Don't Don - Chapter 5
Don't DonTitle : DON”T DON – Chapter 5
Genre : Brothership
Rating : Fiction M
Cast : Kyuhyun & Changmin
Disclaimer : All them belong to themselves and GOD. I own only the plot.
Warning : Typos, Geje , Mengandung kekerasan
Summary : “Masih satu orang lagi! / “Jangan bergerak!” / “Tidak. Aku sudah terlalu sering menurutimu.”
.
.
Don’t Don
Chapter 4
.
Scene 2009
Los Angeles
22.00 PM
Dua sosok bayangan berlari memasuki lorong-lorong kumuh, tempat di mana para tunawisma menghabiskan malam mereka di antara tumpukan sampah. Situasi sangat gelap, mereka hanya mengandalkan sinar bulan dan lampu kota yang hanya terlihat samar. Tetapi keduanya sudah terbiasa dengan situasi ini. Para pelanggar hukum selalu menggunakan daerah sepi untuk melarikan diri, sama seperti tiga orang pria yang mereka kejar beberapa menit lalu.
Salah seorang di antara mereka menghentikan langkahnya, memberi kode agar rekannya tetap berada di tempat. Sang rekan menautkan alis tanda tidak setuju, namun tidak membantah. Melewati banyak situasi berbahaya bersama, mereka tahu perdebatan sekecil apapun sangat berbahaya.
Kini sosok yang pertama perlahan melangkah maju dengan tangan memegang pistol yang sudah dilepaskan pengamannya. Kedua matanya sibuk mengawasi kejauhan. Kadang ia harus memicingkan mata untuk mempertajam penglihatannya. Sosok kedua berjalan di belakangnya dengan sikap siaga yang sama, menjaga jarak seperti yang diperintahkan rekannya.
Tiba-tiba sesosok tubuh muncul dari kegelapan, menerjang sosok pertama secara frontal. Sosok pertama langsung menembak penyerangnya dan berguling, bersiap kalau-kalau ada serangan selanjutnya. Suatu kebodohan jika berada di posisi yang sama setelah diserang.
Seperti yang ia duga, dari arah lain muncul penyerang kedua dengan tongkat di tangan yang di arahkan kepadanya. Belum sempat ia menarik pelatuk, penyerang kedua sudah terkapar akibat tembakan yang berasal dari rekannya. Ia tetap berlutut dengan sikap siaga, kalau-kalau orang terakhir muncul.
“Bangunlah. Di sini sudah aman.” Rekannya menarik tangannya untuk bangkit berdiri.
“Kenapa kau berbicara, K? Masih satu orang lagi!” bisik sosok pertama dengan nada menegur.
“Dia sudah melewati lorong ini menuju keramaian, M. Sebaiknya kita bergegas.”
Sosok pertama yang dipanggil dengan sebutan M, dengan kesal mengikuti rekannya yang sudah berlari menuju daerah pertokoan. Malam ini suasana begitu ramai. M merasa kesulitan mencari buruan mereka.
“Arah jam 2,” bisik K.
M mengikuti petunjuk rekannya. Ia meringis melihat buruan mereka tampak berjalan santai, merasa aman di tengah orang lain. “Ayo kita kejar.”
“Jangan terburu-buru!”
Tapi M tidak mendengar seruan rekannya. Ia berlari menembus keramaian, berusaha mendekat. Melihat seorang pria berlari dengan senjata, para pejalan kaki langsung berteriak keras dan suasana berubah tak terkendali dalam sekejap.
“Tenang, aku polisi!” seru M menenangkan.
Sang buruan yang menyadari situasi berubah menjadi ramai, menoleh dan mendapati sosok M tengah berjalan ke arahnya. Dengan panik, ia menarik seorang wanita berbadan besar, dan menggunakan wanita itu sebagai tamengnya.
“Jangan bergerak!” seru pria yang menjadi buruan mereka dengan suara lantang. Ia menyeret wanita itu hingga menempel ke salah satu etalase toko yang sedang mengadakan garage sale.
Suasana di dalam toko langsung panik, bukan hanya di luar toko. Namun saat para pengunjung hendak berlari keluar, dengan cepat pria itu menembak mengenai seorang pengunjung pria. Teriakan histeris terdengar di mana-mana.
“Jika ada yang berani keluar akan aku tembak!” seru pria itu. Ia kembali mengarahkan laras pistolnya ke pelipis sanderanya. Namun matanya dengan tajam memandang M dan mengawasi pintu toko. “Hai, polisi! Letakkan senjata kalian atau aku tembak wanita ini!”
“Jangan tembak… Kumohon, tolong aku…” Wanita itu terisak dan menangis dengan keras, sementara pria di belakangnya mencengkeram tangannya dengan kuat hingga ia tidak bisa bergerak.
Melihat hal itu, M menjadi ragu. Tangannya yang sudah terulur dengan pistol terarah kepada sasaran, menjadi sedikit goyah.
“Jangan letakkan senjatamu, M,” bisik rekannya yang sudah berdiri di sisinya.
“Kau! Kau kalau kau berani mengeluarkan senjatamu, aku akan menembak!” seru sang pria kepada K yang berdiri sambil tersenyum ke arahnya. Ia kemudian beralih kepada M. “Kalau kau nekad menembak, pelurumu akan mengenai orang yang ada di dalam.”
M merasa kesal melihat pria itu menyeringai penuh kemenangan. Ia tahu, dengan jarak sedekat ini, pelurunya tidak hanya menembak pria itu, melainkan menembus etalase dan bisa mengenai orang di belakang. Ia tidak bisa memperkirakan apakah orang yang di dalam toko akan tertembak di bagian tubuh yang tidak vital.
“Cepat! Letakkan senjatamu atau aku akan menembak!” ancam pria itu.
M menimbang. Sandera dan pengunjung toko yang terkapar karena tangannya tertembak tidak terlalu menjadi kekhawatirannya. Justru sosok di sisinya yang membuatnya bingung. Jika ia meletakkan senjata, sandera mungkin selamat tanpa terluka. Tapi bisa dipastikan pria itu akan membunuhnya dan rekannya agar bisa menyelamatkan diri.
K tidak boleh terbunuh. Aku sudah berhasil menjaganya hingga saat ini.
“K, begitu aku meletakkan senjata, bergulinglah menjauh secepat mungkin.”
“What?” K menatap dengan pandangan tak senang. M selalu begitu. Setiap kali mereka berada dalam situasi berbahaya, selalu dia yang diminta berlindung. “Aku ini rekanmu! Kenapa aku harus pergi?”
“Kumohon, ikuti kata-kataku.”
“Tidak. Aku sudah terlalu sering menurutimu.”
M hendak memukul kepala rekannya yang keras kepala itu, namun suara tembakan mengalihkan perhatiannya. Sang sandera menangis semakin keras. Pria penyanderanya baru saja menembak salah satu orang yang menonton, sehingga kerumunan itu kembali ramai oleh jerit dan tangis.
Kerumuna
Comments