Chapter Two

Moonlight

(Jaejoong’s POV)

 

 

“Hyung, bangun.. Kita bisa terlambat..” seseorang menarik selimut yang menutupi tubuhku secara paksa. Aku terkisap saat tangannya tanpa sengaja menyentuh bahuku yang terluka.

 

“Hyung, A..Apa yang terjadi? K..Kau terluka..?” Yoohwan menatapku dengan wajah terkejutnya.

 

Aku berusaha mengatakan sesuatu, tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutku. Aku meraba leherku. Tenggorokanku terasa kering dan panas, mungkin karena demam yang kualami sepanjang malam. Karena itu, aku hanya bisa tersenyum lemah dan mengisyaratkan ‘aku tidak apa-apa’ pada Yoohwan, juga Yoochun yang berdiri tidak jauh darinya.

 

Yoochun menyodorkan air minum padaku. Ia mengambil sehelai sapu tangan dari dalam lemari, kemudian menghapus keringat dingin yang membasahi wajah dan juga leherku dengan sapu tangan itu. Ia masih terdiam saat menatap kemejaku yang terkoyak, menampakkan noda darah dan luka di beberapa bagian tubuhku. Ia menghela nafas, lalu mengalihkan pandangannya dariku.

 

“Yoohwan-ah, kau harus pergi sekolah. Aku akan menjaga Jaejoong hyung.”

 

‘Eotteohke? Dalam beberapa hari ke depan aku pasti akan menyusahkan mereka..’

 

Setelah Yoohwan pergi, Yoochun berbalik mendekatiku. Aku yakin ia bisa memprediksikan apa yang telah terjadi. Ia benar-benar marah padaku. Aku bisa melihat ekspresi itu dari sorot matanya. Mungkin dialah yang membawaku ke dalam kamar dan menyelimuti tubuhku karena seingatku malam tadi aku hanya mampu berjalan sampai ke ruang tengah dan tertidur di atas sofa.

 

“Hyung.. Kau bisa menjelaskan semuanya padaku setelah suaramu kembali"

 

“...”

 

“Beristirahatlah.. Aku akan memasak bubur untukmu”

 

“...”

 

Ia beranjak dari sisi tempat tidurku dan sebelum ia menutup pintu aku membisikkan terima kasih padanya dengan suaraku yang parau.

 

‘Yoochun-ah.. Mianhae.. Aku selalu menyusahkanmu..’

 

***

 

 

Kulangkahkan kakiku di atas dinginnya marmer putih yang menutupi seluruh penjuru lantai kamarku, berjalan mengendap, berusaha untuk tidak membuat keributan. Aku tidak ingin membangunkan Yoochun yang sedang tertidur lelap di atas sofa, tidak jauh dari tempatku berbaring tadi. Ia terlihat sangat lelah.

 

Seperti malam-malam sebelumnya, setiap kali terbangun, aku akan berjalan menuju balkon kamarku yang menghadap tepat ke arah hutan untuk menatap deretan pepohonan yang menjulang serta rumput yang bergoyang diterpa hembusan angin malam. Entah kenapa, hal itu selalu bisa membuat perasaanku menjadi lebih tenang.

 

Lukaku belum benar-benar sembuh. Aku masih merasakan nyeri saat menggerakkan beberapa bagian dari tubuhku, terutama pada bagian leher, bahu dan kakiku. Aku bersyukur suaraku sudah kembali. Aku sudah bisa berbicara sekarang. Wajahku juga tidak terlalu pucat seperti beberapa hari sebelumnya.

 

Yoochun dan Yoohwan merawat dan menjagaku secara bergantian. Aku merasa sangat beruntung bisa memiliki sahabat seperti mereka. Aku memang tidak memiliki hubungan darah dengan kedua kakak-beradik itu, tapi kami sudah mengenal satu sama lain sejak masih kecil dulu.

 

Yoochun dan Yoohwan masuk ke panti asuhan yang sama denganku saat kedua orangtua mereka meninggal karena mengalami kecelakaan, sedangkan aku sudah berada dipanti asuhan itu terlebih dahulu. Ibuku meninggal saat melahirkanku, sedangkan ayahku.. tidak ada kabar tentangnya setelah kereta api yang ia tumpangi mengalami kecelakaan. Keluarga ibuku tidak ingin mengasuhku karena orangtuaku menikah tanpa persetujuan mereka.

 

Sejak terjadinya tragedi di hutan itu, aku sering terbangun di tengah malam. Berulang kali aku merasa memimpikan sesuatu, tapi aku tidak bisa mengingat apapun saat terbangun di pagi hari. Ini benar-benar membuatku merasa frustasi. Yang lebih aneh lagi, aku merasa kalau ada seseorang yang menatapku di saat aku sedang terlelap.

 

‘Mungkin hanya perasaanku.. Tapi kenapa terasa begitu nyata?’

 

Aku tersentak saat rumpun semak yang berada tepat di bawah balkonku tiba-tiba bergerak. Tidak lama kemudian muncul seekor anjing.. bukan, seekor serigala besar berbulu perak, putih keabu-abuan. Serigala yang menyelamatkanku waktu itu. Ia menatapku dengan mata kuning keemasan indahnya.

 

Tanpa berpikir panjang, aku berusaha menuruni tangga yang ada di ujung balkon secara perlahan. Rasa sakit yang ada di kedua kakiku benar-benar tidak bisa diajak berkompromi. Aku ingin memenuhi rasa penasaran sekaligus rasa rinduku pada serigala itu. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa nyaman saat berada di dekatnya.

 

Usahaku sia-sia. Setelah berhasil menuruni seluruh anak tangga dengan menghabiskan seluruh tenaga dan sisa-sisa kekuatanku, aku tidak melihatnya. Serigala itu telah menghilang, kembali ke dalam hutan.

 

***

 

 

Yoohwan berdiri di depan pintu kamarku, menggelengkan kepalanya, menatapku setengah tidak percaya.

 

“Hyung, kau yakin ingin pergi ke sekolah dengan kondisi seperti itu?”

 

“Yoohwan-ah, aku sudah bosan tinggal di rumah. Aku juga ingin pergi ke sekolah dan bersenang-senang bersama kalian.” jawabku sambil tersenyum.

 

Berbeda dengan Yoohwan, Yoochun menunjukkan persetujuannya dengan memasangkan dasi, membetulkan letak kerah dan mengancingkan kemeja seragamku. Untuk sementara aku tidak bisa melakukan pekerjaan dengan leluasa karena gips yang melingkari tangan kananku.

 

“Sudahlah Yoohwan, aku akan menjaganya. Kupikir satu minggu sudah lebih dari cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Dia bisa mati bosan kalau terus-terusan tinggal di rumah.” Yoochun mengambil tas sekolah dari genggamanku dan membawanya pergi. Ia selalu perhatian, seperti biasanya.

 

‘Hhh.. Sampai kapan mereka akan bersikap seperti ini? Aku ingin mereka berhenti memanjakanku, menganggapku seperti sekeping kaca rapuh yang mudah retak dan hancur berkeping-keping’

 

....Aku menggelengkan kepalaku. Mencoba mengusir memori tadi pagi dari dalam pikiranku. Kututup pintu lokerku setelah selesai membereskan buku-buku yang baru saja kupelajari.

 

“Jae-hyung!” Panggilan itu mengejutkanku, membuatku menoleh secara refleks kearah sang pemilik suara yang kini berdiri tepat di hadapanku.

 

Bogoshippoyo” Changmin memelukku. “Maaf aku tidak bisa menjengukmu saat kau sakit.  Malam itu, mendadak orang tuaku mengajakku pergi ke rumah kakek yang sedang sakit di luar kota. Aku baru saja pulang malam tadi”

 

Gwenchana..” bisikku dalam peluknya.

 

Aneh.. Aku merasakan ada sesuatu yang berbeda darinya. Aroma tubuhnya.. Aku merasa tubuhnya tercium seperti pohon pinus muda. Bau itu terasa sangat pekat. Tidak tercium samar seperti biasanya.

 

“Yoochun dan Yoohwan memintaku untuk mengantarkanmu pulang. Mereka akan pulang lebih sore karena harus membeli beberapa keperluan di supermarket. Kau tidak keberatan kan?”

 

“Ok.. tapi aku harus membereskan beberapa hal terlebih dulu” aku mengarahkan telunjukku ke ruang guru. “Kurasa terlalu banyak materi pelajaran yang sudah kulewatkan. Setidaknya aku bisa meminjam catatan.”

 

Arasseo.. Aku akan menunggumu di pintu gerbang” Changmin membelai rambutku pelan.

 

***

 

 

Suara merdu dan denting piano mengalun sendu dari ruang musik yang kulewati. Seingatku, saat berjalan keluar dari rung guru tidak ada siapapun di ruangan itu.

 

‘Siapa yang memainkannya?’

 

Kubalikkan badanku. Aku bukan tipe orang yang mudah penasaran, tapi suara itu, entah kenapa membuatku tidak bisa menahan diri untuk melangkahkan kakiku.

 

Denting piano berhenti saat aku bedirii tepat di depan pintu. Mata kami bertemu. Ia, pemilik suara itu, menatapku kudengan sorot mata tajamnya dan aku merasa tiba-tiba udara di sekitarku mengental, membuat nafasku terasa sesak.

 

Neo..” aku tidak tahu harus berkata apa.

 

Ia, pemilik suara itu, adalah laki-laki yang kutemui di taman dua minggu yang lalu beberapa saat sebelum terjadinya tragedi itu. Aku masih bisa mengingat sorot matanya yang dingin dan tajam.

 

Laki-laki itu bangkit dari tempat duduknya, meninggalkan tuts-tuts piano yang baru saja tersentuh oleh jari-jemari indahnya. Ia menghampiriku yang masih terpaku.

 

Annyeong.. Kim Jaejoong-ssi” ia menatapku “Ahh.. Maksudku.. Han Jaejoon-ssi

 

Aku tertegun. Bingung. Menatapnya setengah tidak percaya. “Neo.. Eotteohke..?”

 

Laki-laki itu bejalan melewatiku, menepuk pelan pundakku.

 

“Aku mengenalmu.. melebihi kau mengenal dirimu sendiri..”

 

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
MinJaeTic
#1
Chapter 6: Changmin or yunho??? I hope he is changmin T_T

Jadi jadi jae wanita gtu? Ato itu reinkarnasinya skrng ? Wahh, aku suka klo jae dijadiin cwe, genderbender story :D

Update lagi dong author~ssi,kekeke
Penasaran nih >.<
epiktraveller
#2
Chapter 6: Permaisuri? Jae? So jae past self is a girl, i assume? XD
Minnie95
#3
Chapter 6: Osnniii bukan jae yg ngebunuh kaaannn...
5starnables
#4
Chapter 6: aaaaaaaa!!!! selalu bikin penasaran!!!!

jadi jadi jae itu reinkarnasi dari jaerin...? @@
jadi jadi dulu jae ngebunuh kawanannya yunho??
terus changmin itu sejenis pelindungnya jae kali ya... *nebak2*

permaisuri??? huaaaa itu yunho ya???
jadi jae udah bunuh klannya, tapi mereka...????

*otak mulai ga sampe*
penasaran banget sama hubungan ketiganya... huuuuu.

thank you updetnya~~~
love you too! hihihihihi. XD
updet lagi yaaaaaa... #plak
(baru juga diupdet~ --")
Minnie95
#5
Chapter 5: Oenniiiie ini minjae or yunjae ???
Aku punya firasat kalo srigalanya itu yunho...
Hard work oennie~
MinJaeTic
#6
Chapter 5: *tarik author dr dlm selimut*
Yeahh, please moree author~ssi,,especially my minjae moment,kekeke

"karena kau sudah kembali mendapatkannya.."
Aishh,my curioustyy~
Update soon nee ^^
5starnables
#7
Chapter 5: ahhhhh keren.... <3
min vampir??? serigalanya yun berarti???
tapi kenapa min jadiin jae vampir juga???
yun-nya misterius banget pula~

ah penasaran nih! keren~ masa mo diudahanin!!! XDXD
epiktraveller
#8
Chapter 5: So min is a werewolf? Jae is a vamp? Or im just dumb? XO
mjjejae_mira
#9
Chapter 5: hahahaa... you are so sweet..
how come you are an author but sembunyi dalam selimut.. xDDD
kuro_usagi0730
#10
Chapter 5: kyaaaaaaaaaaaaaaaaa suka banget >,<