Meet Mr. Sanggah & Hae Na

Get Lost In Indonesia

 

Donghae mengantarku sampai ke bandara, bersama beberapa kru. Kami tidak dikeremuni oleh orang-orang karena penyamaran, dan kepergianku ke Indonesia juga dirahasiakan.

"Apa bisa, stay di Indonesia sendirian? Hey, itu kan pedalaman. Lagipula mana asik kalau sendirian." Katanya, seperti membujukku pulang agar tidak jadi pergi. Aku hanya tersenyum padanya.

"Nggak apa. Pak Direktur juga sudah memberikan izin, dan memberiku seorang guide yang nanti akan menjemputku di bandara. Ada kota bernama Malang, dan aku akan pergi ke perdesaannya." Aku menepuk-nepuk bahu Donghae. "Terimakasih sudah mengantarku. Aku hanya akan tinggal disana selama 10 hari."

"Hahah," Ia berkacak pinggang, sambil menggeleng-geleng kepala. "Dasar aneh, dasar Kyuhyun." Topinya menutupi wajahnya, tapi lalu ia melihatku. "Go, then. Have fun!" Ia mendorongku sedikit, kemudian berjalan mundur. "Hati-hati disana! Yang bersih! Kehidupan perdesaan sangat berbeda jauh dengan kehidupanmu yang sekarang." Lalu ia masuk mobil.

Dan, baiklah. Perjalanan panjang menuju Indonesia!

****

Ugh! Aku mengambil koperku, kemudian berjalan keluar. Seharusnya seorang guide sudah berdiri mengangkat papan bertuliskan namaku di tempat orang-orang menjemput....oh! Itu dia, nama "KYU" tanpa hyun, karena takut mengundang orang-orang lain. Ini penyamaran yang tidak terlalu sempurna.

"Cho-Kyuhyun!" Ia memanggilku, aku tersenyum padanya. Masih mengenakan jaket hitam tebal yang membuatku agak panas dan kacamata hitam yang menyamarkan wajahku. "Kenalkan, aku Mr. Sanggah." Ia bicara bahasa Inggris dengan aksen Indonesia, tapi terdengar lancar seperti terbiasa.

"Apa kau menunggu lama?"

"Tidak juga." Ia membalasku dengan bahasa korea. "Ah, ya. Lanjutkan obrolannya di mobil saja." Kemudian ia mengantarku ke mobilnya. Aku duduk di kursi depan, hanya untuk membuat ini nyaman dan sopan. "Ah, akhirnya kau datang juga. Sepertinya aku terlalu cepat menjemputmu, jadi aku datang 2 jam lebih awal." Ia berbicara menggunakan bahasa korea dengan lancar. Aku sedikit melongo dan tetap meliha ke arah Mr.Sanggah. Ia menoleh sebentar, kemudian tertawa.

"Ahahah jangan canggung! Dulu aku pernah tinggal di Korea sampai umurku 26 tahun, mungkin." Ujarnya, dengan bahasa Korea yang agak lucu, tapi lancar saja. Sepertinya ia pria berumuran 40 tahunan. "Kita akan pergi ke Malang nanti sore. Kau bisa istirahat di rumahku sebentar, atau ingin pergi kemana?" Tanya-nya.

"Terserah kau saja." Jawabku. Akhirnya mobilpun jalan dan kami menuju ke rumahnya.

 

“Sampai.” Ia mematikan mesin mobil, kemudian turun dan mengambil barang. Aku turun dan mengamati rumahnya. Rumah kecil yang indah, rumah yang sederhana. Sangat sederhana untuk ukuran di kota. “Ah, maaf aku hanya punya rumah sekecil ini. Sebenarnya aku tinggal di desa. Rumah ini hanya rumah yang ku-singgahi untuk tempat bekerja, dan untuk putriku yang kuliah di sini. Ini rumah lama yang sederhana, tapi sayangnya aku tidak terlalu berkenan dengan lingkungannya. Jakarta macet.” Ia menjelaskan sembari menaruh beberapa barang berat ke jalan.

“Ini rumah yang cukup baik, sederhana tapi indah.” Ujarku. “Oh, apa itu, Mr.Sanggah?” Aku mengamati barang-barang yang ia turunkan.

“Ah, ini alat-alat baru untuk sawahku disana. Jakarta memiliki alat-alat yang lebih lengkap, maka aku membelinya dulu disni. Dan mungkin alat-alat ini bisa berguna untukmu, jika kau mau mencoba menanam padi dan sebagainya.” Ia tertatih-tatih mengeluarkannya dari bagasi mobil. “Barang-barangmu ditaruh di mobil saja, kecuali jika kau ada perlu dengan salah-satu koper.” Katanya. Aku menggelengkan kepalaku.

“Aku hanya ingin istirahat sebentar. Perjalanan dari Korea membuatku agak capek.” Jawabku. “Ah, bisa ku bantu?” Aku mengangkat dua kardus sekaligus saat ia bersusah payah mengangkat beberapa barang lain. “Akan lebih cepat jika dilakukan berdua.” Aku tersenyum padanya.

“Wahahah terimakasih, Cho-Kyuhyun! Kau baik sekali!” Ia sedikit membungkuk lalu membuka pintu rumahnya yang tidak dikunci. Aku masuk ke dalam, dan ruangan pertama diawali dengan ruang tamu, kemudian dilanjutkan ruang tengah yang terdiri dari sova dan tv saja, tidak begitu luas, tapi kelihatan nyaman. Kami menaruh barang-barang itu disitu. “Nanti akan ada yang mengambilnya untuk dikirim ke desa. Jadi kita tidak usah susah-susah untuk membawa barang-barang ini sendiri.” Aku mengangguk, lalu ia mempersilakan aku untuk duduk di sovanya. Aku menurut.

“Hae Na!” Ia berseru sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar seseorang, yang bertuliskan ‘Hae Na’ di pintunya. Tak lama seseorang keluar dari sana, seorang anak perempuan yang mungkin berumuran sekitar—19 tahun?

“Oh, sudah datang?” Ia bicara bahasa Indonesia, yang aku tidak mengerti artinya. “Apa yang bisa ku bantu? Kita hanya perlu mengirimnya ke perdesaan, lalu sudah, kan? Itu saja tugasnya, tidak perlu repot-repot melayani.” Aku tidak mengerti artinya, tapi ia bicara agak ketus. Aku pikir ia anak perempuan yang tidak fanatic dengan Korea.

“Jangan begitu. Dia datang sendirian, pasti tidak asyik. Setidaknya dia butuh teman, yang bisa berbahasa sama dengannya. Ayolah, bantu ayah sekali ini saja.” Mr. Sanggah memohon pada anaknya. “Hae Na,” pintanya.

“Yah, baiklah. Ini untuk ayah.” Ia tersenyum, kemudian ia mendatangiku. Aku tersenyum padanya, dan ia membalasku, meski dengan senyum agak terpaksa dan hanya sebentar. “Hi, how are you?” Ia bertanya tiba-tiba, sambil duduk di sebelahku.

“Hm, good. Feeling excited to go on holiday.” Jawabku, agak kaku. Ini seperti interview, atau agaknya ia hendak mengintrogasi sesuatu. “I’m Kyuhyun.” 

“I’m Hae Na.” Ia membalas dengan cepat. “Is it okay to go alone?” Aku mengangguk, agak ragu. “I’ll be the second guide. My dad feeling bad for you ‘cause you just go by yourself. He thinks that you probably feel homesick so fast if there’s no one to be your friend.” Ujarnya. Bahasa Inggrisnya lancar, dan sepertinya ia orang baik pada dasarnya.

“I just want to feel relax for a while.” Aku mengangkat bahu. “Well, it’s probably lonely but I wish I’d be fine.”

“I’ll be your partner then.” Ia menanggapi dengan cepat.

Ne?” Tanyaku, agak bingung. Ia menghela nafas panjang, seolah-olah waktunya sangat terbuang untuk bicara denganku.

“I’ll be your partner. If you don’t understand it, it’s like a friend-to-talk if you need to. You got it?” Ia memberi penjelasan singkat. Aku mengangguk dengan canggung. “Don’t be misunderstood. It just a job from my dad to take care of you. I told you that he’s is really worry about you.”

“Well, not really. As long as you have a good time, hahahah!” Mr. Sanggah datang sambil membawa cake coklat dan teh hangat. “Silakan. Setelah ini kau bisa istirahat.” Ia tersenyum padaku dan memberiku kue-kue itu. Setelah itu kami mengobrol tentang hal-hal biasa, dan terasa nyaman untuk berbincang dengan Mr. Sanggah. Sayangnya Hae Na seperti tidak suka dengan keberadaanku disini. Ia terlihat tidak menikmati percakapan kami.

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet