o1. my stupid delivery boy

my delivery boy

 

Jinki tidak pernah menghabiskan lebih dari $50 untuk uang makannya dalam satu minggu sebelum ini. Atau lebih tepatnya, sebelum seorang sunbae tampan dari 2 tingkat lebih tinggi memutuskan untuk menjadi delivery boy dari restoran cina di seberang jalan. Namja bertubuh tidak terlalu tinggi itu (jika dibandingkan dengan si delivery boy) memang terkenal nerd di kampusnya. Tapi berkat wajah manis dan sikap ramah yang seolah sudah menjadi pribadi Jinki membuatnya banyak disukai oleh sunbae maupun hoobaenya.

Jinki bukan orang yang bisa ditemukan di sembarang party yang diadakan oleh siapapun di kampus. Dia pasti akan menolak dengan halus ajakan seperti itu, dengan caranya sehingga membuat yang ditolak tidak merasa sebal. Bagaimanapun Jinki lebih memilih berada di kamarnya yang tenang, membuka sedikit materi dari kampus dan kadang, menelepon keluarganya di rumah. Ya, itu rutinitas Jinki. Dulu.

Yap.

Dulu.

Sekarang mungkin ditambah dengan delivery Chinese food hampir 2-3 kali dalam satu minggu.

Saat pertama kali delivery adalah saat Jinki kelaparan seusai belajar untuk ujian mid semesternya. Sudah malam dan Jinki malas keluar. Ingat dengan restoran Chinese food kesukaan ibunya kalau sedang berkunjung ke Seoul, jinki segera mencari kartu nama Restoran itu.

Ketemu.

Setelah 20 menit mencari akhirnya kartu nama yang berisikan nomor telepon delivery restoran itu ketemu di bawah tumpukan buku nomor telepon milik ayahnya yang tertinggal. Tanpa pikir panjang Jinki memesan jjampong dan segelas air lemon madu.

Dan tak lama pesanannya datang.

“permisi. Pesanan atas nama Lee Jinki.”

“ya!”

Dan betapa kagetnya Jinki saat membuka pintu dan melihat kalau delivery boy itu adalah Shim Changmin, sunbae tampan dari fakultas ekonomi yang menjadi idaman para yeoja di kampusnya. Jinki memang tidak mengenalnya dengan akrab. Hanya menyapa sekali dua kali saat bertemu di koridor atau cafeteria. Dan lagi, karena Jinki dan Changmin sama-sama bukan nama asing di fakultasnya, mereka jadi pernah mendengar satu sama lain walau tanpa interaksi.

“h-hyung?”

“Sudah kuduga. Tadinya kupikir ada berapa Lee Jinki di Seoul. Ternyata benar kamu,” jawab changmin ringan, dengan sedikit senyum yang kontan membuat jantung Jinki berhenti sejenak. “pesananmu benar hanya Jjampong dan Lemon Honey water kan, tuan Lee?”

“H-hyung! Panggil Jinki saja—“

“haha. Iya Jinki-yah, aku hanya bercanda. Oh ya. Aku tak pernah menyangka kau type orang yang menyukai lemon dan madu.”

“e-eh? Memang kenapa?” jawab Jinki gugup.

Kenapa juga dia perlu gugup. Jinki Pabo!

“tidak… manis saja,”

“a-apa?”

Pasti salah dengar. Pasti.

Canggung, Jinki mengubah topik pembicaraan, “ta-tapi… kenapa Hyung bisa menjadi delivery—“

“ah. Ayahku pemilik restoran ini Jinki-yah. Dan karena beliau tahu aku bukan orang yang suka belajar, appa memaksaku untuk melakukan ini,” jawab changmin enteng, seolah kata-kata tadi sudah dirancang kalau-kalau bertemu temannya saat melakukan delivery. “dan karena dibayar, so why not?”

Senyum Changmin selanjutnya membuat Jinki memutuskan, bahwa sisa uang jajannya akan ditabung untuk delivery Chinese food dari restoran Changmin lagi.

Mungkin benar kata Minho.

Bahkan seorang Lee Jinki pun yang notabene hidup selama 21 tahun tanpa berpacaran pun bisa jatuh hati. Pada suatu hari.

Dan yang tidak akan Minho sadari, adalah kalau seorang Lee Jinki sudah jatuh hati pada Shim Changmin, sunbae sekaligus delivery boy favoritnya.

---

Ding Dong.

Jinki terhenyak dari fokus. Kacamata ber-frame hitam lebar melorot turun dari punggung hidung namja berbaju kuning itu.

Tugas kuliahnya sudah hampir selesai, setelah dia berjuang mati-matian menyelesaikannya dalam satu malam. Ujian akhir semester sudah semakin dekat. Jinki tidak boleh membuang waktu. Dia juga masih harus menjadi tutor untuk kim jonghyun—

Ding dong.

“yah, Jinki-yah! Kau di rumah kan? Ini pesananmu!”

Tanpa sadar wajah Jinki memerah mendengar namanya dipanggil dengan begitu casual oleh si delivery boy. Tubuhnya seakan kaku. Jantungnya mendadak berdebar tidak tentu.

Bagaimana ini.

“Jinki…?”

Namja manis itu segera beranjak dari sofanya yang empuk di tengah apartemen. Dia berlari kecil, seolah enggan membuat delivery boy favoritnya menunggu terlalu lama di depan pintu apartemen. Kalau terpaksa menunggu pun Jinki akan lebih senang jika delivery boy itu menunggu dengan santai di dalam—

Bruk—

“ah!” teriak Jinki keras.

“jinki? Suara apa itu jinki? Hei jinki, jawab aku kau tak apa?” suara namja di luar apartemennya terdengar khawatir. Atau kaget. Atau apalah itu.

Jinki jatuh tersungkur setelah kakinya terantuk oleh satu anak tangga di dekat pintu.

“adududuh—“

Jinki langsung mengusap hidungnya yang terbentur lantai. Mata kecilnya terpejam menahan sakit. Jinki benar-benar tidak berharap untuk menangis. Dia tak mau si delivery boy menganggapnya namja lemah yang terlalu banyak belajar tanpa physical activities sampai-sampai jatuh begini saja membuatnya sakit. Tapi… ugh—ini benar-benar menyakitkan.

“jinki!”

“n-ne—sebentar, hyung—“

Susah payah Jinki berusaha menggapai gagang pintu, sembari memegangi hidungnya yang tentu saja masih nyeri akibat jatuh barusan.

Klek.

Seorang namja tinggi berambut hitam muncul di hadapannya, lengkap dengan jajangmyeon dan tangsuyuk pesanan Jinki.

“ah. Go-gomawo, changmin hyung. Berapa?” suara Jinki mendadak parau karena menahan tangis. Yang tak pernah Jinki bayangkan sebelumnya adalah saat changmin meletakkan pesanannya dan menarik tangan Jinki dari hidungnya yang positif berdarah. Pantas saja basah. Dan sakit.

Jinki meringis menahan sakit. Pandangannya sedikit kabur.

‘tahan sebentar saja, pabo! Jangan menangis sekarang—‘

“apa yang kau lakukan? Hidungmu berdarah!”

Tanpa basa basi changmin menarik lengan jinki pelan, membawanya ke arah dapur. Hei, tentu saja changmin tahu arah mana dapur, dia sering mengirimkan makanan kesini. Dan lagi apartemen Jinki setipe dengan apartemennya. Tentu saja isinya sama… kan?

Changmin memastikan Jinki melangkah di tempat yang aman dengan menggandengnya pelan. Jinki yang masih menahan sakit didudukkan oleh changmin di kursi dapur. Dengan sigap changmin mengeluarkan sapu tangannya dari kantung jeans biru tua itu, mengusapnya di bawah hidung Jinki yang sekarang terang-terangan meneteskan air mata karena nyeri.

“dongakkan kepalamu Jinki,” ujar changmin sembari menahan leher Jinki dan memasukkan sebagian kecil sapu tangannya ke dalam hidung Jinki, agar lukanya bisa di tekan.

“kh—gomawo hyung…” Jinki berucap lirih. Luka dihidungnya membuat Jinki sedikit kesakitan saat berbicara.

“berterima kasihlah kalau perdarahanmu sudah berhasil kuhentikan, Jinki-yah.” Changmin menjawab ketus.

Kenapa?

‘Apa changmin-hyung membenciku?’

Pikiran itu sendiri berhasil membuat air mata Jinki membanjir di pelupuk matanya.

Jinki yang sekarang menengadah dengan bantuan Changmin, ingin sekali mengusap matanya yang sudah basah. Tapi tatapan dingin Changmin membuatnya mengurungkan niat.

‘pasti dia membenciku. Atau malah… dia merasa aku orang aneh yang tidak bisa melakukan apapun sendiri?’

“pegang sendiri hidungmu.”

Changmin melepas tangannya dari wajah Jinki, mengembalikannya ke posisi normal.

Jinki berusaha menahan tangisnya, sehingga yang keluar dari mulutnya adalah isakan yang menyedihkan dan terkesan… perih. Well, Jinki memang kesakitan.

hal tak terduga selanjutnya adalah saat Changmin mengusap matanya pelan, dengan kedua ibu jarinya yang hangat. Jinki terhenyak, menatap Changmin kaget yang juga menatapnya dengan senyum.

“akh… mianhae h-hyung. Be-berapa? Dom-dompetku disamping pi-pintu. Ambil saja sendiri u-uangnya…” jawab Jinki gugup.

Sial.

Perih.

Tapi kenapa jantungnya malah berdebar tidak jelas disaat yang tak tepat? Dan lagi kenapa nyerinya seolah hilang? Kau pikir tangan changmin-hyung itu analgesik? Dasar Jinki pabo!

“tak apa. Tidak usah. Sebentar aku ambilkan pesananmu di pintu depan,”

Dan Changmin meninggalkannya gugup sendirian di dapur.

Jinki merutuki dirinya sendiri yang sangat clumsy. Sudah berkali-kali dia jatuh seperti ini. Biasanya ada Minho atau Jonghyun atau bahkan Kibum yang menariknya sebelum dia mencium lantai. Pantas saja ibunya pernah memberinya kado safety gear di ultahnya yang ke 18, saat Jinki pertama kali pindah ke Seoul.

Jinki semakin meringkuk di kursinya. Dia juga sudah membuat sapu tangan hyungnya berlumur darah. Bagaimana ini?

Namja berkacamata itu tidak sadar kalau dahinya yang melipat-lipat itu membuatnya kelihatan lucu, sekaligus kasihan, bagi Changmin yang sekarang bahkan sudah berdiri didepannya.

Jinki sama sekali tidak sadar.

“hei. Lepas tanganmu,” jinki yang kaget diam saja saat sapu tangan tadi dilepas oleh changmin. Dipegangnya dagu Jinki, ditolehkan ke kanan dan kiri, memastikan bahwa perdaharan Jinki sudah berhenti. “syukurlah. Apa kau mau makan sekarang? Atau mau minum air lemon madu dulu?”

Apa?

“h-hyung, aku tidak memesan lemon—

“makan dulu saja lah. Aku juga sudah lapar,” sahut changmin cepat.

Apa??

Dengan cekatan changmin mengeluarkan Jajangmyeon dan tangsuyuk pesanan Jinki, lalu jjampong dan sepiring besar dumpling

“c-changmin-hyung, aku tidak memesan—“ Jinki makin bingung dan hanya bisa melongo saat Changmin mematahkan sumpitnya, dan menawarkan sebuah dumpling dari sumpit sunbae-nya itu.

Changmin tersenyum puas saat Jinki membuka mulut dan memasukkan dumpling tadi ke mulutnya. Namja manis itu mengunyah dumplingnya dengan sesekali meringis nyeri.

Tiba-tiba suasana menjadi kaku.

“h-hyung—“

“kau menyukaiku kan, Jinki-yah?”

“uhuk!”

Tersedak. Tentu saja Jinki tersedak mendengar pernyataan Changmin itu.

Mukanya berubah merah.

“Jinki-yah! Kau tak apa?” changmin menjadi panik. Ditepuknya punggung Jinki pelan, sampai batuknya mereda.

Jinki masih saja diam dan memandang Changmin tak percaya dan takjub juga malu.

“apa aku salah tangkap? Kau selalu memesan delivery hanya pada hari kerjaku Jinki. Dan kata Jaejoong-hyung, sebelum aku menjadi pegawai alamat ini tidak pernah memesan sebelumnya,”

“ke-kenapa juga Jaejoong-sshi memperhatikanku?” Tanya Jinki kaget dan canggung.

Changmin memiringkan kepalanya, “tentu saja Jinki, kau satu-satunya pelanggan kami yang memesan hampir rutin tiga kali dalam seminggu. Dan selalu saat senin, rabu dan kamis. Itu semua hari kerjaku, Jinki-yah,”

Blush.

Bagaimana ini?! Tuhan tolong buka lantai yang kuinjak ini agar lantainya menelanku hidup-hidup! Batin Jinki kalap.

“a—a-…”

“sebenarnya aku juga sudah menyukaimu sejak lama…”

Apa?! Lelucon apa lagi ini?!

“…tapi karena temanmu… siapa? Kim Jonghyun dan Choi Minho selalu menatapku sengit, belum lagi si Diva Kibum yang tak pernah membiarkanku mendekat padamu—“ Jinki bersumpah akan memanggil tukang nujum untuk ketiga sahabatnya itu, “—aku jadi tidak yakin. Lagipula aku pasti dihabisi anak ekonomi kalau Lee Jinki mereka kuambil—“

“a-aku suka hyung!” sela Jinki sigap.

Teriakan jinki barusan kontan membuat Changmin terdiam dan Jinki yang tidak tahan dengan malunya lantas menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Diam.

Changmin yang tak tahan melihat tingkah lucu Jinki langsung mendekap namja yang sekarang terlihat semakin merah. Jinki hanya sanggup menggenggam kemeja depan changmin dan menyembunyikan wajahnya disana.

“haha! Aku sudah takut kalau ternyata aku terlalu percaya diri. Gomawo, Jinki,” Changmin mengeratkan pelukannya.

Setelah agak lama mereka berpelukan, Jinki yang tiba-tiba teringat waktu segera melepaskan diri.

“h-hyung! Kau masih harus kembali ke restoran! B-bagaimana kalau ada delivery lain?” tanyanya panik sambil tetap memegang hidungnya yang sudah agak mendingan.

Changmin hanya tertawa.

“kau lupa kalau ayahku yang memiliki restoran Jinki?”

“ta-tapi hyung masih bekerja!”

“tenang saja~ aku hanya bekerja untukmu saja. I’m your special delivery boy, my love,”

Blush.

Kalau ini kurang merah, Jinki tak tahu bisa semerah apa lagi wajahnya.

Namun senyum changmin saat menatapnya membuat bibir Jinki tertarik untuk membalas.

“p-pabo.” Jinki menepuk pundak Changmin lembut.

Hal tak terduga terakhir adalah saat Changmin mendekapnya sekali lagi, mencium hidung Jinki, otomatis membuatnya meleleh dalam tangan namjachingu barunya itu.

“and I’m your stupid. A stupid delivery boy at your service.”

---

 

AN: Ini apa lagi ya Tuhan. hahahaha. epep yang lain belom selese malah bikin baru TTATT *kabur*

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
damned
#1
Chapter 6: changnew iseng banget dah ngerjain si jinki kayak gitu hahaha tapi duh ini adhadhskadh adorable bangeeet ;u; more more more~ ;3
vieroeclipse #2
Chapter 6: Aaaarrgghhh!! aku telat komen! u.u
mian kak. baru sempat komen sekarang.
ah, chapter ini maniiiisss bangeeettt!! Jadi kangen sama fluff changnew! huhuhuuu.... TT #CipokChangNew

Pengen apdet IWBTBWY tapi lappyku lagi under construction kak. Harddiskku rusak #sigh
Ayo apdet lagi kaaaakkk!! 30000000000 words sekali apdet~ :P #plaakss
jinkiesa #3
Chapter 6: aq suka aq sukaaa...bagus bagus....
aduuuh jd diabetes.....
damned
#4
Chapter 5: *jedotin kepala di kasur* i....love angst so very very much desu. aduh ga kuat, pengen guling guling saking senengnya ini angst dan bagus dan bikin air mata ngalir dengan indah nya. rasanya pengen bikin kelanjutan ini chapter asjdhaksjdhjaksd AHH WHY SO PRECIOUS BANGET SIH JINKIIII T^T
keziayansen #5
Chapter 5: TERHARUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU BANGEEEEEEEEEEEEEEEEEEEET TT^TT *CAPSLOCK JEBOL DAH"
DEMI NEPTUNUS, CERITA KE LIMA BIKIN AIR MATA NGALIR CETAR MEMBAHANA, huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...............
Thanks for the story ^^
sayangdubu
#6
Chapter 5: Entah karena sudah tengah malam atau apa
baca ni chapter bikin hati sakit, sesak
air mata ngalir..
(T. .T)
vieroeclipse #7
Chapter 5: GASHFDKSFDKSGDFKSGFKGSADKFGKSA
ASTAGAHHH. TERHARUUUU SO CUTTTEEEEEEE!!!
SERING2 AJA KAK MELLOW BEGINIIIII!!! ;AAAAA; #PLAAAAKSSSS