15

Are You Afraid of Loneliness?

Malamnya ia mendapat sebuah sms.

Aku baru tahu kalau kau ternyata penggemarku, tadi itu dingin sekali.

Ia Cuma menatap handphone itu tanpa ekspresi, tak repot-repot membalasnya. Ia mendapati wallpaper handphonenya foto Jiyong saat mengenakan syal pemberiannya. Ia lempar telepon itu ke lantai, merasa dirinya sendiri seorang yang bodoh. Ia kesal.

 

Setelah peragaan itu, hari-harinya terasa menyebalkan. Pikiran dan hatinya melawan otaknya. Sekeras apapun usahanya, ia selalu memikirkan Jiyong. Dan parahnya lagi ia selalu merasa kesal. Apapun yang ia lakukan tak pernah membuat hatinya lega. Ia seperti membenci dirinya sendiri. Mungkin Jiyong sekarang juga sudah melupakannya, atau bahkan membencinya. Ia benci dirinya yang tak seperti dulu. Ia benci sikapnya terhadap Jiyong.

Peragaan hari ini, ia harus memakai sepatu tinggi dan baju one piece yang sangat pendek. Ia merasa tak nyaman, waktu latihan tadipun ia tak begitu mahir memakai sepatu tinggi itu. Tapi ia tak bisa menolaknya. Moodnya hari ini benar-benar dipermainkan. Benar-benar menyebalkan.

Tiba giliran ia berjalan diatas catwalk,  melakukan pose di bagian depan panggung dan berbalik lagi ke dalam. Langkah ketiga setelah memutar ia kehilangan keseimbangan dan sepatu tinggi itu tak bisa lagi menopangnya. Ia terjatuh ke depan. Sakit. Ia yakin tumitnya keseleo. Seharusnya ia tetap berjalan dengan cool dan menyelesaikan peragaanya. Walau para penonton memberi semangat dengan memberi tepuk tangan, ia tak tahan lagi. Ia tak hanya malu. Ia sangat menyedihkan. Bukan kakinya saja yang sakit, ia merasa hatinya sudah sangat berantakan. Ia berlari ke belakang panggung menahan air mata keluar dari mata merahnya.

Ia tak sanggup lagi. Diam-diam di ruang ganti ia menangis lirih. Ia ingat ayahnya dan seakan berkata pada ayahnya. “aku tak tahu akan merindukanmu seperti ini, ayah. Tapi aku sangat membutuhkanmu.” Ia bukan gadis kuat, tapi ia juga bukan gadis manja dan akan terus-terusan larut dalam kesedihannya. Ia menghapus sisa air matanya dan memandang ke cermin. Di balik cermin, seorang gadis dengan mata sembab dan merah sedang memakai busana mini. Ia jijik melihatnya. Ia bersiap akan pergi ketika koordinator peragaan memanggilnya.

“Bi, kau tak apa? Kau harus masuk lagi, masih ada satu busana lagi.”

“maaf, tapi aku tak bisa meneruskannnya. Aku akan pulang.”

Ketika itu, pintu ruang ganti terbuka lebar dan berdirilah Jiyong. Tersenyum lebar dan menggendong anak anjing yang waktu itu.

“kau harus masuk lagi, Bi. Kau tak mau mengecewakan mereka kan?” kata Jiyong.

“kenapa aku harus masuk lagi? Dan kenapa kau ada disini?”

“kau tak suka mengecewakan orang kan, apalagi dalam pekerjaan. Kami  disini untuk melihatmu, kau tahu.” Ia sambil menunjukkan anak anjing itu

“melihatku?” ia senang Jiyong ada disini. Melihat pria itu tersenyum lebar benar-benar membuat hatinya tenang.

“anjing ini ingin melihatmu, jadi aku membawanya kesini. Kenapa tak kau bawa waktu itu? Aku membelinya untukmu.”

“tapi kenapa? Aku seperti ini padamu, tapi kenapa kau masih bisa tersenyum seperti itu?” ia iri pada Jiyong yang masih bisa tersenyum atas sikapnya yang sinis.

“sudah kubilang berapa kali aku menyukaimu. Tidak tidak. Aku mencintaimu. Aku memberimu anjing ini agar menemanimu ketika aku tak bisa.” Jiyong meletakkan anak anjing itu dan dengan kakinya yang lucu lari ke arah Bi. Bi menangkapnya dan mencium wajah anjing itu.

“kau apa?” Bi tak yakin akan apa yang ia dengar.

“I love you.”

“tapi, tapi, aku ... “ dan ia mendekat kearah Jiyong. Ia mencintai pria ini juga. Ia sadar bahwa akhir-akhir ini ia sangat membutuhkan kehadirannya. Hanya saja ia merasa picik untuk menyadarinya.

“kau mau menerimaku? Untuk menemanimu dan kau menemaniku.”

“aku seperti ini, apa kau..”

“seperti apapun dirimu, aku akan menerimanya. Kau cantik, jelek, suaramu tak enak, merdu atau apapun, aku menerimanya. Karena aku mencintaimu. Tak pernahkah ada yang bilang padamu kalau kau sangat cantik?”

“Jiyong ah, tapi kau ... idola... teman-temanmu...”

“aku memang idola. Dan meskipun tak bisa langsung memamerkanmu pada dunia, aku akan tetap menemanimu,  temanku memang banyak, aku harap kau bisa memakluminya. “

“aku hanya... aku takut aku tak bisa...”

“tak bisa apa? Kau belum mencobanya kan?”

Mereka saling berpandangan. Bi mencoba untuk memantapkan dirinya, Jiyong baik sekali. Berkali-kali pria itu mengungkapkan perasaannya dan ia acuh. Padahal dalam lubuk hatinya ia tak bisa memngkiri perasaan yang ia rasakan pada Jiyong.

Sambil mengelus dan meraba leher anak anjing itu, Bi berkata “kau belum membuang fotoku didalam kalung anjing ini kan? Kita namai siapa dia? Choo? Dari dulu aku ingin jika punya anjing akan kunamai Choo. Atau Cutsy? Tapi dia cowok ya.”

“Choo nama yang bagus. Dan cocok untuk kalian. Bi dan Choo.” Jiyong menjawab.

“Terima kasih, Jiyong ah. “

Mereka saling mendekat dan Jiyong mencium keningnya. Melihat Bi tersenyum, Jiyong menciumnya di bibir. Mereka saling membalas ciuman itu dengan lembut.

“kau cantik sekali.” Kata Jiyong.

Pipi Bi memerah, dan ia berkata pada koordinator modellingnya yang dari tadi melihat kejadian itu, “tolong siapkan bajuku selanjutnya, aku akan naik ke panggung.”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
doraemonmojacko #1
ill just use my cp to readthis nice storuy
stefanie #2
aahhhh..seneng de hepi ending^^
tawphawt
#3
Wow, baru baca foreword aja kayaknya udah bagus! :)))
Rizuki_15 #4
Yay!! Udah selese... Sweet ending., Love it! ^.^
SPalBB #5
new chapter added.....<br />
apa aku ending disini aja yaaaaa , komen pliss
Rizuki_15 #6
Yay!! Confession!!<br />
Tapi knpa sikap Bi musti sedingn itu sih, kasian Jiyoung.. -_-
Rizuki_15 #7
aww.,, so sweet., nice chapt...
SPalBB #8
terima kasih yang udah baca FF saya ya, jangan lupa komen<br />
<br />
new chapter added!
Rizuki_15 #9
Lagi nyari fanfic yg seru, pas nemu yg ini, bahasa indonesia pula., jd makin suka + t'tarik.,<br />
well, so nice so far.., waiting 4 the next chapt! ^.^