Love Doesn't Need Reason

Description

Tiffany diam-diam menaruh perasaan pada teman sekelasnya Lee Donghae. Suatu hari, Tiffany dan Donghae saling membeberkan rahasia tentang keluaga mereka. Rahasia ini merupakan ancaman bagi Tiffany. Belum lagi saat seorang namja dari kelas sebelah yang mengagumi Tiffany. Akankah hubungan mereka berdua berjalan mulus?

 

Foreword

AUTHOR'S NOTE: Annyeonghaseo! This is my first time writing fanfic. I'm an amateur fanfiction writer, jadi maklum aja ya kalo banyak yang salah. Okaaaay selamat membacaaaa^

Cast: -Lee Donghae

           - Stephanie Hwang

Support cast: -Kim Yesung

                         -Kim Taeyeon

                          -Jung Yunho

                          -other SM Entertaiment artist

Genre:   friendship, romance, sad.

***

#TiffanyPOV
Namanya Lee Donghae. Orangnya ganteng, tapi bukan tipe orang ganteng yang populer dan paling menonjol disekolah. Tapi, jika ada award 10 orang tertampan disekolah, dia bisa masuk kategori itu. Bagiku, seorang Lee Donghae mengalahkan si tampan nomor satu disekolah(menurut org lain), Jung Yunho.

Menurutku, Yunho bisa saja jadi nomor 2. Entah kenapa, perilaku Donghae membuatku tertarik padanya. Dia supel, dia tipe orang yang mengarang beribu alasan untuk tidak mengikuti pelajaran seperti kawan-kawannya eunhyuk, shindong, heechul, kyuhyun, tapi bukan orang yang berotak udang. Dia cerdas, hanya saja malas.

Saking supelnya, dia bersahabat dengan siapa saja dan tidak pilih-pilih teman. Bahkan dia bersahabat dengan penjual ramyeon depan sekolah. Aku memperhatikannya 2 minggu ini, karena aku sekolah disini juga baru 3 minggu.

Donghae baik, sangat baik. Tapi bukan berarti dia tidak bisa jahil. Perpaduan karakternya membuat dia terlihat tidak biasa - atau menurutku, karakternya yang kecampur itu membuatnya keren, tapi dia gak sadar kalau dia keren. Aduuuh, kenapa aku ini?

Orangnya datang ke kelas. Orangnya datang.
"Hyukjae! Aku disampingmu! Aaah, ayolaaaah! Kyuhyun, minggir kau!"
"Siapa suruh kau datang telat! Week:p"
kata Kyuhyun dengan evilnya.
"Sialan," gerutunya. Tiba-tiba matanya tertuju ke arahku. Aku langsung mengalihkan pandangan. Aduuh, aku tak sanggup menatap matanya~

"Fany-ya, aku duduk disini ya?"
"Eh?" Aku kaget karena Donghae sudah berdiri di dekat mejaku.
"Boleh tidak?"
"Bo...leh. Tentu saja boleh."
"Naah, begitu dong. Gomawo."
Biar saja nanti kusuruh Taeyeon pindah tempat duduk. Aku mau menikmati hariku dulu:D

Dia duduk disampingku. Jantungku berdegup kencang. Astaga, kuharap dia tidak mendengarnya.
"Fany-ya."
Aigoo. Dia memanggilku Fany! Bukan Tiffany! Panggilan yang sangat mesra kan?:p
"Ne? Gwenchana?"
"Ani... Aku suka dengan stylemu selama ini."
"Style ku? Style pakaian? Memangnya kau mau memakai rok dan sepatu flat sepertiku?"
"Mwo? Rok? HAHAHA! Maksudku bukan itu! HAHAHA..."
Dia terbahak karena kebodohanku. Aduh, Tiffany-_- stupid.

"Kamu orangnya itu careless terhadap sesuatu yang sepele bagimu, tapi kamu orangnya padahal sangat pedulian. Ingat waktu Luna dan Amber bertengkar? Kamu tidak ikut campur dan hanya berdiam di kelas."
Aku tersipu mendengar pujiannya.
"Meskipun kadang kikuk," tambahnya. Aku memukul bahunya pelan. "Iiih, enak saja!"
Dia tertawa. Aku merasa nyaman disampingnya.

*istirahat*
Taeyeon mendatangiku.
"Fany-ah!"
"Ne?" sahutku.
Taeyeon mengajakku makan. Untung aku bawa bekal buatan eommaku.
"Kamu suka Donghae, eoh?"
"Ah! Bicara apa kamu! Ada-ada saja. Tentu saja tidak."
"Hoo, begitu... Padahal aku punya 'secret method' untuk mendapatkan dia."
"Sss... Secret method?!"
Aku mendekati Taeyeon. "Apa itu?"
"Katanya nggak suka Donghae..."
Sialaaan.
"Aah, yasudah aku nyerah! Aku suka dia!"
"Ssst... Secret method ini ampuh katanya, tapi apa kau bersedia melakukannya?"
"Memangnya caranya bagaimana?"
Taeyeon tersenyum simpul, "... Mencuri pakaian dalamnya."

Pfffffft...
Minumanku muncrat. Apa Taeyeon sudah gila?
"Gila kau! Pabbo! Bagaimana caranya?!"
"Yaa kau mengendap-ngendap ke ruang gantinya."
"Apa efek metode itu memangnya, sampai caranya sulit sekali?"
"Donghae akan dekat-dekat denganmu. Dia akan menyukaimu. Bahkan bisa sampai..."
"Sampai apa?!" seruku. Di kepalaku melintas sebuah skenario, membayangkan Donghae memegang tanganku, tersenyum, lalu merangkulku... Aish, senyumku mengembang seketika!

Taeyeon mengernyit. "Heh, jangan berpikiran mesum begitu! Efeknya tak akan membuat...."
"Siapa yang berpikiran mesum!"
"Ssst, jangan keras-keras!"
Aku menutup mulutku. Oow...
"Pokoknya, kauharus mencuri pakaian dalamnya, lalu berikan padaku. Arachi?"
"Ne!"
Entah aku sudah gila atau tidak.

Taeyeon mengajakku keluar kelas.
"Donghae, ayo main sepakbola!"
"Kajja!"
Donghae dkk. hendak main bola.
"Aah, Yunhooooo!" kata Taeyeon. "Apa perlu aku mencuri pakaian dalam Yunho? Aigoo..."
"Eh, mumpung ruang ganti sepi, ini kesempatanmu, Fany-ah!" Taeyeon menyuruhku.
"Baiklah... Mudah-mudahan aku bisa..."
"Aja aja! Fighting!"
"Ne! Fighting!"

Aku masuk ke dalam ruang ganti tim sepakbola sekolah. Aku mencari loker sang striker pujaanku, Lee Donghae. Gotcha! Aku menemukannya! I found it! Yeay!
Aku segera mengambil sehelai celana dalam (astaga...) milik Donghae dan memasukkanya ke tas kecilku. Aku tahu aku gila, tapi ini membuatku senang.

"Fany-ah?"
"Ssst!" Aku menyuruh orang itu agar tidak berisik. Tiba-tiba aku sadar, yang memanggilku barusan itu Donghae...
"eh! Mianhe, Hae! Mianhe!" seruku. Aku kepergok...
"Kau sedang apa?"
"Mencuri cel... Eh, bukan itu! Mau membersihkan ruang ganti!" teriakku berbohong. Mukaku pasti sudah semerah tomat.
"Ooh, begitu," dia tersenyum kalem. Kemudian Donghae membuka kancing seragamnya...

"Yak! Yak! Kau mau apa?!" Jeritku.
"Aku mau ganti baju."
"Baiklah! Aku keluar!!"
Bodoh, bodoh. Aku memukul kepalaku pelan. Bodoh!
Pasti aku terlihat bodoh tadi. Aaah! Tapi...kalau dia shirtless bagaimana ya?

"Fany-ah, kau masih disitu? Aku sudah tidak pakai baju sekarang. Kau mau menungguku?"
SIALAAAN...!

*kelas*
Aku duduk disamping Taeyeon sambil tersengal-sengal.
"Sukses?"
Aku melotot. "Sialan. Donghaenya ada disitu!"
"Owh... Kupikir metode ini akan lebih sukses nantinya!"
"Sudah sudah jangan banyak bicara! Barusan adalah hal paling memalukan dalam hidupku!"
Aku pun menceritakan insiden memalukan tadi pada Taeyeon.

#DonghaePOV
"Donghae! Tadi aku lihat si anak baru keluar dari ruang ganti dengan penuh keringat! Kau apakan dia di ruang ganti?" sosor Heechul.
"Kalian melakukannya? Astaga! Donghae geraknya memang sangat cepat!" puji Leeteuk.
"... 'Milik'nya dia ukurannya berapa? Apa lebih besar dengan punya Hyorin?" tanya Eunhyuk dengan tatapan 'yadong'nya.

"AISH! Bicara apa kau semua,hah?! Aku tidak ngapa-ngapain! Saat aku baru masuk dia sudah ada disitu. Saat aku mau membuka baju dia sudah berteriak dengan muka seperti udang rebus. Lalu dia berlari keluar," jelasku.
"Oh... Kupikir..."
"Otakmu saja isinya yadong terus! Mana mungkin aku melakukannya!"

Eunhyuk nyengir kuda. Aku berjalan menuju lapangan bola. Kadang, aku tersenyum sendiri. Gadis itu... Lucu sekali. Ekspresinya terlalu mengungkapkan perasaannya. Aku jadi ingat ekspresinya tadi... Hahaha.

#TiffanyPOV
Pelajaran jam terakhir akan dimulai. Donghae dan yang lainnya masuk kelas setelah main bola.
Saat Donghae duduk disampingku, aku pura-pura mencari-cari sesuatu di tas. Bahkan aku pura-pura berkonsentrasi mengerjakan soal matematika yang diberikan Gi Tae Songsaenim.

"Fany-ah~"
Aku terdiam. "Ne?" Kataku tanpa menatap matanya sekalipun.
"Lihat aku."
"Ke...ke...napa?" tanyaku gugup. "Maaf, Donghae. Soal yang tadi. Sungguh aku tidak ada maksud! Sungguh! Maaf! Mianhe!"
Wajahku bersimbah keringat dingin.
"Heh?"
"Maaf..."
"Kau ini bicara apa sih?"
"Soal yang diruang ganti tadi kan?"
"Ah," Donghae tertawa, "kau ini memang lugu ya. Aku hanya bertanya
cara mengerjakan soal nomor 3. Dan soal diruang ganti tadi, lupakan saja. Banyak gadis yang mengendap-ngendap ke ruang ganti tim sepakbola, terutama Yunho, tapi saking seringnya kami mengabaikan mereka."
"Tapi... Maksudku tadi bukan buat itu kok!"
"Ya, aku mengerti. Mana mungkin gadis sepertimu mau melakukan hal seperti itu?"
Donghae mengacak-ngacak rambutku. Andai, dia tahu...

*rumah Taeyeon*
Aku sedang berada di rumah Taeyeon yang berjarak 1,5 km dari rumah Donghae.
"Beres,semua beres!" Taeyeon selesai mempraktekan 'secret method'nya.
"Habis itu?"
"Ayo buktikan. Kau pinjam sepedaku untuk ke rumah Donghae, sambil bawa kue ini. Bilang saja ini kue buatanmu. Arasso?"
"Kue ini?"
"Iya. Ambil saja."
"Maaf merepotkanmu Taeyeon!"
"Ah, kauini! Palli!"

Aku menggoes sepedaku dengan santai. Kata Taeyeon, rumah Donghae ada disebelah kedai takoyaki. Di Korea ada takoyaki? Sebagai kelahiran Amerika, aku pikir takoyaki hanya ada di Jepang.
Aku berhenti di depan kedai takoyaki. Disebelah kanannya ada sebuah rumah bercat putih retak sana sini dan sebuah sepeda terparkir depan pagarnya. Kata Taeyeon, Donghae punya seekor anjing Siberian Husky. Mana anjingnya?

Lalu aku mendengar gonggongan anjing dari sebelah kiri kedai takoyaki. Rumah itu minimalis dengan halaman yang asri. Seekor anjing bertubuh besar berkeliaran disekitarnya.

Aku terdiam sejenak.
Apa aku harus mengetuk pintunya? Tidak mungkin kan?
Aaah, aku lupa bertanya pada Taeyeon bagaimana menemuiDonghae!

Untungnya, Tuhan menjawab doaku. Tiba-tiba seorang laki-laki bertubuh tinggi dan posturnya yang tegap keluar sambil membawa si Siberian Husky bertubuh jumbo itu. Aku pun pura-pura bersepeda (gengsi kan...)

"Fany-ah!"
Panggilan yang sering Donghae serukan untukku. :3
"Ei! Lee Donghae! Sedang apa kau disini?" sahutku. Untukku yang sulit membuat kebohongan, bualan seperti itu merupakan prestasi buatku. You're so smart, Tiffany.

"Ini memang rumahku! Kau mau kemana?" tanya Donghae. "Aah, pasti dari rumah Taeyeon! Ya kan?"
"Ne! Kaubenar! Ngomong-ngomong, kau mau bersepeda bersama?" ajakku.
"Tadinya aku mau mengajak Max jalan-jalan, tapi ada kau. Baiklah, kajja! Aku ambil sepeda dulu."

Donghae hanya memakai t-shirt dan celana katun selutut. Aah, dia santai tapi tampan sekaliii.
"Anjingmu keren!" kataku sambil menggowes sepedaku.
"Gomawo,Fany-ah... Aku sangat menyayanginya, dia anjing yang sangat penurut."
"Aku punya anjing jenis Golden Retriever di Washington. Tapi dia tidak kubawa ke Seoul. Dia sangat lucu!"
"Seperti pemiliknya kah?"

Aku terdiam, berusaha menyembunyikan senyumku.
"Donghae-ah! Ayo kita duduk dulu, aku haus," kataku.
"Baiklah!"
Donghae membelikanku es krim stroberi.
"Heey, tidak usah repot-repot! Aku bawa kue untukmu!" kataku.
"Jinjja? Ini buatanmu?"
Aku menimang-nimang. Jujur, bohong, jujur...

"Bukan. Aku tidak bisa membuat kue."
"Oooh... Ehm, gamsahamnida!"
Aku mengangguk.
Donghae memakan kue itu. Lalu menyuapiku kue tiba-tiba.
"Yak Lee Dong..."
"Aaah! Sudah makan saja! "

Aku mengunyah kue itu, kue yang awalnya manis, menjadi 1000x lipat lebih manis sekarang.
Tak lama kemudian, seorang bapak tua 'gold digger' dan seorang wanita dengan tubuh bak peragawati lewat depan kami.

"Aku tidak suka hubungan seperti itu. Bapak-bapak yang memiliki selir."
"Kenapa?" tanyaku kecewa.
"Aku rasa memiliki istri lebih dari satu itu namanya tidak setia."
"Tapi kan tidak semua selir itu wanita penggoda."
"Aku tahu. Selir itu kan dinikahi karena bermacam-macam tujuan."
"Apa kamu menyesal mengenalku?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Aku adalah anak seorang istri kedua."

#DonghaePOV
Aku tercekat mendengar pengakuan Tiffany.
"Eh...mianhe, Fany-ah, aku tak ada maksud untuk..."
Tiffany tersenyum. "Aaah, tidak apa-apa."

Suasana hening seketika. Tiffany hanya menunduk.
"Fany-ah... Aku tidak benci padamu, sungguh."
"Kalaupun kamu benci padaku, aku tidak masalah, banyak orang yang menghinaku karena aku anak selir," kata Tiffany, matanya mulai berkaca-kaca.

Di Korea, lelaki beristri lebih dari satu itu agak jarang. Tapi kan ayah Tiffany ada darah Amerikanya, mungkin di Amerika beristri lebih dari satu itu hal biasa.
"Appaku punya anak dari istri pertamanya, yang pertama lelaki, namanya Jinhyuk. Appa ingin anak perempuan tapi yang lahir laki-laki lagi, namanya Joonsu. Akhirnya appa menikahi eommaku dan lahirlah aku. Meski eomma istri keduanya, appa tetap membagi rata kasih sayangnya, karena aku juga anak perempuan satu-satunya. Istri pertama appa kupanggil eomma Gaeun. Jinhyuk dan Joonsu tidak membenciku, justru sangat menyayangiku. Donghae, ibuku bukan wanita penggoda seperti kebanyakan selir di Korsel."

Tiffany menyembunyikan airmatanya. Aku tahu dia mau nangis.
"Aku percaya padamu, Fany-ah," jawabku simpul. "Kau sahabat perempuanku yang paling baik."
Kuakui perempuan yang dekat-dekat denganku hanya karena aku tampan mungkin *narsis #plak*
Tapi Stephanie Hwang berbeda.

"Aku sayang semua keluargaku. Aku sering diejek tapi menurutku yang penting eommaku tidak diejek wanita murahan."
Gadis ini sungguh baik. Sudah cantik, baik pula... Aish...
"Jangan menangis, Fany-ah," aku merangkulnya. "Aku ini anak yatim lho sebenarnya."
"Ah?"
"Ayahku meninggal ketika usiaku 12 tahun. Padahal dia adalah orang paling dekat denganku. Ketika aku ada pertandingan sepakbola antarsekolah, aboeji datang menyupportku. Aboeji mengerti perasaanku sesama lelaki, lebih daripada Donghwa kakakku. Disaat aku cedera, eomma melarangku main sepakbola lagi. Sementara aboeji, malah menyuruhku untuk tetap semangat. Katanya, "anggap cedera kali ini pelajaran buatmu. Jangan menyerah! Fighting!" Setelah aku sembuh aboeji membelikanku sepatu bola baru. Meski sekarang sudah kesempitan, setiap bertanding sepakbola aku membawa sepatu itu. Itu jimatku. Hahaha."
Aku menunduk.

#TiffanyPOV
Kupandangi Donghae dengan sedih. Dibalik kelincahan kakinya dalam bermain sepakbola, ternyata ada sesuatu dibalik itu semua.

"Lanjutkan, Hae..."
"Suatu hari aku hattrick dalam pertandingan sepakbola. Aku dengan gembira pulang ke rumah memberi tahu aboeji, tapi rumahku sudah ramai dengan orang-orang berwajah sedih. Saat bertemu ahjumma, aku memamerkan pialaku, tiba-tiba ahjumma memelukku, berkata bahwa aboeji telah tiada.
Aku sangat terpukul dan sempat mogok main bola. Tiba-tiba Donghwa menyuruhku main sepakbola lagi, jangan berhenti menyerah Donghae, begitu katanya. Donghwa seperti mendiang aboeji. Lalu aku main sepakbola lagi, demi aboeji dan Donghwa."

Aku menatap matanya, "aboejimu pasti bangga memiliki putra sepertimu."
"Kau juga, putri yang sangat menyayangi ibunya. Aku salut padamu."
Senyumku mengembang. Eomma, putrimu ini sedang jatuh cinta.

#DonghaePOV
Dia tersenyum manis.
Dia gadis yang baik dan pintar. Bisa saja aku jatuh cinta padanya.

*keesokan harinya*
Gi Tae Songsaenim memberikan tugas untuk membuat karangan tentang 'IBU'.
Aku paling malas membuat karangan. Tapi kali ini temanya ibu. Eommaku adalah seorang ibu yang lembut dan cekatan. Meskipun sibuk membanting tulang untuk keluarga semenjak aboeji meninggal, dia tetap punya waktu untuk kami semua. Dia membuka usaha restoran dan katering yang cukup ramai serta usaha menjahit yang dibantu dengan ahjummaku.

Bagaimana dengan Tiffany? Kulihat dia sedang meraut pensilnya. Pasti ibu Tiffany adalah sosok yang hebat.

"Yak Tiffany! Kau mau menulis tentang apa?" tanya Hyoyeon, si biang gosip sekolah.
"Ibu..." jawab Tiffany pelan.
"Judulnya apa? Mungkin judulnya 'Ibuku Seorang Istri Kedua' ya?! HAHAHAHA..."
Anak-anak lain tertawa.
"Pasti ibumu wanita penggoda yang hebat ya!" tambah Kai.
Anak-anak tambah mengejek Tiffany.

Aku hendak menghajar Kai, tapi Tiffany menahanku.
"Biarkan saja, Hae...," katanya.
"Hey, kalian ini tidak sopan sekali! Kalau Gi Tae songsaenim masuk bagaimana?!" tegur Leeteuk si ketua kelas.
"Peduli amat! Kan kita hanya mengobrol dengan si anak selir!" teriak Hyoyeon.

Grrrrr. Aku geram sekali dengan mereka semua.
Aku lihat, Tiffany hanya menunduk sambil lanjut menulis. Di kertasnya ada tetesan airmata.
Apa yang salah sih dengan putri seorang selir? Mereka semua jahat! Aku juga dulu menganggap para selir itu wanita murahan. Tapi, semua berubah sejak aku bertemu Tiffany.

#TiffanyPOV
Kejadian di kelas tadi membuatku sedih. Taeyeon ikut menangis bersamaku. Bahkan di lapangan bola, Donghae kadang menatapku iba.
Ahhhh! ttt!

Saat aku melintas di koridor, anak-anak mengejekku.
"ANAK SELIR, ANAK SELIR~"
Aku ingin menangis saat itu juga. Terlebih saat tepung dan telur mulai diguyur ke tubuhku.
Mereka tertawa-tawa dengan jahatnya. Hyoyeon, Luhan, Kai.
Andai Jinhyuk dan Joonsu tahu aku diperlakukan seperti ini, pasti mereka marah.
Aku tak bisa membayangkan eomma menangis melihatku.
Atau appa yang menuntut sekolah karena aku diperlakukan seperti ini.
Aku tidak mau semua malah jadi sulit karenaku.

Tepung terigu diguyur ke rambutku yang sudah memutih. Air superdingin membasahi seragamku. Tubuhku yang ringkih, menjadi sangat lemas ketika air diguyurkan.
Aku terjatuh. Aku mendengar samar-samar suara.

"BRENGSEK!!!"
Donghae? Kaukah itu?
Lalu, aku merasa tubuhku dibopong seseorang. Donghae memelukku erat.
"Mianhe, Tiffany. Mianhe~"

#DonghaePOV
Saat aku ke lantai atas, pemandangan yang menyayat hatiku terlihat di depan mata.
Aku segera menghajar Kai dan Luhan. Lalu membopong Tiffany dalam pelukanku.
"Mianhe..."

#TiffanyPOV
Dimana aku?
Aku melihat-lihat disekitar. Ini bukan kamarku. Kamarku tidak ada poster pemain bola disana-sini.
Lalu, seragamku! Mana seragamku? Yang ada malah kemeja yang melekat ditubuhku.

"Fany-ah, sudah baikan?"
Aku menoleh. Donghae!
"D...do...Dong..hae!" seruku. "Siapa yang mengganti bajuku?!"
"Aku..."
"MWO?! JINJJA?!!"
Donghae tertawa, "hahaha. Bukanlah! Ahjummaku yang mengganti bajumu."
"Aish, kau ini sempat-sempatnya membohongiku."

Dia tertawa lagi.
"Entah kenapa aku selalu tertawa berada disampingmu."
"Karena aku lucu!" sungutku. Dia malah mencubit hidungku. "Sakittt!"
"Donghae-ah, antarkan aku ke rumahku, boleh? Aku takut eomma khawatir..."
"Tentu saja. Aku akan meminjam mobil Donghwa."

Donghae keluar sebentar. Lalu masuk lagi berkata bahwa mobilnya sudah siap.
"Kajja!"
Aku masuk ke dalam mobilnya.

"Rumahmu dimana?"
"Apgujeong District."
"Jinjja?! Itu kan komplek perumahan elite!"
"Ahaha... Biasa saja kok. Rumahmu juga bagus."
"Ah kau ini, tidak pernah bangga kalau dipuji ya!"
Aku terkikik.

#DonghaePOV
"Sudah sampaai!" Aku memberhentikan mobilku depan rumah Tiffany. Rumahnya besar sekali! "Fany-ah, pasti kau betah tinggal di rumah sebesar ini!"
Tiffany mengangguk, "tentu saja. Rumahku penuh kehangatan. Ayo masuk!"

Di halaman rumahnya, seorang wanita yang lebih muda daripada ibuku menunggunya dengan cemas.
"Min Young! Kau baik-baik saja?" Wanita itu memeluk Tiffany.
"Ne, eomma. Tadi Donghae menolongku. Donghae, ini eomma," kata Tiffany.

"Donghae, terimakasih sudah menolong Tiffany. Ayo, aku buatkan secangkir teh!" ajak ibu Tiffany ramah. Ibunya sangat cantik dan awet muda. Dia juga ramah padaku.
"Yak Fany! Itu siapa?" tanya seorang laki-laki dari lantai atas.
"Oi, Jinhyuk oppa! Ini Donghae, yang menolongku tadi."

Jinhyuk turun dan menyalamiku.
"Waah, kau pasti Lee Donghae yang sering diceritakan Tiffany ya! Tiffany bilang kau tampan!" seru Jinhyuk.
"Oppa!" Tiffany melotot. Aku bisa merasakan kehangatan keluarga ini, nyaman sekali.

#TiffanyPOV
Aku bahagia sekali. Eomma dan Gaeun eomma membuat makan siang untuk kami semua. Aku, eomma, Gaeun eomma, Jinhyuk, Joonsu dan Donghae makan dalam satu meja. Mereka semua menyukai Donghae. Jinhyuk dan Donghae sangat cocok dalam berbicara soal sepakbola, Joonsu juga senang saat lawan catur bersama Donghae.

Pukul 6 sore, Donghae pulang. Eomma sangat berterimakasih pada Donghae.
Saat Donghae pulang...
"AISH TIFFANY!!! Incaranmu boleh juga!" sorak Jinhyuk.
"Aigoo... Apa kaubilang? Incaran?" Aku melotot.
"Ne, Jinhyuk, adik kita ini ternyata lihai juga ya!" tambah Joonsu.
Aku bersungut-sungut. Jinhyuk dan Joonsu memang menyebalkan!
Ngomong-ngomong, aku harap kedekatanku dengan Donghae bukan karena 'secret method' Taeyeon...

*skip* besoknya.
Saat aku membaca buku di kelas, seorang siswa mendekatiku.
"Stephanie Hwang?"
"Ne?" jawabku. Dia adalah Yesung, anak kelas sebelah. Kata Taeyeon, Yesung diam-diam menyukaiku. Tapi, aku tidak begitu dekat dengan Yesung.

"Omo... Ini cokelat untukmu," katanya sambil tersenyum.
Aku menerima cokelat dari Yesung.
"Aku ke kelas dulu," kata Yesung.
"Yesung!"
"Mwo?"
"Gomawo! Semoga harimu indah!"
"Ne," balasnya.
Setelah Yesung pergi, Donghae datang.

"Cokelat dari siapa?" tanya Donghae.
"Yesung."
"Yesung kelas sebelah?"
Aku mengangguk.
Donghae duduk disampingku, bersimbah keringat sehabis main bola. "Yesung kan penggemarmu."
"Taeyeon juga berkata seperti itu," sambungku. "Apa gadis sepertiku pantas punya penggemar? Seharusnya kan yang punya penggemar itu Yoona, Luna, Sooyoung, Krystal, Hyorin..."
"Heeei, kau itu cantik, oke?" Donghae mencubit pipiku.
"Aah, kau bisa saja!"
"Aku jujur."
"Bohooooong..." Ledekku. Donghae menggelitiki tubuhku. Aku tertawa kegelian.

Jam pulang.
"Fany-ah, mau pulang bareng?" tawar Yesung.
"Tidak usah! Aku bisa pulang sendiri," jawabku.
"Ayo, tidak usah sungkan!" katanya.
"Aaah," aku merasa tidak enak.
Tiba-tiba,CTAAAR!
Petir menyambar. Hujan lebat akan segera turun.
"Kajja, cepat masuk! Ini sudah mau hujan!"

Mau tak mau, aku masuk ke mobil Yesung.
Kemudian, mobil Donghae melintas di pinggir mobil Yesung.
"Yesung, kau mau mengantar Tiffany pulang?" tanya Donghae.
"Ne."
"Oh. Jaga Fany baik-baik, dia masih kurang fit."
"Ne. Aku tahu."

Aku melihat tatapan sinis antara Donghae dan Yesung. Astaga... Jangan sampai mereka bertengkar hanya karena aku!

#DonghaePOV
Sialan, sialan!
Ada apa sih dengan Tiffany dan Yesung?! Kok Yesung sampai mengantar Tiffany segala?
AAAH! Pikiranku kacau hari ini.
Tapi... Kenapa aku seperti ini?
Kenapa aku cemburu? Memangnya aku siapa Tiffany?

... Atau aku mulai menyukai gadis itu?...
Astaga.

-TBC-

Comments

You must be logged in to comment
Hyorachoi #1
I Love HaeFany :*,,
nice ff!
nabilachrnns #2
annyeonghaseo. this is my first ff, don't be a silent readers plssss:)