Chansung hanya merespon dengan anggukan atau gelengan. Kedua orang-tuanya berusaha memahami keadaan Chansung saat ini. Tapi lama kelamaan, nyonya Hwan tidak bisa menahan air matanya ataupun isakannya lagi.

 

Hwan Chansung dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan yang menimpa dirinya. Kebocoran gas di tempat kerjanya serta ledakan akibat kebocoran tersebut hampir saja merengut nyawanya. Chansung yang sempat koma selama 3 hari mengalami kerusakan retina yang sangat parah, juga kerusakan hati dan beberapa organ lainnya akibat terlalu banyak menghirup gas beracun. Merupakan suatu keajaiban Chansung bisa selamat di kecelakaan itu mengingat jumlah korban yang meninggal tidaklah sedikit.

 

“Channie, makanlah sesuap saja…” Bujuk nyonya Hwan.

 

Chansung menggelengkan kepalanya dua kali.

 

“Mau eomma kupaskan buah?” Tanya nyonya Hwan lagi.

 

Chansung kembali menggelengkan kepalanya lagi.

 

“Baiklah, bagaimana kalau minum susunya saja?” Suara nyonya Hwan mulai bergetar menahan isak tangisnya.

 

Chansung menggelengkan kepalanya lagi, lalu menarik selimutnya sampai batas telinganya. Meski begitu ia tetap bisa mendengar isak tangis eommanya yang pecah. Chansung bisa membayangkan bagaimana eommanya menangis saat itu, dan ia begitu membenci dirinya sendiri karena itu. Tapi perasaan tidak ingin hidupnya lebih besar dari pada rasa bersalahnya, sehingga Chansung hanya diam saja mendengar decitan kursi yang diikuti derap langkah menjauh eommanya.

 

“Hey, tidakkah kau begitu keterlaluan pada eommamu sendiri?” Sindir seorang namja yang dirawat satu kamar dengan Chansung.

 

“Eommamu baru saja menangis keluar hanya karena kau tidak menjawabnya. Dia begitu sedih dengan tingkah lakumu.” Lanjut namja itu.

 

“Cih…” Desis Chansung pelan dari balik selimut.

 

“Jangan sia-sia kan kesempatan yang ada untuk mengungkapkan rasa sayang pada orang-orang yang kau cintai. Kau tidak akan pernah tahu kapan mereka akan meninggalkanmu. Atau kapan kau akan meninggalkan mereka.” Ucapnya lagi. Kalimat terakhirnya benar-benar terdengar lirih.

 

“Siapa namamu? Aku Lee Junho.”

 

Chansung tetap tidak meresponnya.

 

“Kau tidak mau makan ataupun minum, kau juga tidak mau berbicara dengan siapapun. Hmm… Apa kau tidak ingin cepat sembuh?”

 

Namja yang berbaring di tempat tidur yang terletak tempat disebelah Chansung melihat kearah Chansung dengan tatapan sakartis. “Jangan-jangan kau ingin cepat mati ya?!”

 

“Kuberitahu ya, mati itu tidak menyenangkan, H-wan Chan-Sung.” Entah sejak kapan Junho sudah berdiri didepan tempat tidur Chansung, membaca namanya yang tertulis di tempat tidur.

 

Chansung yang merasa kesal karena terus diceramahi sejak tadi oleh namja yang tidak ia kenal membuka selimutnya kasar lalu berkata dengan pelan dan tajam. “Bisa kau diam, aku pasien yang butuh istirahat!”

 

Junho tidak terlihat tersinggung dengan ucapan dingin Chansung. Ia justru tersenyum lebar, lalu kembali ke tempat tidurnya lagi.

 

“Pasien tidak hanya butuh istirahat, Hwan Chansung. Untuk sembuh, pasien juga butuh obat, makanan, minuman, juga semangat hidup.”

 

“Berhenti menceramahiku, kau tidak tahu apa-apa tentangku.” Kata Chansung ketus.

 

Junho tidak membalas kata-kata Chansung lagi karena ia sudah dibawa keluar oleh suster untuk pemeriksaan.

 

-2PM-

 

“Chansungie- apa kau sudah tidur?” Bisik Junho pelan.

 

Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dikamar yang berisi 3 tempat tidur itu hanya terdapat Junho dan Chansung saja. Junho mengetuk-ngetukan jarinya dengan bosan ke meja disamping tempat tidurnya.

 

“Bosan. Sangat bosan…” Ucap Junho pelan.

 

Keheningan diantara mereka selama 15 menit. Hanya terdengar suara ketukan jari Junho dan helaan nafas keduanya. Sampai akhirnya Chansung berbicara untuk pertama kalinya selama ia berada di rumah sakit. “Bisa kau hentikan itu?”

 

“Hentikan ap-? Wow, kau bisa bicara juga ternyata…” Kata Junho polos.

 

“Berhenti menghentakkan jarimu, sangat berisik!” Ucap Chansung ketus.

 

“Memangnya kau pikir aku bisu?!” Ucap Chansung lagi sakartis.

 

Junho menundukkan kepalanya sambil berkata pelan, “Mian…”. Sepertinya Junho benar-benar berpikir Chansung bisu.

 

Suasana menjadi begitu canggung diantara keduanya.

 

“Sudah berapa lama kau dirawat disini?” Tanya Chansung penasaran. Beberapa hari ini ia sering mendengar Junho menyapa setiap suster, dokter, bahkan para staf dengan ramah. Dan menurut Chansung, ia sudah cukup lama disini sehingga ia cukup mengenali orang-orangnya.

 

Junho tampak berpikir sejenak, sambil menghitung dengan jarinya. “Sekarang, mungkin baru 2 mingguan. Aku senang teman sekamarku sekarang adalah kau. Biasanya aku sekamar dengan orang-orang yang sudah tua.”

 

“Oh,” Ucap Chansung datar.

 

“Apa yang terjadi denganmu?” Tanya Junho.

 

“Aku- mengalami kecelakaan di tempat kerja-“ Kata Chansung ragu. Tapi pada akhirnya ia malah bercerita panjang mengenai isi hatinya selama ini. Entah atmosfir apa yang berhasil dibangun oleh Junho yang membuat Chansung merasa begitu nyaman saat berbicara dengannya.

 

“Eomma dan appa bilang aku akan baik-baik saja. Tapi akulah yang paling tahu tentang diriku sendiri. Aku tahu bahwa penglihatanku tidak bisa diselamatkan lagi, begitu pula dengan hatiku. Aku mendengarnya sendiri saat mereka mengira aku masih terpengaruh obat bius.”

 

“Jangan sedih, aku akan menyelamatkan hatimu.” Ucap Junho setengah serius setengah bercanda.

 

Chansung tertawa mendengar penuturan Junho. “Kau lucu… Berapa umurmu?”

 

“Sama denganmu kok.” Balas Junho.

 

“Bagaimana kau tahu umurku?” Tanya Chansung lagi.

 

Junho menjadi sedikit salah tingkah saat menjawabnya, “Oh, itu- aku- kemaren- selain aku melihat namamu, aku juga melihat umurmu.” Muka Junho memerah karena malu.

 

“Senangnya masih bisa melihat…” Kata Chansung lirih.

 

Junho berdiri dan menghampiri Chansung, menepuk pundaknya pelan dan berkata dengan tulus, “Jangan khawatir… Aku akan menjadi matamu selama disini. Percayalah padaku.”

 

“Gomawo, Lee Junho. Kau orang baik.” Chansung tersenyum merasa terhibur dengan kata-kata Junho.

 

-2PM-

 

“Oppa… Aku datang.” Teriak gadis muda berambut panjang sambil membuka pintu kamar tempat Junho dan Chansung berada.

 

“Eh, tidak ada. Apa aku salah kamar?”

 

Gadis itu terlihat menaikkan sebelah alisnya. Ia mengecek nomor kamar tersebut dengan selembar kertas yang tersimpan di saku jaketnya.

 

“Suster! Dimana pasien yang ada dikamar ini?” Tanyanya pada seorang perawat yang lewat.

 

“Pasien Lee dan pasien Hwan sedang berada di taman belakang rumah sakit.” Jawab perawat itu ramah sambil menunjukkan jalan menuju taman belakang kepada gadis muda itu.

 

“Pasien Hwan?? Omo, Oppa keluar bersama kakek-kakek lagi… Jinjja?!” Batinnya.

 

Seorang laki-laki muda berpakaian baju pasien dan berambut blonde sedang duduk di bangku taman, tertawa riang karena mendengar cerita-cerita lucu dari sahabat barunya, laki-laki muda yang duduk di kursi roda, tepat disebelahnya. Keduanya terlalu asik dengan dunia mereka sendiri, sampai-sampai mereka tidak menyadari kehadiran gadis muda yang mengendap-endap ke belakang bangku taman.

 

“OPPA!!” Teriak gadis itu senang sambil menutup mata sang kakak dari belakang.

 

Junho, laki-laki berambut blonde itu, meraih tangan Suzy, adiknya, menuntunnya untuk duduk disebelahnya. “Suzy-ah, kenapa kau bisa ada disini? Kau sakit?”

 

Sang kakak meraba kepala adiknya, memeriksanya dari ujung rambut sampai ujung kaki, memastikan adik satu-satunya itu baik-baik saja. Suzy meraih tangan Junho yang berada di pipinya, menguncinya dengan tangannya sendiri.

 

“Oppa pabbo-ya?? Oppa pasien disini. Tentu saja aku kesini menjenguk oppa.”

 

Junho baru saja ingin mengatakan sesuatu saat jari Suzy menyentuh bibirnya, melarangnya berbicara.

 

“Aish, jinjja… Oppa benar-benar keterlaluan. Sudah 2 minggu oppa masuk rumah sakit tapi tidak mengabari rumah sama sekali. Aku sangat khawatir oppa! Appa dan Eomma juga. Kalau saja aku tidak bertemu Wooyoung-oppa di jalan, mungkin kami hanya akan menerima kabar buruk di akhir-akhir. Oppa tega sekali. Kalau tidak mau memberi tahu Appa dan Eomma,setidaknya oppa bisa kan memberitahuku! Aku sangat ketakutan selama seminggu kemarin hanya karena tidak bisa menghubungimu. Aku bahkan mencarimu kemana-mana.” Marah Suzy pada Junho.

 

“Mian Suzy-ah, cheongmal mianhae, Oppa yang salah. Uljima…” Ucap Junho lembut sambil menghapus air mata yang mengalir di pipi Suzy.

 

“Aku takut saat aku menemukan oppa, oppa sudah… meninggalkanku untuk selamanya.” Lirih Suzy di pelukan Junho.

 

“Kemana aku akan meninggalkanmu ne dongsaeng? Aku akan selalu ada di sisimu.” Hibur Junho.

 

“Bahkan sampai kau menikah nanti. Jadi carilah laki-laki yang tidak mudah cemburu padaku. Haha…” Tambah Junho dengan sedikit candaan.

 

“Junho, kau berbicara dengan siapa?” Suara Chansung menyadarkan Junho akan kehadirannya.

 

“Oh iya aku lupa mengenalkanmu. Suzy-ah, kenalkan ini Chansung.”

 

“Penglihatannya sedikit bermasalah.” Bisik Junho pelan di telinga Suzy.

 

Suzy memegang tangan Chansung, “Anyeong, Suzy imnida… Aku dongsaeng cantik, adiknya namja pabbo Lee Junho.”

 

Chansung merespon Suzy dengan menggenggam balik tangannya. “Anyeong Suzy-ah, aku Hwan Chansung. Dari suaramu, bisa kubayangkan kau adalah gadis manis dan cantik.”

 

Junho membuat ekspresi jijik yang dibuat-buat lalu berkata dengan cepat. “Jangan puji dia Chansung-ah, nanti dia semakin ke-geer-an.”

 

“Tadinya kupikir oppa jalan dengan kakek-kakek tua lagi, tapi akhirnya sekarang oppa membuat kemajuan. Chansung-oppa sangat tampan.” Puji Suzy dengan ekspresi menggoda yang bisa membuat hati semua laki-laki meleleh. Sayangnya saat ini mata Chansung masih diperban.

 

“Yach, Bae Suzy, pulang sana! Jangan menggoda Chansung!”

 

“Shiro, kenapa aku tidak boleh menggoda Chansung-oppa?” Suzy mem-pout bibirnya.

 

“Pokoknya tidak boleh! Pulang sana, bilang sama oppa dan eomma aku baik-baik saja.” Junho ikut mem-poutkan bibirnya.

 

“Tapi aku maunya sama Chan-oppa… Bukannya oppa tadi bilang aku harus mencari laki-laki yang tidak akan cemburu denganmu?” Suzy memeluk tangan Chansung dengan manja.

 

Junho segera berdiri, lalu berjalan kebelakang Chansung, melewati Suzy begitu saja. Ia berbisik ke telinga Chansung, tapi cukup keras untuk didengar Suzy.

 

“Lebih baik kita kembali ke kamar saja. Kau setuju denganku kan Chan?”

 

Tanpa menunggu jawaban dari Chansung, Junho mulai mendorong kursi rodanya. Tawa Chansung pecah karena tingkah laku Junho-Suzy. Padahal sedari tadi ia tidak bisa berkata apa-apa.

 

-2PM-

 

“Channie…”

 

“Hmm?”

 

“Chansungie~”

 

“Waeyo Nuneo?”

 

“Aku… besok akan keluar dari rumah sakit.”

 

Chansung menoleh kesamping, kearah yang diyakininya adalah tempat tidur Junho.

 

“Benarkah? Syukurlah kau sudah sembuh…” Chansung memaksakan seulas senyuman. Sejujurnya ia merasa senang karena Junho sudah sembuh, tapi ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Ia merasa sedih karena itu berarti ia tidak akan bisa bertemu Junho lagi.

 

Selama beberapa minggu belakangan, hari-hari Chansung dan juga Junho dipenuhi oleh canda tawa. Keduanya saling men-support dan berbagi  satu sama lain. Seiring berjalannya waktu tersebut, mulai timbul perasaan di hati keduanya. Hanya saja sampai saat ini tidak ada yang berani mengatakannya karena alasan masing-masing.

 

Junho turun dari tempat tidurnya, lalu duduk di sebelah tempat tidur Chansung sambil meraih kedua tangannya.

 

“Aku ikut senang operasimu sukses.” Ucap Chansung.

 

Junho menatap sendu Chansung, sebulir air mata turun mengalir di pipinya dan dengan cepat ia menghapusnya.

 

“Jangan menyerah dengan pengobatanmu Channie, aku yakin kau akan segera keluar dari rumah sakit. Kau akan bisa menikmati tahun baru yang indah bersama keluargamu nanti. Percayalah padaku. Kau akan segera sembuh.”

 

“Ne, Nuneo…”

 

Keduanya terdiam, karena masing-masing saling menunggu lawan bicaranya. Keheningan berlangsung beberapa menit sampai akhirnya Chansung angkat bicara.

 

“Junho-ya?”

 

“Ne, Chansungie?”

 

“Bisa kau berjanji satu hal padaku?”

 

“Tentu saja… Apa itu?”

 

“Berjanjilah kau akan sering-sering mengunjungiku. Saat aku sudah mendapat donor mata, aku akan mengatakan sesuatu padamu. Eomma bilang, aku sudah berada di posisi nomor 2 daftar penerima donor. Tunggulah sebentar lagi. Otte?”

 

Junho tersenyum miris, lalu berkata, “Tentu saja. Aku akan mengunjungimu sebisaku.”

 

“Janji?” Chansung mengacungkan jari kelingkingnya.

 

“Janji.” Junho mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking Chansung.

 

-2PM-

 

“Junho-ya… Kenapa kau sampai melakukan ini semua?” Tanya nyonya Hwan heran sekaligus terharu.

 

Junho tersenyum miris lalu menjawab pelan, “Aku ingin hidupku menjadi lebih berarti…”

 

‘Lagipula tidak ada yang menginginkanku di dunia ini, bahkan kedua orang-tuaku.’

 

“Tapi kau tidak perlu sampai sejauh ini. Sungguh.”

 

“Kumohon nyonya Hwan, biarkan aku melakukan ini. Aku menyukai Chansung… Ani, aku bahkan mencintainya.” Aku Junho.

 

Nyonya Hwan bahkan tidak terlihat terkejut sedikit pun mendengar pengakuan Junho. Ia sudah menyadari sejak lama bahwa Junho menyukai Chansung. Hal itu terlihat jelas dari pancaran mata Junho tiap kali menatap anaknya itu.

 

“Lagipula aku tidak akan bertahan.” Ucap Junho lagi.

 

“Mwo? Apa kau mengalami komplikasi? Chansung bilang operasimu berjalan dengan baik, karena itu kau bisa keluar.” Tanya nyonya Hwan kaget. Ia menatap namja muda yang ada di hadapannya itu lekat-lekat, dan barulah ia menyadari bahwa Junho tidak baik-baik saja. Mukanya bahkan lebih pucat dari sewaktu ia dirawat dirumah sakit, matanya tidak lagi bersinar, dan ia melihat dengan jelas Junho tidak bernafas dengan baik.

 

“Aku berbohong padanya. Aku bahkan tidak bisa menerima operasi. Dokter bilang resikonya terlalu tinggi, tapi aku tahu sebenarnya aku sudah tidak ada harapan. A-Aku…”

 

Junho tidak bisa berkata-kata lagi. Setiap kata yang keluar dari mulutnya menakuti dirinya sendiri. Ia seolah terperosok semakin jauh kedalam lubang hitam tak berdasar.

 

Nyonya Hwan memeluknya erat seakan Junho adalah anaknya sendiri. Tangis Junho pecah saat itu juga. Selama ini ia tidak peduli akan kematian. Bahkan sejak kecil, setiap kali ia pingsan dan dibawa ke rumah sakit, muncul dipikirannya ‘mungkin sekarang saatnya’.  Namun saat sang malaikat kegelapan hendak segera menjemputnya, ia mulai merasakan takut.

 

Setelah tangis Junho reda, ia mengeluarkan selembar surat dari saku jaketnya lalu menyerahkannya pada nyonya Hwan.

 

“Tolong rahasiakan semua ini dari Chansung, kumohon. Berikan saja surat ini untuknya saat ia sudah bisa melihat lagi.”

 

-2PM-

 

“Channie…” Teriak Junho saat ia membuka pintu kamar Chansung. Untung saja saat itu Chansung dipindahkan ke kelas 1 sehingga diruangan itu hanya ada Chansung seorang.

 

Chansung yang sedang makan pisang menoleh ke sumber suara. “Nuneo… Aku sudah menunggumu sejak tadi. Ayo kita ke taman.”

 

“Tentu saja…”

 

Junho menuntun Chansung disebelahnya berjalan perlahan menuju taman belakang rumah sakit. Tempat itu merupakan tempat favorit mereka selama disana.

 

“Junho-ya, tanganmu dingin. Kau baik-baik saja?” Tanya Chansung sambil menggenggam sebelah tangan Junho yang menuntunnya.

 

“Emm, aku baik-baik saja…” Ucap Junho sedikit ragu. Ia merasakan tanda-tanda serangan, namun ia menahannya sebisa mungkin.

 

Beberapa langkah sebelum mereka mencapai pintu belakang rumah sakit, Junho menarik tangannya tanpa sadar dari Chansung. Ia mencengkram dadanya dan berjongkok menahan rasa sakit yang menyerang tiba-tiba.

 

“Nuneo?” Panggil Chansung kaget.

 

Seorang suster berjalan menghampiri mereka, “Tuan, anda baik-baik saja?”

 

Junho berusaha berdiri, mengabaikan rasa nyeri di dadanya. Lalu mengangguk pada suster itu dan mengisyaratkan bahwa ia tidak membutuhkan pertolongan.

 

Chansung yang tidak bisa melihat menjawab suster itu, “Aku baik-baik saja… Junho-ya kau dimana?”

 

“Aku disini…” Junho menyentuh bahu Chansung. “Maaf Chansung, sepertinya kita tidak bisa ke taman, diluar gerimis dan aku tidak mau kau sakit.” Bohong Junho.

 

“Benarkah? Aku tidak mendengar bunyi hujan.”

 

Junho membalikan badan Chansung, lalu mendorongnya pelan menuju kamarnya. “Itu karena hujannya tidak terlalu besar.”

 

Chansung duduk diatas sofa di kamarnya. Ia sibuk memainkan rambut Junho yang tiduran di pangkuannya. Keduanya mengobrol sampai larut malam. Selalu ada saja sesuatu yang menjadi topik pembicaraan mereka.

 

“Nuneo, apa kau pernah berpikir tentang kematian?” Tanya Chansung tiba-tiba.

 

“Kenapa tiba-tiba kau menanyakan itu?” Tanya balik Junho.

 

“Hanya, tiba-tiba saja terlintas dipikiranku. Kau tahu kan kalau operasiku kemungkinannya hanya 50%. Jadi aku berpikir--”

 

“Jangan bodoh, 50% itu termasuk cukup besar Chansung-ah… Operasi-operasiku selama ini sering dibawah itu, dan aku masih hidup sampai sekarang. Tenang saja, operasimu pasti berhasil, harus.”

 

Chansung hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Junho. Melihat Chansung tersenyum, Junho juga ikut tersenyum. Ia sangat menyukai senyuman Chansung, selama beberapa saat ia memandanginya. Mungkin ini akan menjadi yang terakhir kalinya, pikirnya. Ia mengangkat tangannya, menyentuh bibir Chansung, lalu dengan gerakan cepat ia mengecupnya lembut.

 

“Sarangheyo, Chansungie~”

 

‘Mianhae…’ Tambahnya dalam hati.

 

Chansung balas menggenggam tangan Junho yang ada di pipinya. “Nado, Junho-ya…”

 

“Aku tak sabar ingin cepat-cepat bisa melihatmu.” Tambah Chansung.

 

Junho terdiam, ia tidak bisa membalas kata-kata Chansung. Ia hanya menyenderkan badannya ke bahu Chansung, mencari kenyamanan selama beberapa saat.

 

-2PM-

 

Secercah cahaya muncul setelah sekian lama kegelapan merajalela. Perlahan namun pasti, cahaya itu semakin terang. Hwan Chansung, pemuda yang baru-baru ini menjalani operasi, mengejapkan matanya untuk pertama kali selama 5 bulan terakhir. Ia bisa melihat sosok ibunya yang memandang khawatir kearahnya.

 

“Chansung, apa kau bisa melihatku?” Seorang berpakaian dokter melambaikan tangannya dihadapan Chansung.

 

Chansung mengangguk pelan, lalu matanya melihat sekeliling. Ia berada di sebuah ruangan kecil. Ruangan itu di dominasi oleh warna putih. Ia melihat ke semua sudut ruangan berkali-kali. Hanya ada mereka bertiga disitu. Ibunya, dokter, dan dirinya sendiri. Lalu dimanakah Lee Junho?

 

“Eomma, Junho dimana?”

 

Eommanya terdiam sebentar lalu mulai terisak. “Mianhae Chansung-ah….”

 

“Wae eomma? Kenapa kau tiba-tiba menangis?” Chansung menghampiri eommanya.

 

Nyonya Hwang menyelipkan tangannya ke balik jaketnya, mengeluarkan sepucuk surat yang sudah lusuh, lalu memberikannya pada anaknya. “Ini surat peninggalan Junho untukmu.”

 

“A-Apa maksud eomma? Pe…Peninggalan??” Ucap Chansung terbata-bata.

 

“Ya, anakku… Junho sudah pergi jauh,” Kata Nyonya Hwang sedikit terisak.

 

“Bohong. Tidak mungkin.” Ucap Chansung pelan.

 

Dengan gerakan cekatan, Chansung merobek amplop yang diberikan eommanya dan mengeluarkan isinya dengan kasar. Selembar kertas berisikan surat terakhir Junho untuknya itu terlihat lebih lusuh daripada amplopnya. Coretan-coretan serta tinta yang mengabur seperti terkena air membuat tulisannya sedikit sulit dibaca.

 

Dear Hwan Chansung –my lovely man,

Hai Chansung-ah, bagaimana kabarmu sekarang?

Saat kau membaca surat ini, mungkin aku sudah tidak

Aku tidak tahu harus menulis apa

Aku minta maaf. Aku tidak bisa berada disisimu sampai akhir seperti janji kita. Aku berbohong padamu. Operasiku tidak berhasil dan dokter bilang waktuku tidak banyak lagi. Maaf aku tidak bisa bersamamu sampai akhir. Maaf juga karena aku berbohong padamu soal penyakitku. Aku tidak terkena usus buntu. Sejak lahir aku memiliki kelainan di jantungku. Dokter bahkan bilang aku tidak bisa mencapai usia 3 tahun, tapi setelah berbagai operasi keajaiban itu terjadi. Aku bisa bertahan selama 19 tahun terakhir ini, meskipun aku aku berkali-kali masuk rumah sakit. Apakah kau tahu, aku senang sekali waktu bisa sekamar denganmu. Rasanya seperti menemukan teman hidup sahabat sejati. 4 bulan bersamamu terasa sangat singkat namun begitu berarti buatku. Aku sangat menyukai senyum dan tawamu. Karena itu, kumohon, teruslah tersenyum seperti saat kau bersamaku.

Jangan merasa sedih atau menyesal, aku senang bisa menjadi orang yang berguna untuk pertama kalinya. Selama ini aku hanya menyusahkan keluargaku. Orangtuaku pun tidak pernah lagi berharap padaku, menyedihkan ya... Makanya aku senang sekali bisa memberikan hati dan mata untukmu. Kecocokannya memang hanya 68%, tapi aku yakin 100% operasinya akan berjalan lancar. Aku senang karena aku seakan bisa menyatu denganmu. Terima kasih juga karena kau membuatku bahagia di akhir-akhir eksistensiku. Mungkin kau tidak tahu, tapi akulah yang menyukaimu lebih dulu. Sejak kau pertama kali kau berbicara padaku, aku merasa senang tanpa alasan. Awalnya kupikir itu karena akhirnya aku bisa punya teman. Namun, perasaan nyaman tiap kali bersamamu mengubah segalanya, dan aku mulai menyadarinya.

Terakhir, maaf sudah membuatmu merasakan perasaan yang dikatakan banyak orang sebagai cinta. Bukankah aku sangat tidak bertanggung-jawab karena sudah membuatmu mencintaiku namun tiba-tiba menghilang begitu saja dari hidupmu? Ingatlah selalu Channie, aku akan selalu ada di hatimu dan kau akan selalu melihatku, karena kau melihat melalui bola mataku. Saranghaeyo, Channie <3

From : Lee Junho

P.S : Berbahagialah... Do your best, cause I'll be always next to you.


Author's note : Maaf atas ke-gaje-an ceritanya... Masih banyak kata-kata yang kurang pas dan agak lebay hehe, alir ceritanya juga mungkin kerasa agak kecepetan. mohon dimaklumin, author bukan penulis beneran kekeke... Yah pokoknya maafkan author kalo FF nya kurang bagus T.T Author berusaha update sebisa author =]

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
LenkaChakhi
#1
Chapter 6: great nextttttttt onnie
TikaChan
#2
Chapter 5: Di lanjutin ne

Fighting !!
mannuel_khunyoung
#3
Chapter 5: loh yg always next to you belum complate? fix harus dilanjuti nunnnnn hahaha

yg teaser lagi,mestiii cepet dilanjuti nuuunn oke fighting nunnn
myrajunho
#4
Chapter 4: Stop teasing us... pweaseee... this story dont deserve a chapie but a whole new story.. ^^
lurvejunho #5
Chapter 3: omo the cliffhanger ><
i hope everything will be fine
cant wait to read authornim
mannuel_khunyoung
#6
Chapter 2: OH GOD!AUTHOR SWEET WKWKWK~


THOR WOOHO OR KHUNYOUNG DONG WKWK?
ImaCnn #7
Chapter 2: Aigoo manis banget sich Thor, ayo Thor update lagi pic Chanho nya di tunggu ne~ ;)
myrajunho
#8
Chapter 2: Can u make an story about cnn..I mean new ff about this two.. can't get enough of this.. seriously.. I like the story cnn had a baby name hayi...love this!! Thanx author-nim
ImaCnn #9
Sosweet banget sich duo magnae ;) Thor itu chap 2 nya kok gag ada eoh?